Anda di halaman 1dari 36

Mata Kuliah : Keperawatan Medical Bedah III

Dosen Pengampuh : Andi Nurhikma Mahdi S.kep.,Ns.,M.Kep

LAPORAN PENDAHULUAN ( LP )
DISLOKASI

Disusun Oleh : Kelompok II


Siti Hajar Lasomar : 420102009
Hisrina Stiany Lastari : 420102005
Candra Susi : 164201021019
Fitrah Sari :164201021037
Desi Asmawati Suma : 164201022007

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIKES) IST BUTON
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terucap hanya kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas mengenai “asuhan
keperawatan dislokasi”.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarga dan sahabatnya, serta seluruh umat yang senantiasa taat dalam
menjalankan syariatnya.
Kami mengucapkan terima kasih tiada tara kepada seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Bila dalam penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal tidak berkenan bagi pembaca,
dengan segala kerendahan kami, kami mohon maaf yang setulusnya.
Kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi sangat kami harapkan untuk perbaikan
makalah ini kedepan. Semoga taufik, hidayah dan rahmat senantiasa menyertai kita
semua menuju terciptanya keridhaan Allah SWT.

Baubau, 12 September 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................................
BAB II KONSEP MEDIS...............................................................................................................
A. Definisi..........................................................................................................................
D. Klasifikasi......................................................................................................................
E. Etiologi..........................................................................................................................
F. Manifestasi klinis............................................................................................................
G. Patofisiologi...................................................................................................................
H. Komplikasi.....................................................................................................................
I. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................
J. Penatalaksanaan.............................................................................................................
BAB III KONSEP KEPERAWATAN............................................................................................
A. Pengkajian......................................................................................................................
K. Diagnosa Keperawatan..................................................................................................
L. Diagnosa Keperawatan....................................................................................................
BAB IV...........................................................................................................................................
PENUTUP......................................................................................................................................
A. Kesimpulan....................................................................................................................
M. Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali
sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari
tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi
bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi
itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang
pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor.
Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan
(acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan,secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Keluarnya
(bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu
kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Patah tulang di dekat
sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi
sendi yang disebut fraktur dislokasi. Berpindahnya ujung tulang patah, karena
tonus otot, kontraksi cedera dan tarikan Dislokasi adalah terlepasnya
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Dislokasi ?
2. Apa saja Klasifikasi dari Dislokasi ?
3. Apa saja Etiologi dari Dislokasi?
4. Apa saja Manifestasi klinis dari Dislokasi ?
5. Bagaimana Patofisiologi dari Dislokasi ?
6. Apa saja komplikasi dari Dislokasi ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Dislokasi ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Dislokasi ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit Dislokasi ?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan Dislokasi?
2. Dapat mengetahui klasifikasi dari Dislokasi?
3. Dapat mengetahui etiologi dari Dislokasi?
4. Dapat mengetahui manifestasi klinis dari Dislokasi?
5. Dapat mengetahui patofisiologi dari Dislokasi?
6. Dapat mengetahui komplikasi dari Dislokasi?
7. Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang dari Dislokasi ?
8. Dapat mengetahui penatalaksanaan dari Dislokasi ?
9. Dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit
Dislokasi?
BAB II

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Dislokasi sendi merupakan keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk
sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis. Dislokasi ini dapat terjadi pada
komponen tulangnya saja yang bergeser atau seluruh komponen tulang terlepas
dari tempat yang seharusnya.( lubis 2013)
Dislokasi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi. Dislokasi
terjadi bila sendi terlepas dan terpisah., dengan ujung-ujung tulang tidak lagi
menyatu. Bahu, siku, jari, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki merupakan sendi-
sendi yang paling sering mengalami dislokasi.
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis
membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya.
Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu
dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun
menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,
sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
B. Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
2. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor,
infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang
3. Dislokasi traumatic.
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami
stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga
merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan
terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi
2. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral
joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur
yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
Berdasarkan tempat terjadinya :
1. Dislokasi sendi rahang
- Menguap terlalu lebar
- Terkena pukulan keras saat rahang terbuka,akibatnya penderita tidak
dapat menutup mulutnya
2. Dislokasi sendi rahang
- pergeseran kaput humerus dari sendi glenuhumeral berada dianterior
dan medial glenoid (dislokasi anterior,posterior,inferior )
3. Dislokasi sendi siku
- merupakan mekanisme cidera biasanya trejadi pada tangan yang
menyebabkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan jelas siku
berubah bentuk dengan kerusakan tonjolan-tonjolan tulang siku
4. Dislokasi sendi jari
- Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan apabila tidak ditolong dg
segara,sendi tersebut akan menjadi kaku kelak.Sendi jari dapat
mengalami dislokasi kearah telapak tangan dan punggung tangan.
5. Dialokasi sendi Methacarpopalangeal dan interpalangeal
- Dislokasi yang disebabkan karena hiperekstensi ekstensi persendian
6. Dislokasi Panggul
- Bergesernya caput femur dari sendi pamggul berada dianterior dan atas
acetabulum(dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi
anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).
7. Dislokasi Patella
- Paling sering terjadi ke arah lateral.
- Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi
lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan
- Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi
secara bedah.
C. Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan
hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat
bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling
sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak
sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi
3. Terjatuh
a) Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
b) Tidak diketahui
4. Patologis
Terjadinya ‘tear’ ligamen dan kapsul articuler yang merupakan komponen
vital penghubung tulang
Faktor predisposisi (pengaturan posisi)
a) akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
b) Trauma akibat kecelakaan.
c) Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin tentang
tulang
d) Terjadi infeksi disekitar sendi.
D. Manifestasi klinis
1. Nyeri akut
2. Perubahan kontur sendi
3. Perubahan panjang ekstremitas
4. Kehilanggan mobilitas normal
5. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. Gangguan gerakan
7. Kakuan
8. Pembengkakan
9. Deformitas pada persendian
10. Demam

E. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang
berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya
terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi
sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang,
penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi
perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi
sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak melakukan
exercise sebelum olahraga memungkinkan terjadinya dislokasi, dimana cedera
olahraga menyebabkan terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi
sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya
terjadinya kompresi jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek
kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi
normal. Keadaan tersebut dikatakan sebagai dislokasi.

Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang kehati-hatian dalam


melakukan suatu tindakan atau saat berkendara tidak menggunakan helm dan
sabuk pengaman memungkinkan terjadi dislokasi. Trauma kecelakaan dapat
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur
sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya kompres jaringan tulang yang
terdorong ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi
akibatnya tulang berpindah dari posisi normal yang menyebabkan dislokasi.

Dislokasi sendi terjadi ketika tulang bergeser dari posisinya pada sendi.
Subluksasi adlah dislokasi parsial sendi. Dislokasi sendi biasanya terjadi setelah
trauma berat, yang menggangu kemampuan ligamen menahan tulang di
tempatnya. Dislokasi sendi juga dapat terjadi secara kongenital; misalnya, panggul
kadang dijumpai pada bayi baru lahir (displasia perkembangan panggul). Untuk
dislokasi akibat trauma, terdapat nyeri terkait yang nyata, pembengkakan, dan
kehilangan rentang gerak sendi. Kadang-kadang suara letupan dapat terdengar
atau terasa padasaat terjadinya atau selama pemeriksaan fisik; pada pemeriksaan
bayi baru lahir, manipulasi sendi untuk menghasilkan suara atau perasaan
dislokasi digunakan untuk mengdiagnosis kondisi tersebut.

F. Komplikasi
Dini :

1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan
otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot
tesebut.
2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
3) Fraktur disloksi.

Komplikasi lanjut:

1) Kekakuan sendi bahu : Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan


kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.
Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi.
2) Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul
terlepas dari bagian depan leher glenoid.
3) Kelemahan otot.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat menunjang diagnosa adalah sebagai
berikut:
1. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk
membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi
ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan
sendi berwarna putih.
2. CT scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan
komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat
dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar
3 dimensi dimana sendi tidak berada pada tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan
frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif,
sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak)
dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI
ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dislokasi sendi sebagai berikut :
1. Medis
a) Farmakologi
Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik
- Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit
kepala, nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah
agranulositosis. Dosis: sesudah makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul,
anak: sehari 3×1/2 kapsul.
- Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau
sedang, kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri
otot, nyeri setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah
mual, muntah, agranulositosis, aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis awal
500mg lalu 250mg tiap 6 jam.
b) Pembedahan
- Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan
pada pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki
kondisi-kondisi arthritis yang mempengaruhi persendian utama,
pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif minimal dan bedah
penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
meliputi:
1) Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran
tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan
pemajanan tulang yang patah.
2) Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi
dengan skrup, plat, paku dan pin logam.
3) Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu
alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi
tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
2. Non medis
a) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
b) Dengan RICE (rest, ice, compression, elevation)
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
Dengan fokus, meliputi :
1) Umur
Pada pasien lansia terjadi pergeseran tendon tulang
sehingga menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara kurang
normal dan dislokasi cenderung terjadi pada orang dewasa
daripada anak-anak, biasanya klien jatuh dengan keras
dalam keadaan streeth out
2) Pekerjaan
Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh
kecelakaan yang mengakibatkan trauma atau ruda paksa,
biasanya terjadi pada klien yang mempunyai pekerjaan
buruh bangunan. Seperti terjatuh, ataupun kecelakaan di
tempat kerja, kecelakaan industri dan atlet olaraga, seperti
pemain basket, sepak bola dll.
3) Jenis kelamin
dislokasi lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
daripada perempuan karna cenderung dari segi aktivitas
yang berbeda.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
disklokasi yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi,
serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat
memperparah keadaan klien dan menghambat proses
penyembuhan.
d. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita Dislokasi pemeriksan fisik yang diutamakan adalah
nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat
endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
e. Rasa nyaman (nyeri)
Pasien dengan dislokasi biasanya mengeluhkan nyeri pada bagian
dislokasi yang dapat mengganggu kenyamanan klien.
f. Gerak dan aktivitas
Pasien dengan dislokasi dimana sendi tidak berada pada tempatnya
semula harus diimobilisasi. Klien dengan dislokasi pada
ekstremitas dapat mengganggu gerak dan aktivitas klien.
g. Makan minum
Pasien yang mengalami dislokasi terutama pada rahang sehingga
klien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Efeknya bagi
tubuh yaitu ketidakseimbangan  nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh.
h. Rasa aman (ansietas)
Klien dengan dislokasi tentunya mengalami gangguan rasa aman
atau cemas(ansietas) dengan kondisinya.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipervolemia
2. Nyeri Akut
3. Gangguan Mobilitas fisik
4. Hipertemia
5. Gangguan citra tubuh
C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional

Nyeri akut (D.0077) b.d Agen pencedera Tingkat Nyeri Manajemen nyeri
fisk(misalnya, abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur Setelah dilakukan intervensi Observasi
operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) keperawatan selama 3 x 24 jam 1. identifikasi, lokasi,
d.d Mengeluh nyeri, Tampak meringis, maka nyeri akut membaik dengan karakteristik, durasi
Bersikap protektif (misalnya waspada, kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
posisi menghindari nyeri). 1. Keluhan nyeri intensitas nyeri
2. Meringis 2. identifikasi skala nyeri
Kategori: psikologis 3. Sikap protektif Terapeutik
Ket : 1. berikan teknik non
Subkategori: nyeri dan kenyamanan 1. Meningkat farmakologi untuk
2. Cukup meningkat mengurangi rasa nyeri (mis.
Definisi: pengalaman sensorik atau 3. Sedang Teans, hipnosis,akupresur,
emosional yang berkaitan dengan kerusakan 4. Cukup menurun terapi musik, biofeedback,
jaringan actual atau fungsional, dengan 5. Menurun terapi pijat,
omset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang aromaterapi,teknik imajinasi
berlangsung kurang dari 3 bulan. Kontrol Nyeri terbimbing, kompres
Penyebab: hangat/dingin, terapi
1. Agen pencedera fisiologis (misalnya Setelah dilakukan intervensi bermain)
inflamasi, iskemia, neoplasma) keperawatan selama 3 x 24 jam 2. pertimbangkan jenis dan
2. Agen pencedera kimiawi (misalnya maka nyeri akut membaik dengan sumber nyeri dalam
terbakar, bahan kimia iritan) kriteria hasil : pemilihan strategi
3. Agen pencedera fisk(misalnya, 1. Melaporkan nyeri meredakan nyeri
abses, amputasi, terbakar, terpotong, terkontrol Edukasi
mengangkat berat, prosedur operasi, 2. Mampu mengenali onset 1. jelaskan penyebab, periode,
trauma, latihan fisik berlebihan) nyeri dan pemicu nyeri
3. Kemampuan mengenali 2. anjurkan menggunakan
Gejala dan tanda mayor penyebab nyeri analgetik secara tepat
subjektif: Ket : Kolaborasi
1. Mengeluh nyeri 1. Menurun 1. kolaborasi pemberian
Objektif: 2. Cukup menurun analgetik, jika perlu
1. Tampak meringis 3. Sedang
2. Bersikap protektif (misalnya 4. Cukup meningkat Pemberian Analgetik
waspada, posisi menghindari nyeri) 5. meningkat
3. Gelisah Observasi
4. Frekuensi nadi meningkat 1. identifikasi karakteristik
5. Sulit tidur nyeri (misalnya. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
Gejala dan tanda minor 2. monitor tanda-tanda vital
subjektif: sebelum dan sesudah
(tidak tersedia) pemberian analgesik
Objektif: Terapeutik
1. Tekanan darah meningkat 1. diskusikan jenis analgesik
2. Pola nafas berubah yang di sukai untuk
3. Nafsu makan berubah mencapai analgesia optimal,
4. Proses berpikir terganggu jika perlu
5. Menarik diri 2. dokumentasikan respon
6. Berfokus pada diri sendiri terhadap efek analgesik dan
7. Diaphoresis efek yang tidak di inginkan
Edukasi
Kondisi klinis terkait 1. jelaskan efek terapi dan efek
1. Kondisi pembedahan samping obat
2. Cedera traumatis Kolaborasi
3. Infeksi 1. kolaborasi pemberian dosis
4. Sindrom koroner akut dan jenis analgesik, sesuai
5. Glaucoma indikasi

Kompres dingin
Observasi
1. identifikasi kontra indikasi
kompres dingin (mis.
Penurunan sensasi,
penurunan sirkulasi)
2. Periksa suhu alat kompres
Terapeutik
1. Balut alat kompres dingin
dengan kain pelindung jika
perlu
2. Lakukan kompres dingin
pada daerah yang cedera
Edukasi
1. Jelaskan prosedur
penggunaan kompres dingin
2. Ajarkan cara menghindari
kerusakan jaringan akibat
dingin
Kolaborasi
-
Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b. d. Mobilitas fisik Dukungan Ambulasi
Kerusakan integritas struktur tulang,
Kekakuan sendi, Gangguan setelah dilakukan intervensi Observasi
musculoskeletal, Nyeri. d. d. Mengeluh keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi adanya nyeri
sulit menggerakan ekstremitas, Kekuatan maka gangguan mobilitas fisik atau keluhan fisik lainnya
otot menurun, Nyeri saat bergerak, membaik dengan kriteria hasil: 2. Monitor kondisi umum
Enggan melakukan pergerakan, Merasa 1. Nyeri selama melakukan ambulasi
cemas saat bergerak, Sendi kaku, 2. Kelemahan fisik Terapeutik
Gerakan terbatas, Fisik lemah. 3. Gerakan tidak 1. Fasilitasu aktivitas ambulasi
terkoordinasi dengan alat bantu (mis,
Kategori: fisiologis Ket: tongkat, kruk)
1. Menurun 2. Fasilitas melakukan
Subkategori: aktivitas/istrahat 2. Cukup menurun mobilitas fisik, jika oerlu
3. Sedang Edukasi
Definisi: keterbatasan dalam gerakan fisik 4. Cukup meningkat 1. Jelaskan tujuan dan
dari satu atau lebih ekstremitas secara 5. meningkat prosedur ambulasi
mandiri 2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
Penyebab: Kolaborasi
1. Kerusakan integritas struktur tulang -
2. Perubahan metabolism Dukungan mobilitas
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan kendali otot Observasi
5. Penurunan massa otot 1. Identifikasi adanya nyeri
6. Penurunan kekuatan otot atau keluhan fisik lainnya
7. Keterlambatan perkembangan 2. Identifikasi to;eransi fisik
8. Kekakuan sendi melakukan pergerakan
9. Kontraktur Terapeutik
10. Mlnutrisi 1. Fasilitasi aktivitas
11. Gangguan musculoskeletal mobilisasi dengan alat bantu
12. Gangguan neuromuscular (mis. Pagar tempat tidur)
13. Indeks masa tubuh di atas persentil 2. Libatkan keluarga untuk
ke-75 sesuai usia membantu pasien dalam
14. Efek agen farmakologis meingkatkan pergerakan
15. Program pembatan gerak Edukasi
16. Nyeri 1. Jelaskan tujuan dan
17. Kurang terpapar informasi tentang prosedur mobilisasi
aktivitas fisik 2. Anjurkan melakukan
18. Kecemasan mobilisasi dini
19. Gangguan kognitif Kolaborasi
20. Keengganan melakukan pergerakan -
21. Gangguan sensori persepsi
Gejala dan tanda mayor
Subjektif:
1. Mengeluh sulit menggerakan
ekstremitas
Objektif:
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif:
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Objektif:
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
Kondisi klinis terkait
1. Stroke
2. Cedera medulla spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthritis
6. Ostemalasia
7. Keganasan
Hipervolemia (D.0022) b.d. Gangguan Keseimbangan cairan Manajemen Hipervolemia
aliran balik vena d.d Edema anasarka
dan/atau edema perifer. setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 3x24 jam 1. Periksa tanda dan gejala
Kategori: fisiologis maka hipervolemia membaik hipervolemia (mis.
dengan kriteria hasil: Ortopnea, dispenea, edema,
Subkategori: nutrisi dan cairan 1. Edema JVP/CVP meningkat,
2. Asites refleks hepatojugular positif,
Definisi: peningkatan volume cairan 3. Konfusi suara napas tambahan)
intravascular, interstisial, dan/atau 2. Identifikasi penyebab
intrasesluler Ket: hipervolemia
1. Menurun Terapeutik
Penyebab: 2. Cukup menurun 1. Batasi asupan cairan dan
1. Gangguan mekanisme regulasi 3. Sedang garam
2. Kelebihan asupan cairan 4. Cukup meningkat Edukasi
3. Kelebihan asupan natrium 5. Meningkat 1. Ajarkan membatasi cairan
4. Gangguan aliran balik vena Kolaborasi
5. Efek agen farmakologis (misalnya, 1. -
kortikosteroid, chlorpropamide, Pemantauan cairan
tolbutamide, vincristine, Terapeutik
tryptilinescarbamazepine) 1. Identifikasi tanda-tanda
hipervolemia (mis.
Gejala dan tanda mayor Dispnea, edema perifer,
Subjektif: edema anasarka, JVP
1. Ortopnea meningkat, CVP meningkat,
2. Dispnea refleks hepatojugular positif,
3. Paroxysmal nocturnal dyspnea berat badan menurun dalam
(PND) waktu singkat)
Objektif: 2. Identifikasi faktor resiko
1. Edema anasarka dan/atau edema ketidakseimbangan cairan
perifer (mis. Prosedur pembedahan
2. Berat badan meningkat dalam waktu mayor, trauma?pendarahan,
singkat luka bakar, aferesis,
3. Jugular venous pressure (JVP) obstruksi intsetinal,
dan/atau Cental Venous Pressure peradangan pangkreas,
(CVP) meningkat penyakit ginmjal dan
4. Reflex hepatojugular positif kelenjar, disfungsi
Gejala dan tanda minor intestinal)
Subjektif: Terapeutik
(tidak tersedia) 1. Atur waktu interval
Objektif: pemantauan sesuai dengan
1. Distensi vena jugularis kondisi pasien
2. Terdengar suara napas tambahan 2. Dokumentasi hasil
3. Hepatomegali pemantauan
4. Kadar Hb/Ht turun Edukasi
5. Oliguria 1. Jelaskan tujuan dan
6. Intake lebih banyak dari output prosedur pemantauan
(balans cairan positif) 2. Informasikan hasil
7. Kongesti paru pemantauan jika perlu
Kolaborasi
Kondisi klinis terkait : -
1. Penyakit ginjal: gagal ginjal
akut/kronis, sindrom nefrotik
2. Hipoalbuminemia
3. Gagal jantung kongestif
4. Kelainan hormone
5. Penyakit hati (misalnya, sirosis,
asites, kanker hati)
6. Penyakit vena perifer (misalnya,
varises vena, thrombus vena,
phlebitis)
7. Imobilitas

Hipertermia (D.0130) b.d. Respon trauma Termoregulasi Manajemen hipertemia


d.d. Suhu tubuh di atas nilai normal
setelah dilakukan intervensi Observasi
Kategori: lingkungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor suhu tubuh
maka hipertermia membaik 2. Monitor kadar elektrolit
Subkategori: keamanan dan proteksi dengan kriteria hasil: Terapeutik
1. Menggigil 1. Longgarkan atau lepaskan
Definisi: suhu tubuh meningkat diatas 2. Suhu tubuh pakaian
rentang normal tubuh 3. Suhu kulit 2. Basahi dan kipasi
Ket: permukaan tubuh
Penyebab: 1. Meningkat Edukasi
1. Dehidrasi 2. Cukup meningkat 1. Anjurkan tirah baring
2. Terpapar lingkungan panas 3. Sedang Kolaborasi
3. Proses penyakit(misalnya 4. Cukup menurun 1. Kolaborasi pemberian cairan
infeksi,kanker) 5. menurun dan elektrolit intervena jika
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan perlu
suhu lingkungan
5. Peningkatan laju metabolism
6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebihan
8. Penggunaan incubator

Gejala dan tanda mayor


Subjektif:
(tidak tersedia)
Objektif:
1. Suhu tubuh di atas nilai normal
Gejala dan tanda minor
Subjektif:
(tidak tersedia)
Objektif:
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

Kondisi klinis terkait


1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Stroke
4. Dehidrasi
5. Trauma
6. Prematuritas

Gangguan citra tubuh (D.0083) b. d. Citra tubuh Promosi citra tubuh


Perubahan struktur/bentuk tubuh
Observasi
(misalnya, amputasi,trauma, luka bakar, setelah dilakukan intervensi
1. Identifikasi harapan citra
obesitas, jerawat) d.d. Fungsi/struktur keperawatan selama 3x24 jam
tubuh berdasarkan tahap
tubuh berubah/hilang maka gangguan citra tubuh
perkembangan
membaik dengan kriteria hasil:
2. Identifikasi perubahan citra
Kategori: psikologis 1. Verbalisasi perasaan
negative tentang tubuh
Subkategori: integritas ego perubahan tubuh Terapeutik
2. Verbalisasi kekhawatiran 1. Diskusikan perubahan tubuh
Definisi: perubahan persepsi tentang pada penolakan/reaksi dan dungsinya
penampilan, struktur dan fungsi fisik orang lain 2. Diskusikan cara
individu 3. Verbalisasi perubahan mengembangkan harapan
gaya hidup citra tubuh secara realistis
Penyebab: Ket: Edukasi
1. Perubahan struktur/bentuk tubuh 1. Meningkat 1. Jelaskan kepada keluarga
(misalnya, amputasi,trauma, luka 2. Cukup meningkat tentang perawatan
bakar, obesitas, jerawat) 3. Sedang perubahan citra tubuh
2. Perubahan fungsi tubuh (misalnya, 4. Cukup mmenurun 2. Latih fungsi tubuh yang
proses penyakit, kehamilan, 5. menurun dimiliki
kelumpuhan)
3. Perubahan fungsi kognitif
4. Ketidaksesuaian budaya, keyakinan
atau system nilai
5. Transisi perkembangan
6. Gangguan psikososial
7. Efek tindakan/pengobatan (misalnya,
pembedahan, kemoterapi, terapi
radiasi)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif:
1. Mengungkapkan
kecacatan/kehilangan bagian tubuh
Objektif:
1. Kehilangan bagian tubuh
2. Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang
Gejala dan tanda minor
Subjektif:
1. Tidak mau mengungkapkan
kecacatan/kehilangan bagian tubuh
2. Mengungkapkan perasaan negative
tentang perubahan tubuh
3. Mengungkapkan kekhawatiran pada
penolakan/reaksi orang lain
4. Mengungkapkan perubahan gaya
hidup

Objektif:
1. Menyembunyikan/menunjukkan
bagian tubuh secara berlebihan
2. Menghindari melihat dan/atau
menyentuh bagian tubuh
3. Focus berlebihan pada perubahan
tubuh
4. Respon nonverbal pada perubahan
dan persepsi tubuh
5. Focus pada penampilan dan kekuatan
masa lalu
6. Hubungan social berubah

Kondisi klinis terkait :


1. Mastektomi
2. Amputasi
3. Jerawat
4. Perut atau luka bakar yang terlihat
5. Obesitas
6. Hiperpigmentasi pada kehamilan
7. Gangguan psikiatrik
8. Program terapi neoplasma
9. Alopecia chemically induced
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Jadi, dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (mangkuk
sendi). Sebuah sendi yang ligamen- ligamenya pernah dislokasi, biasanya
menjadi kendor. Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami dislokasi
kembali. Apabila dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya
menjadi sulit dan harus di kerjakan dirumah saki semakin awal usaha
pengembalian sendi itu dikejakan, semakin baik penyembuhanya.
4.2 Saran
Kelompok kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya. Dan kelompok kami juga berharap dapat menerima kritik
dan saran dari pembaca yang dapat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
Deni Utami, 2017 MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DISLOKASI pada tanggal 25 semptember 2019. Pukul 19.00 Wita
https://www.academia.edu/11892322/Dislokasi

Elizabeth J. Corwin, PhD, MSN, CNP. 2009. Buku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta :
EGC.

Lubis, N. R., Kasyfi, F. A., Lubis, N. R., & Kasyfi, F. A. (2013). Dislokasi Sendi
Bahu : Epidemiologi Klinis dan Tinjauan Anatomi Shoulder Joint
Dislocation : Clinical Epidemiology and Anatomical Review, 1–10.

Restu diana, 2017 Asuhan Keperawatan Dislokasi Sendi pada tanggal 25


semptember 2019. Pukul 18.00 Wita
https://www.academia.edu/31917669/ASKEP_DISLOKASI_SENDI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai