Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

PADA PASIEN DENGAN STATUS ASMATIKUS

Disusun Oleh Kelompok 3 :

1. Aulia MandaSyaqila Wijaya 402230356


2. Gina Restalia 4002230133
3. Irma Nur Mahmuda 402230359
4. Neng Fitri Siti Nurjanah 402230356
5. Viazensa Tiara Pratami 4002230118
6. Vivi Filtriana K. 4002230361

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG

TAHUN 2023
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karenatelah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehinggahmakalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.Penulis berharap semoga makalah ini bisa menambah
pengetahuan para pembaca.

Namun terlepas dari itu, penulis memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersikap
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baikdan penulis akan terbuka
terhadap saran dan masukan dari semua pihak, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Bandung, 08 Oktober 2023

Hormat Kami

Kelompok 3

i
Daftar Isi
Kata Pengantar ....................................................................................................................... i
BAB I ................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 1
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 2
BAB II .................................................................................................................................. 3
2.1 Pengertian ............................................................................................................... 3
2.2 Etiologi ................................................................................................................... 3
2.3 Manifestasi klinis .................................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi ............................................................................................................ 5
2.5 Penatalaksanaan ...................................................................................................... 5
2.6 Pemeriksaan penunjang ........................................................................................... 8
2.7 Komplikasi ............................................................................................................. 8
BAB III ................................................................................................................................. 9
3.1 Pengkajian .............................................................................................................. 9
3.2 Diagnosa dan perencanaan .................................................................................... 11
BAB IV............................................................................................................................... 16
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 16
4.2 Saran..................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyakit alergi pada pernafasan yang banyak terjadi di masyarakat
adalah penyakit asma. Asma merupakan satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa
disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu
dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya (Begum, 2012).
Asma bronchiale merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah
kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Asma merupakan salah satu
penyakit yang prevalensi, morbiditas, dan mortalitasnya semakin meningkat di seluruh dunia.
Asma dapat timbul pada berbagai usia, baik pria ataupun wanita. Meningkatnya insiden
hampir setiap dekade, merupakan suatu tantangan bagi para klinis untuk menindak lanjutinya.
Prevalensi dan angka rawat inap penyakit asma bronchiale dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Dampak buruk dari asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang
menurun, peningkatan biaya kesehatan, bahkan kematian (Rodriquez, 2002).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian ringkas dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah :
“Bagaimanakah Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada pasien dengan status
Asmatikus”.

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien


dengan status Asmatikus, yaitu:
a. Mahasiswa mampu menerapkan teori dan mengetahui penerapan asuhan keperawatan
gawat darurat Pasien dengan Status Asmatikus
b. Merumuskan diagnosa keperawatan gawat darurat pada pasien dengan status
Asmatikus .
c. Menyusun intervensi keperawatan gawat darurat pada pasien dengan status Asmatikus
d. Melakukan implementasi keperawatan gawat darurat pada pasien dengan status
Asmatikus

1
e. Melakukan evaluasi keperawatan gawat darurat pada pasien dengan status Asmatikus
f. Melakukan dokumentasi keperawatan gawat darurat pada pasien dengan status
Asmatikus

1.4 Manfaat Makalah

1. Bagi Institusi Pendidikan Dapat digunakan sebagai informasi untuk pengembangan


dan peningkatan mutu pendidikan, serta referensi penelitian ilmiah selanjutnya.
2. Bagi Perawat Meningkatkan profesionalisme dalam melakukan asuhan keperawatan
gawat darurat kepada pasien dengan status Asmatikus.
3. Bagi Instansi Rumah Sakit Meningkatkan asuhan keperawatan gawat darurat kepada
pasien dengan status Asmatikus.
4. Bagi Pembaca Memberikan informasi tentang asuhan keperawatan gawat darurat pada
pasien dengan status Asmatikus.

2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian

Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa
bronkus terhadap alergen. Reaksi hipersensitif pada bronkus dapat mengakibatkan
pembengkakan pada mukosa bronkus. (Sukarmain, 2009).
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional
(Smeltzer, 2001). Status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung
memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian
bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena
leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian
berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara
wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (
Purnomo, 2008 ).

2.2 Etiologi

Penyebab hipersensitifitas saluran pernapasan pada kasus asma banyak


diakibatkan oleh faktor genetik (keturunan). Sedangkan faktor pemicu timbulnya
reaksi hipersensistifitas saluran pernapasan dapat berupa:
1. Hirup debu yang didapatkan dijalan raya maupun debu rumah tangga.
2. Hirupan asap kendaraan, asap rokok, asap pembakaran.
3. Hirup aerosol (asap pabrik yang bercampur gas buangan seperti nitrogen).
4. Pajanan hawa dingin.
5. Bulu binatang.
6. Stress yang berlebihan.
Selain faktor-faktor diatas kadang juga ada individu yang sensitife terhadap faktor
pemicu diatas tetapi penderita lain tidak. (Sukarmin, 2009).

3
2.3 Manifestasi klinis

Manifestasi klinik pada pasien asmatikus adalah batuk, dyspnoe (sesak nafas),
dan wheezing (terengah-engah). Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri
dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk
dengan tangan menyangga ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas (batuk, sesak nafas, wheezing).
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.
4) Tingkat IV :
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrakter (tak beraksi) sementara terhadap pengobatan yang
lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel
( Sukarmin, 2009 ).

4
2.4 Patofisiologi

Karakteristik dasar dari asma ( konstriksi otot polos bronchial, pembengkakan


mukosa bronchial, dan pengentalan sekresi ) mengurangi diameter bronchial dan
nyata pada status asmatikus.
Abnormalitas ventilasi – perfusi yang mengakibatkan hipoksemia dan respirasi
alkalosis pada awalnya, diikuti oleh respiratori asidosis.Terhadap penurunan PaO2
dan respirasi alkalosis dengan penurunan PaCO2 dan peningkatan pH. Dengan
meningkatnya keparahan status asmatikus, PaCO2 meningkat dan pH turun,
mencerminkan respirasi asidosis ( Krisanty Paula, 2009 ).

2.5 Penatalaksanaan

Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan keadaan obstruktif
jalan napas yang berat. Perhatian khusus harus diberikan dalam perawatan, sedapat mungkin
dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat
berpedoman secara klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat menilai respon pengobatan
apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin saja terjadi oleh karena
konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat terjadinya komplikasi seperti
infeksi, pneumothoraks, pneumomediastinum yang sudah tentu memerlukan pengobatan
lainnya. Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drips aminofilin.
Dokter yang merawat harus mampu dengan akurat menentukan kapan penderita meski
dikirim ke unit perawatan intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim dari UGD
dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut :
1. Pemberian terapi oksigen dilanjutkan
Terapi oksigen dilakukan mengatasi dispena, sianosis, dan hipoksemia. Oksigen aliran
rendah yang dilembabkan baik dengan masker Venturi atau kateter hidung diberikan.
Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai – nilai gas darah. PaO2
dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg. Pemberian sedative merupakan
kontraindikasi. Jika tidak terdapat respons terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan
perawatan di rumah sakit.

5
2. Agonis β2
Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam, kemudian dapat
diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas. Sebagian
alternative lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler / volumatic
atau secara injeksi. Bila terjadi perburukan, diberikan drips salbutamol atau terbutalin.
3. Aminofilin
Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 – 0,9 mg/kg BB / jam. Pemberian per
drip didahului dengan pemberian secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip
aminofilin direndahkan pada penderita dengan penyakit hati, gagal jantung, atau bila
penderita menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi
diberikan pada perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu diperhatikan. Bila
terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis harus diturunkan. Bila terjadi konfulsi,
aritmia jantung drip aminofilin segera dihentikan karena terjadi gejala toksik yang
berbahaya.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2 – 8 jam tergantung beratnya
keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan adalah hidrokortison 200 – 400 mg
dengan dosis keseluruhan 1 – 4 gr / 24 jam. Sediaan yang lain dapat juga diberikan
sebagai alternative adalah triamsiolon 40 – 80 mg, dexamethason / betamethason 5 –
10 mg. bila tidak tersedia kortikosteroid intravena dapat diberikan kortikosteroid per
oral yaitu predmison atau predmisolon 30 – 60 mg/ hari.
5. Antikolonergik
Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan
agonis β2secara inhalasi nebulisasi terutama penambahan – penambahan ini tidak
diperlukan bila pemberian agonis β2 sudah memberikan hasil yang baik.
6. Pengobatan lainnya
a. Hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit
serum, dan penilaian adanya asidosis metabolic. Ringer laktat dapat diberikan
sebagai terapi awal untuk dehidrasi dan pada keadaan asidosis metabolic
diberikan Natrium Bikarbonat.

6
b. Mukolitik dan ekpetorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan berat
ekspektorans seperti obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat diberikan,
demikian juga mukolitik bromeksin maupun N-asetilsistein.
c. Fisioterapi dada
Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya
dilakukan pada penderita hipersekresi mucus sebagai penyebab utama eksaserbasi
akut yang terjadi.
d. Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada tanda – tanda infeksi seperti demam, sputum purulent
dengan neutrofil leukositosis.
e. Sedasi dan antihistamin
Obat – obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang perawatan
intensif. Sedangkan antihistamin tidak terbukti bermanfaat dalam pengobatan
asma akut berat malahan dapat menyebabkan pengeringan dahak yang
mengakibatkan sumbatan bronkus.
7. Penatalaksanaan lanjutan
Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap
respon pengobatan dengan menilai parameter klinis seperti sesak napas, bising mengi,
frekuensi napas, frekuensi nadi, retraksi otot bantu napas. APE, fotothoraks, AGD,
kadar serum aminofilin, kadar kalium dan gula darah diperiksa sebagai dasar tindakan
selanjutnya.
Indikasi perawatan intensif
Penderita yang tidak menunjukkan respon terhadap terapi intensif yangdiberikan perlu
dipikirkan apakah penderita akan dikirim ke unit perawatan intensif. Adapun
penderita yang memerlukan perawatan intensif yaitu
a. Terdapat tanda- tanda kelelahan
b. Gelisah, bingung, kesadaran menurun
c. Terjadi henti napas ( PaO2 < 40 mmHg atau PaCO2 > 45 mmHg ) sesudah
pemberian oksigen.
8. Penatalaksanaan lanjutan diruangan
Pada penderita yang telah menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan, terapi
intensif dilanjutkan paling sedikit 2 hari. Pada 2 – 5 hari pertama semua pengobatan
intravena diganti, diberikan steroid oral dan aminofilin oral serta agonis β2 dengan

7
inhaler dosis terukur 6 – 8 x/ hari atau preparat oral 3 – 4 x/hari. Pada hari 5 – 10,
steroid oral ( predmison, predmisolon ) diturunkan, obat agonis β2 dan aminofilin
diteruskan ( Nugroho, 2016 ).

2.6 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi
jalan nafas akut.
2. Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan manufer
fungsi pernafasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bilapasien tidak
berespon terhadap tindakan
3. Arus puncak ekspirasi APE mudah di periksa dengan alat yang sederhana, flowmeter
dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnnya penyakit
4. Pemeriksaan foto thorax pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal
yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat
penanganan seperti atelektasis, pneuonia, dan pneumothorax
5. Elektrokardiografi tanda- tanda abnormalita sementara dan refersible setelah terjadi
perbaikan klinis adalah gelombang p meninggi ( p = pulmonal ), takikardi dengan
atau tanda aritmia supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan
defiasi aksis ke kanan ( Nugroho, 2016 ).

2.7 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah


1. Pneumotoraks
2. Atelektasis
3. Gagal nafas

8
BAB III
Konsep Asuhan Kegawatdaruratan Pada Status Asmatikus

3.1 Pengkajian

1. Pengkajian primer
a. Airway
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum
pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status
asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan
oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
b. Breathing
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha
napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun
pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas.
Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif.
Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak
mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam
bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x /
menit. Pantau adanya wheezing.
c. Circulation
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh
oksigen maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal
ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit.
Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus
paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50
% nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120
lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji
pada tahap circulation ini.
d. Disability
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus
mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat
berespon hanya dapat mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu
menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat
menimbulkan kelelahan .Namun pada penurunan kesadaran semua motorik
sensorik pasien unrespon.

9
2. Pengkajian sekunder
a. Pemeriksaan fisik head to toe.
b. Pemeriksaan keadaan umum dan kesadaran
c. Eliminasi
d. Makanan/cairan
e. Penambahan BB yang signifikan, pembengkakan ekstrimitas oedema pada bagian
tubuh.
f. Nyeri/kenyamanan: Nyeri pada satu sisi, ekspresi meringis.
g. Neurosensori: Kelemahan,perubahan kesadaran

10
3.2 Diagnosa dan perencanaan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1 Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama 3 jam, Managemen jalan nafas (1.01011)
(D.0001) berhubungan dengan spasme maka bersihan jalan nafas meningkat, dengan Observasi
jalan nafas ditandai dengan kriteria hasil :  Monitoring pola nafas
Data subjektif :  Batuk efektif (frekuensi, kedalaman, usaha
 Dipsneu  Mengi/ wheezing menurun nafas)
 sulit bicara  Produksi sputum menurun  Monitoring bunyi nafas
 batuk  Frekuensi nafas 12-20 x/menit tambahan (gurgling, ronkhi,
Data objektif:  Kesulitan bicara menurun mengi, wheezing)
 mengi, wheezing  Dipsneu menurun  Monitoring sputum (jumlah,
 produksi sputum warna, aroma)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan
nafas dengan head tilt dan chin
lift dan atau jaw thrust
 Posisikan semi fowler atau
fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator

11
2 Pola nafas tidak efektif (D.0005) Setelah dilakukan intervensi selama 3 jam, Managemen jalan nafas (1.01011)
berhubungan dengan hambatan upaya maka pola nafas menjadi efektif, dengan Observasi
nafas, ditandai dengan kriteria hasil :  Monitoring pola nafas
Data subjektif :  dipsneu menurun (frekuensi, kedalaman, usaha
 Dipsneu  ortopneu menurun nafas)
 ortopneu  penggunaan otot bantu pernafasan  Monitoring bunyi nafas
Data objektif: menurun tambahan (gurgling, ronkhi,
 penggunaan otot bantu pernafasan  fase ekspirasi memendek mengi, wheezing)
 fase ekspirasi memanjang  frekuensi nafas 12-20 x/menit  Monitoring sputum (jumlah,
 pola nafas takipneu  tidak ada pernafasan cuping hidung warna, aroma)
 pernapasan cuping hidung  kapasitas vital meningkat Terapeutik
 kapasitas vital menurun  tekanan ekspirasi meningkat  Pertahankan kepatenan jalan
 tekanan ekspirasi menurun  tekanan inspirasi meningkat nafas dengan head tilt dan chin
 tekanan inspirasi menurun lift dan atau jaw thrust
 Posisikan semi fowler atau
fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator
3 Intoleran aktivitas (D.0056) berhubungan Setelah dilakukan intervensi 2x24 jam, maka Managemen energi (1.05178)
dengan kelemahan, ketidakseimbangan intoleran aktivitas menurun, dengan kriteria Observasi
suplai dan kebutuhan oksigen, ditandai hasil:  Identifikasi gangguan fungsi
dengan  Kemudahan dalam melakukan tubuh yang mengakibatkan
Data subjektif : aktivitas meningkat kelelahan

12
 Mengeluh Lelah  Dipsneu saat/setelah aktivitas  Monitoring kelelahan fisik dan
 Dipsneu saat/setelah aktivitas menurun emosional
 Merasa lemah  Perasaan lemah menurun  Monitoring pola dan jam tidur
Data objektif:  HR menurun  Monitoring lokasi dan
 HR meningkat >20% dari kondisi  Tekanan darah menurun ketidaknyaman selama
istirahat  Gambaran EKG menurun melakukan aktivitas
 Tekanan darah berubah >20% dari  Frekuensi nafas menurun Terapeutik
kondisi istirahat  Sediakan lingkungan nyaman
 Gambaran EKG menunjukkan dan rendah stimulus (mis.
aritmia saat/setelah aktivitas Cahaya, suara, kunjungan)
 Gambaran EKG menunjukkan  Lakukan Latihan rentang gerak
iskemia pasif dan/atau aktif
 Sianosis  Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
 Fasilitasi duduk ditempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

13
4 Ansietas (D.0080) berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam Teknik relaksasi (1.09326)
kekhawatiran mengalami kegagalan, ancietas menurun, dengan kriteria hasil: Observasi
ditandai dengan:  Kekhawatiran dengan akibat dari  Identifikasi penurunan tingkat
Data subjektif: kondisi yang dihadapi menurun energi, ketidakmampuan
 Merasa khawatir dengan akibat  Konsentrasi membeik berkonsentrasi atau gejala lain
dari kondisi yang dihadapi  Perilaku gelisah menurun yang menggangu kemampuan
 Sulit berkonsentrasi  Pola tidur membaik kognitif
 Merasa tidak berdaya  Frekuensi nafas menurun  Identifikasi teknik relaksasi
Data objektif :  HR menurun yang pernah efektif digunakan
 Tampak gelisah  Tekanan darah menurun  Periksa ketegangan otot,
 Sulit tidur  Tremor menurun frekuensi nadi,tekanan darah dan
 Frekuensi nafas meningkat  Pola berkemih membaik suhu tubuh
 HR meningkat Terapeutik
 Tekanan darah meningkat  Ciptakan lingkungan tenang dan
 Tremor tanpa gangguan dengan
 Muka tampak pucat pencahayaan dan suhu ruangan
nyaman
 Suara bergetar
 Anjurkan menggunakan pakaian
 Sering berkemih
longgar
 Gunakan nada suara lembut
 Gunakan relaksasi sebagai
trategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain jika sesuai
Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi yang
tersedia (mis.musik,
meditasi,napas dalam,relaksasi
otot progresif)
 Anjurkan mengambil posisi
nyaman

14
 Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang dipilih
 Demonstrasikan dan latihan
teknik relaksasi (mis. Napas
dalam, peregangan atau
imajinasi terbimbing)

15
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari uraian yang telah ditulis pada pembahasan dapat disimpulkan bahwa penulis
telah mendapatkan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan status
Asmatikus. Pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan yang terdiri dari :
pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi yang dapat diambil dari masing-
masing tahapan

4.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan
dengan pasien diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terhadap acuan
terkini sehingga mampu melakukan asuhan keperawatan secara komperehensif dan optimal.

16
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Ester. 2009. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.


EGC: Jakarta.

Kosasih, Alvin. 2008. Diagnosis Dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru Dalam Praktek
Sehari-Hari. Jakarta: Sagung Seto.

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Morton, Patricia Gonce. 2011.Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Kep. Holistik, Ed. 8,
EGC : Jakarta.

Sadguna, Dwija. 2011. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Nafas.
http://www.scribd.com. Diakses tanggal 1 november 2017 jam 15.56 WIB.

Swidarmoko, Boedi. 2010. Pulmonologi Intervensi Dan Gawat Darurat Napas. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

17

Anda mungkin juga menyukai