Anda di halaman 1dari 26

Makalah Asuhan Keperawatan Dislokasi

Disusun Oleh :

1. Rozaq Permana Yudha A H 201211685


2. Salsabilla Putri Khairani 201211686
3. Saznita 201211687
4. Seri Fauziah 201211688
5. Seria Olandia 201211689
6. Shaqira Amanda 201211690
7. Silvi Rahmawati Putri 201211691
8. Silvia Andriani 201211692
9. Silvia Yurent 201211693
10. Tri Nanda Zalika Rahmi 201211695

Dosen Pengampu :
Ns. Mira Andika, M.Kep, Sp. Kep. MB

Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan STIKes MERCUBAKTIJAYA

Tahun Ajaran 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terucap hanya kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya akhirnya kami
dapat menyelesaikan makalah yang membahas mengenai “asuhan keperawatan dislokasi”.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW,
kepada keluarga dan sahabatnya, serta seluruh umat yang senantiasa taat dalam menjalankan
syariatnya.
Kami mengucapkan terima kasih tiada tara kepada seluruh pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.Bila dalam
penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal tidak berkenan bagi pembaca, dengan segala
kerendahan kami, kami mohon maaf yang setulusnya.
Kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah
ini kedepan. Semoga taufik, hidayah dan rahmat senantiasa menyertai kita semua menuju
terciptanya keridhaan Allah SWT.

Padang, 21 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................4
BAB II KONSEP MEDIS................................................................................................5
2.1 Definisi................................................................................................................5
2.2 Klasifikasi...........................................................................................................5
2.3 Etiologi................................................................................................................7
2.4 Manifestasi klinis...............................................................................................8
2.5 Patofisiologi........................................................................................................8
2.6 Komplikasi.........................................................................................................9
2.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................10
2.8 Penatalaksanaan..............................................................................................11
BAB III KONSEP KEPERAWATAN.........................................................................13
3.1 Pengkajian........................................................................................................13
3.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................................14
3.3 Diagnosa Keperawatan...................................................................................16
BAB IV............................................................................................................................34
PENUTUP.......................................................................................................................34
4.1 Kesimpulan......................................................................................................34
4.2 Saran.................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................35
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak
dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi
rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami
dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan
sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet.
Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-
ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehinggaTulang
berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh
faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan,secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Keluarnya (bercerainya) kepala
sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan
pertolongan segera. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan
patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Berpindahnya ujung
tulang patah, karena tonus otot, kontraksi cedera dan tarikan Dislokasi adalah terlepasnya
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Dislokasi ?
b. Apa saja Klasifikasi dari Dislokasi ?
c. Apa saja Etiologi dari Dislokasi?
d. Apa saja Manifestasi klinis dari Dislokasi ?
e. Bagaimana Patofisiologi dari Dislokasi ?
f. Apa saja komplikasi dari Dislokasi ?
g. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Dislokasi ?
h. Bagaimana penatalaksanaan dari Dislokasi ?
i. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit Dislokasi ?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana bentuk asuhan keperawatan dari
Dislokasi
b. Tujuan Khusus
1) Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan Dislokasi.
2) Dapat mengetahui klasifikasi dari Dislokasi.
3) Dapat mengetahui etiologi dari Dislokasi.
4) Dapat mengetahui manifestasi klinis dari Dislokasi.
5) Dapat mengetahui patofisiologi dari Dislokasi.
6) Dapat mengetahui komplikasi dari Dislokasi.
7) Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang dari Dislokasi.
8) Dapat mengetahui penatalaksanaan dari Dislokasi.
9) Dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit
Dislokasi.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. KONSEP PENYAKIT

A. Defenisi Dislokasi

Dislokasi sendi merupakan keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis. Dislokasi ini dapat terjadi pada komponen tulangnya saja yang
bergeser atau seluruh komponen tulang terlepas dari tempat yang seharusnya.( lubis 2013)
Dislokasi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi. Dislokasi terjadi bila sendi
terlepas dan terpisah., dengan ujung-ujung tulang tidak lagi menyatu. Bahu, siku, jari, pinggul,
lutut, dan pergelangan kaki merupakan sendi-sendi yang paling sering mengalami dislokasi.
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat
hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya
kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya.
Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul
(paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga
terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya
menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

B. Anatomi Fisiologi

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus pergerakan.


Komponen utama sistem meskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sitem ini terdiri atas tulang, sendi,
otot rangka, tendon, ligamen, dan jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam :
1. Tulang panjang : misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.Didaerah ini sangat
sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit karena daerah ini merupakan daerah
metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah.
2. Tulang pendek : misalnya tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih : misalnya tulang parietal, iga, skapula dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan : misalnya tulang vertebra.
5. Tulang sesamoid : misalnya tulang patela.
6. Tulang sutura : ada di atap tengkorak.
Histologi Tulang :
1. Tulang imatur : terbentuknya pada perkembangan embrional dan tidak terlihat lagi pada
usia 1 tahun. Tulang imatur mengandung jaringan kolagen.
2. Tulang matur : ada dua jenis, yaitu tulang kortikal (compact bone) dan tulang trabekular
(spongiosa).
Secara histologi, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel, dan
jaringan kolagen.

Fisiologi Sel Tulang


Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel : osteoblas, osteosit,
osteoklas.
1. Osteoblas, membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai
matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi.
2. Osteosit, sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi
melalui tulang yang padat.
3. Osteoklas, sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat
diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel ini
menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah.

Dalam keadaan normal, tulang mengalami pembentukan dan absorpsi pada suatu tingkat
yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak yang lebih banyak terjadi
pembentukan dari pada absorpsi tulang. Proses ini penting untuk fungsi normal tulang.
Keadaan ini membuat tulang dapat berespons terhadap tekanan yang meningkat dan mencegah
terjadi patah tulang.

Bentuk tulang dapat disesuaikan untuk menanggung kekuatan mekanis yang semakin
meningkat. Perubahan membantu mempertahankan kekuatan tulang pada proses penuaan.
Matriks organi yang sudah tua berdegenerasi sehingga membuat tulang relatif menjadi lemah
dan rapuh. Pembentukan tulang yang baru memerlukan matriks organik baru sehingga memberi
tambahan kekuatan pada tulang.

Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Peningkatan kadar hormon paratiroid
mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang,yang menyebabkan kalsium dan
fosfat diabsorpsi dan bergerak memasuki serum. Peningkatan kadar hormon paratiroid secara
perlahan meneyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteklas sehingga terjadi
demineralisasi. Metabaolisme kalsium dan fosfat sangat berkaitan erat. Tulang mengandung
99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh fosfat tubuh.

Vitamin D memengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah besar
dapat menyebabkan absropsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormon paratiroid yang
tinggi. Bila tidak ada vitamin D,hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorpsi tulang.
Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu klasifikasi tulang,antara lain dengan
meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.
Anatomi Sendi

Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih. Tulang-tulang ini dipadukan dengan
berbagai cara,misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Ada 3
tipe sendi sebagai berikut :

1. Sendi fibrosa (sinartrodial),merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Sendi fibrosa tidak
memiliki lapisan tulang rawan. Tulang yang satu dengan tulang lainnya dihubungkan oleh
jaringan penyambung fibrosa.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodia), merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak. Sendi
kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh tulang rawan hialin,
disokong oleh ligamen, dan hanya dapat sedikit bergerak.
3. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas. Sendi
ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi tulang rawan hialin.

Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk
dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak, serta sinovium yang membentuk suatu
kantung yang melapisi seluruh sendi dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi.
Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan
sinovial normalnya bening , tidak membeku, dan tidak berwarna, jumlah yang ditimbulkan
dalam tiap-tiap sendi relatif kecil (1-3ml).

Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe,atau persarafan.
Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh cairan sendi yang membasahi tulang
rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah
cedera atau ketika usia bertambah.beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk
kolagen tipe satu yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan
hidrofiliknya. Perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan kemampuannya untuk
menahan kerusakan bila diberi beban berat.

Aliran darah kesendi banyak yang menuju sinovium. Pembuluh darah mulai masuk melalui
tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan kapiler sangat tebal dibagian sinovium
yang menempel langsung pada ruang sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan didalam
plasma berdifusi dengan mudah kedalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat
menonjol disinovium karena didaerah tersebut banyak mendapat aliran darah dan juga terdapat
banyak sel mast dan sel lain serta zat kimia yang secara dinamis berinteraksi untuk merangsang
dan memperkuat respon peradangan.

Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah yang berdekatan terutama adalah jaringan
penyambung yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua macam sel yang ditemukan
pada jaringan penyambung adalah sel-sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada jaringan
penyambung ( seperti sel mast, sel palsma, limfosit, monosit, dan leukosit polimorfonuklear).

Serat- serat yang terdapat pada substansi dasar adalah kolagen dan elastin. Kolagen dapat
dipecahkan oleh kerja kolagenase. Serat-serat elastin memiliki sifat elastis, serat ini terdapat
dalam ligamen, dinding pembuluh darah besar, dan kulit. Elastin dipecahkan oleh enzim yang
disebut elastase.

C. Patofisiologi & WOC


Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang
mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya
traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit
yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi.
Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah,
perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi
kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.

Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak melakukan exercise sebelum
olahraga memungkinkan terjadinya dislokasi, dimana cedera olahraga menyebabkan terlepasnya
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen.
Keadaan selanjutnya terjadinya kompresi jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga
merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi normal.
Keadaan tersebut dikatakan sebagai dislokasi.

Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang kehati-hatian dalam melakukan suatu
tindakan atau saat berkendara tidak menggunakan helm dan sabuk pengaman memungkinkan
terjadi dislokasi. Trauma kecelakaan dapat kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga
dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya kompres jaringan tulang
yang terdorong ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya
tulang berpindah dari posisi normal yang menyebabkan dislokasi.

Dislokasi sendi terjadi ketika tulang bergeser dari posisinya pada sendi. Subluksasi adlah
dislokasi parsial sendi. Dislokasi sendi biasanya terjadi setelah trauma berat, yang menggangu
kemampuan ligamen menahan tulang di tempatnya. Dislokasi sendi juga dapat terjadi secara
kongenital; misalnya, panggul kadang dijumpai pada bayi baru lahir (displasia perkembangan
panggul). Untuk dislokasi akibat trauma, terdapat nyeri terkait yang nyata, pembengkakan, dan
kehilangan rentang gerak sendi. Kadang-kadang suara letupan dapat terdengar atau terasa padasaat
terjadinya atau selama pemeriksaan fisik; pada pemeriksaan bayi baru lahir, manipulasi sendi untuk
menghasilkan suara atau perasaan dislokasi digunakan untuk mengdiagnosis kondisi tersebut.

PATHWAY DISLOKASI

Etiologi : Cedera akibat olahraga, kecelakaan dan lain-lain


Terlepasnya jaringan kompresi dari kesatuan

Struktur sendi dan ligamen

Penguatan jaringan yang terdorong kedepan

Merobek atau menyebabkan glenoid

teravulasi

Tulang berpindah dari posisi normal


(Dislokasi)

Deformitas Nyeri Akut Perubahan jaringan-


jaringan sekitar sendi

Hambatan Mobilitas
Fisik
Laserasi kulit

Kerusakan Integritas kulit

Resiko Infeksi

D. Etiologi

Dislokasi disebabkan oleh :


1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga
yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket
dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena
secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
3. Terjatuh
a) Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
b) Tidak diketahui

4. Patologis
Terjadinya ‘tear’ ligamen dan kapsul articuler yang merupakan komponen vital
penghubung tulang
Faktor predisposisi (pengaturan posisi)
a) akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
b) Trauma akibat kecelakaan.
c) Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin tentang tulang
d) Terjadi infeksi disekitar sendi.

E. Klasifikasi Penyakit
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
2. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau
osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang
3. Dislokasi traumatic.
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat,
kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi
karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya
dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular.
Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di
sekitar sendi
2. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut
dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada
shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah
tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
Berdasarkan tempat terjadinya :
1. Dislokasi sendi rahang
- Menguap terlalu lebar
- Terkena pukulan keras saat rahang terbuka,akibatnya penderita tidak dapat menutup
mulutnya
2. Dislokasi sendi rahang
- pergeseran kaput humerus dari sendi glenuhumeral berada dianterior dan medial glenoid
(dislokasi anterior,posterior,inferior )
3. Dislokasi sendi siku
- merupakan mekanisme cidera biasanya trejadi pada tangan yang menyebabkan dislokasi
sendi siku ke arah posterior dengan jelas siku berubah bentuk dengan kerusakan
tonjolan-tonjolan tulang siku
4. Dislokasi sendi jari
- Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan apabila tidak ditolong dg segara,sendi
tersebut akan menjadi kaku kelak.Sendi jari dapat mengalami dislokasi kearah telapak
tangan dan punggung tangan.
5. Dialokasi sendi Methacarpopalangeal dan interpalangeal
- Dislokasi yang disebabkan karena hiperekstensi ekstensi persendian
6. Dislokasi Panggul
- Bergesernya caput femur dari sendi pamggul berada dianterior dan atas
acetabulum(dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput
femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).
7. Dislokasi Patella
- Paling sering terjadi ke arah lateral.
- Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella
sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan
- Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.

F. Tanda & Gejala


1. Nyeri
2. Perubahan kontur sendi
3. Perubahan panjang ekstremitas
4. Kehilangan mobilitas normal
5. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. Deformitas
7. Kekakuan
8. Pembengkakan
9. Sensasi kebas
10. Tidak bisa digerakkan

G. Komplikasi
Komplikasi dini :

1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan
mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
3) Fraktur disloksi.

Komplikasi lanjut:

1) Kekakuan sendi bahu : Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu,
terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang
secara otomatis membatasi abduksi.
2) Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid.
3) Kelemahan otot.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dislokasi sendi sebagai berikut :


1. Medis
a) Farmakologi
Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik
- Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala, nyeri pinggang.
Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis. Dosis: sesudah makan, dewasa:
sehari 3×1 kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul.
- Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang, kondisi akut
atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri setelah melahirkan. Efek
samping dari obat ini adalah mual, muntah, agranulositosis, aeukopenia. Dosis:
dewasa; dosis awal 500mg lalu 250mg tiap 6 jam.
b) Pembedahan
- Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan pada
pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki kondisi-kondisi arthritis
yang mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif
minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
meliputi:
1) Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah.
2) Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat,
paku dan pin logam.
3) Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar)
atau melalui pembedahan sendi terbuka.
2. Non medis
a) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika
dislokasi berat.
b) Dengan RICE (rest, ice, compression, elevation)

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat menunjang diagnosa adalah sebagai berikut:
1. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu
menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi ditemukan adanya pergeseran
sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna putih.
2. CT scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan komputer,
sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara 3
dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada pada
tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan frekuensi radio
tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran
tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada
pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Pre Operasi
A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama,
bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan,asuransi golongan darah ,nomor registrasi , tanggal dan jam
masuk rumah sakit, (MRS), dan diagnosis medis. Dengan fokus
,meliputi :

1) Umur , pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang


sehingga menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara kurang normal
dan dislokasi cenderung terjadi pada orang dewasa dari pada anak-
anak , biasanya klien jatuh dengan keras dalam keadaan strecth out.
2) Pekerjaan, Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh
kecelkaan yang mengakibatkan trauma atau ruda paksa, biasaya
terjadi pada klien yang mempunyai pekrjaan buruh bangunan.
Seperti terjatuh , atupun kecelakaan di tempat kerja , kecelakaan
industri dan atlit olahraga, seperti pemain basket , sepak bola dll.
3) Jenis kelamin, Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki –
laki dari pada permpuan karna cenderung dari segi aktivitas yang
berbeda .

b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan,
ekstermitas, nyeri tekan otot, dan deformitas pada daerah trauma,untuk
mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien dapat
menggunakan metode PQRS.

c. Riwayat penyakit sekarang


Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas

,kecelekaan ndicato , dan kecelakaan lain ,seperti jatuh dari pohon atau
bangun, pengkajian yang di dapat meliputi nyeri, paralisis extermitras
bawah, syok.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit,
seperti osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan terjadinya
kelainan, penyakit alinnya seeperti hypertensi, riwayat cedera, diabetes
milittus, penyakit jantung, anemia, obat-obat tertentu yang sering di
guanakan klien, perlu ditanyakan pada keluarga klien .
e. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
Kaji bagaimana pola interaksi klien terhadap orang – orang
disekitarnya seperti hubungannya dengan keluarga, teman dekat,
dokter, maupun dengan perawat.

2. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien
pemekrisaan fisik sangat berguna untuk mendukung pengkajian anamnesis
sebaiknya dilakukan persistem B1-B6 dengan ndic pemeriksaan B3( brain
) dan B6 (bone)

a. Keadaan Umum
Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran ,periksa adanya perubahan tanda-tanda vital ,yang
meliputi brikardia, hipotensi dan tanda-tanda ndicator syok.

1. B3 ( brain)
a) Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah
kompos mentis.
b) Pemeriksaan fungsi selebral
Status mental : Observasi penampilan ,tingkah laku gaya bicara,
ekspresi wajah aktivitas ndicat klien.

c) Pemeriksaan saraf kranial.


d) Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs
achiles menghilang dan refleks patela biasanya meleamh karna
otot hamstring melemah
2. B6 (Bone)
a) Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga
mengompresi sekrum gejala gangguan motorik juga sesuai
dengan distribusi segmental dan saraf yang terken.
b) Look, pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya
pendarahan ,pembengkakakn dan deformitas
c) Fell, kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan
palpasi pada ramus dan simfisi fubis.
d) Move, disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan
dan kelumpuhan pada daerah ekstermitas.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera fisik (misalnya mengangkat
berat dan olahraga berlebihan).
2. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal,
kaku sendi dan pergerakan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan dislokasi.
4. Resiko Infeksi
C. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLK SIK
I I
1. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri :
dengan agens cedera fisik keperawatan selama 3x24
Observasi
(misalnya mengangkat jam maka di harapkan
berat dan olahraga nyeri berkurang/terkontrol -identifikasi lokasi,
berlebihan). dengan ndicator : karakteristik,durasi,
frekuensi,kualitas,intensitas
1. Pasien dapat mengenali
nyeri
kapan nyeri terjadi.
2. Pasien -identifikasi skala nyeri
dapat menggambarkan
ndica penyebab nyeri. -identifikasi respons nyeri
3. Pasien non verbal
dapat menggunakan -identifikasi ndica yang
tindakan pencegahan. memperberat kan dan
4. Menggunakan analgesic memperingan nyeri
yang
direkomendasikan. -identifikasi pengetahuan dan
5. Pasien keyakinan tentang nyeri
melaporkan nyerinya
-identifikasi pengaruh budaya
terkontrol.
terhadap respon nyeri

-identifikasi pengaruh nyeri


pada kualitas hidup

- monitor keberhasilan terapi


komplementer yang sudah di
berikan

- monitor efek samping


penggunaan analgetik

Terapeutik

-berikan teknik non


farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

-kontrlo lingkungan yg
memperberat rasa nyeri

-fasilitasi istirahat dan tidur

-pertimbangkan jenis dan


sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi

-jelaskan penyebab periode


dan pemicu nyeri

-jelaskan strategi meredakan


nyeri

-anjurkan monitor nyeri


mandiri

-anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat

-ajarkan teknik non


farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

-kolaborasi pemberian
analgetik,jika perlu

2. Hambatan Mobilitas Setelah dilakukan tindakan Teknin latihan penguatan


Fisik keperawatan selama 3x24 sendi
berhubungan dengan jam maka di harapkan
Observasi
Gangguan ndicatorletal, bergerak dengan baik
kaku sendi dan pergerakan. dengan ndicator: -identifikasi keterbatasan
fungsi dan gerak sendi
1. Keseimbangan baik.
2. Cara berjalan baik. -monitor lokasi dan sifat
3. Gerakan otot aktif. ketidaknyamanan atau rasa
4. Gerakan sendi baik. sakit selama
5. Berjalan dg baik gerakan/aktivitas

Terapeutik

-lakukan pengendalian nyeri


sebelum memulai latihan

-berikan posisi tubuh optimal


untuk gerakan sendi pasif
atau aktif

-fasilitasi menyusun jadwal


latihan rentang gerak aktif
maupun pasif

-fasilitasi gerak sendi teratur


dalam batas-batas rasa sakit,
ketahanan,dan mobilitas
sendi

-berikan penguatan positif


untuk melakukan latihan
bersama

Edukasi

-jelaskan KPD
pasien/keluarga tujuan dan
rencana latihan bersama

-anjurkan duduk ditempat


tidur,disisi tempat tidur,
(menjuntal),atau dikursi
sesuai toleransi

-ajarkan melakukan latihan


rentang gerak aktif dan pasif
secara sistematis

-anjurkan memvisualisasikan
gerak tubuh sebelum
memulai gerakan

-anjurkan ambulasi,sesuai
toleransi

Kolaborasi

-kolaborasi dengan
fisioterapi dalam
mengembangkan dan
melaksanakan program
latihan
3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
integritas kulit keperawatan selama 3x24 Observasi:
berhubungan jam maka diharapkan dapat -identifikasi penyebab
dengan dislokasi. menunjukkan peningkatkan gangguan integritas kulit
(mis; perubahan sirkulasi,
penyembuhan dan perubahan status nutrisi,
penurunan kelembapan, suhu
komplikasi dengan lingkungan ekstrim,
indicator : penurunan mobilitas)
Terapeutik:
1. Tidak terdapat ruam
-ubah posisi tiap 2 jam tirah
kulit setempat (local) baring
2. Tidak terdapat rasa -Lakukan pemijatan pada
gatal setempat (local) area penonjolan tulang, jika
perlu
3. Tidak
-bersihkan perinela dengan
terdapat peningkatan air hangat, terutama selama
periode diare
suhu kulit setempat
(local) -gunakan produk berbahan
petroleum atau minyak pada
4. Tidak terdapat lecet kulit kering
pada kulit - gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitive
- hinndari produk berbahan
dasar alcohol pada kulit
kering
Edukasi:
-anjurkan menggunakan
pelembab
-anjurkan minum air yang
cukup
-Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
-anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
-anjurkan menghindari
terpapas suhu ekstrim
-anjurkan menggunakan
tabir surya spf minimal 30
saat berada diluar rumah
-anjurkan mandi
menggunakan sabun
secukupnya
4. Risiko Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
infeksi tindakan keperawatan Observasi:
selama 3x24 jam, -monitor tanda dan gejala
infeksi local dan sistemik
diharapkan status
imunitas meningkat Terapeutik:
-batasi jumlah pengunjung
dengan kriteria hasil: -berikan perawatan kulit
pada area edema
1. Integritas kulit normal -cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
2. Suhu tubuh dalam
pasien dan lingkungan
batas normal pasien
-pertahankan teknik aseptic
3. Skrining untuk
pada pasien beresiko tinggi
infeksi bejalan
Edukasi:
dengan baik.
-jelaskan tanda dan gejala
infeksi
-ajarkan mencuci tangan
dengan benar
-ajarkan etik batuk
-ajarkan cara memeriksa
Kondisi luka atau luka
operasi
-anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
-anjurkan meningkatkan
asupan cairan

Kalaborasi:
-kalaborasi pemberian
imunisasi,jika perlu
3. LAMPIRAN

A. DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/434603421/Askep

https://id.scribd.com/document/336159080/Anatomi-Dan-Fisiologi-Dislokasi-Hip

https://pdfcoffee.com/askep-dislokasi-13-pdf-free.html

Anda mungkin juga menyukai