Anda di halaman 1dari 35

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ”Asuhan
Keperawatan Dewasa pada Sistem Muskuskoletal dengan Penyakit Dislokasi”. Salam serta
salawat penulis peruntukkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah menjadi panutan
umat manusia.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok dari
dosen pengampu Ibu Nusyamsi, S.Kep, Ns, M.Kep pada mata kuliah Keperawatan Dewasa
Sistem Muskuloskoletal. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang topik makalah yang diberikan oleh dosen bagi para pembaca dan penulis.

Kami mengucapkan banyak terima kasih dalam pembuatan makalah ini dan Ibu dosen,
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum mencapai kesempurnaan, sehingga kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Tanete, 03 November 2023

Kelompok VIII

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………….……..…………………..…………..…………..………….i

Daftar Isi………….…..….………..…………..…………..…………..…………...........ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………..…………..…………..…………………..…………..1
B. Rumusan Masalah………..…………..…………..…………………..………….1
C. Tujuan Penulisan…………..…………..………….……..…………..……..........2
D. Manfaat Penulisan……..…………..………….……..…………..……................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis pada Penyakit Dislokasi.……….………............................3


B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dewasa…....................................................8
C. Tren dan Issue dan Terapi Komplementer Kasus
Dislokasi……………………..20
D. Peran dan Fungsi
Perawat……………………………………………………….24

AB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………..…………..…………..…………..……..………………27
B. Saran…………..…..…………..…………..…………..………………………..27

DAFTAR PUSTAKA 28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu kondisi medis yang disebut dislokasi sendi adalah ketika ujung dua tulang
yang membentuk sendi terpisah dari posisi normalnya. Ini dapat terjadi pada berbagai
sendi tubuh, seperti bahu, pinggul, lutut, pergelangan tangan, dan lainnya. Cedera
traumatis, seperti jatuh atau kecelakaan, adalah penyebab utama dislokasi sendi. Namun,
dalam beberapa kasus, seperti kelainan tubuh atau kelenturan sendi yang berlebihan, juga
dapat menjadi penyebabnya.
Peran perawat dalam perawatan pasien dengan dislokasi sendi sangat penting dalam
proses ini. Perawat harus menilai pasien, memberikan penanganan awal, memberikan
perawatan medis yang tepat, dan mendidik pasien dan keluarga mereka tentang kondisi
medis. Selain itu, perawat juga bertanggung jawab memantau perkembangan pasien
selama pemulihan dan mengidentifikasi serta mengatasi potensi komplikasi.
Jika tidak ditangani dengan benar, dislokasi sendi dapat menyebabkan nyeri yang
parah, ketidakmampuan bergerak, dan risiko komplikasi jangka panjang. Oleh karena itu,
perawat harus memahami prinsip keperawatan yang relevan saat menangani pasien
dengan dislokasi sendi. Kemampuan perawat untuk memberikan perawatan yang empatik
dan menyeluruh juga penting dalam membantu pasien mengatasi masalah fisik dan
emosional yang mungkin muncul sebagai akibat dari kondisi ini.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah
1. Bagaimana mengenali konsep dasar medis pada penyakit dislokasi?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan dewasa pada sistem musculoskeletal
dengan penyakit dislokasi?
3. Bagaimana tren dan issue dalam keperawatan pada kasus dislokasi dan terapi
komplementer yang diterapkan dalam penyakit dislokasi?
4. Bagaimana peran dan fungsi perawat?

1
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah
1. Dapat mengetahui mengenali konsep dasar medis pada penyakit dislokasi?
2. Dapat mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan dewasa pada sistem
musculoskeletal dengan penyakit dislokasi
3. Dapat mengetahui tren dan issue dalam keperawatan pada kasus dislokasi dan
terapi komplementer yang diterapkan dalam penyakit dislokasi
4. Dapat mengetahui peran dan fungsi perawat

D. Manfaat Penulisan
Hasil pembelajaran ini diharapkan dapat mempumyai manfaat bagi penulis dan
pembaca.
1. Manfaat bagi penulis, penulisan ini memberikan pengetahuan tentang Asuhan
Keperawatan Dewasa pada Sistem Muskuloskeletal dengan Penyakit Dislokasi.
2. Manfaat dari pembaca, penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan
kajian atau referensi tambahan tentang Asuhan Keperawatan Dewasa pada Sistem
Muskuloskeletal dengan Penyakit Dislokasi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis pada Penyakit Dislokasi


1. Definisi
a. Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang
membentuk persendian terhadap tulang lainnya. Dislokasi sendi adalah suatu
keadaan dimana permukaan sendi tulang yang membentuk sendi tak lagi dalam
hubungan anatomis. (Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati, S. K., & Ners, M. K.,
2019).
b. Dislokasi adalah suatu keadaan ketika permukaan sendi tulang tidak dalam
hubungan anatomis atau keluarnya kepala sendi dari mangkuk sendi. Hal ini
merupakan kejadian kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera.
Sublukasi merupakan defisiasi hubungan normal antara tulang rawan satu
dengan yang lainnya atau dislokasi parsial permukaan sendi. (Suratun.,
Heryati., Manurung, S., Raenah, E., 2008).

2. Etiologi
Dislokasi sendi dapat disebabkan oleh:
a. Cedera Olahraga yaitu olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi
adalah sepak bola dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya:
terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan keeper
pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-
jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lainnya.
b. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga yaitu benturan keras pada
sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
c. Terjatuh yaitu terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai
yang licin.
d. Patologis yaitu terjadinya ‘‘tear’’ ligament dan kapsul articuler yang
merupakan komponen vital penghubung tulang. (Suriya, M., Ners, M. K.,
Zuriati, S. K., & Ners, M. K., 2019).

3
3. Klasifikasi
a. Klasifikasi dislokasi menurut penyababnya adalah:
1) Dislokasi congonital yaitu dislokasi sendi yang terjadi sejak lahir akibat
kesalahan pertumbuhan.
2) Dislokasi patologik yaitu dislokasi sendi akibat penyakit sendi atau jaringan
sekitar sendi.
3) Dislokasi traumatic yaitu dislokasi sendi akibat kedaruratan ortopedi (seperti
pasokan darah, susunan syaraf rusak, dan mengalami stress berat, kematian
jaringan akibat anoksia) yang disebabkan oleh cedera dimana sendi
mengalami kerusakan akibat kekerasan. (Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati, S.
K., & Ners, M. K., 2019).
b. Berdasakan tipe kliniknya di bagi:
1) Dislokasi akut yaitu umumnya terjadi pada sholder, elbaw dan hip. Disertai
nyeri akut dan pembekakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi berulang yaitu jika suatu trauma dislokasi pada sendi di ikuti oleh
frukuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut
dislokasi berulang. Umumnya terjadi showlder joint dan patella femoral joint.
Dislokasi biasanya sering di kaitkan dengan patah tulang/fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya
trauma, tonus atau kontaksi otot dan tarikan. (Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati,
S. K., & Ners, M. K., 2019).
c. Berdasarkan tipe lokasinya dibagi:
1) Dislokasi sendi rahang yaitu menguap terlalu lebar, terkena pukulan keras
saat rahang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya.
2) Dislokasi sendi siku yaitu dislokasi sendi siku merupakan dislokasi sendi
humeroulnal dan humeroradial. Biasanya terjadi dislokasi fragmen distal ke
posterior dan lateral terhadap fragmen proksimal. Dislokasi ini terjadi karena
trauma tidak langsung, benturan pada tangan dan lengan bawah dengan siku
dalam posisi ekstensi disertai sedikit fleksi dan lengan atas terdorong kea rah
volar dan medial.

4
3) Dislokasi sendi jari yaitu sendi jari lebih mudah mengalami dislokasi dan
apabila tidak ditolong dengan segera, endi tersebut akan kaku kelak. Sendi
jari dapat mengalami dislokasi kearah telapak tangan dan punggung tangan.
4) Dislokasi sendi methacarpopalangeal dan interphalangeal yaitu dislokasi yang
disebabkan karena hiperekstensi ekstensi persendian.
5) Dislokasi panggul yaitu bergesernya cepat femur dari sendi panggul berada
dianterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum
(dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).
6) Dislokasi patella yaitu paling sering terjadi kearah lateral, reduksi dicapai
dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil
mengekstensikan lutut perlahan-lahan, dan apabila dislokasi dilakukan
berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah. (Suriya, M., Ners, M. K.,
Zuriati, S. K., & Ners, M. K., 2019).

4. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih
pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi
perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi.
Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan
pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan
struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu
dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak melakukan
exercise sebelum olahraga memungkinkan terjadinya dislokasi, dimana cedera
olahraga menyebabkan terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi
sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya
terjadinya kompresi jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek
kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi
normal. Keadaan tersebut dikatakan sebagai dislokasi. Begitu pula dengan trauma
kecelakaan karena kurang kehati-hatian dalam melakukan suatu tindakan atau saat
berkendara tidak menggunakan helm dan sabuk pengaman memungkinkan terjadi
dislokasi. Trauma kecelakaan dapat kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi

5
sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya
terjadinya kompres jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek
kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi
normal yang menyebabkan dislokasi. (Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati, S. K., &
Ners, M. K., 2019).

5. Manifestasi klinis
a. Nyeri akut;
b. Perubahan kontur sendi;
c. Perubahan panjang ekstremitas;
d. Kehilangan mobilitas normal;
e. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi;
f. Gangguan gerakan;
g. Kekakuan;
h. Pembengkakan;
i. Deformitas pada persendian. (Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati, S. K., & Ners,
M. K., 2019).

6. Pemeriksaan penunjang
a. Sinar-X (Rontgen) yaitu pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan
diagnostik noninvasif untuk membantu menegakkan diagnosa medis. Pada
pasien dislokasi sendi ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi
dimana tulang dan sendi berwarna putih.
b. CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan
komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat
gambaran secara 3 dimensi. Pada pasien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi
dimana sendi tidak berada pada tempatnya.
c. MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan
frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga
dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail.
Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran
sendi dari mangkuk sendi. (Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati, S. K., & Ners, M.
K., 2019).

6
7. Penatalaksanaan
a. Tindakan Medis
1) Farmakologi (ISO Indonesia 2011-2012)
a) Pemberian obat-obatan: analgesik non narkotik
(1) Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala,
nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis.
Dosis: sesudah makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul, anak: sehari 3×1/2
kapsul.
(2) Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang,
kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri
setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah mual, muntah,
agranulositosis, aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis awal 500mg lalu
250mg tiap 6 jam.
2) Pembedahan
a) Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan
pada pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki kondisi-
kondisi arthritis yang mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut dan
bahu melalui bedah invasif minimal dan bedah penggantian sendi.
Prosedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka
dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and
Fixation). (Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati, S. K., & Ners, M. K., 2019).
b. Tindakan Non-medis
1) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
2) RICE
a) R: Rest (istirahat);
b) I: Ice (kompres dengan es);
c) C: Compression (kompresi / pemasangan pembalut tekan);
d) E: Elevasi (meninggikan bagian dislokasi). (Suriya, M., Ners, M. K.,
Zuriati, S. K., & Ners, M. K., 2019).

8. Komplikasi
a. Komplikasi Dini

7
1) Cedera Saraf: saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan
otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot
tesebut.
2) Cedera Pembuluh Darah: arteri aksilla dapat rusak.
3) Fraktur Dislokasi.
b. Komplikasi Lanjut
1) Kekakuan sendi bahu: immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.
Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi.
2) Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul
terlepas dari bagian depan leher glenoid.
3) Kelemahan otot. (Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati, S. K., & Ners, M. K.,
2019).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dewasa


1. Pengkajian
a. Biodata
b. Keluhan utama: keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri, dan
gangguan neurosensori.
c. Riwayat perkembangan. Data ini menggambarkan sejauh mana tingkat
perkembangan pada neonatus, bayi, prasekolah, usia sekolah, remaja, dewasa,
tua, dan kebutuhan beraktivitas pada setiap tahap, serta gangguan/kejadian
yang memengaruhi sistem musku- loskeletal pada tiap tahapnya.
d. Riwayat kesehatan masa lalu: kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi, trauma,
fraktur), cara penanggulangan, penyakit (diabetes melitus).
e. Riwayat kesehatan sekarang kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab,
gejala timbul secara tiba-tiba/perlahan, lokasi, obat yang diminum, dan cara
penanggulangan.
f. Pemeriksaan fisik: keadaan umum dan kesadaran, keadaan integumen (kulit,
kuku), kardiovaskular (hipertensi, takikardia), neurologis (spasme otot,
kebas/kesemutan), keadaan ekstremitas, dan hematologi.
g. Riwayat psikososial: reaksi emosional, citra tubuh, sistem pendukung,

8
h. Pemeriksaan diagnostik: rontgen untuk mengetahui lokasi/luas cedera, CT
scan, MRI, arteriogram, pemindaian tulang, darah lengkap, dan kreatinin.
i. Pola kebiasaan sehari-hari atau hobi. (Suratun., Heryati., Manurung, S.,
Raenah, E., 2008).

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang kemungkinan akan muncul pada pasien dislokasi
yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (spasme otot, edema,
kerusakan jaringan, dan patah tulang).
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang dan gangguan musculoskeletal.
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/ bentuk tubuh .
d. Hipertermia berhubungan dengan respon trauma.
e. Ansietas berhungan dengan kurang pengetahuan. (SDKI, 2017).

3. Intervensi
Tindakan keperawatan yang akan muncul menurut SIKI (2018) dan SLKI
(2019), yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (spasme otot, edema,
kerusakan jaringan, dan patah tulang)
1) Kriteria hasil: Tingkat nyeri dengan ekspektasi menurun (L.08066)
a) Keluhan nyeri menurun (5)
b) Meringis menurun (5)
c) Sikap protektif menurun (5)
d) Gelisah menurun (5)
e) Kesulitan tidur menurun (5)
f) Frekuensi nadi membaik (5)
2) Intervensi
a) Intervensi utama: Manajemen Nyeri (I.08238)
(1) Observasi

9
(a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
(b) Identifikasi skala nyeri.
(c) Idenfitikasi respon nyeri nonverbal.
(d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
(e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.
(f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri.
(g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.
(h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan.
(i) Monitor efek samping penggunaan analgetik
(2) Terapeutik
(a) Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain).
(b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan).
(c) Fasilitasi istirahat dan tidur.
(d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
(3) Edukasi
(a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
(b) Jelaskan strategi meredakan nyeri.
(c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
(d) Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat.
(e) Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri.
(4) Kolaborasi
(a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b) Intervensi pendukung: Terapi Pemijatan (I. 08251)
(1) Observasi
(a) Identifikasi kontraindikasi terapi pemijatan (mis. penurunan
trombosit gangguan integritas kulit deep vein thrombosis, area lesi,
kemerahan atau radang, tumor, dan hipersensitivitas terhadap
sentuhan.

10
(b) Identifikasi kesediaan dan penerimaan dilakukan pemijatan.
(c) Monitor respons terhadap pemijatan.
(2) Terapeutik
(a) Tetapkan jangka waktu untuk pemijatan.
(b) Pilih area tubuh yang akan dipijat Cuci tangan dengan air hangat.
(c) Siapkah lingkungan yang hangat, nyaman, dan privasi Buka area
yang akan dipijat, sesuai kebutuhan.
(d) Tutup area yang tidak terpajan (mis. dengan selimut, seprai, handuk
mandi).
(e) Gunakan lotion atau minyak untuk mengurangi gesekan (perhatikan
kontraindikasi penggunaan lotion atau minyak tertentu pada tiap
individu).
(f) Lakukan pemijatan secara perlahan.
(g) Lakukan pemijatan dengan teknik yang tepat.
(3) Edukasi
(a) Jelaskan tujuan dan prosedur terapi.
(b) Anjurkan rileks selama pemijatan.
(c) Anjurkan beristirahat setelah dilakukan pemijatan.

Alasan: karena dapat membantu dalam pengendalian nyeri yang dirasakan


oleh pasien serta terapi pemijatan dapat memberikan manfaat relaksasi dan
pengurangan ketegangan otot namun kita harus memperhatikan kontraindikasi
dan memberikan edukasi kepada pasien tersebut sebelum melakukan tindakan.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur


tulang dan gangguan musculoskeletal
1) Kriteria hasil: Mobilitas fisik dengan ekspektasi meningkat (L.05042)
a) Pergerakan ekstremitas meningkat (5)
b) Kekuatan otot meningkat (5)
c) Rentang gerak (ROM) meningkat (5)
2) Intervensi
a) Intervensi utama: Dukungan Mobilisasi (I.05173)
(1) Observasi
(a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
(b) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan.

11
(c) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi.
(d) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi.
(2) Terapeutik
(a) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis: pagar tempat
tidur).
(b) Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu.
(c) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan.
(3) Edukasi
(a) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
(b) Anjurkan melakukan mobilisasi dini,
(c) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis: duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi).
b) Intervensi pendukung: Edukasi Latihan Fisik (I.12389)
(1) Observasi
(a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
(2) Terapeutik
(a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
(b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
(c) Berikan kesempatan untuk bertanya
(3) Edukasi
(a) Jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologis olahraga
(b) Jelaskan Jenis latihan yang sesuai dengan kondisi kesehatan.
(c) Jelaskan frekuensi, durasi, dan intensitas program latihan yang
diinginkan.
(d) Ajarkan latihan pemanasan dan pendinginan yang tepat.
(e) Ajarkan teknik menghindari cedera saat berolahraga.
(f) Ajarkan teknik pemanasan yang tepat untuk memaksimalkan
penyerapan oksigen selama latihan fisik.

Alasan: karena untuk meningkatkan mobilitas pasien dengan kondisi


gangguan musculoskeletal, sehingga pasien dapat kembali bergerak dengan

12
lebih baik dan menjaga kesehatan fisik serta pasien tidak mengalami dislokasi
berulang yang membuat kondisi fisiknya parah.

c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/ bentuk tubuh


1) Kriteria hasil: Citra tubuh dengan ekspektasi meningkat (L.09067)
a) Melihat bagian tubuh membaik (5)
b) Menyentuh bagian tubuh membaik (5)
c) Verbalisasi kecacatan bagian tubuh membaik (5)
d) Verbalisasi kehilangan bagian tubuh membaik (5)
2) Intervensi
a) Intervensi utama: Promosi Citra Tubuh (I.09305)
(1) Observasi
(a) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
(b) Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur terkait citra tubuh
(c) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
(d) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
(e) Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah
(2) Terapeutik
(a) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
(b) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
(c) Diskusikan perubahan akibat pubertas, kehamilan, dan penuaan
(d) Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhi citra tubuh (mis: luka,
penyakit, pembedahan)
(e) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
(f) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
(3) Edukasi
(a) Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
(b) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri sendiri terhadap citra tubuh
(c) Anjurkan menggunakan alat bantu (mis: pakaian, wig, kosmetik)
(d) Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (mis: kelompok sebaya)
(e) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
(f) Latih peningkatan penampilan diri (mis: berdandan)
(g) Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun
kelompok

13
b) Intervensi pendukung: Edukasi Teknik Adaptasi (I.12449)
(1) Observasi
(a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
(2) Terapeutik
(a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
(b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.
(c) Berikan kesempatan untuk bertanya.
(3) Edukasi
(a) Jelaskan tindakan terapeutik untuk mengatasi masalah atau gangguan
fisik yang dialami Jelaskan kemungkinan efek samping akibat
terapi/pengobatan saat Ini (mis. alopesia. perubahan bentuk fisik,
hilang minat atau hasrat).
(b) Ajarkan cara mengidentifikasi kemampuan beradaptasi terhadap
tuntutan kondisi/masalah saat ini.
(c) Ajarkan cara mengidentifikasi adanya depresi, gangguan proses
pikir, dan ekspresi ide bunuh diri.
(d) Ajarkan cara mengidentifikasi kesulitan adaptasi yang dialami.
(e) Anjurkan melakukan teknik proses reminisens (mis. mendengarkan
lagu lama, mengingat peristiwa masa lalu, dan melihat foto-foto,
benda kenangan).
(f) Informasikan ketersediaan sumber-sumber (mis. konseling psikiatrik
atau seksual, ahli prostesa, terapis okupasi).

Alasan: karena untuk membantu pasien mengatasi perubahan citra tubuh dan
meningkatkan kualitas hidup mereka serta pasien dapat mengembangkan
persepsi yang lebih positif terhadap tubuh mereka yang mengalami perubahan.

d. Hipertermia berhubungan dengan respon trauma


1) Kriteria hasil: Termoregulasi dengan ekspektasi membaik (L.14134)
a) Suhu tubuh membaik (5)
b) Pucat menurun (5)
c) Pengisian kapiler membaik (5)
2) Intervensi
a) Intervensi utama: Manajemen Hipertermia (I.15506)
(1) Observasi

14
(a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis: dehidrasi, terpapar lingkungan
panas, penggunaan inkubator)
(b) Monitor suhu tubuh
(c) Monitor kadar elektrolit
(d) Monitor haluaran urin
(e) Monitor komplikasi akibat hipertermia
(2) Terapeutik
(a) Sediakan lingkungan yang dingin
(b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
(c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
(d) Berikan cairan oral
(e) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis
(keringat berlebih)
(f) Lakukan pendinginan eksternal (mis: selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
(g) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
(h) Berikan oksigen, jika perlu
(3) Edukasi
(a) Anjurkan tirah baring
(4) Kolaborasi
(a) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
b) Intervensi pendukung: Edukasi Program Pengobatan (I.12441)
(1) Observasi
(a) Identifikasi pengetahuan tentang pengobatan yang direkomendasikan
(b) Identifikasi penggunaan pengobatan tradisional dan kemungkinan efek
terhadap pengobatan
(2) Terapeutik
(a) Fasilitasi informasi tertulis atau gambar untuk meningkatkan
pemahaman
(b) Berikan dukungan untuk menjalani program pengobatan dengan baik
dan benar
(c) Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan pada pasien selama
pengobatan
(3) Edukasi

15
(a) Jelaskan manfaat dan efek samping pengobatan
(b) Jelaskan strategi mengelola efek samping obat
(c) Jelaskan cara penyimpanan, pengisian kembali/pembelian kembali,
dan pemantaua sisa obat
(d) Jelaskan keuangan dan kerugian program pengobatan, jika perlu
(e) Informasikan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan selama
pengobatan
(f) Anjurkan memonitor perkembangan keefektifan pengobatan
(g) Anjurkan mengkonsumsi obat sesuai indikasi
(h) Anjurkan bertanya jika ada sesuatu yang tidak dimengerti sebelum dan
sesudah pengobatan dilakukan
(i) Ajarkan kemampuan melakukan pengobatan mandiri (self-medication)

Alasan: karena untuk mengatasi suhu tubuh serta memberikan informasi dan
dukungan dalam menjalani program pengobatan yang sesuai.

e. Ansietas berhungan dengan kurang pengetahuan


1) Kriteria hasil: Tingkat ansietas dengan ekspektasi menurun (L.09093)
a) Verbalisasi kebingungan menurun (5)
b) Perilaku gelisah menurun (5)
c) Perilaku tegang menurun (5)
d) Konsentrasi membaik (5)
2) Intervensi
a) Intervensi utama: Reduksi Ansietas (I.09314)
(1) Observasi
(a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis: kondisi, waktu,
stresor)
(b) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
(c) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
(2) Terapeutik
(a) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
(b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
(c) Pahami situasi yang membuat ansietas
(d) Dengarkan dengan penuh perhatian
(e) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

16
(f) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
(g) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
(h) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
(3) Edukasi
(a) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
(b) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
(c) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
(d) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
(e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
(f) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
(g) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
(h) Latih teknik relaksasi
(4) Kolaborasi
(a) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
b) Intervensi pendukung: Dukungan Emosi (I.09256)
(1) Observasi
(a) Identifikasi fungsi marah, frustrasi, dan amuk bagi pasien
(b) Identifikasi hal yang telah memicu emosi
(2) Terapeutik
(a) Fasilitasi mengungkapkan perasaan cemas, marah, atau sedih
(b) Buat pernyataan suportif atau empati selama fase berduka
(c) Lakukan sentuhan untuk memberikan dukungan (mis. merangkul,
menepuk-nepuk)
(d) Tetap bersama pasien dan pastikan keamanan selama ansietas, jika
perlu
(e) Kurangi tuntutan berpikir saat sakit atau lelah
(3) Edukasi
(a) Jelaskan konsekuensi tidak menghadapi rasa bersalah dan malu
(b) Anjurkan mengungkapkan perasaan yang dialami (mis. ansietas,
marah, sedih)
(c) Anjurkan mengungkapkan pengalaman emosional sebelumnya dan
pola respons yang biasa digunakan

17
(d) Ajarkan penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat
(4) Kolaborasi
(a) Rujuk untuk konseling, jika perlu
Alasan: untuk membantu pasien dalam mengatasi kecemasan pada dirinya
serta membantu pasien untuk mengungkapkan, memahami, mengelolah
emosinya, dan memberikan dukungan selama mendapatkan perawatan medis.

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah fase ketika perawat mengimplemen-tasikan
intervensi keperawatan berdasarkan terminologi, implementasi terdiri atas
melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan
keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan atau mendelegasikan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan
kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan
dan respon klien terhadap tindakan tersebut (Kozier, Arb, Berman & Snyder, 2016
dalam Saputri, Eka Yulia., 2021).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang
ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri,
dilanjutkan, atau diubah. Evaluasi yang dilakukan ketika atau segera setelah
mengimplementasikan program keperawatan memungkinkan perawat segera
memodifikasi intervensi (Kozier et al, 2017 dalam Saputri, Eka Yulia., 2021).
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan subyektif, objektif, analisa, planning
(SOAP)
a. S: Hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga atau pasien secara subyektif
setelah dilakukan intervensi keperawatan
b. O: Hal-hal yang ditemui oleh perawat secara obyektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan.
c. A: Analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan yang
terkait dengan diagnosis.
d. P: Perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari pasien pada
tahapan evaluasi.

18
19
6. Pathway

19
C. Tren dan Issue dalam Keperawatan pada Kasus Dislokasi dan Terapi
Komplementer
1. Tren dan issue yang berkembang
a. Tren
1) Pemantauan pasien yang lebih canggih yaitu perangkat teknologi yang
mencakup pemantauan pasien jarak jauh secara elektronik yang
mengumpulkan data kesehatan pasien secara langsung dan mengirimkannya
ke penyedia layanan untuk pemantauan, evaluasi, dan menginformasikan
intervensi bagi pasien. (healthtechmagazine, 2023)
2) Perawatan konservatif yaitu pendekatan untuk mengobati nyeri punggung,
nyeri leher, dan kondisi tulang belakang terkait dengan menggunakan
pilihan pengobatan non-bedah, seperti terapi fisik, pengobatan, dan suntikan.
(Iomcworld, 2023).
b. Issue
1) Manajemen nyeri yaitu pemberian dengan teknik farmakologi untuk
menghilangkan nyeri yang berlangsung seperti pemberian analgesic
sebaliknya teknik non-farmakologi untuk mengendalikan nyeri dengan
berbagai terapi seperti terapi fisik. (Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati, S. K.,
& Ners, M. K., 2019).
2) Tindakan reduksi yaitu suatu tindakan untuk mengembalikan tulang ke
posisi semula. (dr. Fadhli Rizal Makarim, 2022).
3) Imobilisasi yaitu suatu tindakan untuk menghambat gerak sendi dengan
menggunakan penyangga sendi, seperti gips, selama beberapa minggu.
Tindakan ini dilakukan setelah tulang dikembalikan ke posisi semula. (dr.
Fadhli Rizal Makarim, 2022).
2. Terapi Komplementer pada penyakit dislokasi
a. Berikut terapi komplementer pada kasus dislokasi menurut SIKI (2018), yaitu:
1) Terapi relaksasi (I.09326)
a) Definisi: Menggunakan Teknik perengangan untuk mengurangi tanda
ddan gejala ketidaknyamanan seperti nyeri, ketegangan otot, atau
kecemasan.
b) Tindakan:
(1) Observasi

20
(a) Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi,
atau gejala lain yang menganggu kemampuan kognitif
(b) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
(c) Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik sebelumnya
(d) Periksa ketengangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah latihan
(e) Monitor respons terhadap terapi relaksasi
(2) Terapeutik
(a) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan
dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
(b) Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
(c) Gunakan pakaian longgar
(d) Guankan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
(e) Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lainnya, jika sesuai
(3) Edukasi
(a) Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia
(mis. musik, meditasi napas dalam, relaksasi otot progresif)
(b) Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
(c) Anjurkan mengambil posisi nyaman
(d) Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
(e) Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
(f) Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam,
perengangan, atau imajinasi terbimbing)
2) Terapi pemijatan (I.08251)
a) Definisi: memberikan stimulasi kulit dan jaringan dengan berbagai teknik
gerakan dan tekanan tangan untuk meredakan nyeri, meningkatkan
relaksasi, memperbaiki sirkulasi, dan/atau stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan pada bayi dan anak.
b) Tindakan:
(1) Observasi

21
(a) Identifikasi kontraindikasi terapi pemijatan (mis. penurunan trombosit,
gangguan integritas kulit, deep vein thrombosis, area lesi, kemerahan
atau radang, tumor, dan hipersensitivitas terhadap sentuhan)
(b) Identifikasi kesediaan dan penerimaan dilakukan pemijatan
(c) Monitor respons terhadap pemijatan
(2) Terapeutik
(a) Tetapkan jangka waktu untuk pemijatan
(b) Pilih area tubuh yang akan dipijat
(c) Cuci tangan dengan air hangat, nyaman, dan privasi
(d) Buka area yang akan dipijat, sesuai kebutuhan
(e) Tutup area yang tidak terpajan (mis. dengan selimut, seprai, handuk
mandi)
(f) Gunakan lotion atau minyak untuk mengurangi gesekan (perhatikan
kontraindikasi penggunaan lotion atau minyak tertentu pada tiap
individu)
(g) Lakukan pemijatan secara perlahan
(h) Lakukan pemijatan dengan teknik yang tepat
(3) Edukasi
(a) Jelaskan tujuan dan prosedur terapi
(b) Anjurkan rileks selama pemijatan
(c) Anjurkan beristirahat setelah dilakukan pemijatan
3) Terapi akupresure (I.06209)
a) Definisi: menggunakan teknik penekanan pada titik tertentu untuk
mengurangi nyeri, meningkatkan relaksasi, mencegah atau mengurangi
mual.
b) Tindakan:
(1) Observasi
(a) Periksa kontraindikasi (mis. Kontusio, jaringan parut, infeksi, penyakit
jantung dan anak-kecil)
(b) Periksa tingkat kenyaman psikologis dengan sentuhan
(c) Periksa tempat yang sensitive untuk dilakukan penekanan dengan jari
(d) Identifikasi hasil yang ingin dicapai
(2) Terapeutik
(a) Tentukan titik akupuntur, sesuai dengan hasil yang dicapai

22
(b) Perhatikan isyarat verbal atau nonverbal untuk menentukan lokasi
yang diinginkan
(c) Ransang titik akupresurdengan jari atau ibu jari dengan kekuatan
tekanan yang memadai
(d) Tekan jari atau pergelangan tangan untuk mengurangi mual
(e) Tekan bagian otot yang tegang hingga rileks atau nyeri menurun,
sekitar 15-20 detik
(f) Lakukan penekanan pada kedua ekstremitas
(g) Lakukan akupresure setiap hari dalam satu pekan pertama untuk
mengatasi nyeri
(h) Telah referensi untuk menyesuaikan terapi dengan etiologi, lokasi, dan
gejala, jika perlu
(3) Edukasi
(a) Anjurkan untuk rileks
(b) Ajarkan keluarga atau orang terdekat melakukan akupresure secara
mandiri
(4) Kolaborasi
(a) Kolaborasi dengan terapis yang tersertifikasi
b. Berikut beberapa terapi komplementer yang mungkin digunakan sebagai
tambahan dalam penanganan dislokasi yaitu:
1) Terapi latihan yaitu terapi yang diberikan kepada pasien atau klien dalam
bentuk suatu program latihan yang disusun secara sistematis dan terencana
dari pergerakan fisik, postur, atau aktivitas fisik tertentu. Tujuan dari terapi
ini adalah untuk mencegah terjadinya impairment, meningkatkan,
mengembalikan dan mengoptimalkan fungsi fisik, mencegah dan
mengurangi faktor risiko, optimalisasi status kesehatan secara umum, fitness
dan kualitas hidup. (Kisner, 2017 dalam Salim, A. T., & Saputra, A. W.,
2021).
2) Terapi okupasi adalah suatu upaya terapi yang melibatkan penggunaan
aktivitas teraupetik dan diterapkan kepada pasien dengan gangguan fisik
maupun mental dengan tujuan untuk meningkatkan kemandirian, mencegah
kecacatan baru serta meningkatkan taraf kesehatan (Punwar,1988) serta
pada kasus dislokasi yaitu untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan

23
ruang gerak sendi, kekuatan otot dan koordinasi gerakan. (Sholiha, D. H., &
WH, J., 2018).
3) Terapi manual adalah terapi manual yang telah digunakan dalam pengobatan
nyeri dan disfungsi sendi tulang belakang dan perifer dalam pengobatan
terapi manual meliputi manipulasi, mobilisasi, dan teknik relaksasi
postisometri. Tujuan dari terapi manual adalah untuk meningkatkan gerakan
terbatas yang disebabkan oleh penyumbatan sendi, menjaga keseimbangan
postur, memulihkan fungsi, dan mempertahankan mekanika tubuh yang
optimal. Evaluasi anatomi, biomekanik, dan neurofisiologis sistem
leukomotor sangat penting untuk penerapan terapi manual yang aman dan
efektif. (Hakgüder, A., & Kokino, S., 2002).
4) Message adalah suatu gerakan tangan yang mekanis terhadap tubuh manusia
dengan mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan dan
manipulasi yang dimana dapat membebaskan pengapuran disekitar daerah
persendian dan relaksasi. (Komalasari, V. D. M. D., 2015).

D. Peran dan Fungsi Perawat


Menurut Hidayat (2012) dalam Anggita, K. D. & dkk, (2023) perawat mempunyai
peran dan fungsi sebagai perawat sebagai berikut:
1. Pemberian perawatan (Care Giver)
Peran utama perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan, sebagai
perawat, pemberian pelayanan keperawatandapat dilakukan dengan memenuhi
kebutuhan asah, asih dan asuh. Contoh pemberian asuhan keperawatan meliputi
tindakan yang membantu klien secara fisik maupun psikologis sambil tetap
memelihara martabat klien. Tindakan keperawatan yang dibutuhkan dapat berupa
asuhan total, asuhan parsial bagi pasien dengan tingkat ketergantungan sebagian
dan perawatan suportif-edukatif untuk membantu klien mencapai kemungkinan
tingkat kesehatan dan kesejahteraan tertinggi (Berman, 2010). Perencanaan
keperawatan yang efektif pada pasien yang dirawat haruslah berdasarkan pada
identifikasi kebutuhan pasien dan keluarga.
2. Sebagal advocate
Keluarga selain melakukan tugas utama dalam merawat, perawat juga mampu
sebagai advocat keluarga sebagai pembela keluarga dalam beberapa hal seperti
dalam menentukan haknya sebagai klien. Dalam peran ini, perawat dapat

24
mewakili kebutuhan dan harapan klien kepada profesional kesehatan lainnya,
seperti menyampaikan keinginan klien mengenai informasi tentang penyakitnya
yang diketahui oleh dokter. Perawat juga membantu klien mendapatkan hak-
haknya dan membantu pasien menyampaikan keinginan. (Berman, 2010).
3. Pencegahan penyakit
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan keperawatan
sehingga setiap dalam melakukan asuhan keperawatan harus selalu
mengutamakan tindakan pencegahan terhadap timbulnya masalah baru sebagai
dampak dari penyakit atau masalah yang diderita. Salah satu contoh yang paling
signifikan yaitukeamanan, karena setiap kelompok usia beresiko mengalami tipe
cedera tertentu, penyuluhan preventif dapat membantu pencegahan banyak cedera,
sehingga secara bermakna menurunkan tingkat kecacatan permanen dan mortalitas
akibat cidera pada pasien (Wong, 2012).
4. Pendidik
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, perawat harus mampu
berperan sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara mengubah perilaku
pada pasien atau keluarga harus selalu dilakukan dengan pendidikan kesehatan
khususnya dalam keperawatan. Melalui pendidikan ini diupayakan pasien tidak
lagi mengalami gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak
sehat. Contoh dari peran perawat sebagai pendidik yaitu keseluruhan tujuan
penyuluhan pasien dan keluaraga adalah untuk meminimalkan stres pasien dan
keluarga, mengajarkan mereka tentang terapi dan asuhan keperawatan di rumah
sakit, dan memastikan keluarga dapat memberikan asuhan yang sesuai di rumah
saat pulang (Kyle & Carman, 2015).
5. Konseling
Konseling merupakan upaya perawat dalam melaksanakan peranya dengan
memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah yang dialami oleh
pasien maupun keluarga, berbagai masalah tersebut diharapkan mampu diatasi
dengan cepat dan diharapkan pula tidak terjadi kesenjangan antara perawat,
keluarga maupun pasien itu sendiri. Konseling melibatkan pemberian dukungan
emosi, intelektual dan psikologis. Dalam hal ini perawat memberikan konsultasi
terutama kepada individu sehat dengan kesulitan penyesuaian diri yang normal
dan fokus dalam membuat individu tersebut untuk mengembangkan sikap,
perasaan dan perilaku baru dengan cara mendorong klien untuk mencari perilaku

25
alternatif, mengenai pilihan-pilihan yang tersedia mengembangkan rasa dan
pengendalian diri (Berman, 2010).

6. Kolaborasi
Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan tindakan yang
akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lainnya. Pelayanan
keperawatan pasien tidak dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi
harus melibatkan tim kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog dan lain-
lain, mengingat pasien merupakan individu yang kompleks/ yang membutuhkan
perhatian dalam perkembangan (Hidayat, 2012).
7. Pengambilan keputusan etik
Dalam mengambil keputusan, perawat mempunyai peran yang sangat penting
sebab perawat selalu berhubungan dengan pasien kurang lebih 24 jam selalu
disamping pasien, maka peran perawatan sebagai pengambil keputusan etik dapat
dilakukan oleh perawat, seperti akan melakukan tindakan pelayanan keperawatan
(Wong. 2012).
8. Peneliti
Peran perawat ini sangat penting yang harus dimiliki oleh semua perawat
pasien. Sebagai peneliti perawat harus melakukan kajian-kajian keperawatan
pasien, yang dapat dikembangkan untuk perkembangan teknologi keperawatan.
Peran perawat sebagai peneliti dapat dilakukan dalam meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan pasien (Hidayat, 2012).

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dislokasi sendi terjadi ketika permukaan tulang di persendian tergeser dari posisi
normal. Penyebabnya meliputi cedera olahraga, trauma, terjatuh, dan faktor patologis.
Dislokasi sendi dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab, tipe klinis, dan lokasi.
Manifestasi klinisnya termasuk nyeri, perubahan kontur sendi, pembengkakan, dan
kekakuan. Pemeriksaan menggunakan sinar-X, CT-Scan, dan MRI. Penatalaksanaan
mencakup tindakan medis dan non-medis. Komplikasi dapat mencakup cedera saraf,
pembuluh darah, kekakuan sendi, dan dislokasi berulang.
Berdasarkan hasil penilaian, diagnosa keperawatan yang dapat timbul mencakup nyeri
akut, gangguan mobilitas fisik, gangguan citra tubuh, hipertermia, dan ansietas akibat
kurang pengetahuan. Tindakan keperawatan yang disarankan mencakup manajemen
nyeri, dukungan dalam meningkatkan mobilitas fisik, pemberian pemahaman tentang
citra tubuh yang positif, pengendalian hipertermia, pengurangan ansietas, memberikan
dukungan emosional, serta memberikan edukasi mengenai teknik adaptasi dan program
pengobatan. Evaluasi adalah langkah penting dalam proses keperawatan, di mana perawat
akan menilai respons pasien terhadap intervensi dan mengadaptasi perawatan sesuai
kebutuhan.
Peran utama perawat dalam perawatan pasien yang mengalami dislokasi meliputi
memberikan asuhan fisik dan psikologis, menjadi advokat pasien, mencegah penyakit,
memberikan edukasi kesehatan, memberikan dukungan emosional, berkolaborasi dengan
tim kesehatan, mengambil keputusan etis, dan memiliki potensi sebagai peneliti. Selain
perawatan konvensional, terapi komplementer seperti latihan, okupasi, terapi manual, dan
message dapat menjadi tambahan yang berharga dalam mengatasi dislokasi. Dalam
perkembangan perawatan dislokasi, terdapat tren melibatkan pemantauan pasien yang
lebih canggih melalui teknologi, sementara isu-isu yang muncul mencakup manajemen
nyeri, prosedur reduksi, dan imobilisasi.

B. Saran

27
Sebagai calon perawat, diharapkan untuk terus meningkatkan kemampuan,
keterampilan, dan pengetahuan dalam pemahaman konsep medis dan prinsip dasar
perawatan yang terkait dengan penyakit dislokasi. Hal ini bertujuan agar anda dapat
memberikan perawatan yang efektif dan berkelanjutan kepada pasien.

28
DAFTAR PUSTAKA

Anggita, K. D., Daryaswanti, P. I., Maghfiroh, I. L., Hidayati, N., Martini, D. E., & Syah, A.
Y. (2023). Keperawatan Medikal Bedah. PT. Sonpedia Publishing Indonesia. Diakses
pada tanggal 04 November 2023 pada Pukul 12.42 dengan Website
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=Wg24EAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=peran+dan+fungsi+perawa
t+keperawatan+dewasa&ots=ayxJfW_Axc&sig=bUTJH4w34BKYF5qlxmHqbRIqTy
Y&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false

dr. Fadhli Rizal Makarim. (2022). Dislokasi. Diakses pada tanggal 04 November 2023 pada
Pukul 15.46 Wita dengan Website

https://www.halodoc.com/kesehatan/dislokasi

Hakgüder, A., & Kokino, S. (2002). Manual therapy. Balkan Medical Journal, 2002(2).
Diakses pada tanggal 05 November 2023 pada Pukul 15.12 Wita dengan Website

https://dergipark.org.tr/en/pub/bmj/issue/3743/49783

Healthtechmagazine (2023). Remote Patient Monitoring Plays Important Role in Advancing


Home Healthcare. Diakses pada tanggal 04 November 2023 pada Pukul 15.18 Wita
dengan Website

https://healthtechmagazine.net/article/2023/09/remote-patient-monitoring-plays-
important role-advancing-home-healthcare

Iomcworld. (2023). Primary Health Care: Open Access. Diakses pada tanggal 04 November
2023 pada Pukul 15.22 Wita dengan Website

https://www.iomcworld.org/medical-journals/conservative-treatment-35858.html

Komalasari, V. D. M. D. (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Dislokasi


Temporalmandibula Joint Post Tonsilektomy Di Rsud Panembahan Senopati Bantul.
Diakses Pada Tanggal 05 November 2023 Pada Pukul 14.59 Wita Dengan Website

https://core.ac.uk/download/pdf/148606697.pdf

Suratun., Heryati., Manurung, S., Raenah, E. (2008). Seri Asuhan Keperawatan: Klien
Gangguan Sistem Muskuloskoletal. Jakarta: EGC.

29
Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati, S. K., & Ners, M. K. (2019). Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi
NANDA NIC & NOC. Pustaka Galeri Mandiri. Diakses pada tanggal 04 November
2023 pada Pukul 11.27 dengan Website

https://repository.binawan.ac.id/1076/1/Buku%20Ajar%20Asuhan%20Keperawatan
%20Medikal%20Bedah%20Gangguan%20Pada%20Sistem%20Muskuloskeletal
%20Aplikasi%20Nanda%20Nic%20&%20Noc.pdf

Saputri, E. Y. (2021). Asuhan Keperawatan Gerontik Terhadap Ny. M dengan Gangguan


Aman Nyaman pada Kasus Arthritis Rheumatoid Di Desa Margototo Kecamatan
Metrokibang Kabupaten Lampung Timur Tanggal 22-24 Maret 2021 (Doctoral
Dissertation, Poltekkes Tanjungkarang). Diakses Pada Tanggal 04 November 2023
Pada Pukul 12.270 Dengan Website

https://repository.poltekkes-tjk.ac.id/id/eprint/2126/

Salim, A. T., & Saputra, A. W. (2021). Efektivitas penggunaan intervensi fisioterapi terapi
latihan dan infrared pada kasus dislokasi sendi bahu. Indonesian Journal of Health
Science, 1(1), 20-30. Diakses pada tanggal 05 November 2023 pada Pukul 14.28 Wita
dengan Website

https://jurnalku.org/index.php/ijhs/article/view/49

Sholiha, D. H., & WH, J. (2018). Analisa Praktik Klinik Keperawatan pada Klien dengan
Stroke Non Hemoragic (SNH) dengan Intervensi Inovasi Pengaruh Task Oriented
Approach (TOA) terhadap Tingkat Kemampuan Aktivitas Berpakaian di Ruang
Stroke Center RSUD Abdul Wahab Sjahranie SamarindaAnalisa Praktik Klinik
Keperawatan pada Klien dengan Stroke Non Hemoragic (SNH) dengan Intervensi
Inovasi Pengaruh Task Oriented Approach (TOA) terhadap Tingkat Kemampuan
Aktivitas Berpakaian di Ruang Stroke Center RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda. Diakses pada tanggal 05 November 2023 pada Pukul 14.39 Wita dengan
Website

https://dspace.umkt.ac.id/handle/463.2017/776

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI

30
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luiaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta
Selatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta
Selatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI

31
LAMPIRAN BUKU

32

Anda mungkin juga menyukai