Anda di halaman 1dari 26

ASKEP KEGAWAT DARURATAN SISTEM PERNAFASAN

(ASMATIKUS)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Keperawatan Gawat Darurat

Kelompok V

1. Rifda Husna (SK117027)


2. Rini Puji A (SK117028)
3. Riski Maulana A (SK117029)
4. Santi Larasati (SK117030)
5. Solikhatun (SK117031)
6. Sri Mulyani (SK117032)

Program Studi Ilmu Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
2020
KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Sistem Pernafasan (Asmatikus)” ini dengan baik. Makalah ini tidak dapat selesai
tanpa dukungan moral dan materi yang diberikan dari berbagai pihak, maka
penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Allah SWT. Yang telah meridhoi pembuatan makalah dengan baik.

2. Ns. Lestari Eko Darwati, M.Kep. dan tim selaku dosen pengampu
Keperawatan Gawat Darurat.
3. Orang tua penulis yang telah memberikan dorongan dan motivasi.
4. Teman- teman penulis yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
5. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dari rekan- rekan
pembaca sangat dibutuhkan demi penyempurnaan makalah ini.

Kendal, 19 Maret 2020

Kelompok 5
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................3
1.3 Tujuan..................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Asmatikus ............................................................................................................6


2.1.1 Definisi .....................................................................................................6
2.1.2 Etiologi ......................................................................................................6
2.1.3 Manifestasi klinis .......................................................................................7
2.1.4 Patofisiologi................................................................................................7
2.1.5 Penatalaksanaan..........................................................................................8
2.1.6 Penatalaksanaan lanjutan............................................................................9
2.1.7 Penatalaksanaan lanjutan di ruangan .........................................................9
2.1.8 Pemeriksaan penunjang ............................................................................10
2.1.9 Komplikasi ................................................................................................11
2.1.10 Asuhan Keperawatan Asmatikus.............................................................12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulaan ........................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum Status Asmatikus adalah penyakit asma yang berat
disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap
bermacam–macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus
atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih–lebihan dari kelenjar–kelenjar
di mukosa bronchus. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor yang
mempengaruhi, baik dari faktor ekstrinsik dan instrinsik. Di dalam Faktor
Ekstrinsik memperlihatkan Asma yang timbul karena reaksi
hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap
antigen yang terdapat di udara ( antigen–inhalasi ), seperti debu rumah,
serbuk–serbuk dan bulu binatang, sedangkan pada faktor instrinsik nya
memperlihatkan bahwa asma timbul akibat infeksi baik itu virus, bakteri
dan jamur, cuaca iritan, bahan kimia, emosional, dan aktifitas yang
berlebihan. Penyakit asma ini berlangsung dalam beberapa jam sampai
beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan yang
lazim.
Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat
kematian. Asma diklasifikasikan sebagai penyakit, intermiten reversibel,
obstruktif dari paru-paru. Ini adalah berkembang masalah kesehatan di
Amerika Serikat, dengan sekitar 20 juta orang terkena dampak. Dalam 20
tahun terakhir, jumlah anak dengan asma telah meningkat nyata, dan tidak
terkemuka serius penyakit kronis pada anak-anak. Sayangnya, sekitar 75%
anak dengan asma terus memiliki masalah kronis di masa dewasa.Jumlah
kematian setiap tahunnya dari asma telah meningkat lebih dari 100% sejak
tahun 1979 di Amerika Serikat.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi Asmatikus?
2. Apa etiologi Asmatikus?
3. Apa saja manifestasi klinis Asmatikus?
4. Bagaimana patofisiologi Asmatikus?
5. Bagaimana penatalaksanaan Asmatikus?
6. Bagaimana penatalasanaan lanjutan Asmatikus?
7. Bagaimana penatalaksanaan lanjutan di ruangan pasien Asmatikus?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang Asmatikus?
9. Apasaja komplikasi Asmatikus?
10. Bagaimana asuhan keperawatan Asmatikus?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Asmatikus
2. Untuk mengetahui etiologi Asmatikus
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis Asmatikus
4. Untuk mengetahui patofisiologi Asmatikus
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan Asmatikus
6. Untuk menegtahui penatalaksanaan lanjutan Asmatikus
7. Untuk mengetahui penatalasanaan lanjutan diruangan pasien Asmatikus
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Asmatikus
9. Untuk mengetahui komplikasi Asmatikus
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Asmatikus
BAB II

KONSEP

A. Definisi
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi
hipersensitif mukosa bronkus terhadap alergen. Reaksi hipersensitif pada
bronkus dapat mengakibatkan pembengkakan pada mukosa bronkus.
(Sukarmain, 2009).
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa
pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika
bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored
(perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi
alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan
tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara
wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan ( Muttaqin, 2008 ).

B. Etiologi

1. Faktor Ekstrinsik

Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan


oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di
udara (antigen–inhalasi), seperti debu rumah, serbuk – serbuk dan
bulu binatang.
2. Faktor Intrinsik

a. Infeksi :

1) Virus yang menyebabkan ialah para influenza virus,


respiratory syncytial virus (RSV).

2) Bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus.

3) Jamur, misalnya aspergillus.

3. Cuaca :

Perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban


dihubungkan dengan percepatan.

4. Iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara.

5. Emosional : takut, cemas dan tegang.

6. Aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari.

C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik pada pasien asmatikus adalah batuk, dyspnoe
(sesak nafas), dan wheezing (terengah-engah). Pada sebagian penderita
disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak
penderita bernafas cepat, dalam, gelisa, duduk dengan tangan menyangga
ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan
fungsi paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun
dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas (batuk,
sesak nafas, wheezing).
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III :
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali.
4. Tingkat IV :
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi
wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi
jalan nafas.
5. Tingkat V :
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa
serangan asma akut yang berat bersifat refrakter (tak beraksi)
sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas
yang reversibel ( Sukarmin, 2009 ).
D. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus
yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi
yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. (Sukarmin,2009) Pada asma, antibody ini terutama melekat
pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat
dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen
maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik
eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor - faktor ini akan menghasilkan
edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang
kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
(Sukarmin,2009) Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama
ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru
selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus
sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan
baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu
paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest. (Sukarmin, 2009)

b. Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)

c. Kontraksi otot polos

d. Edema mukusa

e. Hipersekresi

f. Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi)

g. Hipoventilasi

h. distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru


i. Gangguan difusi gas di alveoli

j. Hipoxemia

k. Hiperkarpia
E. Pathwey
Etiologi & Faktor-faktor
resiko

Reaksi alergi

Sel Limfosit-B

Ig E + sel mast & basofil


berinfiltrasi ke dinding dada

Pelepasan mediator
inflamasi

Dilatasi kapiler Spasme otot bronchial


Hiperplasia sel
(menghilangkan alergen) (mencegah inhalasi alergen)
goblet
Produksi
mucus yang
Hipersekresi tebal &
Pengendapan Peningkatan banyak bronchokonstriksi
mukus
kolagen di jaringan permeabilitas
membran dasar jaringan mukosa

Kegagalan
Sumbatan mukus batuk
terapi
bronkodilator
Penebalan jaringan Edema
membran dasar

Dada sesak,
Penyempitanjalan
jalannapas
Penyempitan sulit bernapas
napas
 Postur
 Distress
pernapasan
 “pursed- Menurunnya aliran udara yang Wheezing &
lip” masuk melalui saluran napas ronchi
breathing
 retraksi
dada
 nasal
flaring
Meningkatkan kerja
napas

Peningkatan kebutuhan Meningkatkan IWL & Keringat


O2 evaporasi berlebih

takikardia Menurunnya dehidrasi


intake oral

takipnea

Sumbatan mucus
Resah/ berlebih
gelisah
atelektasis

Hipoksemia
F. Penatalasanaan
Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan
keadaan obstruktif jalan napas yang berat. Perhatian khusus harus
diberikan dalam perawatan, sedapat mungkin dirawat oleh dokter dan
perawat yang berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat
berpedoman secara klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat menilai respon
pengobatan apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin
saja terjadi oleh karena konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun
sebagai akibat terjadinya komplikasiseperti infeksi, pneumothoraks,
pneumomediastinum yang sudah tentu memerlukan pengobatan lainnya.
Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drips
aminofilin. Dokter yang merawat harus mampu dengan akurat menentukan
kapan penderita meski dikirim ke unit perawatan intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim
dari UGD dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut :
1. Pemberian terapi oksigen dilanjutkan
Terapi oksigen dilakukan megnatasi dispena, sianosis, danhipoksemia.
Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker Venturi
atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang diberikan
didasarkan pada nilai – nilai gas darah. PaO2 dipertahankan antara 65
dan 85 mmHg. Pemberian sedative merupakan kontraindikasi. Jika
tidak terdapat respons terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan
perawatan di rumah sakit.
2. Agonis β2
Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam,
kemudian dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada
perbaikan yang jelas. Sebagian alternative lain dapat diberikan dalam
bentuk inhalasi dengan nebuhaler / volumatic atau secara injeksi. Bila
terjadi perburukan, diberikan drips salbutamol atau terbutalin.
3. Aminofilin
Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 – 0,9 mg/kg BB /
jam. Pemberian per drip didahului dengan pemberian secara bolus
apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin direndahkan pada
penderita dengan penyakit hati, gagal jantung, atau bila penderita
menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi
diberikan pada perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu
diperhatikan. Bila terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis harus
diturunkan. Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin
segera dihentikan karena terjadi gejala toksik yang berbahaya.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2 – 8 jam
tergantung beratnya keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan
adalah hidrokortison 200 – 400 mg dengan dosis keseluruhan 1 – 4
gr / 24 jam. Sediaan yang lain dapat juga diberikan sebagai alternative
adalah triamsiolon 40 – 80 mg, dexamethason / betamethason 5 – 10
mg. bila tidak tersedia kortikosteroid intravena dapat diberikan
kortikosteroid per oral yaitu predmison atau predmisolon 30 – 60 mg/
hari.
5. Antikolonergik
Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam
kombinasi dengan agonis β2secara inhalasi nebulisasi terutama
penambahan – penambahan ini tidak diperlukan bila pemberian agonis
β2 sudah memberikan hasil yang baik.
6. Pengobatan lainnya
a. Hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan
elektrolit serum, dan penilaian adanya asidosis metabolic. Ringer
laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk dehidrasi dan
pada keadaan asidosis metabolic diberikan Natrium Bikarbonat.
b. Mukolitik dan ekpetorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi
jalan berat ekspektorans seperti obat batuk hitam dan gliseril
guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin
maupun N-asetilsistein.
c. Fisioterapi dada
Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi
lainnya hanya dilakukan pada penderita hipersekresi mucus
sebagai penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi.
d. Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada tanda – tanda infeksi seperti demam,
sputum purulent dengan neutrofil leukositosis.
e. Sedasi dan antihistamin
Obat – obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang
perawatan intensif. Sedangkan antihistamin tidak terbukti
bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat malahan dapat
menyebabkan pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan
bronkus.
G. Penatalaksanaan lanjutan
Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat
terhadap respon pengobatan dengan menilai parameter klinis seperti sesak
napas, bising mengi, frekuensi napas, frekuensi nadi, retraksi otot bantu
napas. APE, fotothoraks, AGD, kadar serum aminofilin, kadar kalium dan
gula darah diperiksa sebagai dasar tindakan selanjutnya. Indikasi
perawatan intensif Penderita yang tidak menunjukkan respon terhadap
terapi intensif yangdiberikan perlu dipikirkan apakah penderita akan
dikirim ke unit perawatan intensif. Adapun penderita yang memerlukan
perawatan intensif yaitu
1. Terdapat tanda- tanda kelelahan
2. Gelisah, bingung, kesadaran menurun
3. Terjadi henti napas ( PaO2 < 40 mmHg atau PaCO2 > 45 mmHg )
sesudah pemberian oksigen.
H. Penatalaksaan lanjutan di ruangan
Pada penderita yang telah menunjukkan respon yang baik terhadap
pengobatan, terapi intensif dilanjutkan paling sedikit 2 hari. Pada 2 – 5
hari pertama semua pengobatan intravena diganti, diberikan steroid oral
dan aminofilin oral serta agonis β2 dengan inhaler dosis terukur 6 – 8 x/
hari atau preparat oral 3 – 4 x/hari. Pada hari 5 – 10, steroid oral
( predmison, predmisolon ) diturunkan, obat agonis β2 dan aminofilin
diteruskan ( Muttaqin, 2008 ).
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam
mengkaji obstruksi jalan nafas akut.
2. Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan jika pasien tidak mampu
melakukan manufer fungsi pernafasan karena obstruksi berat atau
keletihan, atau bilapasien tidak berespon terhadap tindakan
3. Arus puncak ekspirasi APE mudah di periksa dengan alat yang
sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam
menentukan derajat beratnnya penyakit
4. Pemeriksaan foto thorax pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk
melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut
yang perlu juga mendapat penanganan seperti atelektasis, pneuonia,
dan pneumothorax
5. Elektrokardiografi tanda- tanda abnormalita sementara dan refersible
setelah terjadi perbaikan klinis adalah gelombang p meninggi ( p =
pulmonal ), takikardi dengan atau tanda aritmia supraventrikuler,
tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan
( Muttaqin, 2008 ).
J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah
1. Pneumotoraks
2. Atelektasis
3. Gagal nafas
4. Bronchitis ( Muttaqin, 2008 ).
K. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian primer
a. Airway
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya
penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan
penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini
memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan
oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
b. Breathing
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan
bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang
diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien
mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini
memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif.
Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga
pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali
napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat
diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya
mengi.
c. Circulation
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk
memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk
memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya
peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula
penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus
paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus puncak ekspirasi ( APE )
kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah
dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen
ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation
ini.
d. Disability
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan
status asmatikus mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu
pasien yang masih dapat berespon hanya dapat mengeluarkan
kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu menyelesaikan satu
kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat
menimbulkan kelelahan .Namun pada penurunan kesadaran semua
motorik sensorik pasien unrespon.
2. Pengkajian sekunder
a. Pemeriksaan fisik head to toe.
b. Pemeriksaan keadaan umum dan kesadaran
c. Eliminasi
Kaji haluaran urin, diare/konstipasi.
d. Makanan/cairan
Penambahan BB yang signifikan, pembengkakan ekstrimitas
oedema pada bagian tubuh.
e. Nyeri/kenyamanan
Nyeri pada satu sisi, ekspres imeringis.
f. Neurosensori
Kelemahan :perubahankesadaran

L. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
3. Ketidakefektian perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
M. Intervensi

No Diagnosa Noc Nic


1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Jalan Nafas
bersihan jalan tindakan keperawatan a. Pastikan
napas b/d diharapkan jalan nafas kebutuhan oral/
penumpukan akan kembali efektif, tracheal
sputum dengan kriteria hasil: suctioning
a. Menunjukan b. Auskultasi suara
pembersihan nafas sebelum dan
jalan nafas yang sesudah
efektif. suctioning
b. Mengeluarkan c. Informasikan
sekresi secara kepada klien dan
efektif keluarga tentang
c. Mempunyai suctioning
irama dan d. Berikan O2
frekwensi dengan
pernafasan menggunakan
dalam rentang nasal untuk
normal. memfasilitasi
d. Mempunyai suction
fungsi paru nasotrakeal
dalam batas e. Anjurkan alat
normal yang steril setiap
melakukan
tindakan
f. Monitor status
oksigen pasien.

Manajemen jalan nafas


a. Buka jalan nafas
b. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
c. Indentifikasi
pasien perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
d. Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu
e. Berikan
bronchodilator
bila perlu
f. Monitor respirasi
dan status O2

2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas:


pola napas b/d tindakan keperawatan
penurunan diharapkan pola nafas a. Buka jalan nafas
kemampuan dapat kembali efektif, b. Posiskan pasien
bernapas dengan kriteria hasil: untuk
a. Pertukaran gas memaksimalkan
dan ventilasi ventilasi
pasien tidak c. Pasang mayo bila
bermasalah perlu
b. Tidak d. Lakukan suction
menggunakan pada mayo
pernafasan mulut e. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
f. Monitor
konsentrasidan
status O2
g. Terapioksigen
h. Bersihkan mulut,
hidung dan secret
pada trakea
i. Pertahankan
jalannafas yang
paten
j. Atur peralatan
oksigenasi
k. Monitor aliran
oksigenasi
l. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap
oksigenasi.

Manajemen tanda-tanda
vital
a. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
b. Catat adanya
fluktasi tekanan
darah
c. Ukur tekanan
darah pada kedua
lengan dan
bandingkan
d. Monitor frekuensi
dan irama
pernafasan
e. Monitor
suhu,warna dan
kelembaban kulit
f. Monitor adanya
tekanana nadi yang
melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik.

3 Ketidakefektian Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas


perfusi jaringan tindakan keperawatan a. Buka jalan nafas
perifer b/d diharapkan ketidak b. Posisikan pasien
kekurangan efektifan perfusi untuk
oksigen jaringan perifer dapat memaksimalkan
tertangani dengan ventilasi
kriteria hasil: c. Pasang mayo
a. Dapat bilaperlu
memepertahanka d. Lakukan suction
n Pertukaran pada mayo
CO2 atau O2 di e. Auskultasi suara
alveolar dalam nafas, catat adanya
keadaan normal suara tambahan
b. Tidak terdapat f. Monitor
cyanosis pada konsentrasi dan
pasien status O2.
Pasien tdk
mengalami nafas Monitor pernafasan
dangkal atau a. Monitor rata-rata,
ortopnea kedalaman, irama
dan usaha respirasi
b. Catat pengerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
c. tambahan , retraksi
otot
supraclavikular
dan intercostatis
d. Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
e. Monitor kelelahan
otot diafragma
( gerakan
paradoksis )
f. Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengaukultasi
pada jalan nafas
utama
g. Auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asmatikus adalah penyakit asma yang berat disebabkan oleh
peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam–macam
stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan
sekresi yang berlebih–lebihan dari kelenjar–kelenjar di mukosa bronchus.
Hal tersebut dikarenakan adanya faktor yang mempengaruhi, baik dari
faktor ekstrinsik dan instrinsik. Di dalam Faktor Ekstrinsik
memperlihatkan Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang
disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat
di udara ( antigen–inhalasi ), seperti debu rumah, serbuk–serbuk dan bulu
binatang, sedangkan pada faktor instrinsik nya memperlihatkan bahwa
asma timbul akibat infeksi baik itu virus, bakteri dan jamur, cuaca iritan,
bahan kimia, emosional, dan aktifitas yang berlebihan. Penyakit asma ini
berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak
memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim.

Daftar pustaka
Riyadi,Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta:
Graha Ilmu

Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner dan Suddart. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit


Asma. Laporan Provinsi Jawa Tengah

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai