Anda di halaman 1dari 48

REFERAT

PENYAKIT JANTUNG
BAWAAN SIANOTIK
Pembimbing
Dr. Nur Hasmani, Sp. A

Oleh
Ahmad Kailani 0810221081
Jenis Kelainan Frekuensi Relatif
(%)
Defek Septum Ventrikel 20
Defek Septum Atrium 10
Duktus Arteriosus Pesisten 10
Stenosis Pulmonal 10
Tetralogi Fallot 8
Defek Septum Atrioventrikular 5
uensi relatif penyakit jantung bawaan3 Stenosis Aorta 5
Koarktasio Aorta 5
Transposisi Arteri Besar 5
Trunkus Arteriosus 2
Atresia Pulmonal 2
Atresia Trikuspid 1
Anomali Ebstein 1
Kombinasi Kelainan Dan Lain- Sisanya
TETRALOGI FALLOT
INSIDEN
•Yang paling sering ditemukan = 5 - 8%.

ANATOMI
•Tetralogi Fallot terjadi bila terdapat kegagalan perkembangan
infundibulum.
•Sindrom ini terdiri dari 4 kelainan, yakni
1. Defek Septum Ventrikel
2. Stenosis Pulmonal
3. Over-riding Aorta
4. Hipertrofi Ventrikel Kanan.
•Namun secara fisiologis, yang penting adalah stenosis pulmonal
dan defek septum ventrikel.
• Kombinasi obstruksi jalan keluar ventrikel kanan dan defek
septum ventrikel menyebabkan hanya sebagian darah dari
ventrikel kanan yang menuju ke a. Pulmonalis dan
sebagian (besar) menuju ke ventrikel kiri, kemudian ke
aorta.
• Derajat sianosis ditentukan oleh derajat stenosis pulmonal.
KELAINAN HEMODINAMIK
• Terdapatnya obstruksi jalan keluar ventrikel
kanan yang disertai dengan defek septum
ventrikel besar  terjadi pirau dari ventrikel
kanan ke ventrikel kiri/aorta, sehingga pasien
mengalami kekurangan darah ke paru dan
kelebihan darah ke tubuh.
Manifestasi Klinis
• Pada auskultasi : BJ I normal atau mengeras;
• Komponen aorta BJ II juga mengeras karena katup aorta
dekat ke dinding depan dada.
• Pada sebagian besar kasus, karena stenosis yang berat
maka BJ II terdengar tunggal.
• Bising ejeksi sistolik  arus turbulen darah melintasi
katup pulmonal.
• Pasien sianosis dengan kadar hemoglobin yang tidak
meningkat menunjukkan adanya anemia relatif, biasanya
akibat defisiensi Fe.
• Kadar hemoglobin seyogyanya dipertahankan pada
kisaran antara 16 – 19 g/dl, dan hematokrit 45 – 60 vol%.
• Darah yang terlalu pekat akan meningkatkan resiko
terjadinya trombosis, terutama trombosis otak, sedang
anemia relatif menyebabkan hipoksia jaringan yang dapat
memicu serangan sianotik.
DIAGNOSIS
• Sianotik, biasanya tidak hari-hari pertama.
• Pada pemeriksaan fisis terdengar BJ II tunggal
• Bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal,
• Foto dada tampak jantung sepatu dengan konus pulmonalis
cekung dan vaskularisasi paru menurun.
• Elektrokardiogram menunjukkan dominasi kanan.
• Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan ekokardiografi.
• Kateterisasi jantung, hasil yang mencolok adalah peningkatan
tekanan ventrikel kanan, dan penurunan saturasi oksigen di
aorta.
• Angiografi mengkonfirmasi kelainan lain.
• Ekokardiagrafi biasanya akan dapat menjawab semua
persoalan diagnosis.
TATA LAKSANA

• Terapi definitif adalah operasi koreksi, yakni dengan cara


operasi jantung terbuka stenosis pulmonal diperlebar
sedangkan defek septum ventrikel ditutup.
• Pinatasan Blalock-Taussimg (yakni anastomosis a.
Subklavia dengan a. pulmonalis) ataupun modifikasinya.
• Diharapkan beberapa bulan diameter a. Pulmonalis
mendekati normal, sehingga operasi koreksi dapat
dilaksanakan.
• Tindakan mencegah serangan sianotik yang pertama
harus dilakukan adalah mencegah anemia relatif, dengan
mempertahankan kadar Hb 16-19 g/dl dah Ht 50-60 vol%.
• Pada bayi yang pernah mengalami serangan sianotik
perlu diberi propanolol (Inderal) 1-2 mg/Kg/hari.
• Serangan sianotik berulang menunjukkkan bahwa pasien
memerlukan tindakan bedah, baik paliatif atau koreksi.
ATRESIA PULMONAL
INSIDEN
•Atresia pulmonal dengan septum ventrikel utuh = 1 - 3 %.

EMBRIOLOGI
•Atresia pulmonal secara garis besar dibagi menjadi 2 kelompok,
yakni :
•(a) Atresia pulmonal dengan defek septum ventrikel;
•(b) Atresia pulmonal tanpa defek septum ventrikel (biasa pula
disebut sebagai atresia pulmonal dengan septum yang utuh).
karena katup pulmonal atretik, maka a. Pulmonalis mendapat
pasokan darah dari aorta melalui duktus arteriosus, sehingga ia
merupakan lesi yang tergantung pada duktus).
ANATOMI

• Terdapat obstruksi total (atau hampir total) pada katup


pulmonal.
• Akibatnya a. Pulmonalis nyaris tidak dialiri darah.
• Untuk itu maka mutlak diperlukan duktus arteriosus untuk
memasok darah dari aorta.
• Pada atresia pulmonal dengan septum ventrikel, biasanya
ventrikel kanan besar seperti halnya pada tetralogi Fallot.
• Skema anatomi atresia pulmonal dengan septum ventrikel
utuh. Karena a. Pulmonalis tidak memperoleh darah dari
ventrikel kanan akibat katup pulmonal atretik, maka ia
harus memperoleh pasokan darah dari aorta melalui
duktus arteriosus.
• Dengan demikain maka kelainan ini merupakan kelainan
yang tergantung pada duktus (duct pedendent lesion).
KELAINAN HEMODINAMIK
• Tidak terdapatnya aliran darah dari ventrikel kanan ke a.
Pulmonalis sehingga a. Pulmonalis harus mendapat
pasokan darah dari aorta melalui duktus arteriosus.
MANIFESTASI KLINIS
DIAGNOSIS

• Pada neonatus yang sianotik beberapa jam setelah lahir


terdengar bunyi jantung II tunggal dan tidak disertai bising
jantung.
• Pada foto dada, yakni pembesaran atrium kanan, segmen
pulmonal yang cekung, dan vaskularisasi paru menurun.
• Pada EKG terdapat deviasi sumbu QRS ke kanan,
hipertrofi ventrikel kanan, dan pembesaran atrium kanan.
• Ekokardiografi dapat memecahkan masalah diagnosis ini.
TATA LAKSANA
• Tatalaksana atresia pulmonal tanpa defek septum ventrikel
dibagi menjadi dua tahapan.
• Pada tahapan awal diberikan prostaglandin (PGE1) untuk
menjamin agar duktus arteriosus persisten tidak menutup.
• Setelah evaluasi dengan ekokardiografi (dan apabila perlu
dengan kateterisasi), diputuskan apakah akan dilakukan
volvulotomi atau pemasangan pintasan Blalock-Taussing atau
lainnya.
• Bila aliran darah paru dapat diperbaiki, baik dengan
valvulotomi atau dengan pintasan, maka sianosis akan
berkurang dan pasien akan tumbuh cukup memadai.
• Dalam beberapa bulan kateterisasi ulang dilakukan untuk
menilai keadaan a. Pulmonalis. Bila dianggap memenuhi
syarat, dapat dipasang konduit untuk menyambung a.
Pulmonalis, dan pintasan yang ada dapat dicabut.
TRANSPOSISI ARTERI BESAR
INSIDENS
•5% dari seluruh panyakit jantung bawaan. lebih sering pada anak lelaki.

ANATOMI
•Kesalahan dalam proses pemutaran trunkus dapat menyebabkan aorta keluar dari
ventrikel kanan sedangkan a. Pulmonalis keluar dari ventrikel kiri.
•Katup pulmonal biasanya terletak dibelakang katup aorta.
•Akibatnya darah dari vena kava masuk ke atrium kanan dan terus ke aorta dan ke
seluruh tubuh, sedang darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri kemudian ke a.
Pulmonalis kembali lagi ke paru.
•Jadi pada transposisi terdapat 2 sirkulasi paralel. Keadaan tersebut tidak menjamin
pasien hidup, kecuali ada percampuran darah pada atrium (melalui defek septum
atrium atau foramen ovale), atau antara kedua ventrikel (melalui defek septum
ventrikel), ataupun di arteri besar (melalui duktus arteriosus).
•Percampuran terbaik bila terjadi di atrium melalui defek septum atrium besar.
Spektrum anatomik transposisi arteri besar sangat bervariasi; ia dapat disertai atau
tanpa defek septum ventrikel, defek septum atrium, foramen ovale persisten, duktus
arteriosus persisten, stenosis pulmonal, dan lain-lain.
• Skema anatomi transposisi arteri besar. Perhatikanlah bahwa aorta
keluar dari ventrikel kanan, dan a. Pulmonalis dari ventrikel kiri.
• Hubungan kedua atrium ventrikel normal.
• Percampuran darah harus terjadi, baik melalui suatu defek septum
atrium, defek septum ventrikel, duktus arteriosus, atau kombinasi.
KELAINAN HEMODINAMIK
• Kelainan hemodinamik dasar pada transposisi arteri besar
adalah ventrikel kanan yang memompa darah ke seluruh
tubuh yang mempunyai resistensi yang tinggi, sedangkan
ventrikel kiri memompa darah ke paru yang mempunyai
resistensi yang rendah.
ASPEK KLINIS
• Pasien dengan transposisi biasanya lahir dengan berat
badan yang normal ataupun lebih dari normal.
• Tampak sianosis ringan sampai berat.
• Pada auskultasi akan terdengar bunyi jantung II tunggal
oleh karena katup pulmonal ‘bersembunyi’ di belakang
katup aorta.
• Bising dapat bervariasi dari tidak ada bising sama sekali
sampai bising pansistolik atau kontinu melalui duktus
arteriosus.
DIAGNOSIS
• Sianotik dengan berat lahir normal atau besar, tanpa
bising, dengan bunyi jantung II tunggal.
• Foto torak  egg-on-side heart, dan vaskularisasi paru
meningkat.
• EKG  deviasi sumbu QRS ke kanan dan hipertrofi
ventrikel kanan dengan atau tanpa pembesaran atrium
kanan.
• Diagnosis pasti ekokardiografi; akan tampak a.
Pulmonalis berasal dari ventrikel kiri dan aorta dari
ventrikel kanan.
• Pelbagai variasi kelainan yang mungkin ada dapat
dipastikan dengan ekokardiografi dan doppler.
TATA LAKSANA
• Setelah diagnosis dipastikan, secara rutin dilakukan
septostomi atrium dengan balon (ballon atrial septostomy,
BAS) atau prosedur Rashkind.
• Dengan tindakan tersebut maka percampuran darah di
tingkat atrium akan optimal, sehingga atrium kanan
mendapat darah dengan saturasi tinggi dari atrium kiri.
• Dari atrium kanan darah dialirkan ke ventrikel kanan,
kemudian keseluruh tubuh. Akibatnya sianosis berkurang.
• Prosedur ini merupakan prosedur rutin pada transposisi
arteri besar.
• Setelah pasien stabil, dapat dilakukan operasi pertukaran
arteri (arterial switch), yakni operasi mempertukarkan
aorta dan a. Pulmonalis hingga aorta keluar dari ventrikel
kiri dan a. Pulmonalis dari ventrikel kanan.
• Operasi pertukaran arteri ini dilakukan pada masa
neonatus.
• Namun apabila terdapat stenosis pulmonal atau a.
Pulmonalis kecil, operasi pertukaran arteri tidak dapat
dilakukan.
• Mungkin di lakukan operasi paliatif dengan membuat
pintasan, misalnya pintasan Blalock-Taussing atau
modifikasinya.
TRUNKUS ARTERIOSUS
INSIDENS
•jarang ditemukan; dari pelbagai laporan insidennya sekitar 1 %.

ANATOMI
•Apabila septasi trunkus arteriosus menjadi aorta dan a. Pulmonalis gagal,
maka trunkus arteriosus akan menetap dan menerima darah dari kedua
ventrikel.
•kegagalan septasi trunkus juga akan berakibat terdapatnya defek septum
ventrikel yang letaknya tinggi.
•Dikenal 3 tipe trunkus arteriosus :
•Tipe I. : a. Pulmonalis utama berasal dari sisi posterior-kiri trunkus, kemudian
bercabang menjadi a. Pulmonalis kanan dan kiri; 80% trunkus adalah tipe ini.
•Tipe II : kedua a. Pulmonalis sejak awal terpisah, berasal dari bagian dorsal
trunkus.
•Tipe III ; kedua a. Pulmonalis sejak awal terpisah, berasal kedua sisi lateral
trunkus.
• Gambar utama memperlihatkan tipe I, yakni a.
Pulmonalis utama berasal dari trunkus, kemudian
bercabang menjadi a. Pulmonalis kanan dan kiri.
• A : tipe II, a. Pulmonalis kanan dan kiri terpisah
berasal dari aspek posterior kiri trunkus;
• B : tipe III, a. Pulmonalis kanan dan kiri berasal dari
sisi lateral trunkus.
KELAINAN HEMODINAMIK

• Pada trunkus arteriosus, trunkus menerima dan


manyalurkan darah dari ke dua ventrikel.
• Perdarahan paru dapat normal, bertambah atau
berkurang, yang bergantung kepada besarnya a.
Pulmonalis serta ada atau tidak adanya stenosis
pulmonal.
MANIFESTASI KLINIS
• Sianotik, meskipun tidak jarang hanya sianosis ringan dan baru nyata
setelah bayi berusia beberapa bulan.
• Gagal jantung kongestif, dengan gejala batuk, dispne, takipne,
takikardia, dan hepatomegali.
• Nadi biasanya teraba keras (pulsus seler).
• Pada auskultasi bunyi jantung I normal, sedangkan bunyi jantung II
tunggal.
• Akibat dilatasi trunkus, maka sering terdengar klik ejeksi, yang diikuti
oleh bising sistolik.
• Kadang terdengar bising kontinu.
• Bila aliran darah ke paru amat banyak, maka terjadi beban volume di
atrium kiri, sehingga akan terdengar bising mid-diastolik di apeks
akibat stenosis mitral relatif.
DIAGNOSIS
• Bayi sianotik
• Bunyi jantung II tunggal,
• Terdengar bising yang dapat bervariasi dari bising sistolik hingga
bising kontinu
• Foto dada  Kardiomegali dengan pembuluh darah paru meningkat,
• EKG  hipertrofi biventrikular.
• Diagnosis pasti  ekokaridografi ada / atau kateterisasi jantung.
• Pada kateterisasi tampak penurunan saturasi oksigen di ruang
jantung kanan dan aorta.
TATA LAKSANA
• Pada kasus dengan gagal jantung kongestif pemberian obat
dekongestan harus diberikan dengan segera.
• Bila pengobatan berhasil memperbaiki keadaan, maka operasi dapat
ditunda sampai usia 3 – 4 bulan.
• Operasi Rastelli, yang prinsipnya adalah menutup defek septum
ventrikel, lalu memotong a. Pulmonalis dan menyambungnya dengan
ventrikel kanan dengan kondulit.
• Operasi kedua biasanya diperlukan bila anak sudah lebih besar untuk
mengganti ukuran konduit.
• Operasi Rastelli hasilnya lebih baik bila dilakukan pada anak yang
lebih besar. Karenanya, bila a. Pulmonalis besar dan terjadi gagal
jantung, mula-mula dilakukan pemasangan jerat a. Pulmonalis
(pulmonary arteri banding), sehingga gagal jantung dapat dikontrol
dan operasi definitif dapt ditunda sampai pasien berusia 1 – 2 tahun.
ATRESIA TRIKUSPID
INSIDENS
•1% dari semua penyakit jantung bawaan.

ANATOMI
•Apabila terjadi gangguan keseimbangan antara proliferasi dan resorpsi
jaringan selama perkembangan katup trikuspid, dapat terjadi kelainan yang
disebut atresia trikuspid.
•daun-daun katup trikuspid saling melekat sehingga tidak dapat membuka.
•Karena darah dari atrium kanan tidak dapat ke ventrikel kanan, maka
harus terdapat defek septum atrium sebagai jalan darah dari atrium kanan
ke atrium kiri, dan defek septum ventrikel sebagai jalan darah dari ventrikel
kiri ke ventrikel kanan.
•Atresia trikuspid dibagi dalam 2 golongan besar, yakni
1. dengan posisi arteri besar normal
2. dengan transposisi arteri besar.
•Masing-masing kelompok mempunyai sub-kelompok.
•Yang akan dibahas adalah atresia trikuspid dengan posisi arteri besar
normal.
• Darah dari atrium kanan menuju ke atrium kiri melalui
defek septum atrium, kemudian ke ventrikel kiri.
• Ventrikel kanan mendapat pasokan darah dari ventrikel
kiri.
• Duktus arteriosus persisten dapat ada atau tidak.
KELAINAN HEMODINAMIK
• Pasien dengan atresia trikuspid tidak dapat mengalirkan
darah dari atrium kanan ke ventrikel kanan.
• Karenanya harus ada jalan lain, yakni komunikasi atrium
kanan dan atrium kiri melalui defek septum atrium.
• Meskipun terdapat pelbagai klasifikasi, namun aliran
darah dalam jantung sama, yakni darah mengalir dari
atrium kanan ke atrium kiri melalui defek septum atrium.
MANIFESTASI KLINIS
• Sianotik sejak dini.
• Karena ventrikel kanan kecil, tidak teraba aktivitas ventrikel
kanan, namun dapat diraba peningkatan aktivitas ventrikel kiri.
• Auskultasi : BJ I tunggal karena komponen trikuspid tidak ada,
BJ II juga seringkali terdengar tunggal.
• Tidak terdengar bising jantung.
• Bila ada, bising sangat bervariasi, diantaranya adalah bising
diastolik akibat stenosis mitral relatif atau bising pansistolik
akibat defek septum ventrikel.
DIAGNOSIS
• Pasien sianotik dengan atau tanpa bising,
• Foto toraks  pembesaran jantung,
• EKG  deviasi sumbu QRS kekiri disertai dengan hipertrofi ventrikel
kiri dengan atau tanpa pembesaran atrium kiri.
• Hanya atresia trikuspid yang menyebabkan deviasi sumbu QRS ke
kiri.
• EKG sangat penting dalam diagnosis atresia trikuspid.
• Diagnosis pasti dengan ekokardiografi.
• Pada kateterisasi jantung kateter tidak dapat masuk ke ventrikel
kanan, tekanan atrium kanan dan kiri meningkat, dan terdapat
penurunan saturasi oksigen di atrium kiri. Lihat tabel.
• Pemeriksaan angiokardiografi akan memperjelas kelainan anatomik
dan hemodinamik.
TATA LAKSANA

• Operasi Fontan.
• Prinsip operasi ini adalah mengalirkan darah dari atrium
kanan langsung ke a. Pulmonalis; dengan demikian maka
fungsi ventrikel kanan diambil alih oleh atrium kanan.
• Dalam perkembangannya, operasi ini telah mengalami
banyak modifikasi.
• Idealnya operasi harus dilakukan sedini mungkin pada
masa bayi, namun pertimbangan anatomik dan fisiologis
tidak memungkinkan hal tersebut.
• Pascabedah, pasien tidak lagi sianotik, meskipun secara
anatomis struktur dalam jantungnya sendiri tidak
dikoreksi.
ANOMALI EBSTEIN

INSIDENS
•Relatif jarang ditemukan, kira-kira 1% dari seluruh jenis penyakit jantung
bawaan.

ANATOMI
•Apabila terjadi gangguan mekanisme pembentukan katup trikuspid tersebut,
maka mungkin anulus katup trikuspid terletak dibawah, sehingga sebagian
ventrikel kanan menjadi bagian atrium kanan.
•Korda tendine kanan menjadi pendek sehingga akhirnya akan terbentuk atrium
kanan yang sangat besar, ventrikel kanan sangat kecil, dan katup trikuspid
menjadi insufisien.
•Sistem konduksi juga dapat terkena pada kelainan ini. Disrupsi bundel kanan
dapat terjadi sehinga terjadi RBBB. Juga dapat terjadi jalan abnormal melalui
katup trikuspid, sehingga terjadi sindrom Wolff-Parkinson-White.
• Tampak anulus trikuspid yang rendah, dengan kedua
daun katup trikuspid yang tertarik ke bawah akibat
muskulus papilaris yang pendek.
• Akibatnya maka terbentuk atrium kanan yang amat besar
dan ventrikel kanan yang kecil.
KELAINAN HEMODINAMIK
• Pasien dengan anomali ebstein mempunyai atrium kanan
yang sangat besar, yang dapat meregang septum atrium
sehingga terjadi foramen ovale persisten, sehingga terjadi
pirau kanan ke kiri melalui defek septum atrium atau
foramen ovale.
MANIFESTASI KLINIS

• Sianosis, dispnea, atau gagal jantung.


• Gejala klinis baru muncul setelah pasien berumur
beberapa bulan atau beberapa tahun.
• Pada pemeriksaan fisik tampak sianosis, meskipun
mungkin sangat ringan.
• Nadi biasanya teraba agak kecil.
• Pada auskultasi terdengar tiga atau empat bunyi jantung.
• Bising pansistolik di tepi kiri sternum bawah terdengar
apabila terdapat insufisiensi trikuspid yang bermakna.
DIAGNOSIS
• Sianosis yang ringan atau sedang
• Pada auskultasi terdengar irama tripel atau kuadripel,
sering dengan bising pansistolik di garis sternum kiri
bawah
• Foto dada  kardiomegali (seringkali berat), dengan
vaskularisasi paru normal atau kurang.
• EKG  menunjukkan RBBB, giant P wave, mungkin
dengan hipertrofi ventrikel kiri, dengan atau tanpa
berbagai bentuk disritmia.
• diagnosis pasti Ekokardiografi ; bahkan prosedur
kateterisasi dapat menyebabkan komplikasi yang dapat
fatal akibat disritmia.
TATA LAKSANA
• Pada pasien dengan asimtomatik atau hanya menunjukkan gejala
ringan tidak diperlukan terapi, namun perlu pembatasan aktivitas,
misalnya olahraga yang berat atau kompetitif.
• Pada kasus yang simtomatik pembedahan dilakukan dengan
konstruksi katup trikuspid dan penutupan defek septum atrium.
Keberhasilan operasi ini sangat bervariasi.
• Pemberian obat dekongestan mungkin dapat menolong sehingga
operai dapat ditunda sampai anak besar.
• Apabila terapi medikamentosa gagal, maka operasi harus dilakukan,
akan tetapi dengan resiko yang sangat tinggi.

Anda mungkin juga menyukai