Anda di halaman 1dari 20

HERPES ZOSTER

Oleh :
Khalisa Bakri
10119210037

Pembimbing :
dr. Rian Rinaldy Marsaoly, Sp.KK, M.Biomed

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2021
HERPES ZOSTER

HALAMAN JUDUL

REFERAT
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memenuhi Nilai Akhir Stase
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

OLEH :
KHALISA BAKRI
10119210037

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3

A. Definis..........................................................................................................3

B. Etiologi.........................................................................................................3

C. Patogenesis...................................................................................................3

D. Gejala Klinis................................................................................................4

E. Diagnosis......................................................................................................6

F. Diagnosis Banding.......................................................................................8

G. Tatalaksana................................................................................................10

H. Komplikasi.................................................................................................12

I. Prognosis....................................................................................................13

J. Pencegahan................................................................................................13

BAB III KESIMPULAN........................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Herpes Zoster adalah infeksi kulit dan mukosa yang disebabkan oleh virus
Varisela- zoster. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi
primer. Herpes Zoster jarang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, kecuali
pada pasien muda dengan AIDS, limfoma, keganasan, penyakit imunodefisiensi
dan pada pasien yang menerima transplantasi sumsum tulang atau ginjal. Penyakit
ini terjadi kurang dari 10% pada pasien yang berusia kurang dari 20 tahun dan
hanya 5% terjadi pada pasien yang berusia kurang dari 15 tahun. Insiden herpes
zoster meningkat seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi penyakit ini pada
pria dan wanita sama.1

Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa mengenal


musim. Herpes zoster terjadi tidak tergantung pada prevalensi varicella, dan tidak
ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh melalui kontak
orang dengan dengan varicella atau herpes zoster. Sebaliknya, kejadian herpes
zoster ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus.
Salah satu faktor risiko terjadinya herpes zoster adalah usia yang lebih tua. Insiden
terjadinya herpes zoster sekitar 1,5–3,0 per 1.000 orang/tahun pada semua usia
dan 7–11 per 1.000/tahun pada orang berusia di atas 60 tahun dalam penelitian di
Eropa dan Amerika Utara. Diperkirakan lebih dari satu juta kasus baru herpes
zoster di Amerika Serikat setiap tahun, lebih dari setengahnya terjadi pada orang
berusia 60 tahun, dan jumlah ini akan meningkat seiring bertambahnya usia.2

Faktor risiko lainnya adalah disfungsi imun seluler. Pasien imunosupresi


memiliki risiko 20-100 kali lebih besar terkena herpes zoster daripada individu
imunokompeten pada usia yang sama. Kondisi imunosupresif yang terkait dengan
risiko tinggi herpes zoster termasuk infeksi HIV, transplantasi sumsum tulang,
leukemia dan limfoma, penggunaan kemoterapi kanker, dan penggunaan
kortikosteroid. Herpes zoster adalah “infeksi oportunistik” yang menonjol dan

1
2

awal pada orang yang terinfeksi HIV, yang sering kali merupakan tanda pertama
dari defisiensi imun. Dengan demikian, infeksi HIV harus dipertimbangkan pada
individu yang mengalami herpes zoster.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definis
Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan
manifestasi erupsi vesicular berkelompok dengan dasar eritematosa
disertai nyeri radicular unilateral yang umumnya terbatas di satu
dermatome. Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten
endogen virus varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks
dorsalis, ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf autonomic yang
menyebar ke jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama.2

B. Etiologi
Herpes Zoster disebabkan oleh virus varicella zoster, yakni virus
yang juga menyebabkan cacar air. virus varicella zoster adalah virus DNA
dari keluarga herpesvirus. Virus biasanya didapat pada masa kanak-kanak
dan infeksi primer dengan virus varicella zoster menyebabkan penyakit
varicella (cacar air). Herpes zoster adalah sindrom klinis yang disebabkan
reaktivasi virus varicella zoster pada fase laten, yang berada di akar dorsal
atau ganglia saraf trigeminal setelah infeksi primer.3

C. Patogenesis
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisella
zoster (virus DNA). Setelah seseorang terkena infeksi primer dari virus
varisella zoster atau setelah seseorang terkena penyakit cacar air. Virus
varisella zoster akan menetap dalam kondisi dorman pada ganglion
posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis .Apabila sistem imun
rendah atau menurun misalnya karena pertambahan usiapada pasien usia
lanjut atau karena penyakit imunosupresif contohnya penyakit AIDS,
penyakit leukimia, dan penyakit limfoma maka virus varisella zoster
tersebut dapat aktif kembali dan menyebar melalui saraf tepi ke kulit

3
4

sehingga menimbulkan penyakit herpes zoster.Sebelum timbul gejala kulit


terdapat, gejala predormal baik sistemik (demam,pusing,malese), maupun
gejala predormal lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal dansebagainya).
Setelah itu virus varisella zoster akan memperbanyak diri (multipikasi)
dan membentuk eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan edema, gejala ini akan
terjadi selama 3-5 hari. Vesikel ini berisi cairan yang jernih, kemudian
menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat menjadi pustul dan krusta.
Penyebaran vesikel bersifat dermatomal mengikuti tempat persarafan yang
dilalui virus varisella zoster. Biasanya hanya satu saraf yang terlibat,
namun di beberapa kasus bisa jadi lebih dari satu saraf ikut terlibat.
Vesikel akan pecah dan berair, kemudian daerah sekitarnya akan mengeras
dan mulai sembuh, gejala ini akan terjadi 3-4 minggu. Pada sebagian kecil
kasus, eritema tidak muncul tetapi ada rasa sakit.2

D. Gejala Klinis
Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal
berupa sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal,
parestesia sepanjang dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan sampai
berat. Nyeri dapat menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark jantung, nyeri
duodenum, kolesistitis, kolik ginjal atau empedu, apendisitis. Dapat juga
dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri kepala, malaise dan demam.
Gejala prodromal dapat berlangsung beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2
hari).4
Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya
gatal atau nyeri terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa makula
kemerahan. Kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih
berkelompok selama 3-5 hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan
akhirnya pecah menjadi krusta (berlangsung selama 7-10 hari). Erupsi
kulit mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian besar kasus herpes
zoster, erupsi kulitnya menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa. 4
5

Pada sejumlah kecil pasien dapat terjadi komplikasi berupa


kelainan mata (10-20% penderita) bila menyerang di daerah mata, infeksi
sekunder, dan neuropati motorik. Kadang-kadang dapat terjadi meningitis,
ensefalitis atau mielitis. Komplikasi yang sering terjadi adalah neuralgia
pasca herpes (NPH), yaitu nyeri yang masih menetap di area yang terkena
walaupun kelainan kulitnya sudah mengalami resolusi. Perjalanan
penyakit herpes zoster pada penderita imunokompromais sering rekuren,
cenderung kronik persisten, lesi kulitnya lebih berat (terjadi bula
hemoragik, nekrotik dan sangat nyeri), tersebar diseminata, dan dapat
disertai dengan keterlibatan organ dalam. Proses penyembuhannya juga
berlangsung lebih lama.4
Herpes zoster memiliki beberapa variasi klinis antar lain :
1. zoster sine herpete
Zoster sine herpete (ZSH) adalah nyeri segemental yang tidak
diikuti dengan erupsi kulit.4
2.Herpes zoster abortif
Bila erupsi kulit hanya berupa eritema dengan atau tanpa
vesikel yang langsung mengalami resolusi sehingga perjalanan
penyakitnya berlangsung singkat.4
3. Herpes zoster aberans
Bila erupsi kulitnya melalui garis tengah. 4
4. Sindrom Ramsay-Hunt
Bila virusnya menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius
terjadi sindrom Ramsay-Hunt yaitu erupsi kulit timbul di liang telinga
luar atau membran timpani disertai paresis fasialis, gangguan
lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah; tinitus, vertigo
dan tuli.4
5. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus terjadi karena reaktivasi virus
varicella zoster di cabang oftalmik saraf kranial kelima (nervus
trigeminus). Penyakit ini terutama menyerang orang tua serta
6

immunocompromised dan dapat mengakibatkan berbagai morbiditas


oftalmik. Terapi antivirus sistemik adalah pengobatan utama; namun,
konsultasi dengan dokter mata biasanya diindikasikan.5
Bila mengenai anak cabang nasosiliaris (timbul vesikel di
puncak hidung yang dikenal sebagai tanda Hutchinson) kemungkinan
besar terjadi kelainan mata. Walaupun jarang dapat terjadi keterlibatan
organ dalam.4

Gambar 1. Herpes Zoster Optalmikus Sinistra.6


Tampak gerombolan di atas kulit eritematus, isi vesikel
Sebagian jernih Sebagian keruh di beberapa tempat terdapat pustula,
erosi, krusta. Kulit diantara gerombolan vesikula normal, unilateral
sesuai dermatome.6
E. Diagnosis
Diagnosis herpes zoster ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
1. Anamnesis
7

Keluhan nyeri radikular dan gatal terjadi sebelum erupsi.


Keluhan dapat disertai dengan gejala prodromal sistemik berupa
demam, pusing, dan malaise. Setelah itu timbul gejala kulit kemerahan
yang dalam waktu singkat menjadi vesikel berkelompok dengan dasar
eritem dan edema. Faktor Risiko umumnya terjadi pada orang dewasa,
terutama orang tua. Dan Imunodefisiensi.1
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dijumpai erupsi kulit dengan lokasi
unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat persarafan. Gambaran
klinis erupsi kulit yang dijumpai bergantung pada perjalanan penyakit.
Pada awalnya erupsi berupa lesi maculopapular eritematosa yang
dalam 12-48 jam menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit
eritematosa dan edema. Vesikel berisi cairan jernih, kemudian menjadi
keruh, dapat menjadi pustule dan krusta dalam 7-10 hari.7
3. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis secara pasti dapat dilakukan

pemeriksaan laboratorium
polymerase chain reaction (PCR)
merupakan tes yang paling sensitif dan spesifik dengan sensitifitas
berkisar 97-100%, membutuhkan setidaknya satu hari untuk
mendapatkan hasilnya. Dengan metode ini dapat digunakan berbagai
jenis preparat seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah
berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat. Tes ini dapat
menemukan asam nukleat dari virus varicella zoster.Dapat juga
dilakukan pemeriksaan direct fluorescent assay (DFA) hasil dari
pemeriksan ini cepat untuk mendiagnosis herpes zoster. Preparat
diambil dari scraping dasar vesikel. Tes ini dapat menemukan antigen
virus varicella zoster dan dapat membedakan antara virus herpes zoster
dan virus herpes simpleks dengan sensitivitas 90%.8
Dapat dilakukan pemeriksan tes Tzank, preparat diambil dari
discraping dasar vesikel yang masih baru kemudian diwarnai dengan
8

Hematoxylin Eosin, Giemsa, Wright toluidine blue. Preparat diperiksa


dengan menggunakan mikroskop cahaya. Hasil positif akan
menunjukkan sel giant multinuleat. Tes ini tidak dapat membedakan
antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks virus.
Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%. Pada pemeriksaan biopsy
kulit tampak vesikel intra epidermal dengan degenerasi sel epidermal
dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya
lymphocytic infiltrate.8

Gambar 2. Herpes Zoster

F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding herpes zoster antara lain :4
1. Dermatitis venenata : Dermatitis venenata atau dermatitis paederus
adalah dermatitis iritan yang disebabkan oleh pederin, racun yang
diproduksi oleh kumbang kelana (Paederus). Penyakit ini terjadi di
seluruh dunia, tetapi seringkali tidak dikenali karena riwayat kontak
dengan serangga seringkali tidak ada. Ini biasa terlihat pada musim
hujan.9
Predileksi : Seluruh tubuh.9
9

Status Dermatologis : Berupa eritema, edema, panas, nyeri, bisa


berbentuk papula, pustule, maupun krusta.9
2. Dermatitis kontak : reaksi eksim merupakan suatu respons
intoleransi inflamasi yang ditandai dengan eritema, lepuh, eksudasi,

papula, dan pengelupasan yang berturut-turut dan terus menerus.

Istilah "dermatitis" umumnya digunakan sebagai sinonim untuk

"eksim". Pola respons ini terutama disebabkan oleh toksin yang

memiliki efek eksternal, tidak menular, imunologis, kimiawi, atau

fisik. Ini adalah kasus klasik pada dermatitis kontak. Namun,

reaksi eksim pada kulit juga dapat dipicu melalui jalur endogen atau
9
oleh asupan alergen sistemik.

3. Bila timbul pada daerah genetalia :


Herpes simpleks : Infeksi akut yang disebabkan oleh virus Herpes
simples tipe 1 dan 2, yang ditandai dengan adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang. Sembab dan eritematosa pada daerah
mukokutan.7
Status dermatologi : berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem.
Vesikel pada awalnya berisi cairan jernih dan dengan cepat menjadi
seropurulent. Vesikel kemudian pecah, membasah, dan berkrustas.
Kadang-kadang timbul erosi/ulkus yang dangkal.7
4. Varicela
Infeksi akut oleh virus Varisela zoster yang bersifat swasirna,
mengenai kulit dan mukosa, yang ditandai dengan gejala konstitusi
(demam, malaise) dan kelainan kulit polimorfik (vesikel yang tersebar
generalisata terutama berlokasi di bagian sentral tubuh).10
Etiologi : virus Varisela zoster.
Predileksi : Paling banyak di badan, kemudian muka, kepala dan
ekstremitas.
Gejala Klinis : papul eritematosa yang dalam beberapa jam kemudian
menjadi vesikel (tear drop). Vesikel akan berubah menjadi keruh
10

menyerupai pustule kemudian krusta. Pada anamnesa ada kontak


dengan penderita varisela atau herpes zoster. Distribusinya bersifat
sentripetal.7
5. Dermatitis Herpetivormis
Suatu penyakit vesikobulosa yang jangan dijumpai. Keadaan umum
penderita biasanya baik. Keluhan sangat gatal, seperti rasa terbakar
atau rasa tersengat tetapi bisa juga asimptomatik walaupun jarang.
Ruam berupa eritema, papulo vesikel, vesikel/bula yang berkelompok.
Kelainan yang utama ialah vesikel, oleh sebab itu disebut
herpetiformis yang berarti seperti herpes zoster atau herpes simpleks.
Vesikel-vesikel tersebut dapat tersusun asinar atau sirsinar. Dinding
vesikel/bula tegang. Bula jarang dijumpai. Dapat juga dijumpai erosi
atau krusta jika vesikel atau bula pecah.11
G. Tatalaksana
Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan
nyeri secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga
mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.4
1. Sistemik
a. Obat antivirus
Obat antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster dan
derajat keparahan nyeri herpes zoster akut. Efektivitasnya dalam
mencegah NPH masih kontroversial. Tiga antivirus oral yang
disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi
herpes zoster, famsiklovir (Famvir®), valasiklovir hidrokhlorida
(Valtrex®), dan asiklovir (Zovirax®). Bioavailabilitas asiklovir
hanya 15-20%, lebih rendah dibandingkan valasiklovir (65%) dan
famsiklovir (77%). Antivirus famsiklovir 3x 500 mg atau
valasiklovir 3x 1000 mg atau asiklovir 5x 800 mg diberikan
sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari.4
b. Kortikosteroid
11

Pemberian kortikosteroid oral sering dilakukan, walaupun berbagai


penelitian menunjukkan hasil beragam. Prednison vang digunakan
bersama asiklovir dapat mengurangi nyeri akut. Hal ini disebabkan
penurunan derajat neuritis akibat infeksi virus dan kemungkinan
juga menurunkan derajat kerusakan pada saraf yang terlibat. Akan
tetapi pada penelitian lain, penambahan kortikosteroid hanva
memberikan sedikit manfaat dalam memperbaiki nyeri dan tidak
bermanfaat untuk mencegah NPH, walaupun memberikan
perbaikan kualitas hidup. Mengingat risiko komplikasi terapi
kortikosteroid lebih berat daripada keuntungannya, Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM tidak
menganjurkan pemberian kortikosteroid pada herpes zoster.4
c. Analgetik
Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukkan respons baik
terhadap AINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak), atau
analgetik non opioid (parasetamol, tramadol, asam mefenamat).
Kadang-kadang dibutunkan opioid (kodein, morfin atau
oksikodon) untuk pasien dengan nyeri kronik hebat. Pernah dicoba
pemakaian kombinasi parasetamol dengan kodein 30-60 mg.4
d. Antidepresan dan antikonvulsan
Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi
terapi asiklovir dan antidepresan trisiklik atau gabapentin sejak
awal mengurangi prevelensi NPH.4
2. Topikal
a. Analgetik topikal
1) Kompres
Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio Calamin
(CaladrylI) dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi
nyeri dan pruritus. Kompres dengan Solusio Burowi
(alumunium asetat 5%) dilakukan 4-6 kali/hari selama 30-60
menit. Kompres dingin atau cold pack juga sering digunakan.
12

2) Antiinflamasi nonsteroid (AINS) Berbagai AINS topikal


seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau etil eter, krim
indometasi dan diklofenak banyak dipakai. Balakrishnan S dkk.
(2001), melaporkan asalm asetil silisilat topikal dalam
pelembab lebih efektif dibandingkan aspirin oral dalam
memperbaiki nyeri akut. Aspirin dalam etil eter atau kloroform
dilaporkan aman dan bermanfaat menghilangkan nyeri untuk
beberapa jam. Krim indometasin sama efektifnya dengan
aspirin, dan aplikasinya lebih nyaman. Penggunaannya pada
area luas dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal akibat
absorpsi per kutan. Penelitian lain melaporkan bahwa krim
indometasin dan diklofenak tidak lebih baik dari plasebo.4
b. Anestetik local
Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jaras
saraf yang terlibat dalam herpes zoster telah banyak dilakukan
untuk menghilangkan nyeri. Pendekatan seperti infiltrate local
subkutan, blok saraf primer, ruang paravertebral atau epidural, dan
blok simpatis untuk nyeri yang berkepanjangan sering digunakan.
Akan tetapi, dalam studi prospektif dengan control berskala besar,
efikasi blok saraf terhadap pencegahan NPH belum terbukti dan
berpotensi menimbulkan risiko.4
c. Kortikosteroid
Krim/losio yang mengandung kortikosteroid tidak digunakan pada
lesi akut herpes zoster dan juga tidak dapat mengurangi risiko
terjadinya NPH.4

H. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat disebebkan oleh herpes zoster adalah :
1. Neuralgia pasca-herpetik (NPH) adalah sindrom nyeri neuropatik
dengan karakter berupa nyeri yang menetap dalam hitungan bulan
sampai tahun setelah penyembuhan ruam infeksi herpes zoster.12
13

2. Ramsay Hunt Syndrome: herpes pada ganglion genikulatum, ditandai


dengan gangguan pendengaran, keseimbangan dan paralisis parsial.
3. Pada penderita dengan imunodefisiensi (HIV, keganasan, atau usia
lanjut), vesikel sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik dapat
terjadi infeksi sistemik.
4. Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi ptosis paralitik, keratitis,
skleritis, uveitis, korioretinitis, serta neuritis optik.

I. Prognosis
Lesi kulit biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu tetapi
penyembuhan sempurna membutuhkan waktu >4 minggu. Pasien usia
lanjut dan imunokompromais membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
resolusi. Dalam studi kohort retrospektif, pasien herpes zoster yang

dirawat di rumah sakit memiliki mortalitas 3% dengan berbagai penyebab.


Tingkat rekurensi herpes zoster dalam 8 tahun sebesar 6,2%. Prognosis
tergantung usia.10
1. Usia<50tahun:
Ad vitam bonam
Ad functionam bonam
Ad sanactionam bonam
2. Usia > 50 tahun dan imunokompromais:
Ad vitam bonam
Ad functionam dubia ad bonam
Ad sanactionam dubia ad bonam

J. Pencegahan
Saat ini ada dua vaksin yang dapat diberikan untuk mencegah
herpes zoster, yaitu Shingrix dan Zostavax. Vaksin herpes zoster
direkomendasikan untuk orang dewasa setelah mereka mencapai usia 50
tahun. CDC merekomendasikan bahwa orang yang berusia 60 tahun dan
lebih tua mendapatkan vaksin herpes zoster (Zostavax®) untuk mencegah
14

herpes zoster dan PHN. Shingrix (vaksin zoster rekombinan) adalah vaksin
pilihan, lebih dari Zostavax® (vaksin zoster hidup), vaksin herpes zoster
yang digunakan sejak tahun 2006. Zostavax masih dapat digunakan untuk
mencegah herpes zoster pada orang dewasa yang sehat 60 tahun ke atas.
Zostavax®, vaksin herpes zoster, mengurangi risiko herpes zoster hingga
51% dan risiko neuralgia pasca herpes sebesar 67%. Vaksin diberikan
secara injeksi subkutan 0.65 mL sebagai dosis tunggal.13
BAB III

KESIMPULAN

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus
yang terjadi setelah infeksi primer. Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi
atas: herpes zoster oftalmikus, fasialis, brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis.
Manifestasi klinis herpes zoster dapat berupa kelompok-kelompok vesikel sampai
bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada
dermatom yang sesuai dengan letak syaraf yang terinfeksi virus.

Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui


anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium sederhana, yaitu tes Tzanck smear, Diret fluorescent assay (DFA),
Polymerase chain reaction (PCR), dan biopsy kulit.

15
16

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Primer.2014:411-415.
https://webdokter.id/download-buku-panduan-praktik-klinis-ppk-2017/.
2. Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, Wolff K, eds.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th editio. Mc Graw Hill
3. May R. Zoster ( herpes zoster / shingles ). Immun Handb. 2020.
4. Menaldi SL, Bramono K IW. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi-7.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.
5. Vrcek I, Choudhury E, Durairaj V. Herpes Zoster Ophthalmicus: A Review
for the Internist. Am J Med. 2017;130(1):21-26.
doi:10.1016/j.amjmed.2016.08.039
6. Kelamin DK kulit dan. Atlas Penyakit Kulit & Kelamin. Univ Airlangga.
2007:226-230.
7. Buku Praktik Klinis Bagi Dokter Di Layanan Primer. Jakarta:
DUOMEDICOS; 2021.
8. Dumasari R. Varicella dan Herpes Zoster. Dep Ilmu Kesehat Kulit dan
Kelamin FK Sumatera Utara.2008.doi:10.5694/j.1326-
5377.1937.tb99721.x
9. Harlim A. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin : Alergi Kulit.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016.
10. PERDOSKI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan
Kelamin Di Indonesia. Vol 74. (Widaty S, Soebono H, Nilasari H, et al.,
eds.). Jakarta; 2017. doi:10.1021/jo900140t
11. Leonard J. Dermatitis Herpetiformis. 1st ed. London; 2000.
12. Mallick-Searle T, Snodgrass B, Brant JM. Postherpetic neuralgia:
Epidemiology, pathophysiology, and pain management pharmacology. J
Multidiscip Healthc. 2016;9:447-454. doi:10.2147/JMDH.S106340
13. Centers for Disease Control and Prevention. Vaccines and Preventable
Diseases. 2020.
17

Anda mungkin juga menyukai