Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Toksikologi merupakan suatu cabang ilmu yang membahas seputar efek

merugikan berbagai efek samping yang merugikan dari berbagai agen kimiawi
terhadap semua sistem makhluk hidup. Pada bidang biomedis, ahli toksikologi
akan menangani efek samping yang timbul pada manusia akibat pajanan obat dan
zat kimiawi lainnya, serta pembuktian keamanan atau bahaya potensial yang
terkait
Toksikologi forensik sendiri berkaitan dengan penerapan ilmu toksikologi
pada berbagai kasus dan permasalahan kriminalitas dimana obat-obatan dan
bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan konsekuensi medikolegal serta untuk
menjadi bukti dalam pengadilan. Metode-metode yag dpat digunkaan dalam
toksikolgi forensik ini terus berkembang di berbagai belahan dunia. Penemuanpenemuan baru mengenai obat-obatan klinis dan cara uji laboratoris sangat
membantu dalam penggunaan metode tertentu, alat-alat yang diperlukan, serta
interpretasi hasil dari pengujian sampel
Menurut Society of Forensic Toxicologist, Inc. (SOFT), bidang kerja
toksikologi forensik meliputi: 1) analisis dan evaluasi racun penyebab kematian,
2) analisis ada/tidaknya kandungan alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh
atau nafas yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku (menurunnya
kemampuan mengendarai kendaraan bermotor dijalan raya, tindak kekerasan dan
kejahatan serta penggunaan dopping), 3) analisis obat terlarang di darah dan urin
pada kasus penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan obat terlarang lainnya.
Tujuan lain dari analisis toksikologi forensik adalah dapat membuat suatu rekaan
rekonstruksi suatu peristiwa yang telah terjadi, sampai mana obat tersebut telah
dapat mengakibatkan suatu perubahan perilaku3,4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Toksikologi Forensik


Toksikologi forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang racun dan

pengidentifikasian bahan racun yang diduga ada dalam organ atau jaringan tubuh
dan cairan korban.
2.2.

Peranan Toksikologi Forensik Dalam Hukum


Mengingat sulitnya pengungkapan kejahatan terutama yang menggunakan

racun, maka saat ini sangat diperlukan aparat penegak hukum khususnya polisi
yang mempunyai pengetahuan yang memadai baik teori maupun teknik
melakukan penyidikan secara cepat dan tepat dalam rangka pengungkapan
kejahatan pembunuhan khususnya kasus pembunuhan yang ada indikasi
korbannya meninggal karena diracun.
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui latar belakang
toksikologi digunakan dalam proses pembuktian pembunuhan serta manfaat
toksikologi sebagai media pengungkap dalam proses penyidikan tindak pidana
pembunuhan yang menggunakan racun.
Toksikologi Forensik sangat penting diberikan kepada penyidik dalam
rangka membantu penyidik polisi dalam pengusutan perkara yaitu : mencari,
menghimpun, menyusun dan menilai barang bukti di Tempat Kejadian Perkara
(TKP) dengan tujuan agar dapat membuat terang suatu kasus pembunuhan yang
ada indikasi korbannya meninggal akibat racun.5

Aspekaspek utama yang menjadi perhatian khusus dalam toksikologi


forensik bukanlah keluaran aspek hukum dari investigasi secara toksikologi,
melainkan mengenai teknologi dan teknik dalam meperoleh serta menginterpretasi
hasil seperti: pemahaman perilaku zat, sumber penyebab keracunan atau
pencemaran, metode pengambilan sampel dan metode analisa, interpretasi data
terkait dengan gejala atau efek atau dampak yang timbul serta bukti lain yang
tersedia.6
Pada umumnya, seorang ahli forensik harus mampu mempertimbangkan
keadaan suatu investigasi, khususnya mengenai catatan adanya gejala fisik, dan
bukti apapun yang didapatkan dan berhasil dikumpulkan dalam lokasi kejahatan
yang dapat mengerucutkan pencarian, misalnya adanya barang bukti seperti obatobatan, serbuk, residu jejak dan zat toksik (kimia) apapun yang ditemukan.
Dengan informasi tersebut serta sejumlah sampel yang akan diteliti, seorang ahli
teknologi forensik kemudian harus dapat menentukan senyawa toksik apa yang
terdapat dalam sampel, berapa jumlah konsentrasinya, serta efek apa yang
mungkin terjadi akibat zat toksik terhadap tubuh korban.3,6
Hasil analisis dan interpretasinya temuan analisisnya ini akan dimuat ke
dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan perundang-undangan.
Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut dengan Surat
Keterangan Ahli atau surat keterangan. Surat keterangan yang diberikan adalah
berupa suatu Visum et Repertum. Dokter pemeriksa pada bab kesimpulan Visum et
Repertum tidak akan menyebutkan korban mati akibat bunuh diri, pembunuhan,
ataupun kecelakaan, tapi jelas menyebutkan penyebab kematiannya akibat
keracunan zat-zat, obat-obatan,dan racun tertentu atau dengan kata lain
ditemukannya gangguan pada organ-organ tubuhnya akibat sesuatu zat-zat, obatobatandan racun tertentu tersebut.12
Tidak semua kasus yang ditemukan perlu melakukan toksikologi forensik.
Kasus-kasus tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan besar. Kasuskasus tersebut antara lain :

1. Kematian akibat keracunan, yang meliputi: kematian mendadak, kematian


di penjara, kematian pada kebakaran, dan kematian medis yang disebabkan
oleh efek samping obat atau kesalahan penanganan medis,
2. Kecelakaan fatal maupun tidak fatal, yang dapat mengancam keselamatan
nyawa sendiri ataupun orang lain, yang umumnya diakibatkan oleh
pengaruh obat-obatan, alkohol, atau pun narkoba,
3. Penyalahgunaan narkoba dan kasus-kasus keracunan yang terkait dengan
akibat pemakaian obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan bahan
berbahaya lainnya, yang tidak memenuhi standar kesehatan (kasus-kasus
forensik farmasi).
Dari kasus-kasus tersebut kemudian akan muncul berbagai pertanyaan
yang akan membantu selama pemerikaan seperti tampak pada table 2.1 7
Tabel 2.1. Pertanyaan dalam toksikologi forensik
Jenis Kasus
Kematian yang tidak wajar (mendadak)
Kematian di penjara
Kematian pada kebakaran

Kematian atau timbulnya efek samping obat


berbahaya akibat salah pengobatan
Kematian yang tidak wajar di rumah sakit
Kecelakaan yang fatal di tempat kerja, sakit
akibat tempat kerja, pemecatan

Kecelakan fatal dalam mengemudi

Kecelakaan tidak fatal atau mengemudi


dibawah pengaruh obat-obatan
Farmaseutikal dan Obat palsu, atau tidak
memenuhi syarat standar Forensik Farmasi

Pertanyaan
Apakah ada keterlibatan obat atau racun
sebagai penyebab kematiannya?
Kecelakaan, pembunuhan yang melibatkan
racun atau obat terlarang?
Apakah ada unsur penghilangan jejak
pembunuhan?
Apa
penyebab
kematian:
CO,
racun,kecelakaan, atau pembunuhan?
Berapa
konsentrasi
dari
obat
dan
metabolitnya?
Apakah ada interaksi obat?
Apakah pengobatannya tepat?
Kesalahan terapi?
Apakah ada keterlibatan racun, alkohol, atau
obat-obatan?
Apakah kematian akibat human eror?
Apakah sakit tersebut diakibatkan oleh
senyawa kimia di tempat kerja? Pemecatan
akibat terlibat penyalahgunaan Narkoba?
Meyebabkan kematian?
Adakah keterlibatan alkohol, obat-obatan atau
Narkoba?
Kecelakaan, atau pembunuhan?
Apakah kesalahan pengemudi? Mengemudi
dibawah pengaruh obat-obatan atau Narkoba?
Identifikasi bentuk sediaan, kandungan
sediaan obat, penggunaan obat palsu.

Sumber: Finkle, B.S., (1982), Progress in Forensic Toxicology: Beyond Analytical Chemistry, J. Anal. Tox.
(6): 57-61

2.3.

Klasifikasi Racun
Racun adalah suatu zat yang apabila kontak atau masuk kedalam tubuh

dalam jumlah tertentu (dosis toksik) merusak faal tubuh baik secara kimia
mauppun fisiologis sehingga menyebabkan sakit atau pun kematian. Untuk
kepentingan di bidang forensik, racun dibagi berdasarkan sifat kimia, fisik serta
pengaruhnya terhadap tubuh manusia, yaitu:
1. Racun Anorganik
a. Racun Korosif
b. Racun Metalik dan non-metalik
2. Racun Organik
a. Racun Volatil
b. Racun non Volatil dan non alkaloid
3. Racun Gas
4. Racun lainlain
a. Racun makanan
b. Racun binatang
c. Racun tumbuhtumbuhan
d. Dan lainlain

A. Racun Korosif
Terdiri atas racun yang dapat menyebabkan kerusakan atau kematian selsel
yang terkena akibat efek lokal. Pada tingkat yang lebih ringan dapat terjadi iritasi
atau keradangan. Beberapa racun korosif juga memberikan efek sistemik dan
diabsorpsi ke dalam peredaran darah sehingga menyebabkan efek umum.
Pembagian racun korosif:
1. Acid Corrosif
a. Mineral Acid (Asam sulfat, asam khlorida dan asam sitrat)
b. Asam Organik (asam oksalat, asetat, asam formiat)
c. Halogenida (klorin, bromin, iodin, flourin)
d. Corrosive Mineral Salt
2. Alkaline Corrosive
5

3. Organic Corrosive
a.

Phenol

group

(Methyl

Phenol,

dihydroxibenzene,

guiaacol,

pyrogallol)
b.

Formaldehyde 8

B. Racun Metalik
Terdiri atas semua racun yang mempunyai elemen logam dalam molekulnya.
Beberapa perkecualian, beberapa logam seperti arsenikum, merkuri, ataupun
timah hitam jarang toksis bila berada dalam bentuk logam murninya, kecuali
bentuk senyawa kimianya akan toksis. Banyak senyawasenyawa logam ini
mempunyai daya korosif dan efek lokal yang cukup hebat.
Senyawasenyawa dari logam dapat terdiri dari kombinasi asam kuat dengan
logam alkali lemah seperti: seng sulfat atau cupri sulfat yang akan menunjukkan
efek korosif. Juga dapat dibentuk dari logam basa kuat dengan gugus asam lemah
seperti kalium carbonat, sautu garam dengan daya kerja sebagai racun korosif
biasa.
Efek utama racun metalik setelah absorbsi terjai adalah pada parenkim
terutama organ viseral. Namun, beberapa racun logam lain seperti senyawa radio
aktif jarang menyababkan gangguan pada site of absorption, tetapi akan
memeberikan efek pada jaringan tempat diakumulasikan seperti tulang dan sum
sum tulang. 8
C. Racun Volatil dan non volatil
Pada racun jenis ini, senyawa yang digunakan adalah turunan dari alkohol,
yaitu Methyl Alcohol (metanol). Metanol juga dikenal sebagai Wood alcohol
dimana lethal dosisnya sangat bervariasi pada setiap orang. Kematian timbul pada
30-60 ml pemberian methanol. Kadangkadang gejala tidak tampak sampai 26
jam atau lebih setelah keracunan namun tibatiba penderita dapat meninggal. Hal
ini disebabkan oleh efek depresi CNS, edema serebri dan asidosis akibat dari
oksidasi yang lambat dan tidak sempurna dari methanol dalam tubuh menjadi
fermaldehid dan asam semut.8

D. Racun Gas
Racun gas terdiri dari karbon Dioksida dan Karbon Monoksida. Karbon
Dioksida akan menyebabkan asfiksia karena berkurangnya jumlah oksigen di
udara pernafasan dan proses ini pada tahap awal akan dipercepat dengan adanya
efek langsung Karbon Dioksida pada pusat pernafasan, sehingga tingkat
keracunan perinhalasi makin berat. Gejala keracunan akibat karbon dioksida
adalah: sakit kepala serta kepala terasa berat, tinitus, nausea, perspirasi, otot
ototmenjadi lemah, somnolensi hebat, tekanan darah menignkat disertai dengan
sianosis, pernafasan cepat dan nadi cepat, collaps, koma dan meninggal. Penyebab
kematian pada akibat keracunan gas karbon dioksida adalah asfiksia akibat
anoksia otak dan jaringan tubuh lainnya.
Pada karbon monoksida, gas ini berasal dari pembakaran yang tidak
sempurna dari senyawa organik misal asap kendaraan bermotor, gas untuk
memasak, hasil pembakaran batu bara dan lainlain. Karbon monoksida akan
mengikan Hb secara cepat dan lengkap dan menghambat oksigen berikatan
dengan oksigen. Sehingga suplai oksigen ke organ vital pun akan berkurang dan
akan timbul anoksemia. Lama kelamaan, Hb akan kehilangan kemampuannya
untuk mengikat oksigen dan akan mmeperpuruk kondisi anoksemia pada jaringan.
Gejala klinis keracunan karbon monoksida dapat terjadi mendadak, namun
biasanya terjadi secara mendadak, pelipis berdenyut, tinitus, pusing, mual,
muntah, pandangan kabur dan pingsan. Wajah kemerahan, daya ingta menurun,
vertigo, anestesia, hilangnya daya untuk bergerak secara spontan. Selanjutnya
denyut nadi akan melemah dan pelan sampai terjadi henti jantung (cardiac arrest).
Pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat
berwarna merah terang (cherry pink colour) yang tampak jelas bila
kadarkarboksihemoglobin (CO-Hb)mencapai 30% atau lebih.9,14
E. Racun Lainlain
Jenisjenis racun yang termasuk dalam golongan ini adalah insektisida, racun
binatang, dan racun makanan. Insektisida berdasaarkan asal dan sifat kimiawinya
dibagi menjadi:
1. Berasal dari tumbuhtumbuhan seperti Derris, Pyrethrum, Nicotine

2. Insektisida Sintesis, terdiri dari golongan Chlorinated Hydrocarbon,


Organophosphate, Carbamate,dan Dinitrophenol.
Pada keracunan makanan, umumnya disebabkan oleh adanya bahan asing
yang bersifat toksis dalam makanan. Keadaan ini dapat terjadi dan digolongkan
dalam 4 golongan yaitu:
1.

Bahan asing anorganik atau organik baik sengaja ataupun tidak tercampur
dalam makanan pada waktu proses pembuatan atau pengawetan.

2.

Makanan itu sendiri yang mengandung racun. Misal sianida pada


singkong.
Adanya kuman atau parasit patogen dalam makanan

4.

Adanya toksin kuman dalam makanan.8

2.4.

3.

Pemeriksaan Toksikologi Forensik


Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan,

yang sejak semula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang
sampai saat sebelum di autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap
kemungkinan keracunan. Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat
keracuan bila pada pemeriksaan setempat (scene investigation) terdapat
kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim
ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak
biasa, luka bekas suntikan sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan
hidung serta bila pada autopsi tidak ditemukan penyebab kematian.
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan penting, yaitu :
1. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP)
Pemeriksaan di tempat kejadian perkara perlu dilakukan untuk membantu
penentuan

penyebab

kematian

dan

menentukan

cara

kematian.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengumpulkan keterangan sebanyak


mungkin tentang perkiraan saat kematian serta mengumpulkan barang
bukti.

2. Pemeriksaan luar
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan luar kasus
keracunan diantaranya:
a. Bau.
Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa yang
kiranya ditelan oleh korban. Segera setelah pemeriksa berada di
samping mayat ia harus menekan dada mayat untuk menentukan
apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubang-lubang
hidung dan mulut.
b. Segera.
Pemeriksa harus segera berada di samping mayat sesegera
mungkin dan pemeriksa juga harus menekan dada mayat dan
menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubang
hidung dan mulut.
c. Pakaian.
Pada pakaian dapat ditemukan bercak-bercak yang disebabkan
oleh tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya
bercak berwarna coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam
nitrat.
d. Lebam mayat.
Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna,
karena warna lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna
darah yang tampak pada kulit.
e. Perubahan warna kulit.
Pada hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis pada
telapak tangan dan kaki pada keracunan arsen kronik. Kulit berwarna
kelabu kebirubiruan akibat keracunan perak (Ag) kronik (deposisi
perak dalam jaringan ikat dan korium kulit). Kulit akan berwarna
kuning pada keracunan tembaga (Cu) dan fosforakibat hemolisis juga
pada keracunan insektisida hidrokarbon dan arsen karena terjadi
gangguan fungsi hati.

f. Kuku.
Keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal
yang tidak teratur. Pada keracunan Talium kronik ditemukan kelainan
trofik pada kuku.
g. Rambut.
Kebotakan (alopesia) dapat ditemukan pada keracunan talium,
arsen, air raksa dan boraks. Metode pemeriksaan pada rambut adalh
dengan ekstrak dan pretreatment.
h. Sklera.
Tampak ikterik pada keracunan zat hepatotoksik seperti fosfor,
karbon tetraklorida. Perdarahan pada pemakaian dicoumarol atau
akibat bisa ular.13,17

2.5.

Pengambilan Sampel Pada Toksikologi Forensik


Memastikan dimana racun itu berada, didasarkan dari anamnesa dan tanda

klinis yang dijumpai pada pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Pada korban
yang meninggal, diperlukan informasi sisa racun dan dicocokkan dengan kelainan
yang dijumpai pada jenazah. Selanjutnya menentukan sampel yang perlu diambil
untuk pemeriksaan toksikologi, disesuaikan dengan jenis racun yang masuk
kedalam tubuh.11,15
Lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada
waktu autopsi daripada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk
mengambil bahan-bahan yang diperlukan dan melakukan analisis toksikologik
atas jaringan yang sudah busuk atau sudah diawetkan.9
Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil
sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan
histopatolgik. Secara umum sampel yang harus diambil adalah:
1. Lambung dan isinya
2. Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada
pada usus setiap jarak sekitar 60 cm

10

3. Darah, Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari


sebelah kanan dan sebelah kiri masing-masing sebnayak 50 ml. Darah tepi
sebanyak 30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis bukan darah dari
vena porta. Pada korban yang masih hidup, darah adalah bahan yang
terpenting, diambil 2 contoh darah masing-masing 5 ml, yang pertama
diberi pengawet NaF 1% dan yang lain tanpa pengawet.
4. Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.
5. Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat
khususnya atau bila urine tidak tersedia.
6. Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan sianida,
dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai
kemampuan

untuk

meretensi

racun

walaupun

telah

mengalami

pembususkan.
7. Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan diekskresikan
melalui urin, khususnya pada tes penyaring untuk keracunan narkotika,
alkohol dan stimulan.
8. Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun.
9. Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar suntikan, jaringan otot,
lemak di bawah kulit dinding perut, rambut, kuku dan cairan otak.
Pada pemeriksaan intoksikasi, digunakan alkohol dan larutan garam jenuh
pada sampel padat atau organ. NaF 1% dan campuran NaF dan Na sitrat
digunakan untuk sampel cair. Sedangkan natrium benzoate dan phenyl mercuric
nitrate khusus untuk pengawet urine.4,9
Selain pengambilan sampel melalui autopsi secara diseksi, terdapat teknik
lain dalam melihat kelainan tanpa melakukan diseksi. Alatalat untuk diagnosa
seperti endoskopi dan MRI dapat digunakan untuk melihat kelainan internal tanpa
melakukan diseksi pada tubuh korban. Akan tetapi, diseksi tetap menjadi pilihan
utama dalam tidakan autopsi.16

11

BAB 3
PENUTUP

3.1.

Kesimpulan
Toksikologi forensik merupakan salah satu cabang toksikologi yang

memusatkan perhatian pada analisa yang berperan dalam penegakan hukum dan
peradilan. Secara umum tugas toksikolog forensik adalah membantu penegak
hukum khususnya dalam melakukan analisis racun baik kualitatif maupun
kuantitatif dan kemudian menerjemahkan hasil analisis ke dalam suatu laporan
(surat, surat keterangan ahli atau saksi ahli), sebagai bukti dalam tindak kriminal
(forensik) di pengadilan. Pengambilan sampel pada korban hidup dan yang sudah
berbeda akan berbeda. Pada korban yang sudah meninggal, seluruh organ akan
diambil sedikit jaringannya kemudian diperiksa melalui berbagai metode analisa
secara kimiawi, bologi, maupun secara histopatologi.

12

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

16.
17.

Katzung, Bertam G. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2 Ed.8. Jakarta.


Salemba Medika Glance.2002.
The Forensic Toxicology Council. Briefing: What is Forensic Toxicology?.
The American Board of Forensic Toxicology (ABFT). 2010Tersedia dari:
http://http://www.abft.org/files/WHATISFO RENSICTOXICOLOGY.pdf/
Wirasuta, I M.A.G.,Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi Temuan
Analisis. Ind. J of Legal and Forensic Sciences.1(1):47- 55.2008.
SOFT (Society of Forensic Toxicologist, Inc.) and AAFS (the American
Academy of Forensic Sciences, Toxicology Section), Forensic Toxicology
Laboratory Guidelines, SOFT / AAFS. 2006.
Waluyadi.Ilmu Kedokteran Kehakiman. Jakarta. Djambatan. 2007.
Budiawan. Peranan Toksikologi Forensik dalam mengunkap kasus keracunan
dan pencemaran lingkungan. Ind. J of Legal and Forensic Sciences.1(1):4755.2008.
Finkle, B.S., Progress in Forensic Toxicology: Beyond Analytical Chemistry,
J. Analityc Toxicology (6): 57-61. 1982.
8. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal. Surabaya. 2010.
9. Dharma S. M, Erdaliza, Teungku A., Investigasi Kematian Dengan
Toksikologi Forensik. Riau. FKUNRI.2008.
10. Dr. Jims Ferdinan, Makalah Toksikologi Umum, Departemen Kedokteran
Kehakiman FK USU RSU H Adam Malik Medan, 2010,
11. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Panduan Belajar
Ilmu Forensik dan Medikolegal. Yogyakarta. FK UGM.2010.
12. Flora H. S., 2013. Peranan Toksikologi Forensik dalam Pengungkapan
Kasus Pembunuhan. J Saintech. 05(01). Jakarta.
13. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilmu Kedokteran Forensik. ED. 2. Jakarta. FKUI. 1997.
14. Meena, C. M. Accidental Death due to Carbon Monoxide. Case Report.
Int J of Medical Toxicology and Forensic Medicine. 4(4). 158-61. 2014.
15. Bhasin SK., and Pant M. Reporting system for cause of death in India
(Major findings) and recent incorporation of verbal autopsy method in sample
registration system: A powerful tool for reliable mortality information.
Journal of Forensic Medicine and Toxicology. 20, 19-22. 2003.
Mohanty, M.K., Arum, M., Merezes, R.G., Palmar, V. Autopsy: Changing
Trends. Int J of Medical Toxicology and Forensic Medicine, 1 (1). 17-23.
2011.
Miyaguchi, M., Kenji, K. Comparasion of Sample Preparation Methods for
Zolpidhem Extraction from Hair. Abstrac. J Of Forensic Toxicol by Springer.
2013.

13

Anda mungkin juga menyukai