Dosen Pembimbing :
Andi Nurhikma Mahdi, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Oleh :
Afrianti
Selvi
Hisrina Stiani Lastari
ruwiyani
Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. Atas segala rahamatnya sehingga
makalah dengan judul “Askep Herpes” dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran mupun materi. Penulis sangat berharap semoga
makalah ini dapa menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini.karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk
itu kami sangat mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Herpes zoster fasialis ditandai dengan adanya infeksi yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis. Biasanya ditandai dengan
erupsi herpetik unilateral pada kulit (Sihotang dkk., 2018).
Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.
3. Herpes zoster Otikum
Herpes zoster otikum merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian telinga yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit (Sihotang dkk.,
2018).
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
sekitar anus dan genitalia terutamanya pada pleksus sakralis yang ditandai erupsi
herpetik unilateral pada kulit (Sihotang dkk., 2018).
Gambar 6. Herpes zoster sakralis dekstra.
2.3 Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh Varicella Zoster Virus yang tergolong memiliki
inti DNA dan mempunyai kapsid tersusun dari 162 subunit protein dan berbentuk
simetri ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200
nm dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Virus varisela dapat
menjadi laten di badan sel saraf, sel satelit pada akar dorsalis saraf, nervus kranialis dan
ganglio autonom tanpa menimbulkan gejala. Pada individu yang immunocompromise,
beberapa tahun kemudian virus akan keluar dari badan saraf menuju ke akson saraf dan
menimbulkan infeksi virus pada kulit yang dipersarafi. Virus dapat menyebar dari satu
ganglion ke ganglion yang lain pada satu dermatom (Pusponegoro dkk., 2014).
2. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok, vesikel ini berisi cairan yang jernih kemudian menjadi keruh
(berwarna abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta (Tabery, 2012).
3. Gambaran yang khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan ham-
pir selalu selalu unilateral. Menurut daerah penyerangnya dikenal (Tabery,
2011):
a. Herpes zoster of oftalmikus : menyerang dahi dan sekitar getalia mata
b. Herpes zoster servikalis : menyerang pundak dan lengan
c. Herpes zoster torakalis : menyerang perut dan dada
d. Herpes lumbalis : menyerang bokong dan paha
e. Herpes sakralis : menyerang anus
f. Herpes zoster atikum : menyerang telinga
2.5 Patofisiologi
Menurut (Price, Sylvia Anderson. 2005 )
Vesikula tersebar
Mk : gangguan demam,
Mk: gangguan kerusakan integritas mual,anoreksia pusing
kulit dan malesie citra tubuh
pola tidur Mk :Gangguan
Mk:hipertermi
Kurangnya pengetahuan
Mk : resiko infeksi
11
2.6 Pemeriksaan penunjang
Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps simplex :
1. Tzanck Smear
- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai
dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue
ataupun Papanicolaou’s. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai
multinucleated giant cells
- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: Pemeriksaan digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
4. Pemerikasaan mikroskop electron
5. Kultur virus
6. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
7. Deteksi antibody terhadap infeksi virus
8. Biopsi kulit, pemeriksaan histopatologis tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya
lymphocytic infiltrate. (Price, Sylvia Anderson. 2005 )
a. Pengobatan
1. Pengobatan topical
Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin
untuk mencegah vesikel pecah
Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik
12
(basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x
sehari
2. Pengobatan sistemik
Acyclovir dapat mengintervensi sintesis virus dan replikasinya namun tidak
menyembuhkan infeksi herpes karena hanya dapat menurunkan keparahan
penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral.
Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan kedua pasca kemunculan
vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil terhadap postherpetic neu-
ralgia.
2.8 Komplikasi
Komplikasi herpes zoster menurut Bricker dkk, 2002 adalah sebagai berikut:
1) Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.
2) Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan
13
jaringan nekrotik.
3) Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik,
keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.
4) Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang
sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus,
nausea, dan gangguan pengecapan.
5) Paralisis motoric
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus
secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai
paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika
urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.
2.9 Prognosis
Herpes zoster merupakan penyakit self limiting atau dapat sembuh sendiri dan biasanya
sembuh dalam waktu 10:15 hari. Prognosis untuk pasien usia muda dan sehat sangat baik
karena Pada orang tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya komplikasi herpes
zoster seperti neualgia pascaherpes, infeksi sekunder dan timbulnya jaringan parut.
Varicella dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai komplikasi
prognosis biasanya sangat baik sedangkan pada anak imunokompromais, angka morbiditas
dan mortalitasnya signifikan. (Blackwell Science, 2000)
14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Biodata
A. Identitas Pasien
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien, alamat pasien,
umur pasien biasnya kejadian ini mencakup semua usia antara anak-anak sampai
dewasa, tanggal masuk ruma sakit penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan
dari pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan
persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan.
2. Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan
adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang terkena pada
fase-fase awal baik pada herpes zoster maupun simpleks.
B. Riwayat penyakit sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel
perkelompok dan penderita juga mengalami demam.
C. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat yang
terinfeksi virus ini.
D. Riwayat penyakit dahulu
diderita kembali oleh pasien yang pernah mengalami penyakit herpes simplek atau
memiliki riwayat penyakit seperti ini
E. Riwayat psikososial.
Kaji respon pasien terhadap penyakit yang diderita serta peran dalam keluarga dan
masyarakat, respon dalam keluarga maupun masyarakat.
3. Pola Kehidupan
15
Pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
B. Pola Nutrisi dan Metabolik
Pada Herpes Zoster oftalmik , pasien mengalami penurunanan nafsu makan ,
karena mengeluh nyeri pada daerah wajah dan pipi sehingga pasien tidak dapat
mengunyah makanan dengan baik karena disebabkan oleh rasa nyeri
C. Pola Aktifitas dan Latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola saat
aktifitas berlebih ,sehingga pasien akan membatasi pergerakan aktivitas .
D. Pola Hubungan dan peran
Pasien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya
gangguan citra tubuh.
4. Pengkajian fisik
1) Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran
b. TTV
2) Head To Toe
a. Kepala
wajah : ada lesi (ukuran > 1 , bentuk :benjolan berisi air , penyebaran : merata
dengan kulit )
b. Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata rapi.
c. Mata (Penglihatan)
Adanya Nyeri tekan, ada penurunan penglihatan.
d. Hidung (Penciuman)
septum nasi tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan tidak
terdapat hiposmia.
e. Telinga (Pendengaran)
Inspeksi
Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid
Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda asing.
Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media dan
mastoidius.
f. Mulut dan gigi
16
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak terdapat
perdarahan gusi, dan gigi bersih.
g. Abdomen
Inspeksi
Bentuk : normal simetris
Benjolan : tidak terdapat lesi
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
Tidak terdapat massa / benjolan
Tidak terdapat tanda tanda asites
Tidak terdapat pembesaran hepar
h. Integument
- Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,
- edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
- akral hangat
- turgor kulit normal/ kembali <1 detik
- terdapat lesi pada permukaan kulit wajah
19
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Herpes Zoster merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
varisela yang berada laten di jaras saraf sensorik yang bersifat khas seperti
gerombolan vesitel unilateral dan radang ini dialami oleh seseorang yang tidak
mempuyai kekebalan terhadap varisela.
4.2 Saran
Berdasarkan uraian yang ada serta kesimpulan diatas , maka penulis
mencoba mengajukan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan :
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan perlu adanya kerja sama tim baik
dokter , perawat sebagai pelaksana , klien maupun keluarga klien untuk
mendapatkan kemudahan didalam pelaksanaan asuhan keperawatan demi
terwujudnya mutu asuhan keperawatan yang lebih baik
2. Untuk masyarakat bisa lebih memahami dan mencegah terjadinya infeksi
virus Herpes Zoster.
DAFTAR PUSTAKA
20
Bruner dan Suddart. 2002. Edisi 8, Vol 2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta :
EGC
Judith M. Wilkinson. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi Nic dan
Noc. Jakarta : EGC
Djuanda, Adhi, dkk. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke Dua. Jakarta : FKUI
Pusponegoro dkk., 2014. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates: Jakarta.
Sinaga, 2014. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. EGC: Jakarta
21