Herpes Zoster
Oleh :
Sulastri (1840312268)
Ikmah Fauzan (1840312269)
Preseptor :
dr. Sandra Yelli
PENDAHULUAN
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
Penyebaran herpes zoster sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang
diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
penderita mendapat varisela.1 Penyakit herpes zoster terjadi sporadis sepanjang
tahun tanpa mengenal musim. Insidensnya mencapai 2-3 kasus per-1000
orang/tahun. Pada sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2018 di US yang
meneliti perkembangan penyakit herpes zoster dari tahun 1998-2016 ditemukan data
bahwa terjadi peningkatan kejadian pada periode 1998-2002 yakni 679.432
kasus menjadi
3.840.458 pada periode 2012-2016. Insiden dan keparahan penyakit
meningkat seiring pertambahan usia.2
2.3. Etiopatogenesi
s
Varicella zoster virus (VZV) adalah penyebab diantara varicella (cacar air)
dan zoster (shingles). Tiga genotipe dari α-herpes virus telah diidentifikasi dan
terbukti memiliki variasi geografis.5
Selama perjalanan dari varicella, VZV lewat melalui lesi di kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan diangkut secara sentripetal
sampai serabut saraf sensorik ke ganglia sensoris. Di ganglia, virus membentuk
infeksi laten yang bertahan untuk hidup. Walaupun virus laten di ganglia
mempertahankan potensi untuk infektivitas penuh, reaktivasi bias sewaktu-waktu,
infeksi virus tidak tampak saat fase laten. Mekanisme yang terlibat dalam
reaktivasi VZV laten tidak jelas, namun reaktivasi telah dikaitkan dengan
immunosupresi, stres emosional, iradiasi dari sumsum tulang belakang,
keterlibatan tumor, serabut ganglion dorsalis, atau struktur yang berdekatan,
trauma lokal, manipulasi bedah tulang belakang , dan sinusitis frontalis (sebagai
endapan zoster oftalmica). Yang paling penting adalah penurunan kekebalan
seluler VZV spesifik yang terjadi dengan bertambahnya usia. VZV yang
mengalami reaktivasi akan menimbulkan ruam kulit yang terlokalisata di dalam satu
dermatom.2,3
VZV juga dapat mengaktifkan kembali tanpa menghasilkan penyakit yang
jelas. Jumlah kecil yang dilepaskan antigen virus selama reaktivasi tersebut,
diharapkan dapat merangsang dan mempertahankan system kekebalan tubuh VZV. 1,2
1) Stadium prodromal :
Biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena
disertai dengan panas, malaise dan nyeri kepala.
2) Stadium erupsi :
Mula-mula timbul papul atau plakat berbentuk urtika yang setelah 1-2 hari
akan timbul gerombolan vesikel diatas kulit yang eritematus, sedangkan
kulit diantara gerombolan tetap normal, usia lesi pada satu gerombolan lain
adalah sama sedangkan usia lesi dengan gerombolan lain adalah tidak sama.
Lokasi lesi sesuai dermatom, unilateral dan biasanya tidak melewati garis
tengah dari tubuh.
3) Stadium krustasi :
Vesikel menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas dalam waktu 1-2
minggu. Sering terjadi neuralgi pasca herpetica terutama pada orang tua
yang dapat berlangsung berbulan-bulan parestesi yang bersifat sementara.7,8
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi – lesi baru
yang tetap timbul brlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi
berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini
adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan.
Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan
saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis
memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena member
gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena
gangguan pada nervus trigeminus (dengan ganglion gaseri) atau nervus fasialis
dan otikus (dari ganglion genikulatum).
A) Selama infeksi (varicella dan cacar air) primer varicella-zoster virus (VZV) virus
menginfeksi ganglia sensoris. B.) VZV tetap dalam fase laten dalam ganglia untuk kehidupan
C.) Indiviual dengan fungsi kekebalan tubuh berkurang, VZV aktif kembali dalam
ganglia sensoris, turun melalui saraf sensorik, dan direplikasi di kulit. 3
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus
trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga
cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. 1
Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan
kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.2
Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang
singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. 1
Herpes zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah
kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikel yang soliter dan
ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang
kondisi fisikny sangat lemah, misalnya pada penderita limfoma malignum. 1,2,3
Neuralgia pascahepatik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri
yang bervariasi dalam kehidupan sehari –hari. Kecenderungan ini dijumpai pada
orang yang mendapat herpes zoster diatas usia 40 tahun.1,2
Lesi kulit yang khas dari herpes zoster yaitu lokalisasinya biasanya unilateral
dan jarang melewatii garis tengah tubuh. Lokasi yang sering dijumpai yaitu
pada dermatom T3 hingga L2 dan nervus ke V dan VII. Lesi awal berupa
makula dan papula yang eritematous, kemudian dalam waktu 12 - 24 jam akan
berkembang menjadi vesikel dan akan berlanjut menjadi pustula pada hari ke 3 - 4
dan akhirnya pada hari ke 7 - 10 akan terbentuk krusta dan dapat sembuh tanpa
parut, kecuali terjadi infeksi sekunder bakterial.2,3,4
2.5. Patogenesis Nyeri pada Herpes Zoster dan Neuralgia Paska Herpetik
2.6. Diagnosis
Banding
Kultur virus adalah dimungkin, tetapi virus varicella-zoster itu labil dan
relatif sulit untuk pulih dari penyeka lesi kulit. Sebuah uji direct
imunofluorescence lebih sensitif dibandingkan kultur virus dan memiliki
tambahan keuntungan dari biaya yang lebih murah dan waktu yang lebih cepat.
Seperti kultur virus, direct imunofluorescence assay dapat membedakan infeksi
virus herpes simplex dengan infeksi virus varisela-zoster. Polymerase-chain-
reaction techniques yang berguna untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di
cairan dan jaringan.3,4
Herpes simplex zosteriform bisa dengan hasil positif untuk Tzanck smear,
namun jumlah lesi biasanya lebih terbatas dan derajat nyeri substansialnya
kurang. Persiapan selain Tzanck, uji DFA lebih disukai untuk kultur virus,
karena cepat, identifikasi jenis virus, dan memiliki hasil yang lebih akurat. Bila
dibandingkan pada VZV, Tzanck smear adalah 75% positif (sampai dengan 10%
false-positif dan variabilitas yang tinggi, tergantung pada keterampilan edema
interseluler dan intraseluler.5
Bagian atas dari dermis, dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi
perivaskular limfosit dan leukosit polimorfonuklear, Limfosit atipikal mungkin juga
ditemukan. Sebuah vaskulitis leukocytoclastic mendasari kesan infeksi VZV
selama HSV. Inflamasi dan perubahan degeneratif juga dicatat dalam serabut
ganglia posterior dan serabut saraf dorsalis yang terkena. Lesi sesuai dengan
sistem persarafan dari ganglon saraf yang terkena, dengan nekrosis sel-sel saraf.5
2.8. Komplikasi Herpes Zoster
a) Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah
bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan
sampai beberapa tahun. Kerusakan saraf perifer dan neurons di ganglion
memicu signal nyeri afferent. Peradangan pada kulit memicu signal nociceptive
yang menjelaskan nyeri kutaneus. Pelepasan berlebihan dari asam amino dan
neuropeptida yang diinduksi oleh impuls yang terus-menerus dari impuls
afferen selama fase prodormal dan akut dari herpes zoster bisa menyebabkan
kerusakan eksitotosik dan kehilangan penghambat interneurons pada kornu dorsal
spinal. Kerusakan neurons di corda spinal dan ganglion, dan juga pada saraf
perifer adalah penting sebagai pathogenesis dari NPH.4
Pada sebagian besar kasus, nyeri bersifat ringan dan tidak memerlukan
pengobatan khusus.Perubahan Anatomis dan fungsional bertanggung jawab
pada kemunculan NPH yang akan dibentuk awal pada herpes zoster. Konsisten
dengan ini adalah korelasi untuk inisiasi nyeri hebat dan kehadiran nyeri
prodormal dengan pembentukan NPH dikemudiannya dan kegagalan terapi
antiviral untuk mencegah penuh NPH.5
b) Infeksi sekunder
e) Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virussecara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf
yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapatterjadi seperti: di wajah, diafragma,
batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus.Umumnya akan sembuh
spontan. 3,4
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan
orang dengan defisiensi imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya
jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder
jaga kebersihan badan. Pasien juga disarankan untuk memangkas kuku secara
teratur untuk mencegah kerusakan kulit karena garukan.1,2
Pasien harus menjaga diri agar terhindar dari cedera termal akibat
penggunaan kompres hangat dengan suhu terlalu tinggi & akibat cedera panas
yg tidak terasa (bantalan pemanas, radiator), serta hindari pemajanan berulang
terhadap deterjen, pembersih, dan pelarut. Jika kulit pasien sangat
kering
dianjurkan menggunakan sabun yang tidak menggandung antiseptik seperti
sabun bayi. Pasien juga disarankan untuk menggunakan preparat tabir surya.
Dalam mempertahankan kelembaban kulit agar tidak terjadi penguapan air
dipermukaan kulit maka pasien dianjurkan menggunakan pelembab setiap setalah
mandi ataupun setiap kulit terasa kering. Pasien harus menggunakan obat-obatan
yang diberikan secara teratur, tanpa membeli sendiri jika obat sudah habis.
Maka dari itu pasien harus rajin control.2,3
Oleh karena itu, edukasi yang dapat diberikan pada penderita herpes
zoster adalah sebagai berikut :
2) Analgetik
3) Kortikosteroid
2.9.3. Pencegahan
a) Imunisasi pasif
b) Imunisasi aktif
ILUSTRASI
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. NS
Agama : Islam
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
• Tidak ada keluhan dan penyakit seperti ini sebelumnya pada pasien.
• Tidak ada riwayat penyakit kulit lainnya pada pasien
• Tidak ada riwayat keluhan dan penyakit seperti ini pada keluarga pasien.
• Tidak ada riwayat cacar dan penyakit kulit lainnya pada keluarga pasien.
Diagnosis Keja
Diagnosis Banding
Pemeriksaan Anjuran
Penatalaksanaan
1. Umum
– Edukasi terkait perjalanan penyakit dan penularan penyakit herpes zoster
2. Khusus
Prognosis
PRAKTIK UMUM
dr. Ani
SIP : 001/02/20234
Praktik : Senin-Jumat
Pukul 14.00-20.00
WIB
Jalan Jati No.1
Telp. 0751-123456
Pro : An. NS
Umur : 13 tahun
BAB IV
DISKUS
Dari anamnesis diketahui bahwa keluhan tersebut terjadi sejak 2 hari yang
lalu, dimulai dari perut di atas umbilkus kemudian satu hari setelahnya muncul di
punggung sebelah kanan. Gelembung-gelembung tersebut berukuran kecil hingga
sedang dan tampak cairan di dalamnya. Selain itu pasien juga mengeluhkan rasa
nyeri dan panas pada bagian tersebut sebelum timbul gelembung.
Awalnya satu minggu yang lalu, pasien juga mengeluhkan demam, hilang
timnbul, tidak tinggi, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Selain itu pasien juga
mengeluhkan badan terasa lelah, lemas, nyeri-nyeri sendi sejak satu minggu
yang lalu. Keluhan yang dirasakan mengganggu aktivitas pasien.
Nyeri yang sudah dirasakan pasien hanya terbatas ditempat lesi merupakan
suatu keluhan tersering apada kasus herpes zoster. Onset penyakit ini dapat
berupa nyeri pada dermatom yang terkena dalam 48-72 jam. Nyeri ini terjadi karena
neuritis akut yang berhubungan dengan replikasi virus, proses inflamasi dan produksi
sitokin- sitokin sebagai respon terhadap kerusakan saraf dan terjadinya peningkatan
sensitivitas reseptor nyeri.3
Pada pasien didapatkan keluhan demam, badan terasa lelah, lemas, nyeri-
nyeri sendi dan nyeri kepala yang dapat merupakan tanda prodromal yang
mengawali penyakit ini. Gejala prodromal dapat berupa sensasi abnormal atau nyeri
otot lokal, nyeri tulang, pegal, parestesia sepanjang dermatom, gatal, rasa
menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark, atau gejala konstitusi seperti demam,
malaise dan nyeri kepala. Gejala prodromal dapat berlangsung beberapa hari (1-10
hari, rata-rata 2 hari).1
Pada kasus ini, pasien seorang pelajar SMP dengan aktivitas ringan. Hal ini
diduga dapat menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya herpes zoster karena
kondisi menurunnya sistim imun tubuh (imunokompromais). Juga kondisi lain yang
dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya herpes zoster seperti pada HIV,
transplantasi organ, keganasan, pasien yang mendapatkan radioterapi maupun
kemoterapi dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.5 Individu yang
mengalami imunokompromais memiliki risiko 20 hingga 100 kali lebih tinggi
untuk menderita herpes zoster dibandingkan individu normal.4 Pasien yang
mendapat terapi dengan obat yang imunosupresif memiliki resiko lebih tinggi
menderita hespes zoster. 5
Diagnosis herepes zoster sebagian besar dapat dilihat dari klinis, namun
untuk kasus yang meragukan dapat dilakukan Tzanck Test dari kerokan dasar
vesikel yang memberikan hasil adanya giant cell yang berinti banyak dengan
mikroskop, pemeriksaan titer antibodi maupun kultur.2 Pada pasien ini diagnosis
ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pengobatan pada pasien berupa terapi umum dan khusus. Terapi umum
meliputi edukasi terkait perjalanan penyakit dan penularan penyakit herpes zoster
dan pemberian nutrisi, istirahat yang cukup dan mencegah kontak dengan orang lain.