Anda di halaman 1dari 16

DISLOKASI

DISUSUN
OLEH:
ZHADELLA R. ABDULLAH 2119001
ASMAWATY YUSUF 2119032
YOHAN FRIYANTO DESA 2119025
HASFIANA ANENE 2119031
DOMINIKUS MAGHU ATE 2119028

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

GEMA INSAN AKADEMIK

MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Atas bimbingan dan pertolongannya sehingga makalah ini dapat tersusun
dengan berdasarkan berbagai sumber pengetahuan yang bertujuan untuk membantu
proses belajar mengajar mahasiswa agar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Sehingga dapat di terbitkan sesuai dengan yang di harapkan dan dapat di jadikan
pedoman dalam melaksanakan kegiatan keperawatandan sebagai panduan
dalam melaksanakan makalah dengan judul “DISLOKASI”
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.............................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................
C. TUJUAN MASALAH............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS................................................................................................
a. Pengertian dislokasi....................................................................................
b. Etiologi dislokasi..........................................................................................
c. Klasifikasi dislokasi......................................................................................
d. Patofisiologi dislokasi..................................................................................
e. Manifestasi dilokasi.....................................................................................
f. Penatalaksanaan dislokasi...........................................................................
g. Komplikasi dislokasi....................................................................................
h. Patoflowdiagram.........................................................................................
A. KONSEP KEPERAWATAN...................................................................................
a. Pengkajian keperawatan.............................................................................
b. Diagnosa keperawatan................................................................................
c. Intervensi keperawatan..............................................................................
BAB III PENUTUP
A. KESEIMPULAN...................................................................................................
B. SARAN..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dislokasi pada Proxymal interphalanx (PIP) merupakan cedera yang umum terjadi,
khususnya pada atlit. Insidensi meningkat pada dewasa dengan rentan usia 40-44 tahun dan
lansia pada usia 90 tahun. Kasus terbanyak juga terjadi pada lelaki dari pada perempuan
dengan perbandingan 2,9:1 dan terjadi pada sendi PIP (10% dari semua dislokasi). Dislokasi
biasanya disebabkan karena faktor fisik yang memaksa sendi untuk bergerak lebih dari
jangkauan normalnya, yang menyebabkan kegagalan tekanan, baik pada komponen tulang
sendi, ligamen dan kapsula fibrous, atau pada tulang maupun jaringan lunak.

Cedera yang sering terjadi pada atlet adalah sprain yaitu cedera pada sendi yang
mengakibatkan robekan pada ligament. Sprain terjadi karena adanya tekanan yang
berlebihan dan mendadak pada sendi, atau karena penggunaan berlebihan yang berulang-
ulang. Sprain ringan biasanya disertai hematom dengan sebagian serabut ligament putus,
sedangkan pada sprain sedang terjadi efusi cairan yang menyebabkan bengkak. Pada sprain
berat, seluruh serabut ligamen putus sehingga tidak dapat digerakkan seperti biasa dengan
rasa nyeri hebat, pembengkakan dan adanya darah dalam sendi.

Dislokasi sendi juga sering terjadi pada olahragawan yaitu terpelesetnya bonggol sendi
dari tempatnya. Apabila sebuah sendi pernah mengalami dislokasi, maka ligament pada
sendi tersebut akan kendor, sehingga sendi tersebut mudah mengalami dislokasi kembali
(dislokasi habitualis). Penanganan yang dapat dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah
segera menarik persendian tersebut dengansumbumemanjang.(Setiawan, 2011) Etiologi
dislokasi pada 60% kasus disebabkan oleh trauma akibat jatuh, kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan rumah tangga, kekerasan, dan penyebab lain seperti membuka mulut yang
berlebihan saat menguap, tertawa, bernyanyi, membuka mulut berkepanjangan dari
prosedur lisan dan THT, membuka mulut secara kuat dari prosedur anestesi dan endoskopi
memberikan kontribusi sekitar 40%.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari dislokasi ?


2. Apa etiologi atau penyebab terjadinya dislokasi?
3. Apa saja manifestasi klinis dari dislokasi?
4. Bagaimana patofisiologi atau perjalanan sehingga terjadi dislokasi?
5. Apa saja klasifikasi dari dislokasi?
6. Apa saja penatalaksanaan yang dilakukan pada dislokasi?
7. Apa saja komplikasi yang akan terjadi dari dislokasi?
8. Apa konsep keperawatan dari dislokasi ?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian dari dislokasi


2. Untuk mengetahui penyebab dari terjadinya dilokasi
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dislokasi
4. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya dislokasi
5. Untuk mengetahui klasifikasi atau jenis dari dislokasi
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien yang mengalami
dislokasi
7. Untuk mengetahui komplikasi yang akan terjadi dari dislokasi
8. Untuk mengetahui konsep keperaatan dislokasi
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS

a. Pengertian Dislokasi

Dislokasi adalah suatu keadaan ketika permukaan sendi tulang tidak dalam hubungan
antomis atau keluarnya kepala sendi dari mangkuk sendi. Hal ini merupakan kejadian
kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera. Sublukasi merupakan defisisasi hubungan
normal antara tulang rawan satu dengan yang lainnya atau dislokasi parisial permukaan sendi.

Dislokasi sendi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang yang membentuk
sendi tak lagi dalam hubungan anatomis.kasar tulang “lepas dari sendi”. Sublukasi adalah
dislokasi persial permukaan persendian. Dislokasi traumatik adalah kedaruratan ortopedi,
karena struktur sendi yang terlibat, pasokan darah, dan saraf rusak susunannya dan mengalami
stres berat. Bila dislokasi tidak ditangani segera dapat terjadi nekrosis avaskular (kematian
jaringan akibat anoksia dan hilangnya pasokan darah).

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini
dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser terlepasnya seluruh komponen tulang
dari tulang yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengakutupkan
mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahanya terlepas dari
tempatnya. Dengan kata lain : sendi rahanya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan ialah dislokasi sendi bahu dan sendi
pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain
macet, juga terasa nyeri.
b. Etiologi Dislokasi

Dislokasi disebabkan oleh:

1. Cedera olahraga Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan
hoki, serta olahraga yang berisiko jatuh misalnya: terperosok akibat bermain ski, senam,
voli. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada
tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga Benturan keras pada sendi saat
kecelakan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
 Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
 Tidak diketahui
 Factor predisposisi ( pengaturan posisi )
 Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
 Trauma akibat kecelakaan
 Trauma akibat pembedahan ortopedi ( ilmu yang mempelajari tentang tulang)
 Terjadi infeksi disekitar sendi

c. Klasifikasi Dislokasi
Dislokasi dapat di klasifikasikan sebagaiberikut :
1. Dislokasi congenital Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sendi. Misalnya tumor,
infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang
3. Dislokasi traumatic Kedaruratan aurtopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
menglami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan).Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan di sekelilingnya dan mungkin juga merusak strukur sendi, saraf dan
vaskuler. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

Berdasakan tipe kliniknya di bagi :

1. Dislokasi akut Umumnya terjadi pada sholder, elbaw dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembekakan di sekitar sendi.
2. Dislokasi berulang Jika suatu trauma dislokasi pada sendi di ikuti oleh frukuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi showlder joint dan patella femoral joint. Dislokasi biasanya sering di
kaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang
yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontaksi otot dan tarikan.
Berdasarkan tipe lokasinya dibagi :

1. Dislokasi sendi siku


Dislokasi sendi siku merupakan dislokasi sendi humeroulnal dan humeroradial.
Biasanya terjadi dislokasi fragmen distal ke posterior dan lateral terhadap fragmen
proksimal. Dislokasi ini terjadi karena trauma tidak langsung, benturan pada tangan dan
lengan bawah dengan siku dalam posisi ekstensi disertai sedikit fleksi dan lengan atas
terdorong kea rah volar dan medial.Pada pemeriksaan klinis di dapati bengkak, nyeri
spontan, nyeri sumbu, dan gerakan abnormal sangat terbatas pada posisi kurang lebih
30º. Pada pemeriksaan dari dorsal siku, di dapati perubahan pada segitiga sama kaki
yang di bentuk oleh olecranon, epikondilus lateral, dan epikondilus medial. Segitiga yang
normalnya sama kaki berubah menjadi segitiga tidak sama kaki. Pada dislokasi ini
penting di nilai keadaan saraf tepid an vaskularisasi. Dislokasi siku ini dapat
menyebabkan robeknya ligament yang mempertahankan stabilitas sendi siku dan ini
mempengaruhi cara pengobatannya. Bila tidak terjadi inhibilitas, setelah reposisi dapat
dimulai imobilisasi selama tiga minggu dalam gips sebelum mobilisasi.
2. Luksasi kaput radius
Luksasi kaput radius yang di sebut “siku tarik” dapat terjadi karena siku ditarik
sehingga kaput di tarik lepas dari lingkaran ligamentum. Hal ini terjadi pada anak yang
jatuh ditarik oleh orang tuanya atau pengasuhnya. Gejalanya berupa nyeri dan
gangguan ekstensi, fleksi, pronasi, dan supinasi. Diagnosis menjadi jelas dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Reposisi dilakukan seperti pada gambar perast di buat pada siku
fleksi dengan tekanan di arah sumbu supinasi, dan reposisi kaput kearah ulnar.
3. Dislokasi sendi panggul traumatic
Sendi panggul dapat terdislokasi ke posterior atau anterior dengan atau tanpa
fraktur pinggir asetabulum. Dapat pula terjadi dislokasi sentral dengan fraktur
asetabulum. Asetabulum merupakan mangkuk yang agak dalam dengan bibir dorsal dan
ventral serta atap agak tinggi sehingga dapat patah sewaktu kaput femur dikelurkan
dengan paksa.
Dislokasi posterior terjadi sebagai akibat trauma panggul pada posisi fleksi dan
aduksi. Pada posisi ini, tekanan disalurkan melalui lutut sepanjang femur, misalnya
trauma benturan dengan panil (rangka) depan mobil akibat tabrakan mobil frontal, atau
jatuh dari ketinggian dengan lutut fleksi. Tekanan ini dapat membuat kaput fremur
melerak ke posterior melewati bibr belakang asetabulum dan terjadilah dislokasi
posterior. Femur yang terkena berada dalam posisi fleksi, aduksi, dan rotasi intern
dengan tungkai tampak lebih pendek. Biasanya di sertai dengan akibat spasme otot
sekitar panggul. Kaput femur terletak di kraniodorsal asetabulum. Penanganan dislokasi
merupakan tindakan darurat karena reposisi yang dilaksanakan segera mungin dapat
encegah nekrosis avaskuler kaput femur. Makin lambat reposisi di laksanakan, makin
tinggi kejadian nekrosis avaskuler. Reposisi tertutp dilakukan dengan tarian ke ventral
dan kaudal tungkai dalam posisi fleksi dan rotasi ekstern.Tarikan dapat juga oleh berat
kakinya sendiri dengan meletakkan penderita terkurap dengan tungkai yang tengkurap
dengan tungkai yang terdislokasi di biarkan jatuh di sisi di tempat tidurnya. Relaksai otot
dan berat kaki kea rah ventral secara perlahan-lahan dapat mereduksi dislokasi
tersebut. Pascareposisi penderita distirahatkan dalam traksi selama 6-8 minggu untuk
mengurangi tekanan pada kaput femur.Setelah itu penderita tidak boleh menumpukan
berat badan selama 6-8 minggu. Pada fraktur dislokasi pecahan bibir posterior
asetabulum ini dapat mengganggu nervous iskiadikus.Bila frgamen ini kecil, biasanya
dapat kembali dengan roposisis tertutup, tetapi bila disertai gangguan nervous
iskiadikus, panggul harus di eksplorasi dan fragmen di kembalikan dan di sekrup.
Selain lesi pada nervous iskiadikus yang terjadi pada saat trauma nekrosis
avaskuler yang terjadi 1-2 tahun pasca trauma, komplikasi lain pada dilokasi posterior
adalah arthrosis degeneratife yang timbul setelah bertahun-tahun pascatrauma.
Dislokasi anterior jarang terjadi.Klinis didapati sendi panggul dalam posisi aksorotasi,
ekstensi, dan abduksi dengan tungkai memendek.

4. Dislokasi panggul
 Dislokasi posterior jenis luksasi iliaka. Kedudukan tungkai fleksi, endorotasi, abduksi dan
“tungkai bawah memendek”
 Dislokasi posterior jenis luksasi ikiadikus dengan fleksi, endorotasi, dan aduksi lebih jelas
dari pada luksasi iliaka
 Dislokasi anterior suprabupik jarang ditemukan. Kedudukan tingkai bawah fleksi ringan,
eksorotasi, abduksi, dan pemendekan tungkai yang bersangkutan
 Dislokasi anterior obturatoria juga jarang di dapatkan. Kedudukan tingkai bawah seperti
pada luksasi supraubik tetapi jauh lebih jelas
 Luksasi (perubahan letak) posterior panggul traumatic kanan lama ; penderita yang
berumur 13 tahun jatuh dari pohon enam tahun lalu

5. Dislokasi lutut
Ruda paksa berat pada lutut, misalnya akibat kecelakaan lalu lintas, dapat
merobek keempat ligament utama yaitu, kedua ligament kolateral dan kedua ligament
krusiatum, dan menyebabkan dislokasi sendi.Tidak jarang terjadi obstruksi arteri
poplitea dengan akibat gangguan vaskularisasi di daerah distal dan cedera nervous
poroneus. Reposisi segera dilakukan untuk mencegah cedera areri dan saraf yang lebih
besar. Setelah itu dikerjakan tinddak bedah untuk memperbaiki ligament yang rusak.
Apabila setelah resposisi masih didapati gejala kerusakan arteri, perlu segera dilakukan
ekspolarasi untuk merepasi kerusakan arteri tersebut di imobilisasi dalam gips selama
tiga sampai empat minggu.

d. Patofisiologi Dislokasi

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan humerus terdorong kedepan. Merobek
kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadangkadang bagian postero lateral kaput
hancur. Walau jarang proses usakromium dapat mengungkit out kebawah dan menimbulkan
luksasi oerekta (dengan tangan mengarah lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput
keposisi dibawah karakoit.

e. Manifestasi Klinis Dislokasi

Nyeri terasa hebat, pasien menyongkong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan
menerima pemeriksaan apa saja garis gambar lateral bahu dapat rata dan kalau pasien tak
terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat dibawah klavikula.

 Nyeri
 Perubahan kontur sendi
 Perubahan panjang ekstermitas
 Kehilangan mobilitas normal
 Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
 Deformitas
 Kekakuan

f. Penatalaksanaan Dislokasi

1. Sendi yang terkena di imobilisasi saat klien dipindahkan


2. Dislokasi direduksi atau direposisi
3. Di imobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi sampai posisi stabil
4. Kompreses selama 20-30 menit secara intermiten selama 24 jam
5. Ektremi tadi tinggikan setinggi jantung untuk mengontrol pembekakan dan memberi
istirahat.
6. Setelah reduksi, lakukan gerakan aktif lembut, 3-4 kali/hari
7. Tingkatkan kenyamanan 8. Lindungi sendi selam penyembuhan
8. Pembedahan dilakukan jika terdapat robekan

g. Kompliksi Dislokasi
1. Komplikasi dini

 Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid
dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tersebut.
 Cedera pembuluh darah : arteri aksila dapat rusak.
 Fraktur dislokasi

2. Komplikasi lanjut

 Kekakuan sendi bahu : immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekauan sendi
bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi
lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
 Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrung glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid.
 Kelemahan otot

h. Patoflowdiagram
Trauma

Dislokasi pada sendi


Infeksi dari penyakit lain Kelainan kongenital

Trauma joint dislacation

Deformasi tulang

Gangguan bentuk dan pergerakan

Kesulitan dalam menggerakan Rasa tidak nyaman karena


sendi inflamasi

Gangguan mobilitas fisik Nyeri Tidak nafsu makan

Informasi tidak adekuat Ketidaknyaman Nutrisi kurang dari kebutuhan


kurang pajanan pengetahuan akibat bentuk yang tubuh
tidak normal

Kurang pengetahuan
Pengungkapan secara verbal
merasa malu, cemas dan takut
tidak terima

Gangguan citra tubuh


Keterlambatan
pertumbuhan dan
perkembangan anak
B. KONSEP KEPERAWATAN

a. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang secara sistematis data
dikumpulkan dan di evaluasi untuk menentukan status kesehatan klien. Tahap ini merupakan
dasar dalam mengidentifikasi kebutuhan keperawatan klien. Pengkajian yang akurat, sistematis
dan kontinu akan membantu menentukan tahapan selanjutnya dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk


mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang klien, dan membuat
catatan tentang respons kesehatan klien. Dengan demikian hasil pengkajian sangat mendukung
untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien dengan baik dan tepat.

1. Indentitias Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register,
tanggal MRS, diagnose medis.
2. Riwayat penyakit sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menetukan sebab dari
dislokasi yang nantinya membantu membuat rencana tindakan terhadap klien.Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit.
3. Riwayat penyakit dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi,
serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memparah keadaan klien
dan menghambat proses penyembuhan.
4. Pemeriksaan fisik Pada penderita dislokasi pemeriksaan fisik yang diutamakan adalah nyeri,
deformitas, fungsiolesa, misalnya : bahu tidak dapat tendorotasi pada dislokasi pada
interior bahu.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan tahap selanjutnya pada proses keperawatan yang


dilakukan setelah pengkajian. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan
rencana tindakan asuhan keperawatan. Dokumentasi diagnosa keperawatan perlu diperhatikan
karena diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan perencanaan keperawatan,
oleh karena itu diagnosa keperawatan ini harus terdokumentasi dengan baik.

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau


masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau
potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan
asuhan keperawatan. Diagnosis keperawatan sejalan dengan diagnosis medis sebab dalam
mengumpulkan datadata saat melakukan pengkajian keperawatan yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosa keperawatan ditinjau dari keadaan penyakit dalam diagnosa medis.
Diagnosa Keperawatan pada Dislokasi :

1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan


2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri pada saat
mobilisasi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/ absorpsi nutrient
yang diperlukan untuk pembentukan sel darahmerah.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentag penyakit
5. Ganggun body image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk
tubuh

c. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan merupakan tahap pada proses keperawatan yang dilakukan


setelah penegakan Diagnosa Keperawatan Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian
kegiatan penentuan langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan tujuan,
rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pda pasien/klien berdasarkan analisis data
dan diagnosa keperawatan.

Perencanaan merupakan pengembangan dari strategi untuk mencegah, mengurangi


atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Pada tahap
ini perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan
meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan
penentuan langkahlangkah pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan tujuan, rencana
tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pada pasien/klien berdasarkan analisis data dan
diagnosa keperawatan

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari data dan fakta yang telah dipaparkan di atas maka kelompok kami dapat menyimpulkan bahwa
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya [dari mangkuk sendi]. Sebuah sendi yang ligamen-ligamennya pernah mengalami dislokasi,
biasanya menjadi kendor. Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila
dislokasi itu disertai juga patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus dikerjakan di rumah
sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan, semakin baik penyembuhannya.

B. Saran

Kelompok kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Kelompok kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna,
maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan sebagai bahan evaluasi
untuk pembuatan makalah kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, D. et al. (2019) ‘Open dislocation proxymal interphalanx digiti v manus dextra’, 1(2), pp.
118–121. Ghofur, Y. O. dan A. (2016) Dokumentasi Keperawatan. Jakarta Selatan: Pusdik SDM
Kesehatan. Mohamad, K. (2005) Pertolongan Pertama. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Rosyidi, K.
(2013) Muskuloskeletal. Edited by T. Ismail. Jakarta: CV. TRANS INFO MEDIA. Septadina, I. S. (2015)
‘Prinsip Penatalaksanaan Dislokasi Sendi Temporomandibular’, (1), pp. 61–66. Setiawan, A. (2011)
‘Faktor Timbulnya Cedera Olahraga’, 1. Suratun, Heryati, S. M. dan E. R. (2008) Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal: Seri Asuhan Keperawatan. Edited by M. Ester. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wahid, A. (2013) Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: CV. TRANS
INFO MEDIA.

Anda mungkin juga menyukai