Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN HERPES ZOSTER

Tugas ini dikerjakan untuk memenuhi mata kuliah Komunitas Medikal Bedah III

Dosen pengampu :
Wyssie Ika Sari, S,Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
Nurul Nasrina (202102106)
Dea Adesti E (202102108)
Dhimas Arkananta P.W (202102110)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN MALANG WIDYA CIPTA
HUSADA
TAHUN 2022

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.


Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster adalah
infeksi virus pada kulit. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan
varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri
hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang
dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus
kranialis. Tercatat ada tujuh jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit herpes
pada manusia yaitu, herpes simpleks, Varizolla zoster (VZV), Cytomegalovirus
(CMV), Epstein Barr (EBV) dan human herpes virus tipe 6 (HHV-6), tipe 7
(HHV-7), tipe 8 (HHV-8). Semua virus herpes memiliki ukuran dan morfologi
yang sama dan semuanya melakukan replikasi pada inti sel. (Bruner dan Suddart.
2002)
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan
angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun.
Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia
di bawah 20 tahun. (Bruner dan Suddart. 2002)
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi
varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui
serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten,
virus tersebut tidak lagi menular dan tidak
bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai
kemampuan untuk berubah menjadi
infeksius. Herpes zoster pada umumnya
terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi
ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus

2
varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan
imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan
pejamu terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang
terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten
setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun,
tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi
herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi
karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.
Pada pasien mungkin muncul dengan iritasi, penurunan kesadaran yang
disertai pusing dan kekuningan pada kulit (jaudince) dan kesulitan bernafas atau
kejang. Lesi biasanya hilang dalam dua minggu. Pengaktifan virus yang
berdormansi tersebut dapat disebabkan penurunan daya tahan tubuh, stress,
depresi, alergi pada makanan, demam, trauma pada mukosa genital, menstruasi,
kurang tidur dan sinar ultraviolet. (Bruner dan Suddart. 2002)
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu
dengan mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh
virus herpes zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik.
Dari Latar belakang diatas maka penulis dapat meyimpulkan bahwa herpes
zoster adalah penyakit kulit disebabkan karena virus varisela zoster yang ditandai
dengan adanya nyeri hebat dan lesi pada kulit.

1.2. Rumusan Masalah.


1.2.1. Apa definisi dari herpes zoster?
1.2.2. Bagaimana klasifikasi dari herpes zoster?
1.2.3. Bagaimana etiologi dari herpes zoster?
1.2.4. Bagaimana manifestasi klinis dari herpes zoster?
1.2.5. Bagaimana patofisiologi dari herpes zoster?
1.2.6. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada herpes zoster?
1.2.7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari herpes zoster?
1.2.8. Apa komplikasi dari herpes zoster?

3
1.2.9. Bagaimana prognosis dari herpes zoster?
1.2.10. Bagaimana asuhan keperawatan dari herpes zoster?

1.3. Tujuan.
1.3.1. Untuk memahami definisi dari herpes zoster.
1.3.2. Untuk memahami klasifikasi dari herpes zoster.
1.3.3. Untuk memahami etiologi dari herpes zoster.
1.3.4. Untuk memahami manifestasi klinis dari herpes zoster
1.3.5. Untuk memahami patofisiologi dari herpes zoster.
1.3.6. Untuk memahami pemeriksaan penunjang dari herpes zoster.
1.3.7. Untuk memahami penatalaksanaan dari herpes zoster.
1.3.8. Untuk memahami komplikasi dari herpes zoster.
1.3.9. Untuk memahami prognosis dari herpes zoster.
1.3.10. Untuk memahami asuhan keperawatan dari herpes zoster.

1.4. Manfaat
1.4.1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi dari herpes zoster.
1.4.2. Agar mahasiswa dapat mengetahuiklasifikasi dari herpes zoster.
1.4.3. Agar mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari herpes zoster.
1.4.4. Agar mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari herpes
zoster.
1.4.5. Agar mahasiswa dapat mengetahuipatofisiologi dari herpes zoster.
1.4.6. Agar mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang dari
herpes zoster.
1.4.7. Agar mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dari herpes zoster.
1.4.8. Agar mahasiswa dapat mengetahuikomplikasi dari herpes zoster.
1.4.9. Agar mahasiswa dapat mengetahuiprognosis dari herpes zoster.
1.4.10. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan dari herpes
zoster

4
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela
yg menyerang kulit dan mukosa, infeksi, ini merupakan keaktifan virus yang
terjadi setelah infeksi primer (ilmu penyakit kulit dan kelamin). Herpes zoster
adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral,
sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya). Infeksi ini dialami oleh seseorang
yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang
sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air). (Smeitzer,
Suzanne C.2001)
Menurut Purrawan Juradi, dkk (1982)  herpes zoster adalah radang kulit
dengan sifat khasnya yaitu terdapat vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang
persyarafan sensorik sesuai dengan dermatomnya dan biasanya unilateral.
Menurut Arif Mansyur, herpes zoster (campak, cacar ular) adalah penyakit
yang disebabkan infeksi virus varicella. Zoster yang menyerang kulit dan mukosa
infeksi ini merupakan reaktivitas virus yang terjadi setelah infeksi primer kadang-
kadang infeksi berlangsung sub kronis.
Menurut Jewerz .E. dkk (1984) herpes zoster adalah suatu penyakit sporadik
yang melemahkan pada orang dewasa yang ditandai oleh reaksi peradangan radiks
posterior syaraf dan ganglia. Diikuti oleh kelompok vesikel di atas kulit yang
dipersyarafi oleh syaraf sensorik yang terkena.
Menurut Peruus herpes zoster adalah radang kulit akut yang disebabkan
oleh virus Varisella zoster dengan sifat khas yaitu tersusun sepanjang persyarafan
sensorik.
Kesimpulan dari penulis tentang Herpes zoster adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa.
Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Herpes
zoster disebut juga shingles. Dikalangan awam popular atau lebih dikenal dengan
sebutan “dampa” atau “cacar air”.

6
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi herpes zoster menurut Harahap,Marwali. 2000 adalah sebagai
berikut:
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari
cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi
kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan.
Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit
timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar
dibuka.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra


2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis
(N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis

7
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra


4. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra

5. Herpes zoster lumbalis


Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

8
Gambar 5. Herpes zoster lumbalis

6. Herpes zoster sakralis


Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 6. Herpes zoster sakralis dekstra.


2.3 Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan
tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk
subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus
replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan
kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa
mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus
herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion.
Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik.
Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas
dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting
untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik
deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.
(Harahap,Marwali. 2000)

2.4 Manifestasi klinis


1. Gejala prodromal sistematik (demam, pusing, malese) maupun gejala

9
prodomal lokal (nyeri otot tulang, gatal, pegal).
2. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok, vesikel ini berisi cairan yang jernih kemudian menjadi keruh
(berwarna abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. (Prof. dr. Adhi
Juwanda, 199:107).
3. Gambaran yang khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
hampir selalu unilateral
Menurut daerah penyerangnya dikenal :
a) Herpes zosrter of oftalmikus : menyerang dahi dan sekitar mata
b) Herpes zosrter servikalis : menyerang pundak dan lengan
c) Herpes zosrter torakalis : menyerang dada dan perut
d) Herpes zosrter lumbalis : menyerang bokong dan paha.
e) Herpes zosrter sakralis : menyerang sekitar anus dan getalia
f) Herpes zosrter atikum : menyerang telinga.
(Prof.dr.Adhi Juwanda, 199:107)

2.5 Patofisiologi
Menurut (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

10
2.6 Pemeriksaan penunjang
Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan
herps simplex :
1. Tzanck Smear
- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s. Dengan
menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant
cells
- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan
herpes simpleks virus
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: Pemeriksaan digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit

11
4. Pemerikasaan mikroskop electron
5. Kultur virus
6. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
7. Deteksi antibody terhadap infeksi virus
8. Biopsi kulit, pemeriksaan histopatologis tampak vesikel intraepidermal
dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas
dijumpai adanya lymphocytic infiltrate. (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

2.7 Penatalaksanaan medis


Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya
diberikan analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.Pada
herpes zoster oftalmikus mengingat komplikasinya diberikan obat antiviral
atau imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat diberikan pada penderita
dengan defisiensi imunitas.Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk
Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah
terjadinya parasialis. ( Judith M. Wilkinson. 2006)
Terapi serng digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah
fibrosis ganglion.Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih
stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah
pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan
kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.
( Judith M. Wilkinson. 2006)
Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi
ditujukan untuk mengendalikan gejala dan me nurunkan pengeluaran
virus. Obat antivirus analognukleosida merupakan terapi yang
dianjurkan. Obat-obatan ini bekerja dengan menyebabkan deaktivasi atau
mengantagonisasi DNA polymerase HSV yang pada gilirannya
menghentikan sintesis DNA dan replikasi virus.( Judith M. Wilkinson.
2006)
Tiga obat antivirus yang dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998
adalak asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir. Obat antivirus harus
dimulai sejak awal tanda kekambuhan untuk mengurangi dan

12
mempersingkat gejala. Apabila obat tertunda sampai lesi kulit muncul,
maka gejala hanya memendek 1 hari. Pasien yang mengalami
kekambuhan 6 kali atau lebih setahun sebaiknya ditawari terapi supresif
setiap hari yang dapat mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%.
Terapi topical dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif.
Terapi supresif atau profilaksis dianjurkan untuk mengurangi resiko
infeksi perinatal dan keharusan melakukan seksioses area pada wanita
yang positif HSV. Vaksin untuk mencegah infeksi HSV-2 sekarang
sedang diteliti.

2.8 Komplikasi
Komplikasi herpes zoster menurut Bricker dkk, 2002 adalah sebagai
berikut:
1) Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan
sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas
40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi.
Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.
2) Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
3) Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa:
ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis
optik.
4) Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,

13
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.
5) Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem
saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah,
diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya
akan sembuh spontan.

2.9 Prognosis
Herpes zoster merupakan penyakit self limiting atau dapat sembuh sendiri
dan biasanya sembuh dalam waktu 10:15 hari. Prognosis untuk pasien usia muda
dan sehat sangat baik karena Pada orang tua memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk terjadinya komplikasi herpes zoster seperti neualgia pascaherpes, infeksi
sekunder dan timbulnya jaringan parut.
Varicella dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai
komplikasi prognosis biasanya sangat baik sedangkan pada anak
imunokompromais, angka morbiditas dan mortalitasnya signifikan. (Blackwell
Science, 2000)

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian
1. Biodata
A. Identitas Pasien
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien,
alamat pasien, umur pasien biasnya kejadian ini mencakup semua usia
antara anak-anak sampai dewasa, tanggal masuk ruma sakit penting untuk

14
di kaji untuk melihat perkembangan dari pengobatan, penanggung jawab
pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan persetujuan dari pihak
pasien dan petugas kesehatan.
2. Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat
pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal
pada daerah yang terkena pada fase-fase awal baik pada herpes zoster
maupun simpleks.
B. Riwayat penyakit sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang
mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga
terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga mengalami
demam.
C. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman
dekat yang terinfeksi virus ini.
D. Riwayat penyakit dahulu
diderita kembali oleh pasien yang pernah mengalami penyakit herpes
simplek atau memiliki riwayat penyakit seperti ini
E. Riwayat psikososial.
Kaji respon pasien terhadap penyakit yang diderita serta peran dalam
keluarga dan masyarakat, respon dalam keluarga maupun masyarakat.
3. Pola Kehidupan
A. Aktivitas dan Istirahat
Pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan
gatal.
B. Pola Nutrisi dan Metabolik
Pada Herpes Zoster oftalmik , pasien mengalami penurunanan nafsu
makan , karena mengeluh nyeri pada daerah wajah dan pipi sehingga
pasien tidak dapat mengunyah makanan dengan baik karena
disebabkan oleh rasa nyeri

15
C. Pola Aktifitas dan Latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola
saat aktifitas berlebih ,sehingga pasien akan membatasi pergerakan
aktivitas .
D. Pola Hubungan dan peran
Pasien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena
adanya gangguan citra tubuh.
4. Pengkajian fisik
1) Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran
b. TTV
2) Head To Toe
a. Kepala
wajah : ada lesi (ukuran > 1 , bentuk :benjolan berisi air , penyebaran :
merata dengan kulit )
b. Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata
rapi.
c. Mata (Penglihatan)
Adanya Nyeri tekan, ada penurunan penglihatan.
d. Hidung (Penciuman)
septum nasi tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan
tidak terdapat hiposmia.
e. Telinga (Pendengaran)
 Inspeksi
 Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid
 Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda
asing.
 Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media
dan mastoidius.
f. Mulut dan gigi

16
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak
terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
g. Abdomen
 Inspeksi
 Bentuk : normal simetris
 Benjolan : tidak terdapat lesi
 Palpasi
 Tidak terdapat nyeri tekan
 Tidak terdapat massa / benjolan
 Tidak terdapat tanda tanda asites
 Tidak terdapat pembesaran hepar
h. Integument
- Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,
- edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi
sekunder.
- akral hangat
- turgor kulit normal/ kembali <1 detik
- terdapat lesi pada permukaan kulit wajah
3.2 Analisis Data

N DATA SUBJEKTIF DAN


ETIOLOGI MASALAH
O DATA OBJEKTIF
DS : Pasien mengeluh kulit terasa Infeksi virus Nyeri akut
pedes dan nyeri Varisela Zoester
P : infeksi virus pada kulit ↓
Q : nyeri seperti terbakar Reaktivasi virus
R : pada bagian perut/abdomen
S : nyeri skala 6

Herper zoester
T : terus menerus
DO : kulit melepuh,  tampak lesi ↓
Merangsang
pada kulit pelepasan
mediator kimiawi

17

Gejala local


Nyeri, rasa
terbakar/
kesemutan di dada


Nyeri
2 Ds : Klien mengeluh kulit terasa Infeksi virus Gangguan
Varisela Zoester
pedes/panas integritas kulit
Do : ↓
- Terdapat bintik merah dan Reaktivasi virus

vesikel serta bulat ↓


-kulit tampak kemerahan Herper zoester
- Suhu: 38,5 C ↓
Timbul alergi


Vesikel
berkelompok


Tonjolan kulit <
0.5 cm & terisi air


Kerusakan
Integritas kulit

3.3 Diagnosa keperawatan herpes zooster.


1. Nyeri akut b/d agen cidera biologis ; proses inflamasi
2. Gangguan integritas kulit b/d perubahan tugor kulit

3.4 Rencana keperawatan/intervensi.


NO Diagnosa INTERVENSI Intervensi

18
1 Nyeri akut Ds : Klien mengatakan terasa nyeri Manajemen Nyeri
Akut (1410)
b/d agen sehingga mengganggu istirahat
 Kaji tingkat nyeri
cidera tidurnya
, frekuensi, dan
biologis ; Do : kulit melepuh,  tampak lesi pada
reaksi nyeri yang
proses kulit
dialami pasien
inflamasi Tujuan : Setelah di lakukan tindakan
 Ajarkan tekhnik
keperawatan selama 2X 24
relaksasi kepada
           jam,diharapkan nyeri berkurang
pasien
bahkan hilang dengan skala 10 – 0
 Berikan analgetik
dan kebutuhan tidur pasien tercukupi
sesuai indikasi
kriteria hasil :
medis
Kontrol Nyeri (1605)
 Observasi TTV
- Nyeri berkurang
Peningkatan
- kebutuhan tidur pasien tercukupi
Tidur (1850)
- pasien dapat tidur degan nyenyak.
 Ajarkan pola
istirahat/tidur
yang adekuat
 Kaji pola tidur
pasien
 Ciptakan
lingkungan
nyaman dan
tenang
Batasi
pengunjung
2 Gangguan Ds :Klien mengeluh kulit terasa Perawatan
integritas pedes/panas dan gatal Kulit:
kulit b/d Do : Pengobatan
perubahan -  Terdapat bintik merah dan vesikel Topikal (3584)
tugor kulit serta bulat  Berikan terapi
Kulit tampak kemerahan topical sesuai

19
- Suhu: 38,5 C program
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan  Mobilisasi
keperawatan selama 2X 24 pasien setiap 2
jam,diharapkan integritas kulit jam
berkurang bahkan hilang.  Kaji tingkat
kriteria hasil : kerusakan kulit
Tingkat Ketidaknyamanan (2109)
-gatal berkurang dan tidak terjadi
iritasi yang lebih parah
- suhu tubuh kembali normal ( dari
38,5 menjadi 36-37,5c)

Implementasi Keperawatan
Diagnosa Implementasi Paraf
Nyeri akut b/d Manajemen Nyeri
Akut (1410)
agen cidera
 Mengkaji tingkat nyeri ,
biologis ;
frekuensi, dan reaksi nyeri
proses
yang dialami pasien
inflamasi
 Mengajarkan tekhnik
relaksasi kepada pasien
 Memberikan analgesik
sesuai indikasi medis
 Mengobservasi TTV
Peningkatan Tidur (1850)
 Mengajarkan pola
istirahat/tidur yang adekuat
 Mengkaji pola tidur pasien
 Menciptakan lingkungan
nyaman dan tenang
Batasi pengunjung
Gangguan Perawatan Kulit:
integritas kulit Pengobatan Topikal

20
b/d perubahan (3584)
tugor kulit  Memberikan terapi
topical sesuai program
 Memobilisasi pasien
setiap 2 jam
 Mengkaji tingkat
kerusakan kulit

Evaluasi
Nyeri akut b/d agen cidera biologis ; proses inflamasi
S: pasien mengatakan nyeri berkurang, klien mengatakan dapat tidur
O: klien tampak kurang rileks,
A: masalah belum teratasi
P: intervensi 1,2 dihentikan 3,4 dilanjutkan

Gangguan integritas kulit b/d perubahan tugor kulit


S: pasien mengatakan kulit masih terasa pedas/perih
O: kulit tampak normal tidak merah, tampak lesi
A: masalah belum teratasi
P: intervensi 1 dilanjutkan 2,3 dihentikan

BAB IV
4.1 Kesimpulan
Herpes Zoster merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
varisela yang berada laten di jaras saraf sensorik yang bersifat khas seperti
gerombolan vesitel unilateral dan radang ini dialami oleh seseorang yang tidak
mempuyai kekebalan terhadap varisela.

21
4.2 Saran
Berdasarkan uraian yang ada serta kesimpulan diatas , maka penulis
mencoba mengajukan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan :
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan perlu adanya kerja sama tim
baik dokter , perawat sebagai pelaksana , klien maupun keluarga klien
untuk mendapatkan kemudahan didalam pelaksanaan asuhan
keperawatan demi terwujudnya mutu asuhan keperawatan yang lebih
baik
2. Untuk masyarakat bisa lebih memahami dan mencegah terjadinya infeksi
virus Herpes Zoster.

DAFTAR PUSTAKA

Bruner dan Suddart. 2002. Edisi 8, Vol 2. Jakarta: EGC


Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta : EGC

22
Judith M. Wilkinson. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi
Nic dan Noc. Jakarta : EGC
Djuanda, Adhi, dkk. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke Dua.
Jakarta : FKUI
Harahap, Marwali.2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates: Jakarta.
Smeitzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner &
Suddarth. EGC: Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai