Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
”Keperawatan Gawat Darurat dalam Penyakit Asmatikus ”. Salam serta salawat penulis
peruntukkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah menjadi panutan umat manusia.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok dari
dosen pengampu Ibu A. Nurlaela, S.Kep, Ns, M.Kes pada mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang topik
makalah yang diberikan oleh dosen bagi para pembaca dan penulis.

Kami mengucapkan banyak terima kasih dalam pembuatan makalah ini dan Ibu dosen,
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum mencapai kesempurnaan, sehingga kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Tanete, 23 September 2023

Kelompok V

i
DAFTAR
DAFTARISI
ISI

Kata Pengantar…………………..…………………..…………..…………..……………….i
Kata Pengantar…………………..…………………..…………..…………..……………….i
Daftar Isi………….…..…………..…………..…………..…………..…………...................ii
Daftar Isi………….…..…………..…………..…………..…………..…………...................ii
BAB I KONSEP DASAR MEDIS
BAB I KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi…………..…………..…………..…………………..………….…………...1
A. Definisi…………..…………..…………..…………………..………….……..1
B. Etiologi………..…………..…………..…………………..…………………………1
B. Etiologi………..…………..…………..…………………..………………..2
C. Patofisiologi……..…………………………………………………………………...2
C. Manifestasi Klinik…………..…………..………….……..………….....................2
D. Klasifikasi…………………………………………………………………………....3
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinik…………..…………..………….……..………….........................4
E. Komplikasi……..…………..………….……..…………..…….........................2
F. Komplikasi……..…………..………….……..…………..……..................................4
F. Pemeriksaan Diagnostik
G. Pemeriksaan Diagnostik……………………………………………………………..4
G. Penatalaksanaan Medis
H. Penatalaksanaan Medis………………………………………………………………5
I. IIPenanganan
BAB Asma……………………………………………………………………6
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
J. Pertolongan Pertama pada Penderita Asma………………………………………….6
A.
K. Pengkajian………..…............................................3
Pencegahan…………………………………………………………………………..7
B. Diagnosa keperawatan……................................10
BAB
C.IIIntervensi.............................................................12
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

D.
A. Implementasi
Pengkajian………..…................................................................................................9
E.
B. Evaluasi
Diagnosa keperawatan…….......................................................................................10
C.IIIIntervensi...................................................................................................................10
BAB KASUS ASMATIKUS
D. Implementasi……………………………………………………………………….16
A. Contoh kasus asma……..…………..…………..…………..……..
E. Evaluasi…………………………………………………………………………….17
…………………….28
BAB
B.IIIPengkajian…………..…..…….…………..…………..…………………………...…29
KASUS ASMATIKUS
C. Diagnosa keperawatan
A. Gambaran Kasus Asmatikus…………….……..…………....…………………….18
D. Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
E. Implementasi 19
F. Evaluasi
LAMPIRAN BUKU 20
DAFTAR PUSTAKA 30
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PENYAKIT ASMATIKUS
LAMPIRAN BUKU 33

ii
BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi Asmatikus
1. Status asmatikus adalah suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam
beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberi perbaikan pada
pengobatan yang lazim. (Purwadianto. A. & Saampurna, B. 2013).
2. Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas
yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan
rasa berat didada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat
reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang
timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak menganggu aktivitas tetapi dapat
eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan
kematian. (Nugroho, T., Putri, B.T., Putri, D.K. 2016).

B. Etiologi
Adapun faktor penyebab dari asma adalah faktor infeksi dan faktor non
infeksi yaitu:
1. Faktor infeksi misalnya virus, jamur, parasit, dan bakteri sedangkan
2. Faktor non infeksi seperti faktor alergi, iritan, perubahan cuaca, kegiatan jasmani
dan psikis. (Nugroho, T., Putri, B.T., Putri, D.K. 2016).

Selain itu, adapun faktor pencetus yang dapat menimbulkan asma antara lain:

1. Allergen
Allergen adalah zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah
(Dermatophagoides pteronissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu binatang,
beberapa makanan laut dan sebagainya.
2. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu faktor paling sering menimbulkan asma. Diperkirakan, dua
pertiga penderita asma dewasa, serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi
saluran pernapasan.

1
3. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak
orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma. Faktor ini
berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil
kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak.
4. Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila melakukan
olahraga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua
jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
kegiatan jasmani (exercise induced asma) terjadi setelah olahraga atau aktifitas
fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
5. Obat-obatan
Beberapa kilien dengan asma bbronkhial sensitive atau alergi terhadap obat
tertentu seperti Penisillin salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya
6. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta
bau yang tajam.
7. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkhial. (Nugroho, T., Putri, B.T.,
Putri, D.K. 2016).

C. Patofisiologi
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan,
cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas bronkus
dalam saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma menghasilkan
imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel
mast, kemudian sel mast tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami
degranulasi, sel mast yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah
mediator seperti histamin dan bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga timbul edema mukosa, peningkatan produksi mukus
dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini akan menyebabkan proliferasi akibatnya
2
terjadi sumbatan dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2
dan CO2 terhambat akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masuk O2 ke
paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan CO2
dalam alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan menyebabkan
terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler (hipoventilasi) yang
akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik. Hal ini dapat menyebabkan paru-paru
tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang
karbondioksida sehingga menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan
terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana
oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi hipoksemia dan
hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis. (Nugroho, T., Putri,
B.T., Putri, D.K. 2016).

D. Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi pada penyakit asma, antara lain:
1. Mid intermiten yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang
pendek; tanpa gejala, diantara serangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2
kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV dan PEF diperkirakan lebih dari 80%.
2. Mid persistent yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada
waktu malam timbul lebih dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV atau PEF
diperkirakan sebesar 80%.
3. Moderat persistent yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan
bronkodilator serangan timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan pada waktu
malam timbul gejala berat setiap minggu.Fungsi paru-paru FEV atau PEF
diperkirakan 60- 80%.
3. Severe persistent yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang
terbatas, peningkatan frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada
waktu malam. (Nugroho, T., Putri, B.T., Putri, D.K. 2016).

Selain itu, penyakit asma juga mempunyai beberapa tipe yaitu:

1. Asma alergik yaitu asma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari
binatang, marah, makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga
yang alergen dan riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinitis alergik.
2. Asma idiopatik atau non alergik yaitu tidak berhubungan dengan alergen

3
spesifik, faktor- faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan,
emosi dan lingkungan pencetus serangan.Serangan menjadi lebih berat dan dapat
berkembang menjadi bronkitis kronis dan empisema. Bentuk asma ini biasanya
dimulai saat dewasa (>35 tahun).
4. Asma gabungan (Mixed astma) yaitu bentuk asma yang paling umum, mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
(Nugroho, T., Putri, B.T., Putri, D.K. 2016).

E. Manifestasi Klinik
Adapun manifestasi klinis yang ditimbulkan antara lain: mengi/ wheezing,
sesak nafas, dada terasa tertekan atau sesak, batuk produktif, pilek, nyeri dada,
takikardi, retraksi otot dada, nafas cuping hidung, takipnea, kelelahan, lemah,
anoreksia, sianosis, berkeringat, ekspirasi memanjang dan gelisah serta pulsus
paradoksus. (Nugroho, T., Putri, B.T., Putri, D.K. 2016).

F. Komplikasi
1. Atelektasis.
2. Hipoksemia.
3. Penumothoraks.
4. Emfisema.
5. Deformitas tulang.
6. Gagal nafas. (Nugroho, T., Putri, B.T., Putri, D.K. 2016).

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologi
a. Foto thorak yaitu pada foto thorak akan tampak corakan paru yang
meningkat, hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik,
atelektasis juga ditemukan pada anak-anak 3-6 tahun.
b. Foto sinus paranasalis yaitu diperlukan jika asma sulit terkontrol untuk
melihat adanya sinusitis.
2. Pemeriksaan darah
a. Hitung jenis leukosit akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret
hidung, bila tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma.
b. Analisa gas darah

4
3. Uji faal paru/Lung Function Test (LFT)
Dilakukan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil provokasi
bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit. Alat yang
digunakan untuk uji faal paru adalah peak flow meter, caranya pasien disuruh
meniup flow meter beberapa kali (sebelumnya menarik nafas dalam melalui
mulut kemudian menghembuskan dengan kuat).
4. Uji kulit alergi dan imunologi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Alergen yang
digunakan adalah alergen yang banyak didapat di daerahnya. (Nugroho, T.,
Putri, B.T., Putri, D.K. 2016).

H. Penatalaksanaan Medis
Beberapa penatalaksanaan medis penyakit asma, antara lain:
1. Oksigen 4-6 liter/menit
2. Pemenuhan hidrasi via infus
3. Terbutaline 0,25 mg/ 6 jam secara subkutan (SC)
4. Bronkodilator/ antibronkospasme dengan cara:
a. Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg (Bricasma),
fenoterol HBr 0,1% solution (Berotec), orciprenaline sulfur 0,75 mg
(Allupent).
b. Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminophillin)
bolus IV 5-6 mg/kgBB.
c. Peroral dengan Aminofilin 3x150 mg tablet. Agonis B2 (salbutamol 5 mg
atau feneterol 2,5 mg atau terbulatine 10 mg).
d. Antiedema mukosa dan dinding bronkus dengan golongan kortikosteroid;
Deksamethasone 4 mg IV setiap 8 jam.
e. Mukolitik dan ekspektoran.
1) Bronhexime HCL 8 mg per oral 3x1
2) Nebuloizer (via inhalasi) dengan golongan Bronhexime HCL 8 mg
dicampur dengan aquades steril.

Selain itu, tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat


mengontrol manifestasi klinis dari penyakit untuk waktu yang lama,
meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma

5
dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma perlu terkontrol.
Terdapat dua faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu medikasi dan
pengobatan berdasarkan derajat. (Nugroho, T., Putri, B.T., Putri, D.K.
2016).

I. Penanganan Asma
1. Agonis Beta: untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan meningkatkan
gerakan sililaris. Contoh obat: epinefrin, albutenol, meta profenid, iso proterenoli
isoetharine, dan terbutalin. Obat-obat ini biasa digunakan secara parenteral dan
inhalasi.
2. Bronkodilator, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan mukus
dalam jalan nafas. Contoh obat: aminophyllin, teophyllin, diberikan secara IV dan
oral.
3. Antikolinergik, contoh obat: atropin, efeknya: bronkodilator. diberikan secara
inhalasi.
4. Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor. Contoh obat:
hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan secara oral dan IV.
5. Inhibitor sel mast, contoh obat: natrium kromalin, diberikan melalui inhalasi untuk
bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
6. Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat 55 mmHg.
7. Fisioterapi dada, teknik pernapasan dilakukan untuk mengontrol dispnea dan
batuk efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan postural
drainage dilakukan hanya pada pasien dengan produksi sputum yang banyak.
(Nugroho, T., Putri, B.T., Putri, D.K. 2016).

J. Pertolongan Pertama Pada Penderita Asma


1. Jangan panik dan tenangkan diri anda dan penderita asma tersebut sampai benar-
benar rileks.
2. Bawa penderita ke tempat yang nyaman dengan udara yang bersih serta
sirkulasinya baik. Hindari penderita dari allergen yang mungkin memicu asma.
3. Atur posisi duduk yang nyaman pada pasien.
4. Bantulah penderita untuk menghirup inhalernya.
5. Sarankan penderita untuk bernafas dalam dan perlahan. Jika serangan asma

6
berhenti dalam 5-10 menit.
6. Sarankan agar penderita untuk menghirup kembali 1 dosis inhaler.
7. Hubungi dokter jika serangan asma tersebut adalah serangan yang pertama kali
dialami.
8. Jika inhaler tidak berfungsi dan serangan asma tidak berhenti dalam 5-10 menit,
segera bawa penderita ke rumah sakit terdekat secepatnya.
9. Jika penderita berhenti bernapas atau kehilangan kesadaran, periksa pernapasan
serta peredaran darahnya. Lalu lakukan resusitasi pada penderita.
Pada kasus kegawatan yang sering terjadi adalah status asmatikus. Status
asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak merespon terapi
konvensional.Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi, kecemasan,
penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi,
peningkatan blokadrenergik, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini.
Episode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap Penisillin. Status
asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat menyebabkan kematian, oleh karena
itu:
1. Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan diutamakan
terhadap usaha untuk menanggulangi sumbatan saluran pernapasan.
2. Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor yang
merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi
saluran pernapasan, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin dan lain-
lain). (Nugroho, T., Putri, B.T., Putri, D.K. 2016).

K. Pencegahan
1. Menjaga Kesehatan
Menjaga kesehatan tubuh merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari
pengobatan penyakit asma. Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja
mudah terserang penyakit tetapi juga berarti mudah untuk mendapat serangan
penyakit asma beserta komplikasinya. Usaha mencegah penyakit ini antara lain
berupa makan makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak, istirahat yang
cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai untuk mengatasi penyakit. Penderita
dianjurkan banyak minum kecuali bila dilarang dokter, karena menderita penyakit
lain seperti penyakit jantung atau ginjal yang berat.
2. Menjaga Kebersihan Lingkungan
7
Lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi
timbulnya serangan penyakit asma. Keadaan rumah misalnya sangat penting
diperhatikan. Rumah sebaiknya tidak lembab, cukup ventilasi dan cahaya
matahari. Sebaiknya alat-alat tidur tidak terbuat dari kabu-kabu. (Nugroho, T.,
Putri, B.T., Putri, D.K. 2016).

8
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Primary Survei
Primary Survei (Penilaian Awal) merupakan usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan
yang mengancam jiwa (Pusbankes 118, 2015 dalam Putri, A. A. 2021). Adapun
tahapan dari primary survei yaitu:
a) Airway/Jalur napas yaitu penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi
pemeriksaan mengenai adanya obstruktif jalan napas, adanya benda asing
seperti sputum dan secret. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas
tambahan seperti mengi, wheezing, ronkhi kering.
b) Breathing/Pernapasan yaitu penilaian akan frekuensi napas, apakah ada
otot bantu pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas
tambahan seperti mengi, wheezing, ronkhi kering.
c) Circulation/Peredaran darah yaitu menilai sirkulasi/ peredaran darah,
kardiak output serta adanya perdarahan. Pengkajian meliputi status
hemodinamik, warna kulit dan nadi.
d) Disability/Kesadaran yaitu menilai tingkat kesadaran dengan cepat, serta
ukuran dan reaksi pupil.
e) Eksposure yaitu pemerikasaan apakah terdapat cedera atau tidak dengan
pemeriksaan seluruh tubuh.
2. Secondary Survei
Pengkajian secondry survei meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Prinsip survey sekunder adalah memeriksa ke seluruh tubuh yang lebih teliti
dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to toe) baik pada tubuh dari
bagian depan maupun belakang serta evaluasi ulang terhadap pemeriksaan tanda
vital penderita. Dimulai dengan anamnesa yang singkat meliputi AMPLE (allergi,
medication, past illness, last meal dan event of injury). Pemeriksaan penunjang ini

9
dapat dilakukan pada fase meliputi foto thoraks (Pusbankes 118, 2015 dalam
Putri, A. A. 2021).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang kemungkinan akan muncul yaitu:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
spasme, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan napas buatan, sekresi
bronkus.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi atau kelelahan.
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, pola interaksi.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi.
6. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan kekurangan volume cairan.
(SDKI, 2017).

C. Intervensi
Tindakan keperawatan yang akan muncul menurut SIKI (2018) dan SKLI (2019)
yaitu
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan kekurangan volume cairan
a. Kriteria hasil: Perfusi perifer dengan ekspetasi meningkat (L.02011)
1) Denyut nadi perifer meningkat (5)
2) Penyembuhan luka meningkat (5)
3) Sensasi meningkat (5)
4) Warna kulit pucat menurun (5)
5) Akral membaik (5)
b. Intervensi: Perawatan sirkulasi (I.02079)
1) Observasi
a) Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index).
b) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis: diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi).
10
c) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas.
2) Terapeutik
a) Hindari pemasangan infus, atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi.
b) Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi.
c) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cidera.
d) Lakukan pencegahan infeksi.
e) Lakukan perawatan kaki dan kuku.
f) Lakukan hidrasi.
3) Edukasi
a) Anjurkan berhenti merokok.
b) Anjurkan berolahraga rutin.
c) Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar.
d) Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu.
e) Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
f) Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta.
g) Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis:
melembabkan kulit kering pada kaki).
h) Anjurkan program rehabilitasi vaskular
i) Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis: rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
j) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
(mis: rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa).
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
spasme
a. Kriteria hasil: Bersihan jalan napas dengan ekspetasi meningkat (L.01001)
1) Batuk efektif meningkat (5)
2) Produksi sputum menurun (5)
3) Mengi menurun (5)
4) Sianosis menurun (5)
11
5) Gelisah menurun (5)
b. Intervensi: Manajemen jalan napas (I.01011)
1) Observasi
a) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas).
b) Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi,
wheezing, ronchi kering).
c) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
2) Terapeutik
a) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal).
b) Posisikan semi-fowler atau fowler.
c) Berikan minum hangat.
d) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu.
e) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.
f) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal.
g) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill.
h) Berikan oksigen, jika perlu.
3) Edukasi
a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi.
b) Ajarkan Teknik batuk efektif.
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
a. Kriteria hasil: Toleransi aktivitas dengan ekspetasi meningkat (L.05047)
1) Frekuensi nadi meningkat (5)
2) Kecepatan berjalan meningkat (5)
3) Keluhan lelah menurun (5)
4) Jarak berjalan meningkat (5)
5) Dispnea saat aktivitas menurun (5)
b. Intervensi: Manajemen energi (I.05178)
1) Observasi
12
a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan.
b) Monitor kelelahan fisik dan emosional.
c) Monitor pola dan jam tidur.
d) Monitor lokasi dan ketidaknyaman selama melakukan aktivitas.
2) Terapeutik
a) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis.
Cahaya, suara, kunjungan).
b) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif.
c) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan.
d) Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan.
3) Edukasi
a) Anjurkan tirah baring.
b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
c) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang.
d) Anjurkan strategi koping untung mengurangi kelelahan.
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan.
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi
a. Kriteria hasil: Tingkat ansietas dengan ekspetasi menurun (L.09093)
1) Verbalisasi kebingungan menurun (5)
2) Perilaku gelisah menurun (5)
3) Keluham pusing menurun (5)
4) Konsentrasi membaik (5)
5) Pola tidur membaik (5)
b. Intervensi: Terapi relaksasi (I.09326)
1) Observasi
a) Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan
kognitif.
b) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan.
13
c) Identifikasi kesediaan, kemampuan dan penggunaan teknik
sebelumnya.
d) Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah dan suhu
sebelum dan sesudah latihan.
e) Monitor respons terhadap terapi relaksasi.
2) Terapeutik
a) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan.
b) Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik
relaksasi.
c) Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik
relaksasi.
d) Gunakan pakaian longgar.
e) Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama.
f) Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik
atau tindakan medis lainnya, jika sesuai
3) Edukasi
a) Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi yang tersedia
(mis. Musik, meditasi,nafas dalam, relaksasi, otot progresif).
b) Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih.
c) Anjurkan mengambil posisi nyaman Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi.
d) Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih.
e) Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. nafas dalam,
peregangan atau imajinasi terbimbing).
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi
a. Kriteria hasil: Pertukaran gas dengan ekspetasi meningkat (L.01003)
1) Tingkat kesadaran meningkat (5)
2) Dispnea menurun (5)
3) Bunyi napas tambahan menurun (5)
4) Takikardia membaik (5)
5) Sianosis membaik (5)
b. Intervensi: Pemantauan respirasi (I.01014)
14
1) Observasi
a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas.
b) Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik).
c) Monitor kemampuan batuk efektif.
d) Monitor adanya produksi sputum.
e) Monitor adanya sumbatan jalan napas.
f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru.
g) Auskultasi bunyi napas.
h) Monitor saturasi oksigen.
i) Monitor nilai analisa gas darah.
j) Monitor hasil x-ray thoraks.
2) Terapeutik
a) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien.
b) Dokumentasikan hasil pemantauan.
3) Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
b) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
6. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi
a. Kriteria hasil: Pola napas dengan ekspetasi membaik (L.01004)
1) Ventilasi semenit meningkat (5)
2) Frekuensi napas membaik (5)
3) Kedalaman napas membaik (5)
4) Ekskursi dada membaik (5)
5) Disnea menurun (5)
b. Intevensi: Stabilisasi jalan napas (I.01025)
1) Observasi
a) Identifikasi ukuran dan tipe selang orofaringeal atau nasofaringeal
b) Monitor suara napas setelah selang jalan napas terpasang (mis.
sesak napas, mengorok).
c) Monitor komplikasi pemasangan selang jalan napas.
d) Monitor kesimetrisan pergerakan dinding dada.
e) Monitor saturasi oksigen (SpO2) dan CO₂.
2) Terapeutik
15
a) Gunakan alat pelindung diri (mis, sarung tangan, kacamata,
masker).
b) Posisikan kepala pasien sesuai dengan kebutuhan Lakukan
pengisapan mulut dan orofaring.
c) Insersikan selang oro/nasofaring dengan tepat.
d) Pastikan selang oro/nasofaring mencapai dasar lidah belakang
e) Fiksasi selang oro/nasofaring dengan cara yang tepat.
f) Ganti selang oro/nasofaring sesuai prosedur.
g) Insersikan laryngeal mask airway (LMA) dengan tepat.
h) Pastikan pemasangan selang endotrakeal dan trakeostomi hanya
oleh tim medis yang kompeten.
i) Fasilitasi pemasangan selang endotrakeal dengan menyiapkan
peralatan intubasi dan peralatan darurat yang dibutuhkan.
j) Berikan oksigen 100% selama 3-5 menit, sesuai kebutuhan
Auskultasi dada setelah intubasi.
k) Gembungkan manset endotrakeal/trakeostomi Tandai selang
endotrakeal pada bibir atau mulut.
l) Verifikasi posisi selang dengan menggunakan x-ray dada, pastikan
trakea 2-4 cm di atas karina
3) Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur stabilisasi jalan napas.
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemilihan ukuran dan tipe selang endotrakeal atau
selang trakeostomi yang memiliki volume tinggi, manset yang
memiliki tekanan rendah.

D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilakasanakan untuk
memodifikasi faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Carpenito, 2000
dalam Indar Asmarani, P., Tahir, R., & Muhsinah, S. 2018).

16
Pada waktu perawat memberikan pelayanan keperawatan, proses
pengumpulan dan analisa data berjalan terus-menerus, guna perubahan atau
penyesuaian tindakan keperawatan, pengorganisasian pekerjaan perawat serta
lingkungan fisik untuk pelayanan yang dilakukan (Hidayat, 2012 dalam Indar
Asmarani, P., Tahir, R., & Muhsinah, S. 2018).

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan cacatan paling atas tentang indikasi kemajuan pasien
terhadap tujuan yang di capai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan
perawatan dan untuk mengomunikasikan status pasien dari hasil tindakan
keperawatan. Evalausi memberikan imformasi, sehingga memuminkinkan revesi
perawatan (Hidayat, 2012 dalam Indar Asmarani, P., Tahir, R., & Muhsinah, S. 2018).
Evaluasi adalah tahap ahkir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai
informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dengan merupkan
perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada
tahap perencanaan. Pernyataan evaluasi terdiri dari dua komponen yaitu data yang
tercatat yang menyatakan kasus kesehatan sekarang dan pernyataan konklusi yang
menyatakan efek dari tindakan yang di berkan pada pasien (Hidayat, 2012 dalam
Indar Asmarani, P., Tahir, R., & Muhsinah, S. 2018).

17
BAB III

KASUS ASMATIKUS

A. Gambaran Kasus Asmatikus


Hasil yang didapatkan dari pengkajian hasil kelolaan yang dilakukan pada
hari Kamis, 11 Mei 2023 pukul 09.31 WITA di ruang Instalasi Gawat Darurat (IDG)
RSUD Bulukumba, yaitu biodata klien An. A, umur 32 tahun, jenis kelamin
perempuan, agama islam, pendidikan SMA, pekejaan ibu rumah tangga, status
menikah, alamat jln. Pahlawan, MRS pada hari Kamis, 11 Mei 2023 pukul 09.27
WITA di IGD RSUD Bulukumba dengan No RM 20.02.1350, diagnosis medis
Asmatikus.
Data yang diperoleh adalah data subjektif dan objektif, yaitu didapatkan
klien mengeluh sesak, kepala pusing, sulit tidur karena sesak napas, Klien terlihat
menggunakan otot bantu napas, Pernapasan cuping hidung, RR 30×/ menit, N: 55 ×/
menit, S: 34º C, Fase ekspirasi memanjang, Tekanan inspirasi menurun, Suara napas
tambahan wheezing, Po2 menurun 65 mmhg, Pola napas cepat dan dangkal, Kulit
pucat, CRT >3 detik dan Nadi teraba lemah. Klien sebelumnya pernah MRS 3 tahun
yang lalu dengan penyakit yang sama. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat penyakit asma. Klien memiliki alergi terhadap debu. (Puspita, A. D. 2021).

18
DAFTAR PUSTAKA
Indar Asmarani, P., Tahir, R., & Muhsinah, S. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Asma Bronkial Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Laikawaraka Rsu
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara (Doctoral Dissertation, Poltekkes Kemenkes
Kendari). Diakses pada tanggal 22 September 2023 pada Pukul 18.55 Wita dengan
Website

http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/629/

Nugroho, T., Putri, B.T., Putri, D.K. (2016). Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Yogyakarta: Nuha Medika. Hal. 166-177

Puspasari, S.F.A. (2019). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Hal. 154-155

Purwadianto. A. & Saampurna, B. (2013). Kedaruratan Medik. Tangerang Selatan: Binarupa


Aksara. Hal. 35

Puspita, A. D. (2021). Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada
Ny. A dengan Masalah Asmatikus. Diakses pada tanggal 22 September 2023 pada
Pukul 15.55 Wita dengan Website

https://id.scribd.com/document/506550979/LP-dan-Askep-Status-Asmatikus-Arum-Dwi-P

Putri, A. A. (2021). Asuhan Keperawatan Pola Napas Tidak Efektif Pada Pasien Dengan
Asma Bronkial Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Sanjiwani Gianyar Tahun 2021
(Doctoral Dissertation, Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan). Diakses pada
Tanggal 05 Oktober 2023 pada Pukul 21.03 Wita dengan Website

19
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/7754/

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luiaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta
Selatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI

LAMPIRAN BUKU

20
21

Anda mungkin juga menyukai