Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat, Taufik, Hidayah serta
Inayah-Nya kepada Kami, sehingga kami memiliki kesempatan untuk dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan sepenuhnya kepada baginda
Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliah ke zaman
islamiah yang modern seperti saat ini. Dan juga kepada keluarganya, Sahabat, Tabi’in,
Tabi’it-tabi’in seta para pengikut-pengikutnya hingga akhir kiamat nanti.
Ucapkan terimakasih, penulis ucapkan kepada Ibu Dosen Pembimbing serta teman-
teman yang telah membantu dalam penyelesaian makalah yang membahas tentang
“Dislokasi”.
Demikian makalah ini disusun, penulis menyadari bahwa di dalam penulis makalah
ini banyak sekali kekurangan, akan tetapi penulis berharap dengan dibuatnya makalah ini
dapat memberikan manfa’at serta pengetahuan untuk semuanya. Aamiin
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dislokasi sangat penting dikuasai oleh tenaga medis terutama para profesional yang
berkecimpung dalam dunia kedokteran. Dislokasi adalah keadaan di mana tulang-tulang yang
membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Dislokasi
ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen
tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat
mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi terjadi saat ligamen memberikan jalan se demikian rupa sehingga tulang
berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor
penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital). Dalam
kehidupan sehari-hari, persendian dapat mengalami gangguan. Gangguan sendi ini dapat
berupa proses keradangan karena infeksi, imunologis, proses degenerasi, maupun trauma.
Trauma pada sendi sering disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
Kontusio sendi, biasa terjadi karena suatu benturan.
Joint strain, terjadi karena trauma kecil yang terjadi berulang – ulang.
Joint sprain/keseleo, terjadi karena adanya robekan mikroskopis dari ligament atau
kapsul sendi yang tidak menggangu kestabilan.
Ruptur ligamen
Dislokasi
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari dislokasi?
2. Apa saja gejala dari dislokasi?
3. Apa saja tanda-tanda dari dislokasi?
4. Bagaimana Penanganan Medis?
5. Apa saja komplikasi dari dislokasi?
6. Apa saja penyakit dari dislokasi?
7. Bagaimana Penanganan Fisioterapi?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Dislokasi
Dislokasi persendian adalah suatu kondisi dimana posisi tulang pada tubuh tidak berada
ditempat yang tepat. (Pearce EC, 2000).
Dislokasi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi.Dislokasi terjadi bila
sendi terlepas dan terpisah, dengan ujung ujung tulang tidak lagi menyatu. Bahu, siku, jari,
pinggul, lutut, dan pergelangan kaki merupakan sendi sendi yang paling sering mengalami
dislokasi. (Thygerson A, dkk, 2011).
Dislokasi adalah terlepasnya sebuah sendi dari tempat yang seharusnya.Seseorang yang
tidak dapat mengatupkan mulut, adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya.
Dengan kata lain sendi rahangnya terlepas atau mengalami dislokasi. (Mohamad kartono,
1975).
Dislokasi adalah pergeseran permukaan articular suatu sendi sehingga aposisi
hilang.Sendi harus diistirahatkan dan diimobilisasi hingga jaringan lunak sembuh, dan pada
beberapa kasus, sendi mungkin perlu pemulihan terbuka. (Brooker Chris,EGC).
Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang membentuk
persendian terhadap tulang lain. (Sjamsuhidajat,2011. Buku Ajar lImu Bedah, edisi
3,Halaman 1046).
Dislokasi sendi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang yang membentuk
sendi tak lagi dalam hubungan anatomis. (Brunner & Suddart, 2002, KMB, edisi 8, vol
3,Halaman 2355).
Dislokasi sendi adalah fragmen frakrtur saling terpisah dan menimbulkan
deformitas.(Kowalak, 2011, Buku Ajar Patofisiologi, Halaman 404).
B. Klasifikasi
Klasifikasi dislokasi menurut penyebabnya (Brunner & Suddart, 2002, KMB, edisi 8,
vol 3,Halaman 2356) adalah:
1. Dislokasi congenital, terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, paling sering
terlihat pada pinggul.
2
2. Dislokasi spontan atau patologik, akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang
yang berkurang
3. Dislokasi traumatic, kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,
syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya (Brunner & Suddart, 2002, KMB, edisi 8, vol
3,Halaman 2356)dapat dibagi menjadi :
1. Dislokasi Akut, Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut
dan pembengkakan di sekitar sendi
2. Dislokasi Berulang. Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi
dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya
sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya
ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan
tarikan.
3
6. Dislokasi Panggul. Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan
atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan
caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).
7. Dislokasi Patella. Paling sering terjadi ke arah lateral, reduksi dicapai dengan
memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan
lutut perlahan-lahan.Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi
secara bedah.
C. Gejala Dislokasi
Gejala-gejala umum dari dislokasi adalah:
1. Tulang terlihat tidak pada tempatnya
2. Bengkak dan diskolorasi
3. Nyeri saat Anda bergerak
4. Mati rasa atau kesemutan sekitar area yang terdislokasi
5. Tidak dapat bergerak
D. Tanda-tanda Dislokasi
1. Dislokasi sendi rahang
Terjadi karena menguap atau tertawa terlalu lebar, terkena pukulan keras ketika
rahang sedang terbuka.
Penatalakasanaan :
Rahang ditekan kebawah dengan mempergunakan ibu jari yang sudah dilindungi
balutan
Ibu jari tersebut diletakkan pada geraham paling belakang
Tekanan tersebut harus mantap tetapi pelan-pelan bersamaan dengan penekanan
jari-jari yang lain mengangkat dagu penderita keatas
Tindakan dikatakan berhasil bila rahang tersebut menutup dengan cepat dan keras
Untuk beberapa saat penderita tidak boleh membuka mulut lebar
4
Kontur bahu hilang, bongkol sendi tidak teraba pada tempatnya
E. Penatalakasanaan Medis
Penanganan medis secepatnya adalah solusi untuk dislokasi persendian. Obat
penghilang rasa sakit juga dapat diberikan selama penanganan medis. (Davies K, 2007).
1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika
dislokasi berat.
RICE
a. R : Rest (istrirahat)
b. I : Ice (kompres dengan es)
c. C : Compression (kompresi/pemasangan balut tekan)
d. E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)
2. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
3. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar
tetap dalam posisi stabil.
4. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4x sehari
yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
5. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
F. Penatalaksanaan Fisioterapi
1. Infra Red
Infra Red adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang lebih
panjang dari gelombang cahaya tampak, radiasi infra merah memiliki jangkauan tiga
order dan memiliki panjang gelombang antara 700 nm dan 1mm. Menurut Singh (2005)
panjang gelombang maka IR dapat diklasifikan menjadi:
a. Gelombang panjang (non-penetrating)Panjang gelombang diatas 12.000 A-
150.000 A,
5
b. Gelombang pendek antara 7.700-12.000. Tujuan pemberian terapi panas dengan IR
adalah :
1) mengurangi rasa sakit,
2) mengurangi spasme otot,
3) meningkatkan peredaran darah superficial.
2. Massage
Menurut Priyonoadi & Graha (2012) Massage berasal dari bahasa arab “maas”
yang berarti menyentuh atau meraba. Massage diambil dari bahasa Francis. Dalam
bahasa indonesia disebut pijet atau mengurut. Massage dapat diartikan pijat yang
telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu tentang tubuh manusia. Dapat pula
didefinisikan dengan gerakan-gerakan tangan yang mekanis terhadap tubuh manusia
dengan mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan dan manipulasi. Teknik
massage dapat dibagi menjadi :
a) Efflurage
tujuannya membantu meningkatkan aliran darah dan getah bening serta dapat
mengundurkan otot (relaksasi).
b) pertissage
manfaatnya :
meremaskan otot dari kotoran, mengurangi ketegangan, dan mengeluarkan
racun serta kelelahan dari dalam tubuh.
Mempersiapkan tubuh untuk pemijatan yang lebih mendalam seperti pijat
dengan teknik menggesek (frection).
Melepaskan simpul ketegangan.
Meregangkan dan melonggarkan urat dan jaringan penghubung (fascia).
Merangsang sirkulasi pada daerah tertentu.
c) Friction
Fungsinya :
Mengurangi oedema (penimbunan air)
Meregangkan dan melepaskan simpul ketegangan
Membebaskan pengapuran disekitar daerah persendian, misalnya pada
encok.
Merangsang saluran pencernaan dan usus besar
6
Mengobati rasa sakit yang sering terjadi dari cabang-cabang sistem.
3. Terapi Latihan
Menurut Kisner & Colby (2007) terapi latihan adalah salah satu cara
mempercepat penyembuhan dari suatu injuri/penyakit tertentu yang pernah mengubah
cara hidupnya yang normal. Terapi latihan adalah suatu usaha pengobatan dalam
fisioterapi yang dalam pelaksanannya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh
baik secara aktif maupun pasif. Tujuan terapi latihan:
a. Memajukan aktifitas penderita dimana bilaman perlu,
b. Memperbaiki otot-otot yang tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak
sendi yang normal tanpa memperlambat usaha mencapai gerakan yang
berfungsi dn efisien,
c. Memajukan kemampuan penderita yang telah ada untuk dapat mengembalikan ke
aktivitas normal. Adapun tujuan dari terapi latihan adalah mencegah gangguan
fungsi, mengembangkan, memperbaiki, mengembalikan dan memelihara:
1) Kekuatan otot
2) Daya tahan dan kebugaran kardiovaskuler
3) Mobility dan flexibility
4) Stabilitas
5) Rileksasi
6) Koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional
Setelah melalui proses konprehenshif tujuan terapi latihan berguna untuk:
1) Indentifikasi problem pasien
2) Keterbatasan fungsi
3) Jenis gangguan
G. Komplikasi
1. Komplikasi dini
a. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
b. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
c. Fraktur disloksi
7
2. Komplikasi lanjut
a. Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi
bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi
lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi
b. Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau
c. Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
d. Kelemahan otot
H. Macam-Macam Dislokasi
1. Dislokasi Sendi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera
sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah
telapak tangan atau punggung tangan.
Penatalaksanaan:
Jari yang cedera dengan tarikan yang cukup kuat tapi tidak disentakkan. Sambil
menarik, sendi yang terpeleset ditekan dengan ibu jari dan telunjuk. Akan terasa bahwa
sendi itu kembali ke tempat asalnya. Setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara
waktu ibu jari yang sakit itu dibidai. Untuk membidai dalam kedudukan setengah
melingkar seolah – olah membentuk huruf O dengan ibu jari. (7,9)
8
Gambar Dislokasi radius
9
yang terdiri atas tiga persendian dan satu hubungan muskular ini terjadi gerakan ke
segala arah di gelang bahu. Dislokasi regio bahu (sendi glenohumoral) merupakan 50 %
kasus dari semua dislokasi. 80 % dari dislokasi regio bahu ini adalah tipe dislokasi bahu
anterior. Stabilitas sendi bahu tergantung dari otot - otot dan kapsul tendon yang
mengitari sendi bahu. Sedangkan hubungan antara kepala humerus dengan cekungan
glenoid terlalu dangkal. Oleh karena itu pada sendi glenohumoral sering terjadi
dislokasi, baik akibat trauma maupun pada saat serangan epilepsi. Melihat lokasi kaput
humeri terhadap glenoidalis, dislokasi paling sering ke arah anterior dan lebih jarang ke
arah posterior. Pada waktu terjadinya dislokasi yang pertama mengalami kerusakan
atau avulasi dari fibrocarltilage antara kapsul sendi dengan glenoidalis di bagian
anterior dan inferior. Dengan adanya robekan tadi, maka sendi bahu akan mudah
mengalami dislokasi ulang bila mengalami cedera lagi. Hal ini disebut sebagai
recurrent dislokasi.
Tanda-tanda korban yang mengalami Dislokasi sendi bahu yaitu:
Sendi bahu tidak dapat digerakakkan
Korban mengendong tangan yang sakit dengan yang lain
Korban tidak bisa memegang bahu yang berlawanan
Kontur bahu hilang, bongkol sendi tidak teraba pada tempatnya
Dislokasi Acromioclavicularis
Kekuatan sendi akromioklavikular disebabkan oleh simpai sendi dan ligament
korakoklavikular. Dislokasi sendi akromioklavikular tanpa disertai rupturnya ligament
korakoklavikuar, biasanya tidak menyebabkan dislokasi fragmen distal ke cranial dan
dapat diterapi secara konservatif dengan mitela yang disertai latihan dan gerakan otot
10
bahu. Bila tidak berhasil atau adanya robekan ligament korakoklavikula kadang
dilakukan operasi reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna.
Dislokasi Sternoclavicular
Dislokasi sternoklavikular ini jarang terjadi dan bisa terjadi akibat trauma
langsung klavikula kearah dorsal yang menyebabkan dislokasi posterior atau
retrosternal. Atau bisa terjadi akibat tumbukan pada bagian depan bahu sehingga bagian
medial dari klavikula tertarik kearah depan dan menyebabkan lepasnya sendi
sternoklavikular kearah anterior. Pengobatan konserfatif dengan reposisi dan
imobilisasi bisa berhasil dan bila gagal perlu dilakukan operasi. Yang terpenting ialah
latihan otot supaya tidak terjadi hipotrofik pada otot bahu.
11
a) Dislokasi bahu anterior
Sering terjadi pada usia dewasa muda, kecelakaan lalu lintas ataupun cedera
olah raga. Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan rotasi
ekstern (puntiran keluar) dan ekstensi sendi bahu. Posisi lengan atas dalam posisi
abduksi. Kaput humerus didorong ke depan dan menimbulkan avulsi simpai sendi
bagian bawah dan kartilago beserta periosteum labrum glenoidalis bagian anterior.
Lesi ini disebut bankart lesion. Karena terjadi robekan kapsul, kepala humerus
akan keluar dari cekungan glenoid ke arah depan dan medial, kebanyakan tertahan
di bawah coracoideus. Mekanisme lain terjadinya disloksi adalah trauma langsung.
Pederita jatuh, pundak bagian belakang terbentur lantai atau tanah. Gaya akan
mendorong permukaan belakang humerus bagian proksimal ke depan.
Pemeriksaan penunjang
Dengan pembuatan X – ray foto, umumnya dengan proyeksi AP sudah dapat
terdiagnosis adanya dislokasi sendi bahu.
12
Gambar X – ray foto dislokasi bahu anterior
Penatalaksanaan
Keadaan ini memerlukan reposisi segera. Ada beberapa indikasi untuk
melakukan reposisi, yaitu : tidak adanya fraktur, tidak adanya defisit neurologi.
Oleh karena itu sebelum melakukan reposisi sebaiknya dilakukan beberapa
pemeriksaaan
1. Nervus axillary : 8% terjadi kelumpuhan
- innervasi m. Deltoideus : tidak di tes
- Sensoris: dibawah m. Deltoideus
2. Nervus Radialis: extensi tangan
3. Artery brachialis: denyut nadi radialis
13
Terdapat 3 cara untuk mereposisi dislokasi bahu anterior, yaitu :
1. Cara Stimson
Cara ini mudah dan tidak memerlukan anestesia. Penderita tidur
tengkurang di atas meja, lengan yang cedera dibiarkan tergelantung ke bawah.
Lengan diberi beban seberat 5 – 7 ½ kg. Pada saat otot bahu dalam keadaan
relaksasi, diharapkan terjadi reposisi akibat berat lengan yang tergantung di
samping tempat tidur tersebut. Hal ini dilakukan selama 20 – 25 menit.
2. Cara Hippocrates
Bila cara stimson gagal maka dilakukan cara hippocrates. Penderita tidur
terlentang di atas meja, lengan penderita pada sisi yang sakit ditarik ke distal,
posisi lengan sedikit abduksi. Sementara itu kaki penolong ditekankan ke
aksila untuk mengungkit kaput humerus ke arah lateral dan posterior. Setelah
reposisi, bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan penyangga ke
dada selama paling sedikit 3 minggu.
14
3. Cara Kocher
Penderita ditidurkan di atas meja. Penolong melakukan gerakan yang
dapat dibagi dalam 4 tahap.
Tahap pertama, dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas ke
arah distal
Tahap kedua, dilakukan gerakan eksorotasi dari sendi bahu
Tahap ketiga, melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu
Tahap ke empat, melakukan gerakan endorotasi sendi bahu.
Setelah tereposisi sendi bahu difiksasi dengan dada, dengan verband dan
lengan bawah digantung dengan sling. Immobilisasi cukup 3 minggu. Cara ini
paling sering dilakukan di klinik.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi dislokasi bahu anterior, yaitu :
Cedera plexus brachialis dan n. Axillaris yang menyebabkan kumpulnya m.
deltoid sehingga bahu tidak dapat diangkat abduksi
Robeknya muskulus tendineus cuff (cuff rotator)
Patah tulang humerus
Rekurrens dislokasi bahu anterior
15
Hal ini disebabkan terjadinya celah robekan fibrocartilago di daerah bannkart yang
menetap. Trauma yang ringan saja seperti mengenakan baju atau menutup jendela
akan terjadi posisi abduksi dan eksternal rotasi yang akan mengakibatkan dislokasi
kembali. Kalau terjadi lebih dari 3 x, dianjurkan untuk dilakukan operasi. Metode
operasi yang dipakai yaitu, Bristow, Bannkart, dan Putti plat. Tujuan dari operasi
ini untuk melakukan rekonstruksi struktur bagian anterior sendi.
Klinis:
Sangat sakit di daerah bahu. Posisi lengan dalam kedudukan adduksi dan
internal rotasi. Terdapat penonjolan kaput di daerah posterior.
Pemeriksaan Radiologi:
Proyeksi AP kadang sulit dilihat, Kalau perlu dilakukan proyeksi aksial.
Penatalaksanaan:
Keadaan ini memerlukan reposisi tertutup segera alam narkosis umum
dengan melakukan rotasi ekstern pada bahu dan kaput humerus didorong ke
0
depan. Setelah reposisi, dipasang gips spika bahu dalam posisi abduksi 30
selama 3 minggu. (3,7)
16
b. Dislokasi bahu inferior (Luxatio Erecta)
Kaput humerus terperangkap dibawah kavitas glenoidale sehingga
terkunci dalam posisi abduksi. Karena robekan kapsul sendi lebih kecil
dibanding kepala humerus, maka sangat susah kepala humerus ditarik keluar,
hal ini disebut sebagai “efek lubang kancing (Button hole effect)”
Penatalaksanaan:
Lakukan traksi berlawanan dengan arah dislokasi. Awalnya lakukan
tarikan ke arah dislokasi, yaitu ke arah atas, lanjutkan tarikan semakin lama
semakin ke bawah (counter abduksi), dan akhirnya arahkan lengan ke sisi
penderita.
17
pada sisi yang cedera lebih pendek daripada sisi yang normal. Lututnya bersandar pada
paha yang berlawanan dan trokantor mayor dan pantat menonjol secara abnormal.
Dislokasi hip joint adalah suatu kejadian/peristiwa menyakitkan di mana
komponen peluru/bola/caput humeri tulang paha keluar dari tempatnya/acetabulum.
Sehingga penderita mengalami rasa nyeri, karena caput humeri bergerak/bekerja bukan
pada tempatnya lagi.
Epidemiologi:
Ras bukan merupakan faktor risiko untuk dislokasi hip. Dislokasi Hip lebih
sering terjadi pada laki-laki muda dari pada orang yang karena cedera yang
berhubungan dengan perilaku berisiko. Hip dislokasi akibat cedera traumatik (terutama
MVCs) lebih umum pada mereka yang lebih muda dari 35 tahun dibandingkan orang
tua. Hip dislokasi akibat jatuh lebih umum pada mereka dari 65 tahun lebih tua.
Pemeriksaan fisik:
Seperti halnya korban trauma besar, penilaian jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi sangat penting primer. Selama survei sekunder, pemeriksaan dari korset
panggul dan pinggul adalah wajib. Pemeriksaan harus terdiri dari inspeksi, palpasi,
aktif / pasif rentang gerak, dan pemeriksaan neurovaskular.
- Inspeksi: Dalam prakteknya, ini penampilan dapat diubah dengan adanya dislokasi
atau fraktur-kelainan tulang lainnya
Posterior: hip adalah tertekuk, terputar ke dalam , dan adduksi.
Anterior: hip tertekuk minimal, terputar ke luar dan abduksi
- Palpasi: Meraba panggul dan ekstremitas bawah untuk cacat tulang-langkah kotor
atau off. Dalam sebuah dislokasi hip anterior, kadang-kadang pada femoralis teraba
hematoma. Hal ini menunjukkan cedera vaskular.
- Range of motion: Pasien dengan dislokasi hip memiliki jangkauan sangat terbatas
gerak. Mengevaluasi apa pasien dapat dilakukan dengan nyaman. Jangan paksa
melakukan berbagai gerakan pada pasien yang tidak bisa mentolerir manipulasi
normal,. Rentang nyeri gerak hampir tidak termasuk dislokasi hip.
18
Tanda-tanda cedera saraf femoralis adalah sebagai berikut:
Hilangnya sensasi atas paha
Kelemahan dari paha depan
Kehilangan DTRs di lutut
Anatomi Fisiologi:
Tulang pelvis adalah penghubung antara badan dan anggota bawah yaitu tulang
sakrum dan koksigeus bersendi antara satu dengan yang lainnya.
Pada simfasis pubis pelvis terbagi atas 2 bagian :
1. Pelvis mayor atau rongga panggul besar.
2. Pelvis minor atau rongga panggul kecil
19
Di antara ke 2 rongga tersebut dibatasi oleh garis tepi atau linea terminalis.
Sendi–sendi pelvis antara lain : sendi sakro iliaka adalah sendi antara ilium yang
disebut aurikuler dan kedua sisi sakrum, gerakan ini sangat sedikit karena ligamennya
sangat kuat menyatukan permukaan sendi sehingga membatasi gerakan ke seluruh
jurusan.
Patofisiologi :
Dislokasi panggul paling sering dialami oleh dewasa muda dan biasanya
diakibatkan oleh abdukasi, ekstensi dan ekstra traumatik yang berlebihan. Contohnya
posisi melempar bola berlebihan. Caput humeri biasanya bergeser ke anterior dan
inferior melalui robekan traumatik pada kapsul sendi panggul.
Faktor yang sering menyebabkan resiko dislocation hip joint adalah:
Pelvis yang mempunyai peluru/bola/caput yang kecil dengan diameter 22 mm, dan
peluru/bola/caput yang memiliki leher/collum yang tebal.
20
Pemeriksaan pada penderita dislokasi posterior hip joint akan menunjukkan
tanda yang abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan
sedikit fleksi, internal rotasi dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena
kaput femur terkunci pada bagian posterior asetabulum. Salah satu bagian
pemeriksaan adalah memeriksa kemampuan sensorik dan motorik extremitas
bawah dari bagian bawah hingga ke panggul yang mengalami dislokasi, karena
kurangnya kepekaan saraf pada panggul merupakan suatu komplikasi masalah
yang tidak lazim pada kasus dislokasi hip joint. Dislokasi panggul posterior biasa
disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada axis longitudinal pada femur saat femur
dalam keadaan fleksi 90o dan sedikit adduksi.
Gejala klinis
Pemeriksaan pada penderita dislokasi panggul posterior akan menunjukkan
tanda yang abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan
sedikit fleksi, internal rotasi dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena
kaput femur terkunci pada bagian posterior asetabulum.
21
Tipe I : dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil.
Tipe II : dislokasi dengan fragmen tulang yang besar pada bagian posterior
asetabulum.
Tipe III : dislokasi dengan fraktur bibir asetabulum yang komunitif.
Tipe IV : dislokasi dengan fraktur dasar asetabulum.
Tipe V : dislokasi dengan fraktur kaput femur.
Pada kasus yang jelas, diagnosis mudah dilakukan : kaki pendek, adduksi,
rotasi internal dan sedikit fleksi. Tetapi kalau salah satu tulang panjang mengalami
fraktur, biasanya femur, cedera panggul dengan mudah dapat terlewat. Pedoman
yang terbaik adalah memotret pelvis dengan sinar X pada tiap kasus cedera yang
berat, dan pada fraktur femur, pemeriksaan sinar X harus mencakup panggul.
Tungkai bawah harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda cedera
saraf ischiadikus. Pada foto anteroposterior kaput femoris terlihat di luar
mangkuknya dan di atas asetabulum. Segmen atap asetabular atau kaput femoris
mungkin telah patah dan bergeser; foto oblik berguna untuk menunjukkan ukuran
fragmen itu. Kalau fraktur ditemukan, fragmen tulang yang lain (yang mungkin
perlu dibuang) harus dicurigai. CT scan adalah cara terbaik untuk menunjukkan
fraktur asetabulum atau setiap fragmen tulang. Keadaan dislokasi panggul
merupakan tindakan darurat karena reposisi yang dilaksanakan segera mungkin
dapat mencegah nekrosis avaskuler kaput femur. Makin lambat reposisi
dilaksanakan makin tinggi kejadian nekrosis avaskuler. Reposisi tertutup dilakukan
dengan pembiusan umum menurut beberapa cara : metode Bigelow, metode
Stimson, dan metode Allis. Metode Allis merupakan metode yang lebih mudah.
Pemeriksaan
Salah satu bagian pemeriksaan adalah memeriksa kemampuan sensorik dan
motorik extremitas bawah dari bagian bawah hingga ke panggul yang mengalami
dislokasi, karena kurangnya kepekaan saraf pada panggul merupakan suatu
komplikasi masalah yang tidak lazim pada kasus dislokasi panggul. Pemeriksaan
penunjang dengan pembuatan X – ray foto, umumnya dengan proyeksi AP.
22
Gambar 16. X – ray foto dislokasi panggul posterior
Penatalaksanaan :
Terapi untuk mengembalikan keadaan ini ada dua cara :
1. Metode Allis : penderita dalam posisi terlentang di lantai, pembantu menahan
panggul dan menekannya. Ahli bedah melakukan fleksi pada lutut sebesar 900
dan tungkai diadduksi ringan dan rotasi medial. Lengan bawah ditempatkan
dibawah lutut dan dilakukan traksi vertikal dan kaput femur diangkat dari
bagian posterior asetabulum. Panggul dan lutut diekstensikan secara hati-hati.
Syarat terpenting dalam melakukan reposisi adalah sesegera mungkin dan
dilakukan dengan pembiusan umum disertai relaksasi yang cukup. Pada tipe II
setelah reposisi maka fragmen yang besar difiksasi dengan screw secara
operasi. Pada tipe III biasanya dilakukan reduksi tertutup dan apabila ada
fragmen yang terjebak dalam asetabulum dikeluarkan melalui tindakan
operasi. Tipe IV dan V juga dilakukan reduksi secara tertutup dan apabila
bagian fragmen yang lepas tidak tereposisi maka harus direposisi dengan
operasi. Pasca reposisi dilakukan traksi kulit selama 4-6 minggu, setelah itu
tidak menginjakkan kaki dengan jalan mempergunakan tongkat selama 3
bulan.
2. The Bigelow Maneuver : Tempatkan penderita di lantai (telentang). Amati
(dislokasi) secara cermat dan suruh seorang asisten mendorongnya ke
anterosuperior pada SIAS. Fleksikan lutut penderita dan panggulnya, dan
rotasikan tungkainya pada posisi netral. Tarik tungkainya ke atas secara terus-
menerus dengan lembut. Saat masih dilakukan traksi (penarikan) sesuai arah
femur, rendahkan tungkainya ke lantai. Reduksi biasanya jelas dirasakan tetapi
23
perlu didukung dengan sinar-X. Jika metode tersebut gagal mereduksi
dislokasi, minta asisten meneruskan penekanan secara kuat pada SIAS.
Dengan lutut sebagian difleksikan, tarik tungkai sesuai dengan deformitas.
Fleksikan panggul perlahan hingga 90o dan rotasikan secara lembut ke internal
dan eksternal untuk melepaskan kaput dari struktur-struktur yang menahannya.
Kembalikan kaput pada tempatnya dengan rotasi interna dan eksterna lebih
lanjut, atau rotasi eksterna dan ekstensi. Bila masih terpengaruh anestesi,
periksa lutut, apakah terdapat ruptur ligamentum cruciatum posterior.
24
a) Jika reduksi stabil, pelaksanaan bergantung pada pergerakannya, apakah
menimbulkan sakit atau tidak. Jika tidak menimbulkan rasa sakit, maka
tidak diperlukan traksi, karena itu lakukan pergerakan aktif di tempat tdur
dan setelah 10 hari penderita diberi tongkat ketiak dengan menahan beban
berat parsial. Jika pergerakan menimbulkan nyeri, lakukan traksi ekstensi
hingga nyeri hilang, lalu berdirikan dengan tongkat ketiak, dilanjutkan
dengan menahan beban berat parsial sampai penuh.
b) Jika reduksi tidak stabil, sehingga kaput femur keluar dari asetabulum,
maka lakukan pemeriksaan sinar-X. Jika hasilnya menunjukkan satu
potongan tulang besar patah dari pinggir asetabulum, maka rujuk untuk
perbaikan. Sebaliknya, lakukan traksi ekstensi dengan pen tibia. Jika
reduksi dapat dikontrol, lanjutkan untuk menggunakan sekurang-
kurangnya 6 minggu.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi dislokasi panggul posterior, yaitu
Lesi n. Ischiadicus
Nekrosis avaskuler terjadi 1 -2 tahun pasca trauma
Artrosis degeneratif
Komplikasi dapat berupa komplikasi dini yaitu kerusakan nervus skiatik,
kerusakan pada kaput femur, kerusakan pada pembuluh darah, dan fraktur diafisis
femur. Komplikasi lanjut dapat berupa nekrosis avaskuler, miositis osifikans,
osteoartritis.
.
b. Dislokasi panggul anterior
Pada cedera ini pederita biasanya terjatuh dari suatu tempat tinggi dan
menggeserkan kaput femur di depan asetabulum. Pemeriksaan dislokasi anterior,
kaki dibaringkan eksorotasi dan seringkali agak fleksi. Dalam posisi adduksi tapi
tidak dalam posisi menyilang. Penderita tidak dapat bergerak fleksi secara aktif
ketika dalam keadaan dislokasi. Kaput femur jelas berada di depan triangle femur.
(3,7)
25
Gejala klinis dan Pemeriksaan:
Pemeriksaan dislokasi panggul anterior, kaki dibaringkan eksorotasi dan
seringkali agak fleksi. Dalam posisi adduksi tapi tidak dalam posisi menyilang.
Penderita tidak dapat bergerak fleksi secara aktif ketika dalam keadaan dislokasi.
Kaput femur jelas berada di depan triangle femur. (3,7)
Penatalaksanaan:
Terapi dilakukan dengan membaringkan penderita di lantai, dan lakukan
anestasi seperti pada penanganan dislokasi panggul posterior. Dengan melakukan
pengamatan secara cermat, suruh seorang asisten menarik pelvisnya dengan kuat
sepanjang manuver pada SIAS. Pegang tungkai penderita dan bengkokkan panggul
dan lutut sampai 90o. Rotasikan tungkainya ke posisi netral. Hal ini akan
mengubah dislokasi panggul anterior menjadi posterior. Tarik tungkai penderita
terus menerus ke atas agar dapat mengangkat kaput femur ke dalam asetabulum.
(3,7,8)
26
c. Dislokasi panggul central / obturator
Dislokasi obturator ini sangat jarang ditemukan. Dislokasi obturator
disebabkan karena gerakan abduksi yang berlebih (hiper-abduksi) dari panggul
yang normal yang disebabkan karena trokantor mayor bergerak berlawanan dengan
pelvis untuk mengungkit kaput femur keluar dari asetabulum.
Penatalaksanaan:
Terapi pada dislokasi obturator, yang terjadi akibat sobeknya capsul inferior,
adalah sangat memungkinkan untuk mengubah dislokasi ini menjadi dislokasi
panggul anterior maupun posterior, dan kemudian dapat direduksi dengan cara
yang tepat. Bagaimanapun juga traksi abduksi pada tungkai dengan traksi yang
berlawanan dengan pelvis sangat diperlukan. Berikan tekanan kuat, lalu letakkan
pada sisi medial kaput femur dengan melakukan sedikit gerakan internal dan
eksternal rotasi. Adduksikan ke posisi normal. Selama kaput femur yang
mengalami dislokasi tidak bergerak ke arah yang dapat mengganggu suplay darah,
penderita dapat mulai berjalan dengan tongkat ketiak tanpa beban pada tungkainya
setelah beristirahat di tempat tidur selama beberapa hari. Penderita harus berjalan
dengan tongkat ketiak selama 6 minggu dan melakukan pemeriksaan dengan sinar-
X dengan interval 2 sampai 3 bulan untuk tahun pertama dan 6 bulan untuk tahun
kedua. Kemungkinan terjadi avascular necrosis sangat kecil karena arah dislokasi
ini. (3,7)
27
Gambar dislokasi hip kongenital
Anatomi
Dalam dislokasi pinggul, bola pada bagian atas tulang paha (femoralis
kepala) tidak duduk aman di soket (acetabulum) dari sendi pinggul. Sekitarnya
ligamen juga dapat lepas dan meregang. Bola dapat lepas dalam soket atau benar-
benar luar itu. (3,6)
Penyebab
Penyebab masalah ini masih belum diketahui. (3,6)
Gejala
Pada dislokasi bawaan, tanda awal mungkin "mengklik" suara saat kaki bayi
yang baru lahir didorong terpisah. Jika kondisi itu terus terdeteksi pada tahap bayi,
akhirnya kaki yang terkena akan tampak lebih pendek dari yang lain, kulit di
lipatan paha akan muncul tidak merata, dan anak akan memiliki fleksibilitas lebih
pada sisi yang terkena. Ketika ia mulai berjalan, ia mungkin akan lemas, berjalan
kaki, atau "goyangan" seperti bebek. (3,6)
Diagnosa
Pemeriksaan fisik dengan teliti bayi yang baru lahir biasanya mendeteksi
dislokasi hip. Pada bayi yang lebih tua dan anak-anak, hip-sinar x dapat
mengkonfirmasikan diagnosis.(3,6)
28
Pengobatan
Pengobatan dislokasi tergantung pada usia anak. Dalam atau sangat muda
bayi baru lahir, misalnya, perangkat lunak disebut posisi memanfaatkan Pavlik
akan menjaga tulang pinggul dalam soket dan merangsang pengembangan pinggul
normal. Jika metode tidak bekerja, tulang pinggul sering dapat mendorong kembali
ke tempatnya pada anak berumur 6 bulan sampai 2 tahun. Prosedur, disebut reduksi
tertutup, dilakukan di bawah anestesi. Jika reduksi tertutup gagal untuk
memperbaiki masalah, operasi terbuka untuk reposisi hip mungkin diperlukan.
Setelah anak adalah lebih dari 2 tahun, ditutup. Mengikuti baik atau membuka
prosedur tertutup, anak akan memakai cor dan / atau kawat gigi selama beberapa
bulan. Ini akan membantu menjaga tulang pinggul di soket sementara
menyembuhkan. Anak-anak sangat mungkin mengalami penundaan sebelum
berjalan karena para pemain. Meskipun perbedaan panjang kaki mungkin tetap,
pengobatan awal pinggul bawaan dislokasi hip joint dapat mempromosikan fungsi
normal dan akhirnya izin gaya hidup aktif. (3,6)
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dislokasi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi.Dislokasi terjadi bila
sendi terlepas dan terpisah, dengan ujung ujung tulang tidak lagi menyatu. Bahu, siku, jari,
pinggul, lutut, dan pergelangan kaki merupakan sendi sendi yang paling sering mengalami
dislokasi. (Thygerson A, dkk, 2011)
Diagnosa dislokasi dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis. Dalam menghadapi kasus dislokasi, kita harus mengetahui macam
dislokasi, komplikasi, dan penanganannya. Ada beberapa macam terapi untuk menangani
kasus dislokasi, hal ini disesuaikan dengan indikasi dari terapinya.
B. Saran
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu,
kami mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat
berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta
2. Cole, Warren H and Zollinger Robert M. Textbook of Surgery, Ninth Edition. New York:
Meredith Corporation.
3. Salter Robert bruce. 1999. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal
System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins.
4. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta:
PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).
5. Reksoprojo, S.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara. Jakarta
6. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit Buku
Kedoktern EGC. Jakarta
7. Appley A Graham & Salomon Louis, 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem, Edisi
ketujuh, cetakan pertama. Jakarta : Widya Medika.
8. Greene, Walter B, Netter’s Orthopaedics, North Carolina,
9. Weinsterin Stuart L, Turek’s Orthopaedics, Lippincot Wililiams & Wilkins.
10. Shwartz Seymor I. Principles of Surgery, fifth edition. New York, McGraw-Hill,
Information Services Company.
31