Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2017

UNIVERSITAS HALU OLEO

HERPES ZOSTER

PENYUSUN :

Dewi Fatma Sawal, S.Ked.

K1A1 13 125

PEMBIMBING :

dr. Shinta Novianti Barnas, Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2017
BAB I

STUDI PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Herpes zoster adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi virus
varisela-zoster, merupakan virus penyebab yang sama dengan varisela. Terutama
menyerang pasien usia lanjut yang bermanifestasi pada kulit dan mukosa. Herpes
zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi
vasikuler berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikular unilateral
yang umumnya terbatas di satu dermatom. 1,2
Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen virus
varicella-zoster didalam neuron ganglion saraf radiks dorsalis, ganglion saraf
kranialis atau ganglion saraf otonomik yang menyebar ke jaringan saraf saraf dan
kulit dengan segmen yang sama.2

B. EPIDEMIOLOGI
Herpes Zoster timbul sesekali sepanjang tahun tanpa prevalensi musim,
insidensnya 2-3 kasus per-1000 orangp/tahun. insidens herpes zoster meningkat
berbanding lurus dengan bertambahnya usia.2,3
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi
musiman.2 Insiden herpes zoster di Eropa dan Amerika Utara 1,5-3,0 per 1000
orang pertahun pada segala usia.2 Angka kejadian terjadinya herpes zoster
meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan biasanya jarang menyerang
anak-anak. 1
C. ETIOLOGI
Virus varicella-zoster (VZV) dikaitkan dengan dua sindrom klinis yang
berbeda: varicella (cacar air) dan herpes zoster (shingles).4

1
D. PATOFISIOLOGI
Mengikuti infeksi primer virus varicella-zoster (varisela) partikelvirus
dapat tinggal di dalam ganglion sensoris saraf spinalis, kranialis atau otonom
selama tahunan pada saat imunitas seluler atau titer antibodispesifik terhadap
virus varicella-zoster menurun (misalnya karena umur atau penyakit
imunosupresif) sampai tidaklagi efektif mencegah infeksi virus, maka partikel
virus varicella-zoster yang laten tersebut mengalami reaktivasi dan menimbulkan
ruam kulit yang terlokalisata didalam suatu dermatom,factor lain seperti radiasi,
trauma fisis, obat-obatan tertentu, infeksi lain, atau stress dapat dianggap sebagai
pencetus walaupun belum pasti.2
Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama
terjadinya varicella. VZV berpindah tempat dari lesi kulit permukaan mukosa ke
ujung saraf sensoris dan di transpotasikan secara sentripetal melalui serabut saraf
sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten
(dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi,
tetapi tidak mempunyai kemmapuan untuk berubah menjadi infeksius apabila
terjadi reaktivasi virus.reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan oleh
keadaanyang menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita karsinoma,
penderita yang mendapat pengobatan immunosuppressive termasuk kortikosteroid
dan pada orang penerima organ transplantasi. Pada saat terjadi reaktivasi, virus
akan kembali bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radangdan merusak ganglion
sensoris. Kemudian virus akan menyebar ke sumsum tulang serta batang otak dan
melalui saraf sensoris akan sampai ke kulit dan kemudian akan timbul gejala
klinis.5

2
E. GEJALA KLINIS
Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal berupa
sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parastesia sepanjang
dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan sampai berat. Nyeri dapat menyerupai
sakit gigi, pleuritis, infark jantung, nyeri duodenum, kolesistisis, kolik ginjal atau
empedu, apendisitis. Dapat juga dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri kepala
malaise dan demam. Gejala prodromal dapat berlansung beberapa hari(1-10 hari,
rata-rata, 2 hari).2
Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya gatal
atau nyeri terlokalisata (terbatas disuatu dermatom) berupa macula kemerahan,
kemudian berkembang menjadipapul, vesikel jernih berkelompok selama 3-5
hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan akhirnya pecah menjadi krusta
(berlansungs elama 7-10 hari). Erupsi kulit mengalami involusi setelah 2-4
minggu. Sebagian besar kasus herpes zoster, erupsi kulitnya menyembuh secara
spontan tanpa gejala sisa.2
Pada sejumlah kecil pasien dapat terjadi komplikasi berupa kelainan mata
(10-20% penderita) bila menyerang didaerah mata, infeksi sekunder, dan
neuropati motoric. Kadang-kadang dapat terjadimeningitis, ensefalitis, mielitis.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah neuralgi apasca herpes
(NPH), yaitu nyeri yang masih menetap dia area yang terkena walaupun kelainan
kulitnya sudah mengalami resolusi.2
Perjalanan penyakit herpes zoster pada penderita imunokompromais,
sering rekuren, cenderung kronik persisten, lesi kulitnya lebih berat (terjadi
bulahemoragik, nekrotik, dan sangat nyeri), tersebar diseminata dan dapat
disertai dengan keterlibatan organ dalam. Proses penyembuhannya juga
berlansung lebih lama.2
Dikenal beberapa variasi klinis herpes zoster antara lain zoster sine herpete
bila terjadi nyeri segmental yang tidak diikuti dengan erupsi kulit. Herpes zoster
abortive bila erupsi kulit berupa eritema dengan atau tanpa vesikel yang lansung

3
mengalami resolusi sehingga perjalanan penyakitnya berlansung singkat. Disebut
herpes zoster aberans bilaerupsi kulitnya melalui garis tengah. Bila virusnya
menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius terjadi sindrom Ramsay-Hunt
yaitu erupsi kulit timbul di liang telinga luar atau membrane timpani disertai
paresis fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah,
tinitus, vertigo dan tuli. Terjadi herpes oftalmikus bila virus menyerang cabang
pertama nervus trigeminus. Bila mengenai anak, cabang nasosiliaris (timbul
vesikel di puncak hidung yang dikenal sebagai tanda Hutchinson) kemungkinan
besar terjadi kelainan mata. Walaupun jarang dapat terjadi keterlibatan organ
dalam. Daerah dermatom yang paling sering terkena adalah daerah thorax (55%),
cranial (20%) dengan nervus trigeminus menjadi nervus tunggal yang paling
sering terlibat), lumbar (15%), dan sacral (5%).1,2

Gambar 1. Herpes zoster Ophtalmikus.7

4
F. DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit Herpes Zoster sangat jelas, karena gambaran klinisnya
memiliki karakteristik tersendiri. Untuk kasus-kasus yang tidak jelas, deteksi
antigen atau nucleic acid varicella zoster virus, isolasi virus dari sediaan hapus
lesi atau pemeriksaan antibody igM spesifik diperlukan. Pemeriksaan dengan
teknik polymerase chain reaction (PCR) merupakan tes diagnostic yang paling
sensitive dan spesifik (dapat mendeteksi DNA virus varisela-zostel dari cairan
vesikel).2
Pemeriksaan kultur virus mempunyai sensitivitas yang rendah karena virus
herpes labil dan sulit to recover dari cairan vesikel. Pemeriksaan direct
immunoflluorecent antigen-staining lebih cepat serta mempunyai sensitivitas
yang lebih tinggi daripada kultur dan dipakai sebagai tes diagnostic alternative
bila pemeriksaan PCR tidak tersedia.2
G. DIAGNOSIS BANDING
Herpes zoster awal dapat didioagnosis banding dengan dermatitis venenata
atau dermatitis kontak. herpes zoster yang timbul didaerah genitalia mirip
dengan herpes simpleks, sedangkan herpes zoster diseminata dapat mirip dengan
varisela.2
1) Dermatitis Venenata
Dermatitis Venenata adalah dermatitis kontak iritan akut yang
disebabkan oleh toksin pederin yang disekresikan serangga Paederus dan
menimbulkan gatal, rasa panas terbakar, dan kemerahan pada kulit yang
timbul dalam 12-48 jam. Keluhan dirasakan pedih keesokan harinya, sebagai
gejala awal terlihat eritema kemudia terjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
Musim hujan merupakan faktor yang menyebabkan peningkatan dermatitis
venenata karena membuat tanah lembab, cocok untuk perkembang biakan
paederus sehingga mendorong serangga keluar dari habitatnya dan pergi ke
pemukinan warga.2,9

5
Gambar 2. Dermatitis Venenata.2
2) Herpes Simpleks
Prevalensi infeksi HSV (herpes simplex virus) terus meningkat dalam
beberapa dekade terakhir, sehingga termasuk dalam masalah kesehatan
yang penting di dunia.1 Virus ini ada di mana-mana, mudah beradaptasi
dengan host-nya dan dapat menimbulkan berbagai variasi penyakit.1,2
Terdapat 2 serotipe, yakni HSV-1 dan HSV-2.1 Umumnya HSV-1
dikaitkan dengan penyakit orofasial, sedangkan HSV-2 dikaitkan dengan
penyakit genital, namun lokasi lesi tidak selalu menunjukkan jenis
virus.1,2 Sekitar 80% infeksi HSV bersifat asimptomatik. Infeksi
simptomatik akan menimbulkan morbiditas dan rekurensi yang bermakna.
Infeksi Herpes simpleks virus (HSV) dapat berupa kelainan pada daerah
orolabial atau herpes orolabialis serta daerah genital dan sekitarnya atau
herpes genitalis, dengan gejala khas berupa adanya vesikel berkelompok
di atas dasar makula eritematosa. Herpes simpleks genitalis merupakan
salah satu Infeksi Menular Seksual (IMS) yang paling sering menjadi

6
masalah karena sukar disembuhkan, sering berulang (rekuren), juga
karena penularan penyakit ini dapat terjadi pada seseorang tanpa gejala
atau asimtomatis.10,11

Gambar 3. Herpes genitalis.2

H. PENATALAKSANAAN
Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri secepat
mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga mengurangi kerusakan
saraf lebih lanjut.2
1) Sistemik
a) Obat anti virus
Obat antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster dan
derajat keparahan nyeri herpes zoster akut. Efektivitasnya dalam
mencegah NPH masih kontroversial. Tiga antivirus oralyang disetujui
oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi herpes zoster,
famsiklovir (Famfir), Valasiklovir hidroklorida (Valtrex), dan Asiklovir
(Zovirax). Bioavailabilitas asiklovir hanya sekitar 15-25%, lebih rendah
dibandingkan Valasiklovir (65%) dan Famsiklovir (77%). Antivirus

7
famsiklovir 3x500 mg atau valasiklovir 3x1000 mg atau asiklovir 5x800
mg diberikan sebelum 72 jam awitan lesi selama7 hari.2
b) Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid oral sering dilakukan, walaupun berbagai
penelitan menunjukan hasilyang beragam. Prednisone yang digunakan
bersama asiklovir dapat mengurangi nyeri akut. Hal ini disebabkan
penurunan derajat neuritis akibat infeksi virus dan kemungkinan juga
menurunkan derajat kerusakan pada saraf yang terlibat. Akan tetapi,
pada peneltian lain penambahan kortikosteroid hanya memberikan
sedikit manfaat dalam memperbaiki nyeri dan tidak bermanfaat untuk
mencegah NPH, walaupun memberikan perbaikan kualitas hidup.
Mengingat resiko komplikasi terapi kortikosteroid lebih berat daripada
keuntungannya, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FKUI/RSCM. Tidak menganjurkan pemberian kortikosteroid pada
herpes zoster.2
c) Analgetik
Pasien dengan nyeri akut ringan menujukan respons baik terhadap
AINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak), atau analgetik non
opioid (parasetamol, tramadol, asam efenamat). Kadang-kadang
dibutuhkan opioid (kodein, morfin, oksikodon) untuk pasiendengan
nyeri kronik hebat. Pernah dicoba pemakaian kombinasi parasetamol
dengan kodein 30-60mg.2
d) Antidepresan dan antikonvulsan
Penelitian terakhir menunjukan bahwa kombinasi asiklovir
dengan antidepresan trisiklik atau gabapentin sejak awal mengurangi
prevalensi NPH.2
2) Topical
a) Analgetik topical
(1) Kompres

8
Kompres terbuka dengan solusio burowi dan solusio calmin
(caladril) dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi
nyeri dan pruritus. Kompres dengan solusio burowi (aluminium
asetat 5%) dilakukakan 4-6x sehari selama 30-60menit.
Kompres dingin juga cold pack juga sering digunakan.2
(2) Antiinflamasi nonsteroid (AINS)
Berbagai AINS topical seperti bubuk aspirin dalam kloroform
atau etil eter, krim indometasin dan diklofenak banyak dipakai.
Balakrishnan S dkk (2001), melaporkan asam asetil salisilat
dalam pelembab lebih efektif dibandingkan aspirin oral dalam
memperbaiki nyeri akut.. aspirin dalamatil eter atau klroform
dilaporkan aman dan bermanfaat menghilangkan nyeri dalam
beberapa jam. Krim indometasin sama efektifnya dengan
aspirin, dan aplikasinya lebih nyaman. Penggunaannya pada
area luas dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal akibat
absiopsi per kutan. Peneltian lain melaporkan bahwa krim
indometasin dan diklofenak tidak lebih baik dari placebo.2
b) Anestetik lokal
Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jaras
saraf yang terlibat dalam herpes zoster telah banyak
dilakukanuntukmenghilangkan nyeri. Pendekatan seperti infiltrasilokal
subkutan, blok saraf perifer, blok saraf perifer, ruang paravertebral
atau epidural, dan blok simpatis untuk nyeri yang berkepanjangan
sering digunakan. Akan tetapi dalam studi prospektif dengan control
berskala besar, efikasi blok saraf terhadap pencegahan NPH belum
terbukti dan berpotensi menimbulkan resiko.2
c) Kortikosteroid

9
Krim/losio yang mengandung kortikosteroid tidak digunakan pada
lesi akut herpeszoster dan juga tidak dapat mengurangi risiko
terjadinya NPH.2
3) Pencegahan
Pemberian booster vaksin varisela strain oka terhadap orang tua harus
dipikirkan untuk meningkatkan kekebalan spesifik terhadap VVZ sehingga
dapat memodifikasi perjalanan penyakit herpes zoster.2
I. PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis
bergantung pada tindakan perawatan secara dini.6

10
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AM
Umur : 34 tahun
Alamat : Dusun Bendil Wungu
Pekerjaan : Buruh
Tgl Masuk : 30 November 2017

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Bintil-bintil bergerombol dan kemerahan disertai nyeri
dan terasa terbakar di daerah sekitar mata kiri.
Anamnesis Terpimpin :
Pasien di konsul dari Poli Mata ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Kota
Kendari dengan keluhan bintil-bintil bergerombol dan kemerahan disertai nyeri
dan terasa panas di daerah sekitar mata. Hal ini muncul sejak 5 hari yang lalu
tanpa disertai rasa gatal. Awalnya pasien merasakan pegal di daerah otot sekita
lesi sebelum kemerahan kemudian muncul bintil-bintil yang kemudian pecah.
Lesi awalnya muncul di sekitar mata lalu menyebar ke dahi, kepala dan hidung.
Pasien tidak mengeluh demam hanya saja 6 hari sebelumnya pasien merasakan
kelemahan badan. Kondisi pasien sebelum sakit adalah banyak aktivitas dan
mengalami stres. Riwayat kontak dengan penderita keluhan yang sama ataupun
penderita cacar air tidak ada. Riwayat pengobatan di Puskesmas. Riwayat
penyakit sebelumnya: pasien pernah menderita cacar air. Riwayat penyakit
keluarga tidak ada. Riwayat sosial dan lingkungan tidak ada.

11
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status pasien secara umum
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tanda Vital : TD : 130/80 mmHg
Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : tidak dilakukan pemeriksaan
Pernapasan : tidak dilakukan pemeriksaan
Kepala : Tampak papul multiple ukuran , tampak daerah erosi
akibat vesikel yang pecah dan tampak krusta pada regio temporalis sinistra, orbita
sinistradan nasalis sinistra.
Jantung Paru : tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Kelenjar limfe : tidak dilakukan pemeriksaan

Status Dermatology
Lokasi : regio oftalmikus sinistra
Ukuran : lentikuler
Effloresensi : Papul, krusta, dan vesikel herpetiformis dengan kulit
yang eritema dan edema yang linear mengikuti garis
dermatom nervus trigeminus sinistra.

12
Gambar 2. Vesikel berkelompok pada regio dermatom N.trigeminus sinistra

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak dilakukan pemeriksaan

E. RESUME
Pasien bernama Tn. AM umur 34 tahun bekerja sebagai buruh dikonsul
dari Poli mata ke Poli KK RSUD Kota Kendari dengan keluhan bintil-bintil
bergerombol dan kemerahan disertai nyeri dan terasa terbakar di daerah sekitar
mata kiri sejak 5 hari yang lalu. Gatal (-),Demam (-), malaise (+).Pasien sudah
merasakan pegal pada bagian tubuh tersebut sebelum munculnya lesi kemerahan
kemudian muncul bintil-bintil yang kemudian pecah. Lesi awal muncul di area
sekitar mata lalu menyebar ke dahi, kepala, dan hidung. Kondisi pasien sebelum
sakit adalah banyak aktivitas, mengalami stres. Riwayat kontak (-). Riwayat
pengobatan (+). Riwayat penyakit sebelumnya: pasien pernah menderita cacar air.
Riwayat penyakit keluarga (-). Riwayat sosial dan lingkungan (-). Tekanan darah

13
130/8mmHg. Effloresensi tampak papul, krusta, dan vesikel herpetiformis dengan
kulit yang eritema dan edema yang linear mengikuti garis dermatom nervus
trigeminus sinistra.

F. PENATALAKSANAAN
Topikal : Fuladic krim
Sistemik :
 Methylpredisolone 8 mg 2 x 1 tab
 Gabapentin 2 x 1 tab
 Cefadroksil 2 x 1 tab

G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

14
BAB III
DISKUSI

Pada pasien ini, diagnosis hepes zoster ditegakkan berdasarkan anamnesis


yang didapatkan yaitu seorang laki-laki berumur 34 tahun dengan keluhan bintil-
bintil bergerombol dan kemerahan disertai nyeri dan terasa terbakar sejak 5 hari
yang lalu. Pasien sudah merasakan pegal pada bagian tubuh tersebut sebelum
munculnya lesi kemerahan kemudian muncul bintil-bintil yang kemudian pecah
yang muncul di daerah di daerah sekitar mata dahi, kepala, dan hidung hanya pada
bagian kiri disertai rasa nyeri dan seperti terbakar dan adanya keluhan kelemahan
badan, pegal dan stres. Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini dan di
dalam keluarga juga tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama
dengan pasien. Sebelumnya pasien mengaku pernah terkena cacar air.
Hal ini sejalan dengan puspnegoro

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, disimpulkan bahwa


diagnosisnya adalah herpes zoster oftalmikus, dengan mempertimbangkan
berbagai hal. Pekerjaan sebagai buruh dapat menjadi faktor predisposisi dari
pasien, karena pasien mudah lelah dan seringkali mengalami stres sehingga dapat
membuat sistem imun tubuh menurun. Selain itu, didapatkan riwayat varisela
sebelumnya yang dapat mengarahkan diagnosis karena sudah ada infeksi virus
varicella-zoster sebelumnya. Awalnya pasien merasakan malaise, nyeri pada
bagian tubuh yang muncul lesi kulit sejak beberapa hari sebelum munculnya lesi.
Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal berupa
sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parastesia sepanjang
dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan sampai berat. Nyeri dapat menyerupai
sakit gigi, pleuritis, infark jantung, nyeri duodenum, kolesistisis, kolik ginjal atau
empedu, apendisitis. Dapat juga dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri kepala

15
malaise dan demam. Gejala prodromal dapat berlansung beberapa hari(1-10 hari,
rata-rata, 2 hari).2
Dari hasil pengamatan effloresensi, didapatkan dema, papul, vesikel, krusta
herpetiformis dengan kulit yang eritema dan edema, linear mengikut garis
dermatom N. trigeminus. Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit
yang biasanya gatal atau nyeri terlokalisata (terbatas disuatu dermatom) berupa
macula kemerahan, kemudian berkembang menjadipapul, vesikel jernih
berkelompok selama 3-5 hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan akhirnya
pecah menjadi krusta (berlansungs elama 7-10 hari). Erupsi kulit mengalami
involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian besar kasus herpes zoster, erupsi kulitnya
menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa.2
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, disimpulkan bahwa
diagnosisnya adalah herpes zoster oftalmikus, dengan mempertimbangkan
berbagai hal. Penegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran
klinis. Komponen utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya (1)
gejala prodromal berupa nyeri, (2) distribusi yang khas dermatomal, (3) vesikel
berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan papul, (4) beberapa
kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat nervus sensorik, (5)
tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama, (6) nyeri dan allodinia
(nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal tidak menimbulkan
nyeri) pada daerah ruam. Terjadi herpes oftalmikus bila virus menyerang cabang
pertama nervus trigeminus. Bila mengenai anak, cabang nasosiliaris (timbul
vesikel di puncak hidung yang dikenal sebagai tanda Hutchinson) kemungkinan
besarterjadi kelainan mata. Walaupun jarang dapat terjadi keterlibatan organ
dalam. Daerah dermatom yang paling sering terkena adalah daerah thorax (55%),
cranial (20%) dengan nervus trigeminus menjadi nervus tunggal yang paling
sering terlibat), lumbar (15%), dan sacral (5%).1,2,8
Pasien diberikan pengobatan sistemik yaitu metilprednison 8 mg 2 x 1 tab,
Gabapentin 2 x 1 tab, Cefadroksil 2 x 1 tab. Pasien juga diberikan pengobatan

16
topikal yaitu Fuladic krim. Pasien diberikan metilprednison 8 mg 2 x 1 tab.
Pemberian kortikosteroid oral sering dilakukan, walaupun berbagai penelitan
menunjukan hasil yang beragam. Prednisone yang digunakan bersama asiklovir
dapat mengurangi nyeri akut. Hal ini disebabkan penurunan derajat neuritis
akibat infeksi virus dan kemungkinan juga menurunkan derajat kerusakan pada
saraf yang terlibat. Akan tetapi, pada peneltian lain penambahan kortikosteroid
hanya memberikan sedikit manfaat dalam memperbaiki nyeri dan tidak
bermanfaat untuk mencegah NPH, walaupun memberikan perbaikan kualitas
hidup. Pasien diberikan Gabapentin 300 2 x 1 tab . Penelitian terakhir
menunjukan bahwa kombinasi asiklovir dengan antidepresan trisiklik atau
gabapentin sejak awal mengurangi prevalensi NPH. Pasien diberikan Cefadroksil
500 mg 2 x 1 tab untuk sebagai antibiotik spektrum luas. Pasien diberikan
pengobatan topikal Fuladic krim untuk dioleskan pada daerah kulit, untuk
mencegah infeksi sekunder pada kulit. Terapi medikamentosa yang diberikan
berupa asiklovir 5 x 800 mg peroral selama 7 hari. Terapi dapat diberikan secara
efektif maksimal 72 jam setelah lesi terakhir muncul, yang pada pasien ini tidak
terpenuhi (onset hari ke-5). Di atas 72 jam, pemberian asiklovir dikatakan tidak
efektif lagi. Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan
waktu penyembuhan akan lebih singkat. 8

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Dilly J.T., et al. 2016. Profil herpes zoster di poliklinik kulit dan kelamin
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari - Desember 2013.
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2,
2. Pusponegoro, H.D. Penyakit Virus dalam Djuanda A, et al. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin edisi Ketujuh. Badan Penerbit FK UI Jakarta. 2015. 110-
112p.
3. Adiwinata. R, Endy Suseno. 2016. Peran vaksinasi dalam pencegahan herpes
zoster. CDK-241/ vol. 43 no. 6.
4. Georgiev, V.S. Varicella-Zoster Virus (Herpes Zoster) Infections. From:
Opportunistic Infections: Treatment and Prophylaxis.
5. Lubus, RB. 2008. Varisela dan herpes zoster. Departemen kesehatan kulit dan
kelamin universitas Sumatra utara.
6. Handoko RP. Penyakit Virus dalam Djuanda A, et al. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin edisi Keenam. Badan Penerbit FK UI Jakarta. 2011. 110-112p.
7. Nguyen.K., Et Al. 2014.Herpes Zoster Ophthalmicus: A Teaching Case
Report. Optometric Education.. Vol 39, Nolr 2.
8. Saragih IV. 2014. Heres Zoster Pada Geriatri. Fakultas Kedokteran Lampung.
Medula VOL.2 NO.1.

18

Anda mungkin juga menyukai