Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HERPES ZOSTER

Tugas ini dikerjakan untuk memenuhi mata kuliah Komunitas Medikal Bedah III

Dosen pengampu :
Taufiqul Akbar, S,Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
Nurul Nasrina (202102106)
Dea Adesti E (202102108)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN MALANG WIDYA CIPTA HUSADA
TAHUN 2022

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.


Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster adalah
infeksi virus pada kulit. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan
varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri
hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang
dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus
kranialis. Tercatat ada tujuh jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit herpes
pada manusia yaitu, herpes simpleks, Varizolla zoster (VZV), Cytomegalovirus
(CMV), Epstein Barr (EBV) dan human herpes virus tipe 6 (HHV-6), tipe 7
(HHV-7), tipe 8 (HHV-8). Semua virus herpes memiliki ukuran dan morfologi
yang sama dan semuanya melakukan replikasi pada inti sel. (Bruner dan Suddart.
2002)
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan
angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun.
Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia
di bawah 20 tahun. (Bruner dan Suddart. 2002)
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi
varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui
serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten,
virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap
mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada
umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang
terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang
berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor
penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang
terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten

3
setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun,
tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi
herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi
karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.
Pada pasien mungkin muncul dengan iritasi, penurunan kesadaran yang
disertai pusing dan kekuningan pada kulit (jaudince) dan kesulitan bernafas atau
kejang. Lesi biasanya hilang dalam dua minggu. Pengaktifan virus yang
berdormansi tersebut dapat disebabkan penurunan daya tahan tubuh, stress,
depresi, alergi pada makanan, demam, trauma pada mukosa genital, menstruasi,
kurang tidur dan sinar ultraviolet. (Bruner dan Suddart. 2002)
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu
dengan mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh
virus herpes zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik.
Dari Latar belakang diatas maka penulis dapat meyimpulkan bahwa herpes
zoster adalah penyakit kulit disebabkan karena virus varisela zoster yang ditandai
dengan adanya nyeri hebat dan lesi pada kulit.

1.2. Rumusan Masalah.


1.2.1. Apa definisi dari herpes zoster?
1.2.2. Bagaimana klasifikasi dari herpes zoster?
1.2.3. Bagaimana etiologi dari herpes zoster?
1.2.4. Bagaimana manifestasi klinis dari herpes zoster?
1.2.5. Bagaimana patofisiologi dari herpes zoster?
1.2.6. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada herpes zoster?
1.2.7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari herpes zoster?
1.2.8. Apa komplikasi dari herpes zoster?
1.2.9. Bagaimana prognosis dari herpes zoster?
1.2.10. Bagaimana asuhan keperawatan dari herpes zoster?

1.3. Tujuan.
1.3.1. Untuk memahami definisi dari herpes zoster.

4
1.3.2. Untuk memahami klasifikasi dari herpes zoster.
1.3.3. Untuk memahami etiologi dari herpes zoster.
1.3.4. Untuk memahami manifestasi klinis dari herpes zoster
1.3.5. Untuk memahami patofisiologi dari herpes zoster.
1.3.6. Untuk memahami pemeriksaan penunjang dari herpes zoster.
1.3.7. Untuk memahami penatalaksanaan dari herpes zoster.
1.3.8. Untuk memahami komplikasi dari herpes zoster.
1.3.9. Untuk memahami prognosis dari herpes zoster.
1.3.10. Untuk memahami asuhan keperawatan dari herpes zoster.

1.4. Manfaat
1.4.1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi dari herpes zoster.
1.4.2. Agar mahasiswa dapat mengetahuiklasifikasi dari herpes zoster.
1.4.3. Agar mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari herpes zoster.
1.4.4. Agar mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari herpes
zoster.
1.4.5. Agar mahasiswa dapat mengetahuipatofisiologi dari herpes zoster.
1.4.6. Agar mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang dari
herpes zoster.
1.4.7. Agar mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dari herpes zoster.
1.4.8. Agar mahasiswa dapat mengetahuikomplikasi dari herpes zoster.
1.4.9. Agar mahasiswa dapat mengetahuiprognosis dari herpes zoster.
1.4.10. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan dari herpes
zoster

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela
yg menyerang kulit dan mukosa, infeksi, ini merupakan keaktifan virus yang
terjadi setelah infeksi primer (ilmu penyakit kulit dan kelamin). Herpes zoster
adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral,
sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya). Infeksi ini dialami oleh seseorang
yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang
sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air). (Smeitzer,
Suzanne C.2001)
Menurut Purrawan Juradi, dkk (1982)  herpes zoster adalah radang kulit
dengan sifat khasnya yaitu terdapat vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang
persyarafan sensorik sesuai dengan dermatomnya dan biasanya unilateral.
Menurut Arif Mansyur, herpes zoster (campak, cacar ular) adalah penyakit
yang disebabkan infeksi virus varicella. Zoster yang menyerang kulit dan mukosa
infeksi ini merupakan reaktivitas virus yang terjadi setelah infeksi primer kadang-
kadang infeksi berlangsung sub kronis.
Menurut Jewerz .E. dkk (1984) herpes zoster adalah suatu penyakit sporadik
yang melemahkan pada orang dewasa yang ditandai oleh reaksi peradangan radiks
posterior syaraf dan ganglia. Diikuti oleh kelompok vesikel di atas kulit yang
dipersyarafi oleh syaraf sensorik yang terkena.
Menurut Peruus herpes zoster adalah radang kulit akut yang disebabkan
oleh virus Varisella zoster dengan sifat khas yaitu tersusun sepanjang persyarafan
sensorik.
Kesimpulan dari penulis tentang Herpes zoster adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa.
Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Herpes
zoster disebut juga shingles. Dikalangan awam popular atau lebih dikenal dengan
sebutan “dampa” atau “cacar air”.

6
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi herpes zoster menurut Harahap,Marwali. 2000 adalah sebagai
berikut:
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari
cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi
kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan.
Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit
timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar
dibuka.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra


2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis
(N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis

7
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra


4. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra

5. Herpes zoster lumbalis


Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

8
Gambar 5. Herpes zoster lumbalis

6. Herpes zoster sakralis


Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 6. Herpes zoster sakralis dekstra.


2.3 Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan
tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk
subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus
replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan
kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa
mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus
herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion.
Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik.
Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas
dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting
untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik
deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.
(Harahap,Marwali. 2000)

2.4 Manifestasi klinis


1. Gejala prodromal sistematik (demam, pusing, malese) maupun gejala

9
prodomal lokal (nyeri otot tulang, gatal, pegal).
2. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok, vesikel ini berisi cairan yang jernih kemudian menjadi keruh
(berwarna abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. (Prof. dr. Adhi
Juwanda, 199:107).
3. Gambaran yang khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
hampir selalu unilateral
Menurut daerah penyerangnya dikenal :
a) Herpes zosrter of oftalmikus : menyerang dahi dan sekitar mata
b) Herpes zosrter servikalis : menyerang pundak dan lengan
c) Herpes zosrter torakalis : menyerang dada dan perut
d) Herpes zosrter lumbalis : menyerang bokong dan paha.
e) Herpes zosrter sakralis : menyerang sekitar anus dan getalia
f) Herpes zosrter atikum : menyerang telinga.
(Prof.dr.Adhi Juwanda, 199:107)

2.5 Patofisiologi
Menurut (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

10
2.6 Pemeriksaan penunjang
Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan
herps simplex :
1. Tzanck Smear
- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s. Dengan
menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant
cells
- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan
herpes simpleks virus
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: Pemeriksaan digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus

11
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
4. Pemerikasaan mikroskop electron
5. Kultur virus
6. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
7. Deteksi antibody terhadap infeksi virus
8. Biopsi kulit, pemeriksaan histopatologis tampak vesikel intraepidermal
dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas
dijumpai adanya lymphocytic infiltrate. (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

2.7 Penatalaksanaan medis


Penatalaksanaan herpes zoster bertujuan untuk mempersingkat durasi sakit dan
mencegah komplikasi jangka panjang, terutama neuralgia postherpetik (PHN).
Pilihan terapi akan tergantung pada keadaan imun pasien. Pasien yang
imunokompeten dapat mengalami resolusi gejala secara spontan.
Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dapat diberikan untuk mengurangi nyeri.
Pemberian antivirus diduga bermanfaat untuk mengurangi durasi sakit dan
mencegah atau mengurangi keparahan PHN. Pemberian antivirus akan memberi
manfaat terbesar pada populasi pasien yang berisiko mengalami gejala
berkepanjangan atau berat, seperti pasien imunokompromais dan individu usia 50
tahun ke atas.
Antivirus
Secara umum, terapi antivirus sistemik dapat diberikan pada pasien herpes zoster
yang memiliki beberapa karakteristik berikut:
 Pasien usia lebih dari 50 tahun,
 Pasien dengan risiko mengalami neuralgia postherpetik (PHN)
 Pasien dengan herpes zoster oftalmikus, sindrom Ramsay Hunt, herpes
zoster servikal, atau herpes zoster sakral
 Pasien imunodefisiensi
 Herpes zoster luas yang disertai komplikasi
Beberapa pilihan antivirus yang dapat digunakan adalah:
 Untuk dewasa diberikan acyclovir 5 x 800 mg per oral selama 7-10 hari,
penyesuaian dosis dilakukan pada pasien gangguan ginjal

12
 Untuk anak di bawah 12 tahun, diberikan acyclovir dosis 30 mg/kg/hari
dalam dosis terbagi selama 7 hari
 Untuk anak 12 tahun ke atas, diberikan acyclovir dosis 60 mg/kg/hari
dalam dosis terbagi selama 7 hari
Pilihan terapi lain adalah:
 Valacyclovir 3 x 1 gram per oral selama 7 hari
 Famsiklovir 3 x 500 mg per oral selama 7 hari
Antivirus Intravena
Pada lesi luas dengan keterlibatan organ dalam atau lesi pada pasien
imunodefisiensi dapat dipertimbangkan pemberian acyclovir intravena dengan
dosis 10 mg/kg/hari, diberikan 3 kali sehari selama 5-10 hari. Cara pemberiannya
adalah dengan melarutkan sediaan injeksi dalam vial menggunakan cairan salin
normal 100 ml, kemudian diberikan melalui infus dalam 1 jam.
Terapi Topikal
Panduan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin menyebutkan
bahwa pada pasien yang sedang dalam fase vesikuler, terapi dapat diberikan
secara topikal yaitu berupa bedak salisilat 2% untuk mencegah pecah vesikel atau
bedak kocok calamine yang dapat membantu mengurangi nyeri dan rasa gatal.
Terpi kompres terbuka dengan larutan serta krim antiseptik atau antibiotik dapat
diberikan pada pasien dengan lesi vesikel yang sudah pecah dan basah. Apabila
terdapat luka dan tanda infeksi sekunder, dokter dapat mempertimbangkan
pemberian krim atau salep antibiotik.
Analgesik
Pemberian obat analgesik pada pasien dapat disesuaikan dengan derajat nyeri
yang dialami. Pada nyeri derajat ringan, dapat dipertimbangkan
pemberian paracetamol atau ibuprofen. Pada nyeri derajat sedang–berat dapat
dipertimbangkan pemberian kombinasi tramadol atau opioid lainnya.
Pada pasien yang memiliki kemungkinan neuralgia postherpetik (PHN), dapat
dipertimbangkan pemberian:
 Antidepresan trisiklik, seperti amitriptyline dengan dosis awal 10 mg per
hari lalu ditingkatkan 20 mg setiap 7 hari hingga mencapai 150 mg.
Pemberian obat dilakukan hingga 3 bulan setiap malam sebelum tidur

13
 Gabapentin dengan dosis 300 mg per hari selama 4–6 minggu
 Pregabalin dengan dosis 75 mg, dua kali sehari selama 2–4 minggu
Rawat Inap
Pasien herpes zoster tanpa komplikasi tidak memerlukan rawat inap, sedangkan
indikasi rawat inap adalah sebagai berikut:
 Gejala berat
 Imunosupresi
 Presentasi atipikal (misalnya, mielitis)
 Keterlibatan lebih dari 2 dermatom
 Superinfeksi bakteri wajah yang signifikan
 Herpes zoster diseminata
 Keterlibatan mata
 Keterlibatan meningoensefalopat
Rujukan
Selain pemberian terapi farmakologi, herpes zoster yang disertai dengan
keterlibatan organ lain sebaiknya dirujuk ke spesialis terkait. Pada herpes zoster
oftalmikus dapat diberikan terapi antivirus acyclovir atau valacyclovir selama 10
hari, disertai rujukan ke dokter spesialis mata untuk evaluasi lebih lanjut.
Pada herpes zoster otikus yang disertai paresis nervus fasialis dapat
dipertimbangkan pemberian acyclovir atau valacyclovir oral selama 7–14 hari
disertai dengan pemberian prednison 40 – 60 mg per hari selama 1 minggu pada
semua pasien. Selanjutnya pasien dirujuk ke dokter spesialis THT untuk
pemeriksaan dan evaluasi lebih lanjut.
Terapi non Farmakologi
Terapi non-farmakologis meliputi perawatan lesi kulit yang terimbas. Area yang
mengalami herpes zoster dijaga agar tetap bersih. Mandi dibatasi, dan area yang
terkena dibersihkan dengan sabun dan air.
Kompres dingin dan cairan anti-gatal seperti calamine lotion, juga dapat
mengurangi nyeri. Sedangkan, untuk membantuk mengerikan lepuh kecil yang
basah dan cair bisa digunakan Aluminium acetate solution (Burow’s or Domeboro
solution).

14
2.8 Komplikasi
Komplikasi herpes zoster menurut Bricker dkk, 2002 adalah sebagai
berikut:
1) Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan
sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas
40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi.
Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.
2) Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
3) Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa:
ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis
optik.
4) Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.
5) Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem
saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah,
diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya
akan sembuh spontan.

2.9 Prognosis

15
Herpes zoster merupakan penyakit self limiting atau dapat sembuh sendiri
dan biasanya sembuh dalam waktu 10:15 hari. Prognosis untuk pasien usia muda
dan sehat sangat baik karena Pada orang tua memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk terjadinya komplikasi herpes zoster seperti neualgia pascaherpes, infeksi
sekunder dan timbulnya jaringan parut.
Varicella dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai
komplikasi prognosis biasanya sangat baik sedangkan pada anak
imunokompromais, angka morbiditas dan mortalitasnya signifikan. (Blackwell
Science, 2000)

16
BAB IV
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Herpes Zoster merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
varisela yang berada laten di jaras saraf sensorik yang bersifat khas seperti
gerombolan vesitel unilateral dan radang ini dialami oleh seseorang yang tidak
mempuyai kekebalan terhadap varisela.

2.2 Saran
Berdasarkan uraian yang ada serta kesimpulan diatas , maka penulis
mencoba mengajukan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan :
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan perlu adanya kerja sama tim
baik dokter , perawat sebagai pelaksana , klien maupun keluarga klien
untuk mendapatkan kemudahan didalam pelaksanaan asuhan
keperawatan demi terwujudnya mutu asuhan keperawatan yang lebih
baik
2. Untuk masyarakat bisa lebih memahami dan mencegah terjadinya infeksi
virus Herpes Zoster.

17

Anda mungkin juga menyukai