HERPES ZOSTER
Disusun oleh:
Samudra Ayu
222011101002
Pembimbing
dr. Anselma Dyah Kartikahadi, Sp.KK
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................2
2.1 Definisi...........................................................................................2
2.2 Epidemiologi..................................................................................2
2.3 Etiologi...........................................................................................3
2.4 Patofisiologi...................................................................................3
2.5 Manifestasi Klinis..........................................................................5
2.6 Diagnosis........................................................................................5
2.7 Tata Laksana..................................................................................7
2.8 Komplikasi.....................................................................................9
2.10 Pencegahan...................................................................................9
2.11 Prognosis.....................................................................................10
BAB 3. REFLEKSI KASUS.........................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................15
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Herpes zoster adalah suatu penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi
vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikular unilateral
yang umumnya terbatas pada satu dermatom. Penyakit ini disebabkan oleh
reaktivasi virus varisela zoster yang dorman atau berbentuk laten di dalam neuron
ganglionik sebagai akibat infeksi virus varicella zoster sebelumnya.
2.2 Epidemiologi
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa mengenal
musim dan tidak bergantung atau terpengaruh dengan prevalensi varisela. Tidak
terdapat bukti yang menunjukkan bahwa terjadinya herpes zoster diakibatkan oleh
kontak dengan penderita varisela stau herpes zoster yang lain. Berdasarkan
penelitian sebelumnya, insiden herpes zoster lebih dikarenakan oleh faktor
hubungan host virus dan kondisi sistem imun dalam mencegah reaktivasi virus
varisela zoster, yang laten (dorman). Insidensi penyakit ini sebesar 2-3 kasus per
1000/tahun.
Faktor risiko dari penyakit ini yaitu usia. Insidensi herpes zoster
meningkat seiring dengan peningkatan usia. Pada orang tua, insidensi mencapai 8-
12 kasus per 1000 orang per tahun. Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat 1,5
juta kasus baru setiap tahunnya, yang mana lebih dari 50% diantaranya berusia >
60 tahun. Jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Herpes zoster jarang ditemukan pada usia dini (anak dan dewasa muda), namun
apabila terjadi kemungkinan dihubungkan dengan varisela maternal.
Faktor risiko lain yaitu menurunnya imunitas cell mediated specific virus
varisela zoster, jenis kelamin perempuan, trauma fisik pada area dermatom yang
terkena, riwayat herpes zoster pada keluarga dan ras. Rekurensi penyakit herpes
zoster sebesar 1-6 % dari seluruh kejadian herpes zoster.
2
2.3 Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi infeksi laten endogen virus
varisela zoster yang dorman di dalam neuron ganglion seperti ganglion sensoris
radiks dorsalis, ganglion saraf kranialis, atau ganglion saraf autonomik. Varicella
zoster virus (VZV) adalah nama lain dari human herpesvirus 3 (HHV-3), yakni
jenis virus herpes yang menjadi penyebab dari 2 jenis penyakit yaitu cacar air
(varicella) dan herpes zoster/HZ (shingles). Varicella zoster virus merupakan
anggota keluarga herpesviridae. Struktur VZV dapat dilihat pada gambar 2.1
2.4 Patogenesis
Virus varisela zoster melewati lesi di dalam kulit dan mukosa ke dalam
ujung saraf sensoris dan dipindahkan oleh serabut saraf ke ganglion sensoris,
sehingga lesi terlihat sesuai dermatom (Gambar 2.2). Di dalam ganglia, virus
melakukan infeksi laten di saraf. Virus berada pada ganglia yang menginervasi
kulit yang paling banyak lesi dari varisela.
3
Gambar 2.2 Dermatom Saraf Sensorik
Pada fase laten, DNA VZV berbentuk sirkuler dan tidak bereplikasi, namun
saat terjadi reaktivasi, virus terus mengalami replikasi pada dasar ganglion dorsalis,
menyebabkan ganglion menjadi nekrotik dan hemoragik serta menginduksi
ganglionitis yang ditandai dengan rasa nyeri (Gambar 2.3). Pada saat terjadi
ganglionitis terjadi regulasi dari MHC kelas I dan protein II, infiltrasi sel T CD4+
dan CD8+. Ganglionitis dan infiltrasi sel T CD8+ dapat menetap setelah terjadi HZ.
Inflamasi neuronal dan nekrosis dapat menyebabkan neuralgia yang semakin
memberat seiring dengan penyebaran virus di sepanjang saraf sensoris. Cairan dari
vesikel HZ dapat menyebarkan VZV pada individu seronegatif sehingga terjadi
infeksi primer yaitu cacar air (varicella). Varicella zoster virus dapat bertahan hidup
dalam lingkungan intraseluler di tubuh manusia dengan target utama pada sel
limfosit T, sel epitel, dan ganglion, serta berbeda dengan herpes simplex.
4
Gambar 2.3 Patogenesis VZV
2.6 Diagnosis
5
tidak spesifik.
Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat digunakan yaitu pemeriksaan
polymerase chain reaction (PCR) yang digunakan untuk mengidentifikasi antigen/
asam nukleat VZV. Material yang diambil berasal dari vesikel (swab, cairan), saliva
pasien yang tidak terdapat gejala manifestasi kulit, dan cairan serebrospinal jika
terdapat gejala tanda neurologis. Pemeriksaan DNA melalui PCR memiliki
sensitivitas dan specificity yang paling tinggi dan merupakan baku emas untuk
diagnosis dengan mengetahui genom dari VZV. Kultur virus merupakan
pemeriksaan yang sangat spesifik namun tidak sensitif, selain itu hasilnya baru bisa
didapatkan lebih dari 1 minggu.
6
2.7 Tata Laksana
7
Gambar 2.5 Tatalaksana Antivirus
8
2.8 Komplikasi
Komplikasi penyakit herpes zoster dapat terjadi di kulit, okular,
neurologic, dan visceral. Kebanyakan berhubungan dengan penyebaran virus di
tempat awal yaitu ganglion sensoris, serabut saraf atau kulit, baik melalui aliran
darah atau penyebaran langsung melalui jalur saraf misalnya ke medula spinalis.
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu:
a) Cutaneous : 1. Bacterial infection
2. Scarring
3. Zoster gangrenosum
4. Cutaneous disseminahon
b) Viseral : 1. Pneumonits
2. Hepatitis
3. Esofagits
4. Gastritis
c) Neurologic: 1. Post herpetic neuralgia
2. Meningoencephalitis
3. Transverse myelitis
4. Sensory loss
5. Deafness
2.9 Pencegahan
9
transplantasi sel darah dalam waktu 24 bulan, acquired immune deficiency
syndrome (AIDS) dengan nilai CD4+ ≤200 mm3 atau ≤15% dari total limfosit),
penggunaan obat immunosuppressant, termasuk penggunaan steroid dosis tinggi
(setara prednisone ≥20 mg/hari atau pasien yang mendapat terapi agen biologis
(infliximab, adalimumab dan etanercept). Vaksin dapat dilakukan setelah
penghentian obat tersebut minimal 1 bulan. Kehamilan sebaiknya dihindari selama
1 bulan setelah dilakukan vaksinasi HZ.
2.10 Prognosis
Prognosis HZ pada lesi yang mengenai organ dalam seperti pada pasien
yang sedang menjalani kemoterapi dengan jumlah limfosit menurun menjadi
<500/μl menunjukkan angka mortalitas mencapai 30%. Varicella pneumonia dapat
muncul 3-7 hari setelah serangan infeksi kulit dan berlangsung selama 2-4 minggu.
Gejala kelainan sistem saraf pusat dapat muncul pada 4-8 hari setelah infeksi kulit
dan memberikan prognosis yang buruk.
10
BAB 3
REFLEKSI KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Usia : 73 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ambulu, Jember
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
II. Anamnesis
a) Keluhan utama
Nyeri pada paha dengan plentingan berisi cairan
b) Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Pasien mengeluh nyeri disertai plentingan berisi air pada daerah paha kiri sejak 5 hari
yang lalu. Plentingan muncul bergerombol di sisi kiri saja. Keluhan disertai gatal dan
panas. Awalnya timbul sedikit dan kecil-kecil lalu menjadi banyak. Pasien mengeluh
tidak enak badan seperti demam, pegal-pegal, dan pusing satu minggu yang lalu. Pasien
menyangkal terdapat riwayat kontak dengan benda yang membuat gatal. Pasien
mempunyai riwayat DM, riwayat alergi disangkal. Riwayat pengobatan baru kali ini
diperiksakan ke dokter kulit.
c) Riwayat penyakit dahulu (RPD)
Pasien tidak ingat pernah menderita Varicella (cacar air) / tidak sebelumnya
d) Riwayat penyakit keluarga (RPK)
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
e) Riwayat sosio ekonomi (RSE)
Di sekitar rumah pasien tidak ada yang menderita penyakit serupa. Pasien tinggal di
lingkungan padat penduduk dengan ekonomi menengah ke bawah.
11
III. Pemeriksaan Fisik
KU : cukup
Kes : compos mentis
TD : 120/90 mmHg
HR : 85x/menit
RR : 20x/menit
Tax : 36.6 °C
a) Status generalis
1. Kepala
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+
Hidung : deformitas (-), rhinorrhea (-)
Telinga : otorrhea -/-
Leher : pembesaran KGB (-) deviasi trakhea (-)
2. Thorax
Inspeksi : bentuk dada simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris
Perkusi : sonor di lapangan paru
Auskultasi :
- Cor : S1S2 tunggal, regular, ekstrasistol (-), murmur (-), gallop (-)
- Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
3. Abdomen
Inspeksi : flat, distended (-), DC (-) DS (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, metalic sound(-)
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-) hepar/lien tidak teraba.
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen.
4. Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-) pada ekstremitas atas dan bawah
12
b) Status dermatologis
Lokasi : Regio Paha, bokong, kaki kiri belakang (Ekstremitas Inferior posterior
sinistra)
Efloresensi :
Tampak vesikel multiple, penyebaran unilateral dan segmental disertai krusta dan erosi
setinggi persarafan sacrum 1-2 sinistra
V. Diagnosis Banding
a) Herpes zoster sacrum 1-2 sinistra
b) Dermatitis venentata
VI. Diagnosis
Herpes zoster sacrum 1-2 sinistra
13
VII. Tata Laksana
a) Non farmakologis
Istirahat yang cukup hingga sembuh
Edukasi untuk tidak menyentuh atau menggaruk ruam
Menjaga hygiene tubuh secara keseluruhan untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder
Edukasi untuk rutin meminum obat
Edukasi untuk menghindari kontak dengan non penderita terutamayang belum
pernah terinfeksi VZV untuk meminimalisir risiko penularan
b) Farmakologi
Acyclovir 5x800 mg selama 7 hari
Gabapentin 2x1 mg
Fuson cream
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam
14
DAFTAR PUSTAKA
Cohen, J. I. 2013. Herpes zoster. New England Journal of Medicine. 369 (3): 255-
263.
PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.
15