Anda di halaman 1dari 37

Case Report Session

ALO

Oleh:

Enggar Nur ari Zeri 1210070100009

Preseptor :

dr. Yufi Permana , Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD M.NATSIR

2021

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, serta berkat rahmat
dan karunia yang telah dilimpahkan maka penulis dapat menyelesaikan case
report session yang berjudul “ALO

Dalam penyusunan case report ini penulis mengalami berbagai hambatan


dan kesulitan, namun atas bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, case
report ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu dalam penyusunan case report ini.

Penulis menyadari didalam case report ini mungkin terdapat banyak


kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun, guna penyempurnaan case report ini di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga case report ini
dapat bermanfaat untuk kita semua.

Solok, Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................3

2.2 ALO ..........................................................................................................3

2.2.1 Definisi........................................................................................3

2.2.2 Etiologi .......................................................................................4

2.2.3 Patofisiologi.................................................................................5

2.2.4 Tanda dan Gejala Klinis..............................................................9

2.2.5 Diagnosis.....................................................................................10

2.2.6 Diagnosa Banding .......................................................................11

2.2.7 Penatalaksaan…………..………………………………………12

BAB III LAPORAN KASUS.........................................................................18

3.1 Identitas Pasien...........................................................................................18

3.2 Anamnesis...................................................................................................18

3.3 Pemeriksaan Fisik.......................................................................................20

3.4 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................22

3.5 Diagnosis....................................................................................................23

3.6 Penatalaksanaan..........................................................................................23

BAB IV DISKUSI

BAB V PENUTUP

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Edema paru akut merupakan kondisi di mana cairan terakumulasi

di dalam paru-paru, biasanya diakibatkan oleh ventrikel kiri jantung yang tidak

memompa secara adekuat. Edema paru akut terjadi oleh karena adanya aliran

cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru,

melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran

limfatik..Bertambahnya cairan dalam ruang di luar pembuluh darah paru-paru

disebut edema paru akut. Edema paru akut merupakan komplikasi yang biasa dari

penyakit jantung dan kebanyakan kasus dari kondisi ini dihubungkan dengan

kegagalan jantung. Edema paru akut dapat menjadi kondisi kronik atau dapat

berkembang dengan tiba-tiba dan dengan cepat menjadi ancaman hidup. Tipe

yang mengancam hidup dari edema paru terjadi ketika sejumlah besar cairan tiba-

tiba berpindah dari pembuluh darah paru ke dalam paru, dikarenakan masalah

paru, serangan jantung, trauma, atau bahan kimia toksik. Ini dapat juga menjadi

tanda awal dari penyakit jantung koroner.Angka kejadian penyakit ini adalah

sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun. Angka kematian melebihi 40%. Tanpa

pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila pengobatan

yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Penderita yang bereaksi baik

terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan atau tanpa kelainan

paru paru jangka panjang.

1
Mengingat begitu berbahayanya edema paru akut bagi kesehatan maka kelompok

akan membahas mengenai edema paru akut dan asuhan keperawatan yang

diberikan. Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang

efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden edema paru

akut melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

1.2.1 Tujuan Umum

Case report session ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di

bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD M.Natsir Solok dan diharapkan agar dapat

menambah pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan penulisan dari case report session ini adalah untuk mengetahui

defenisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis,

penatalaksanaan dan diskusi mengenai perdarahan uterus abnormal disebabkan

hiperplasia endometrium.

1.2 Metode Penulisan

Case report session ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang

merujuk pada berbagai literatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Uterus

Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng

kearah muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.

Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm,

lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding uterus adalah 1,25 cm.

Bentuk dan ukuran uterus sangat berbeda-beda, tergantung pada usia dan pernah

melahirkan anak atau belumnya. Terletak di rongga pelvis antara kandung kemih

dan rectum. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio

(serviks kedepan dan membentuk sudut dengan serviks uteri ).

Pada pasien pramenopause, terdapat variasi ketebalan endometrium yang

signifikan pada berbagai tahap siklus menstruasi. Pada saat haid : 2-4 mm, pada

fase proliferasi awal : 5-7 mm, fase proliferatif / preovulasi akhir: sampai 11 mm

dan fase sekresi: 7-16 mm dan biasanya mencapai ketebalan maksimum saat fase

sekretori. Pada perempuan pascamenopause ketebalan endometrium biasanya

kurang dari 5 mm. Endometrium dianggap hiperplasia setiap kali ukurannya

tampak melebihi 10 mm, terutama pada pasien menopause.

2.2 Perdarahan Uterus Abnormal

2.2.1 Definisi

Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid dalam hal

jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak,

sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi menoragia

3
saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual

bleeding (HMB). Sedangkan perdarahan uterus abnormal disebabkan koagulapati,

gangguan hemostasis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan

kelainan yang sebelumnya termasuk dalam Perdarahan Uterus Disfungsional

(PUD).4

2.2.2 Etiologi

Berdasarkan International Federation Gynecology and Obstetrics (FIGO)

terdapat 9 kategori utama disusun sesuai dengan akronim PALM-COEIN yaitu :

a. Polip

Polip adalah pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium

uterus, baik  bertangkai maupun tidak berupa pertumbuhan berlebih

dari stroma dan kelenjar dan dilapisi oleh epitel endometrium. 5.6

b. Adenomiosis

Adenomiosis adalah dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar

endometrium ektopik pada lapisan miometrium. 6.7

c. Leiomioma

Leiomioma adalah pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan

miometrium. 5

d. Malignancy dan Hiperplasia

Malignancy dan hiperplasia adalah pertumbuhan hiperplastik atau

pertumbuhan ganas dari lapisan endometrium.

e. Coagulopathy

4
Coagulopathy adalah gangguan hemostatis sistemik yang berdampak

terhadap perdarahan uterus

f. Ovulatory Dysfunction

Ovulatory dysfunction adalah kegagalan ovulasi yang menyebabkan

terjadinya perdarahan uterus

g. Endometrial

Endometrial adalah gangguan hemostatis lokal endometrium yang

memiliki kaitan erat dengan terjadinya perdarahan uterus.

h. Iatrogenik

Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi

medis seperti penggunaan estrogen, progestin, AKDR (Alat

Kontrasepsi Dalam Rahim). Perdarahan haid diluar jadwal yang terjadi

akibat penggunaan estrogen atau progestin, dimasukkan dalam istilah

perdarahan sela atau breakthrough bleeding.

i. Not yet Classified

Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau

sulit dimasukkan dalam klasifikasi

2.2.3 Diagnosis Perdarahan Uterus Abnormal

1. Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan hamil, adanya faktor

risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan berat badan yang drastis, serta

riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya. Perlu ditanyakan siklus

haid sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal. Pada

5
perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat kepatuhannya,

penggunaan obat-obatan golongan antikoagulan, sitostatika, hormonal, anti

psikotik, dan suplemen.5

2. Pemeriksan Fisik

a. Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas

keadaan hemodinamik.

b. Pastikan perdarahan berasal dari canalis cervicalis dan tidak

berhubungan dengan kehamilan.

c. Pastikan indeks masa tubuh tanda-tanda hiperandrogen, pembesaran

kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorae

(hiperprolaktinemia), gangguan lapang pandang (adenohipofisis), purpura

dan ekimosis.5

3. Pemeriksaan Ginekologi

Pemeriksaan ini perlu dilakukan dengan teliti termasuk pemeriksaan pap

smear. Harus disingkiran pula kemungkinan adanya perdarahan yang termasuk

kedalam akronim PALM-COEIN.5

2.3 Hiperplasia Endometrium

2.3.1 Definisi

Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebih dari kelenjar

dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan infiltrasi limfosit pada

endometrium. Bersifat noninvasif yang memberikan gambaran morfologi berupa

bentuk kelenjar yang irreguler dengan ukuran yang bervariasi. Pertumbuhan ini

dapat mengenai sebagian maupun seluruh bagian endometrium.

6
Gambar 2.1 Hiperplasia Endometrium

2.3.2 Faktor Resiko

Hiperplasia endometrium memiliki faktor resiko diantaraya sebagai

berikut :

1. Sekitar Usia Monopause

2. Obesitas (konversi androgen menjadi estrogen dalam jaringan lemak)

3. Cronik Unovulation dan PCOS (polycystic Ovarian Syndrome)

4. Nulipara dan infertil

5. Terapi estrogen jangka panjang tanpa disertai progestin pada kasus

monopause

6. Selektif estrogen reseptor modulator (SERMs)

7. Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cacer (HNCC)

8. Diabetes

2.3.3 Klasifikasi

Risiko keganasan berkorelasi dengan keparahan hiperplasia sehingga

diklasifikasikan sebagai berikut :

7
1. Hiperplasia simple tanpa atipi

Dicirikan dengan peningkatan  jumlah kelenjar proliferatif tanpa atipia

sitologik. Kelenjar tersebut meskipun berdesakan dipisahkan oleh stroma selular

padat dan memiliki  berbagai ukuran. Pada beberapa kasus, pembesaran kelenjar

secara kistik  mendominasi (hiperplasia kistik). Risiko karsinoma endometrium

sangat rendah. peningkatan kelenjar tetapi bentukya masih reguler

2. Hiperplasia kompleks tanpa atipia

Menunjukkan peningkatan jumlah kelenjar ireguler dengan posisi  berdesakan.

Epitel pelapis berlapis dan memperlihatkan banyak gambaran mitotic. Sel-sel

pelapis mempertahankan polaritas normal dan tidak  menunjukkan pleomorfisme

atau atipia sitologik. Stroma selular padat masih terdapat di antara kelenjar.

3. Hiperplasia sederhana dengan atipi: hiperplasia sederhana yang disertai

sitologi yang atipia (inti yang prominan dan pleomorfis)

4. Hiperplasia kompleks dengan atipia

Dicirikan dengan berdesakannya kelenjar dengan kelenjar yang saling

membelakangi dan nyatanya atipia sitologik yang ditandai dengan pleomorfisme,

hiperkromatisme dan pola kromatin inti abnormal. Hiperplasia kompleks dengan

atipia menyatu dengan adenokarsinoma in situ pada endometrium dan

menimbulkan risiko karsinoma endometrium yang tinggi.

2.3.4 Etiopatogenesis

Hiperplasia endometrium diakibatkan oleh hiperestrinisme atau adanya

stimulasi unoppesed estrogen (estrogen tanpa pendamping progesteron/ estrogen

tanpa hambatan). Kadar estrogen yang tinggi ini menghambat produksi

8
Gonadotropin (feedback mechanism). Akibatnya rangsangan terhadap

pertumbuhan folikel berkurang, kemudian terjadi regresi dan diikuti perdarahan.

Pada wanita perimenopause sering terjadi siklus yang anovulator sehingga

terjadi penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum sehingga estrogen

tidak diimbangi oleh progesteron. Akibat dari keadaan ini adalah terjadinya

stimulasi hormon estrogen terhadap kelenjar maupun stroma endometrium tanpa

ada hambatan dari progesteron yang menyebabkan proliferasi berlebih dan

terjadinya hiperplasia pada endometrium. Juga terjadi pada wanita usia

menopause dimana sering kali mendapatkan terapi hormon penganti yaitu

progesteron dan estrogen, maupun estrogen saja. Estrogen tanpa pendamping

progesterone (unopposed estrogen) akan menyebabkan penebalan endometrium.

Peningkatan estrogen juga dipicu oleh adanya kista ovarium serta pada wanita

dengan berat badan berlebih.

2.3.5 Gejala

Siklus menstruasi tidak teratur atau tidak haid dalam jangka waktu lama

(amenorrhoe) ataupun menstruasi terus menerus dan banyak (metrorhagia). Selain

itu akan sering mengalami flek bahkan muncul gangguan sakit kepala, mudah

lelah dan tanda anemia lainnya. Dampak berkelanjutan dari penyakit ini adalah

penderita bisa mengalami kesulitan hamil dan terserang anemia berat bahkan syok

hipovolemik. Hubungan suami-istri pun terganggu karena biasanya terjadi

perdarahan yang cukup parah.

2.3.6 Diagnosis

1. Anamnesis

9
Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu

ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului siklus yang pendek

atau oleh oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit,

sakit atau tidak), lama perdarahan dan sebagainya. Selain itu juga perlu

ditanyakan adanya massa baik pada jalan lahir maupun pada abdomen,

penggunaan kontrasepsi dan obat-obatan lainnya yang dapat memungkinkan

terjadinya perdarahan uterus.

2. Pemeriksaan Fisik dan Ginekologi

Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk

ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun,

dan lain-lain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya

menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit

yang bersangkutan. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada

kelainan-kelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus,

tumor, kehamilan terganggu).

3. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pada wanita pasca menopause ketebalan endometrium pada  pemeriksaan

ultrasonografi transvaginal kira-kira <4 mm. Untuk dapat melihat keadaan

dinding kavum uteri secara lebih baik maka dapat dilakukan pemeriksaan

histerosonografi dengan memasukkan cairan kedalam uterus.

 Biopsi

10
Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan

biopsi yang dapat dikerjakan secara poliklinis dengan menggunakan

mikrokuret. Metode ini juga dapat menegakkan diagnosis keganasan

uterus.

 Dilatasi dan Kuretase

Dilakukan dilatasi dan kuretase untuk terapi dan diagnosis perdarahan

uterus. Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak perlu dilakukan

kerokan guna  pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20 dan

40 tahun kemungkinan besar ialah kehamilan terganggu, polip, mioma

submukosum, dan sebagainya. Disini kerokan diadakan setelah dapat

diketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu kehamilan

yang memberi harapan untuk diselamatkan. Pada wanita dalam

pramenopause dorongan untuk  melakukan kerokan ialah untuk

memastikan ada tidaknya tumor ganas.

 Histeroskopi

Histeroskopi adalah tindakan dengan memasukkan peralatan teleskop kecil

kedalam uterus untuk melihat keadaan dalam uterus, dengan peralatan ini

selain melakukan inspeksi juga dapat dilakukan tindakan pengambilan

sediaan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi.

2.3.7 Tatalaksana

Terapi atau pengobatan bagi penderita hiperplasia antara lain sebagai

berikut :

11
1. Tindakan kuretase selain untuk menegakkan diagnosis sekaligus

sebagai terapi untuk menghentikan perdarahan.

2. Terapi progesteron untuk menyeimbangkan kadar  hormon di dalam

tubuh. Namun perlu diketahui kemungkinan efek  samping yang bisa

terjadi, di antaranya mual, muntah, pusing, dan sebagainya. Rata-rata

dengan pengobatan hormonal sekitar 3-4 bulan gangguan penebalan

dinding rahim sudah bisa diatasi. Terapi progestin sangat efektif dalam

mengobati hiperplasia endometrial tanpa atipi, akan tetapi kurang

efektif untuk hiperplasia dengan atipi. Terapi cyclical progestin

(medroxyprogesterone asetat 10-20 mg/hari untuk 14 hari setiap bulan)

merupakan terapi yang efektif untuk   pasien dengan hiperplasia

endometrial tanpa atipi atau terapi continuous progestin (megestrol

asetat 20-40 mg/hari). yang kemungkinan merupakan terapi yang

paling dapat diandalkan untuk pasien dengan hiperplasia atipikal atau

kompleks. Terapi dilanjutkan selama 2-3 bulan dan dilakukan  biopsi

endometrial 3-4 minggu setelah terapi selesai untuk mengevaluasi

respon pengobatan. Tanda kesembuhan penyakit hiperplasia

endometrium yaitu siklus haid kembali normal. Jika sudah dinyatakan

sembuh, ibu sudah bisa mempersiapkan diri untuk kembali menjalani

kehamilan. Namun alangkah  baiknya jika terlebih dahulu

memeriksakan diri pada dokter, terutama  pemeriksaan bagaimana

fungsi endometrium, apakah salurannya baik apakah memiliki sel telur

dan sebagainya.

3. Histerektomi.

12
Metode ini merupakan solusi permanen untuk terapi  perdarahan uterus

abnormal dan berulang. Khusus bagi penderita hiperplasia kategori

atipik, jika memang terdeteksi ada kanker, maka jalan satu-satunya

adalah menjalani operasi pengangkatan rahim. Penyakit hiperplasia

endometrium cukup merupakan momok bagi kaum perempuan dan

kasus seperti ini cukup dibilang kasus yang sering terjadi, maka dari

itu akan lebih baik jika bisa dilakukan pencegahan yang efektif.

2.4 Kista Ovarium

2.4.1 Definisi

Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat

tumbuh dimana saja dan jenisnya bermacam-macam. Kista yang berada di dalam

atau permukaan ovarium (indung telur) disebut kista ovarium atau tumor

ovarium.7

2.4.2 Manifestasi Klinis

 Perut terasa penuh, berat, kembung.

 Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil dan besar).

 Haid tak teratur.

 Nyeri panggul yang menetap dan dapat menyebar kepanggul bawah dan

paha.

 Nyeri senggama.

2.4.3 Diagnosis

1. Anamnesis

13
Pada anamnesis rasa sakit atau tidak nyaman pada perut bagian bawah.

Rasa sakit tersebut akan bertambah jika kista tersebut terpuntir atau terjadi ruptur.

Terdapat juga rasa penuh di perut. Tekanan terhadap alat-alat di sekitarnya dapat

menyebabkan rasa tidak nyaman, gangguan miksi dan defekasi. Dapat terjadi

penekanan terhadap kandung kemih sehingga menyebabkan frekuensi berkemih

menjadi sering.

2. Pemeriksaan Fisik.

Kista yang besar dapat teraba dalam palpasi abdomen. Walau pada wanita

premonopause yang kurus dapat teraba ovarium normal tetapi hal ini adalah

abnormal jika terdapat pada wanita postmenopause. Perabaan menjadi sulit pada

pasien yang gemuk. Teraba massa yang kistik, mobile, permukaan massa

umumnya rata. Cervix dan uterus dapat terdorong pada satu sisi. Dapat juga

teraba, massa lain, termasuk fibroid dan nodul pada ligamentum uterosakral, ini

merupakan keganasan atau endometriosis. Pada perkusi mungkin didapatkan

ascites yang pasif. 7

4. Pemeriksaan Penunjang

 USG

Merupakan alat terpenting dalam menggambarkan kista ovarium. Dengan

pemeriksaan ini dapat ditentukan letak batas tumor, apakah tumor berasal

dari uterus, atau ovarium, apakah tumor kistik atau solid dan dapat

dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan tidak.

Dapat membantu mengidentifikasi karakteristik kista ovarium.

 Foto Rontgen.

14
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan adanya

hidrotoraks. Pemeriksaan pielogram intravena dan pemasukan bubur

barium pada kolon dapat untuk menentukan apakah tumor bearasal dari

ovarium atau tidak, misalnya tumor bukan dari ovarium yang terletak di

daerah pelvis seperti tumor kolon sigmoid.

 Pengukuran serum CA-125.

Tes darah dilakukan dengan mendeteksi zat yang dinamakan CA-125, CA-

125 diasosiasikan dengan kanker ovarium. Dengan ini diketahui apakah

massa ini jinak atau ganas.

 Laparoskopi

Perut diisi dengan gas dan sedikit insisi yang dibuat untuk memasukan

laparoskop. Melalui laparoskopi dapat diidentifikasi dan mengambil

sedikit contoh kista untuk pemeriksaan PA.

2.4.4 Penatalaksanaan

Dapat dipakai prinsip bahwa tumor ovarium neoplastik memerlukan

operasi dan tumor non neoplastik tidak. Tumor non neoplastik biasanya besarnya

tidak melebihi 5 cm. Tidak jarang tumor-tumor tersebut mengalami pengecilan

secara spontan dan menghilang. Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik

yang tidak ganas adalah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada

bagian ovarium yang mengandung tumor. Tetapi jika tumornya besar atau ada

komplikasi perlu dilakukan pengangkatan ovarium, disertai dengan pengangkatan

tuba. Seluruh jaringan hasil pembedahan perlu dikirim ke bagian patologi anatomi

untuk diperiksa.

15
Pasien dengan kista ovarium simpleks biasanya tidak membutuhkan terapi.

Penelitian menunjukkan bahwa pada wanita post menopause, kista yang

berukuran kurang dari 5 cm dan kadar CA 125 dalam batas normal, aman untuk

tidak dilakukan terapi, namun harus dimonitor dengan pemeriksaan USG serial.

Sedangkan untuk wanita premenopause, kista berukuran kurang dari 8 cm

dianggap aman untuk tidak dilakukan terapi. Terapi bedah diperlukan pada kista

ovarium simpleks persisten yang lebih besar 10 cm dan kista ovarium kompleks.

Laparoskopi digunakan pada pasien dengan kista benign, kista fungsional atau

simpleks yang memberikan keluhan. Laparotomi harus dikerjakan pada pasien

dengan resiko keganasan dan pada pasien dengan kista benigna yang tidak dapat

diangkat dengan laparaskopi. Eksisi kista dengan konservasi ovarium dikerjakan

pada pasien yang menginginkan ovarium tidak diangkat untuk fertilitas di masa

mendatang. Pengangkatan ovarium sebelahnya harus dipertimbangkan pada

wanita post menopause, perimenopause, dan wanita premenopasue yang lebih tua

dari 35 tahun yang tidak menginginkan anak lagi serta yang beresiko

menyebabkan karsinoma ovarium. Diperlukan konsultasi dengan ahli endokrin

reproduksi dan infertilitas untuk endometrioma dan sindrom ovarium polikistik.

Konsultasi dengan onkologi ginekologi diperlukan untuk kista ovarium kompleks

dengan serum CA125 lebih dari 35 U/ml dan pada pasien dengan riwayat

karsinoma ovarium pada keluarga. Jika keadaan meragukan, perlu pada waktu

operasi dilakukan pemeriksaan sediaan yang dibekukan (frozen section) oleh

seorang ahli patologi anatomik untuk mendapat kepastian tumor ganas atau tidak.

Untuk tumor ganas ovarium, pembedahan merupakan pilihan utama.

Prosedurnya adalah total abdominal histerektomi, bilateral salfingooforektomi,

16
dan appendiktomi (optional). Tindakan hanya mengangkat tumornya saja

(ooforektomi atau ooforokistektomi) masih dapat dibenarkan jika stadiumnya ia

masih muda, belum mempunyai anak, derajat keganasan tumor rendah seperti

pada fow potential malignancy (borderline). Radioterapi hanya efektif untuk jenis

tumor yang peka terhadap radisi, disgerminoma dan tumor sel granulosa.

Kemoterapi menggunakan obat sitostatika seperti agens alkylating

(cyclophosphamide, chlorambucyl) dan antimetabolit (adriamycin). FoIlow up

tumor ganas sampai 1 tahun setelah penanganan setiap 2 bulan, kemudian 4 bulan

selama 3 tahun setiap 6 bulan sampai 5 tahun dan seterusnya setiap tahun sekali.

17
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama : Ny. M

Umur : 46 tahun

No. RM : 022112

Alamat : Gn. Talang

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk : 26 Juli 2020

Jam masuk : 18 : 00 WIB

3.2 Anamnesa

A. Keluhan Utama

Seorang pasien wanita umur 46 tahun datang ke Ponek RSUD M.Natsir

pada tanggal 26 Juli 2020 pukul 18:00 WIB diantar oleh keluarga dengan keluhan

keluar darah haid dari kemaluan sejak 20 hari yang lalu.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

 Keluar darah haid berwarna merah kehitaman yang banyak dari

kemaluan sejak 20 hari yang lalu, keluhan dirasa memberat pada 2 hari

ini. Namun, saat masuk RS darah sudah berhenti.

 Darah keluar saat masa haid selama ≥ 20 hari, selama darah keluar pasien

mengganti duk lebih dari 5 kali sehari. Saat ini darah keluar disertai nyeri

perut bawah.

18
 Pasien mengeluhkan pusing, cepat lelah dan mata berkunang-kunang saat

beraktivitas.

 Keluar darah pasca berhubungan disangkal.

 Benjolan pada perut disangkal.

 Keluhan pada buang air kecil dan buang air besar disangkal.

 Keluhan penurunan berat badan disangkal.

 Keluar lendir bercampur darah (-)

 Keluar air-air dari kemaluan (-)

C. Riwayat Menstruasi

 Menarche : usia 12 tahun

 Siklus haid : teratur 28 hari

 Lama haid : 5-7 hari

 Ganti duk : 2-3 kali sehari

 Nyeri haid : (-)

 Sejak desember tahun 2019 haid tidak teratur, pada saat haid darah keluar

selama ≥ 20 hari, pasien bisa mengganti duk lebih dari 5 kali sehari

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, hipertiroid, jantung

dan paru pada pasien.

E. Riwayat Konsumsi Obat

Tidak ada riwayat konsumsi obat-obatan pengencer darah, hormonal, anti

psikotik dan suplemen.

19
F. Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada riwayat penyakit keluarga dengan keluhan yang sama

 Tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan, keganasan,

hipertensi, menular dan kejiwaan.

G. Riwayat Perkawinan

Pasien menikah 1 kali ketika pasien berumur 20 tahun pada tahun 1994

hingga sekarang

H. Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan (3/0/3)

1. 1995/aterm/PN/bidan/3500 gram/perempuan/hidup

2. 1999/aterm/PN/bidan/2800 gram/perempuan/hidup

3. 2007/aterm/PN/bidan/2700 gram/perempuan/hidup

I. Riwayat Kontrasepsi (-)

J. Riwayat Imunisasi (-)

K. Riwayat Kebiasaan : merokok (-), alkohol (-), narkoba (-)

3.3 Pemeriksaan Fisik

 Status lokalis

 Kedaan umum : Tampak Sakit Sedang

 Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif

 BB : 56 kg

 TB :150 cm

 IMT : 24,8 (Normoweight)

20
 Vital Sign

 TD :120/60 mmHg

 Nadi : 72 x/i

 Nafas : 20x/i

 Temperatur : 36,70C

 Status Generalisata

Kepala : Normochepal

Wajah : Cloasma gravidarum (-)

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB

Thorak : Paru dan jantung dalam batas normal

Abdomen : Status ginekologi

Genitalia : Status ginekologi

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-), CRT < 2

detik

 Status Ginekologi

Pemeriksaan Luar

Abdomen

Inspeksi : Distensi (-), darm contour (-), darm steifung (-), massa (-)

Auskultasi : BU (+) Normal

Palpasi : Supel (+), defans muscular (-), massa (-), nyeri tekan

suprapubis (+), nyeri lepas (-)

21
Genetalia : V/U : tenang, perdarahan (-), massa (-), sekret (-)

Pemeriksaan Dalam

 Vulva dan perineum : massa (-), sekret (-), fistel (-)

 Kelenjar Bartolini : peradangan (-), abses (-)

 Dinding vagina : ruggae (+), massa (-), polip (-), fistel (-)

 Porsio : arah kebelakang, bentuk bulat, teraba

membesar, konsistensi kenyal, permukaann licin, canalis cervicalis tidak

dapat dilalui jari

 Handscoon : darah (-), sekret (-)

Pemeriksaan Inspekulo : Tidak dilakukan

3.4 Laboratorium

Hb : 6,2 g/dL (LL)

Ht : 22,7 % (L)

MCV : 75,9 fL (L)

MCH : 20,7 pg/cell (L)

MCHC : 27,3 g/dL (L)

Leukosit : 14.100 mm3 (H)

Trombosit : 444.000 mm3 (H)

Anti HIV : Non Reaktif

HbsAg : Non Reaktif

Rapid Test : Non Reaktif

22
3.5 Diagnosis

Anemia Berat Ec. Perdarahan Uterus Abnormal

3.6 Tatalaksana

Sikap

- Kontrol keadaan umum, vital sign

- IVFD RL 500 CC, 20 tpm

- Konsul Sp.OG

- Transfusi 3 kantong Packed Red Cels (PRC), 1 kantong perhari

- Norethisteron tablet 5 mg, 2 x 1 tab/ hari (Norelut)

- Rawat inap

Rencana

- USG

Follow Up

Tangga Pukul Subjektif Objektif Assesement Planning

26-07- 20 : 00 - Flek darah - KU : TSS Anemia Berat - IVFD RL 500

2020 WIB keluar dari - Kes : Ec. CC

kemaluan CMC Perdarahan - Transfusi

(+) sedikit - TD : Uterus PCR Kolf I

- Pusing (+) 110/60 Abnormal - Norethisteron

- Lemas (+) mmHg tab 5 mg

- Nd : 74 (2x1)

23
x/mnt

- Nf : 20

x/mnt

- Suhu :

36,7 º C

- Konjungti

va anemis

(+/+)

- Abdomen

: NT (+)

suprapubi

c, NL (-)

- Genetalia

: V/U :

Tenang,

PPV (+)

sedikit
23 : 00 - Darah - KU : TSS Anemia Berat - Darah

WIB keluar dari - Kes : Ec. dihentikan,

kemaluan CMC Perdarahan ganti RL

(+) sedikit - TD : Uterus

- Pusing (+) 80/60 Abnormal

- Lemas (+) mmHg

- Pasien - Nd : 101

merasa x/mnt

24
tangan - Nf : 20

gemetaran x/mnt

(+) - Suhu :

37,0 º C

- Sp O2 :

99 %

- Konjungti

va anemis

(+/+)

- Abdomen

: NT (+)

suprapubi

c, NL (-)

- Genetalia

: V/U :

Tenang,

PPV (+)

sedikit
27 Juli 08 : 00 - Flek darah - KU : TSS Anemia Berat -IVFD RL 500 CC,

2020 WIB (+) - Kes : Ec. 20 tpm

- Pusing CMC Perdarahan


- Transfusi PCR
berkurang - TD : Uterus
Kolf II
(+) 110/60 Abnormal
- Norethisteron tab
- Lemas mmHg
5 mg (2x1)
berkurang - Nd : 80

25
(+) x/mnt - Rencana USG

- Pasien - Nf : 20 besok di Poli

merasa x/mnt

tangan - Suhu :

gemetaran 37,0 º C

(-) - Konjungti

va anemis

(+/+)

- Abdomen

: NT (+)

suprapubi

c, NL (-)

- Genetalia

: V/U :

Tenang,

PPV (+)

sedikit
28 Juli 07:00 - Flek darah - KU : TSS Anemia Berat IVFD RL 500 CC,

2020 WIB dari - Kes : Ec. 20 tpm

kemaluan CMC Perdarahan


- Transfusi PCR
(-) - TD : Uterus
Kolf III → Aff Inf
- Pusing (-) 110/70 Abnormal
- Terapi Lanjut
- Lemas mmHg

berkurang - Nd : 74 - Rencana USG di

(+) x/mnt

26
- Nf : 20 Poli

x/mnt

- Suhu :

36,7 º C

Konjungti

va anemis

(+/+)

- Abdomen

: NT (+)

suprapubi

c, NL (-)

- Genetali

a : V/U :

Tenang,

PPV (-)
28 Juli 11:00 - Flek darah - KU : TSS Anemia Berat - Pasien USG

2020 WIB dari - Kes : Ec.

(Sebelu kemaluan CMC Perdarahan

m ke (-) - TD : Uterus

Poli - Pusing (-) 110/70 Abnormal

- Lemas mmHg

berkurang - Nd : 74

(+) x/mnt

- Nf : 20

x/mnt

27
- Suhu :

36,7 º C

Konjungti

va anemis

(+/+)

- Abdomen

: NT (+)

suprapubi

c, sedikit

Genetalia

: V/U :

Tenang,

PPV (-)

Pemeriksaan USG di Poli pukul 11 : 15 WIB

28
Gambar 3.1 USG Hiperplasia Endometrium dan Kista Ovarium

Hasil :

- Didapatkan gambaran penebalan pada endometrium uterus lebih dari normal

dengan panjang uterus: 9,63 cm dan lebar : 4,60 cm

- Didapatkan gambaran kesan : kista ovarium berukuran diameter 4,41 cm

Diagnosis

Anemia berat Ec. Perdarahan Uterus Abnormal Ec. Hiperplasia

Endometrium + Kista ovarium

Rencana Selanjutnya

- Cek laboratorium post transfusi

- Pasien boleh pulang

- Kontrol tanggal 13 Agustus 2020

Laboratorium tanggal 28 Julli 2020 (pukul 14:30 WIB)

HB : 8,1 g/dL (L)

Ht : 27,5 %

Leukosit : 16.300 mm3

Trombosit : 31.8000 mm3

Tanggal 28 Juli 2020 Pukul 16 :00 WIB

S/ - Pusing (-)

29
- Keluar darah dari kemaluan (-)

O/ - Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

- Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif

- Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 80 kali/menit

- Pernapasan : 20 kali/menit

- Suhu : 36,7 º C

A/ Anemia berat Ec. Perdarahan Uterus Abnormal Ec. Hiperplasia

Endometrium + Kista ovarium

P/ - Pasien boleh pulang

- Norethisteron tablet 5 mg, 2 x 1 tab

- Sulfat Ferous 100 mg, 2 x 1 tab

- Kontrol ke Poli tanggal 13 Agustus 2020

BAB IV

ANALISAKASUS

Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebih dari kelenjar

dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan infiltrasi limfosit pada

endometrium. Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan keluhan keluar darah

haid berwarna merah kehitaman yang banyak dari kemaluan sejak 20 hari yang

lalu, keluhan dirasakan memberat pada 2 hari ini. Namun, saat masuk RS darah

sudah berhenti. Darah keluar saat masa haid selama ≥ 20 hari, sehingga pasien

harus mengganti duk lebih dari 5 kali sehari. Darah keluar disertai nyeri perut

30
bawah. Pasien merasa pusing, cepat lelah dan mata berkunang-kunang saat

beraktivitas.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. Status

generalis pada mata ditemukan konjungtiva anemis (+/+) yang mendukung

diagnosis untuk anemia. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan diarea

suprapubic. Sementara iu, pada pemeriksaan ginekologi didapatkan bentuk portio

ke arah kebelakang, bentuk bulat, teraba membesar, konsistensi kenyal,

permukaann licin, canalis cervicalis tidak dapat dilalui jari, massa (-).

Pada pemeriksaan USG terdapat kesan hiperplasia endometrium dengan

panjang uterus 9,63 cm dan lebar : 4,60 cm serta kista ovarium berukuran

diameter 4,41 cm

Penanganan pada pasien ini sudah tepat dengan pemberian tranfusi darah

dan diberi terapi hormonal untuk dapat menyeimbangkan hormon sehingga dapat

mencegah pembesaran endometrium lebih lanjut dengan tetap diobservasi

perkembangan selanjutnya. Namun apabila siklus haid tidak kunjung teratur maka

dapat dipertimbangkan dilakukan dilatasi dan kuretase serta tatalaksana lainnya

pada pasien.

31
KESIMPULAN

Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebih dari kelenjar

dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan infiltrasi limfosit pada

endometrium. Gejala yang dapat ditemui pada pasien hiperplasia endometrium

yaitu berupa siklus menstruasi tidak teratur atau tidak haid dalam jangka waktu

lama (amenorrhoe) ataupun menstruasi terus menerus dan banyak (metrorhagia),

gejala anemia serta kesulitan hamil.

Penatalaksaan pada pasien hiperplasia yang utama adalah dengan

memastikan tidak terjadinya syok hipovolemik, lalu beri terapi hormonal. Apabila

32
perdarahan aktif dapat dilakukan kuretase dengan tidak lupa dilakukan kerokan

pada sampel serta pertimbangan histerektomi

DAFTAR PUSTAKA

1. Zinger, M. 2008. Epidemiologi of Abnormal Uterine Bleeding in Modem

Management of Abnorml Uterine Bleeding. Informa Healthcare : London..

2. Singh S, Best C, Dunn S, Leyland N, Wolfman WL, Allaire C, et al. 2013.

Abnormal Uterine Bleeding in Pre-meopausal Women. Journal of Obstetrics

and zgynaecology Canada.

3. Ishikawa H, Reierstad S, Demura M, Rademaker A. W, Kasai T, Inoue M, er

al. High Aromatase Expression in Uterine Leiomyoma Tissue s of African-

American Women. J clin Endocrinol Metab, 2009. 94 (5).

33
4. Baziad, A. 2011. Panduan Tatalaksana Perdarahan Uterus Abnormal.

Himpunan Endikrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia, Perkumpulan

Obstetri dan Ginekologi Indonesi. 3-19.

5. Munro, M.G. 2012. The FIGO system for nomenclature and classification of

causes of abnormal uterine bleeding the reproductive years: who nees them.

American Journal of Obstetric and Gynecology. P :259-65.

6. Cavazos, A. 2012. Abnormal Uterine Bleeding : New definitions and

Contemporary Terminology. The Female Patient. 37 : 27-36

7. Wiknjosastro, Hanifa. dkk. 2007. Ilmu Kandungan. Edisi 2.Cetakan 5.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 346 – 362.

34

Anda mungkin juga menyukai