Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS KEGAWATDARURATAN

NON-TRAUMA : STATUS ASTMATICUS


Dosen Pengampu : Ns. Dwi Nur Rahmantika, M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 7E


Riski Nanda Al G2A021271
Kausar
Fadila Rahmawati G2A021275
Jeny Nur Ainni G2A021276
Firdaus Agustina G2A021277
Syakila Ana G2A021278
Nurmalinda Kartika G2A021279
Nurusysyfaul Fuada G2A021280

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala nikmat dan karunia-Nya. Sholawat serta salam tak lupa kita haturkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan topik “Asuhan Keperawatan Pada Kasus
Kegawatdaruratan Non-Trauma: Status Asmatikus” dengan tepat waktu

Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada ibu Ns. Dwi Nur Rahmantika, M.Kep
selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gawatdarurat dan kepada pihak-pihak
yang telah membantu dan berkontstribusi dalam pembuatan malkalah ini

Penulis menyadari bahwa makalah dengan topik “Asuhan Keperawatan


Pada Kasus Kegawatdaruratan Non-Trauma: Status Asmatikus” ini masih banyak
kekurangan dan memerlukan menyempurnaan, kami menerima segala bentuk
kritik dan saran dari pembimbing maupun pembaca demi menyempurnakan
makalah ini

Demikian yang dapat kami sampaikan, kurang dan lebihnya mohon


dimaafkan dan penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
dapat menambah pengetahuan mengenai status asmatikus.

Semarang, 1 November 2023

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

JUDUL.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
BAB I PENDALUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................................1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Intruksional Umum........................................................
2. Tujuan Intrksional Khusus.........................................................2
C. Metode Penulisan.............................................................................2
D. Sistematika Penulisan.......................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian.........................................................................................4
B. Etiologi.............................................................................................4
C. Patofisiologi.....................................................................................5
D. Manifestasi Klinis............................................................................6
E. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................7
F. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan.................................................7
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian Primer
a. Airway..................................................................................11
b. Breathing..............................................................................11
c. Circulation............................................................................11
d. Disability..............................................................................12
2. Pengkajian Sekunder
a. Pengkajian Fisik (Head To Toe)...........................................12
b. Pemeriksaan Penunjang.......................................................15
3. Riwayat Penyakit Sekarang........................................................16
4. Riwayat Penyakit Dahulu...........................................................16
5. Riwayat Penyakit Keluarga........................................................16
B. Pathways Keperawatan....................................................................17

iii
C. Diagnose Keperawatan.....................................................................18
D. Fokus Intervensi dan Rasional........................................................18

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................22
B. Saran.................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Status asmatikus merupakan salah satu penyakit yang umum ditemukan
pada unit gawat darurat dan dapat mengancam nyawa. Kondisi terjadinya
serangan asma berat yang tidak memberi respon pada pengobatan asma pada
umunya, disebut juga dengan status asmatikus. Status asmatikus juga
merupakan serangan asma yang sangat parah. Asma merupakan penyakit
yang biasanya menginfeksi saluran pernafasan, hal ini berkaitan dengan
factor genetic dan lingkungan, berdasarkan factor lingkungan asma
disebabkan oleh adanya alergen seperti bulu hewan, debu dan serbuk bunga
(Kalsum & Nur, 2021).
Menurut WHO (Word Health Organization) Asma merupakan penyakit
paru-paru kronis yang dapat menyerang segala usia. Hal ini disebabkan oleh
peradangan dan pengencangan otot di sekitar saluran udara hingga membuat
kesulitan untuk bernafas. Selain membuat sulit bernapas, penderita asma juga
bisa mengalami batuk, mengi, dan nyeri dada. Saluran pernapasan penderita
asma lebih sensitif dibandingkan mereka yang bukan penderita asma karena
kondisi ini. Otot saluran pernapasan korban menjadi kaku dan menyempit
ketika zat pemicu (debu, bulu hewan, asap rokok, dll) mengiritasi paru-
parunya.
Berdasarkan data kementrian kesehatan tahun 2020, Asma merupakan
salah satu jenis penyakit yang paling banyak diderita oleh Masyarakat
Indonesia, hingga akhir 2020 di Indonesia memiliki jumlah penderita asma
sebanyak 4,5% dari total penduduk Indonesia. Makalah ini akan membahas
mengenai konsep penyakit status asmatikus dan juga asuhan keperawatan
pada kasus status asmatikus. Tujuan dari penyusunan makalah ini untuk
membantu individu untuk memiliki pemahaman yang komprehensif tentang
asma, meningkatkan kemampuan dalam mengatasi serangan asma, dan

11
meminimalkan dampak negatif yang dapat timbul dari kondisi tersebut
(Aulia, 2022).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Intruksional Umum
Mahasiswa dapat memiliki pemahaman tentang Status Asthmaticus,
mengetahui deteksi dini, pengetahuan akan tatalaksana medis,
manajeman serangan, dan pencegahan komplikasi dari Status
Asthmaticus.
2. Tujuan Intruksional Khusus
a. Mengetahui Pengertian Status Asthmaticus
b. Mengetahui Etiologi Status Asthmaticus
c. Mengetahui Patofisiologi Status Asthmaticus
d. Mengetahui Manifestasi Klinis Status Asthmaticus
e. Mengetahui Penatalaksanaan Status Asthmaticus
f. Mengetahui Pengkajian Fokus Status Asthmaticus
g. Mengetahui Pathway Keperawatan Status Asthmaticus
h. Mengetahui Diagnosis Keperawatan Status Asthmaticus
i. Mengetahui Fokus Interversi dan Rasional Status Asthmaticus

C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan yaitu menelaah dari berbagai sumber publikasi
ilmiah seperti : Google Scholar, Shinta, Garuda, dll. Yang kemudian diolah
dan dianalisis sehingga menghasilkan sebuah pembahasan dan kesimpulan
dari topik yang ditetapkan.

D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDALUAN
Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI

12
Pengertian, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Pemeriksaan
Penunjang, Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Fokus : Pengkajian Primer; Pengkajian Sekunder; Riwayat
Penyakit Sekarang; Riwayat Penyakit Dahulu; Riwayat Penyakit Keluarga,
Patways Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Fokus Intervensi dan Rasional
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan & Saran
DAFTAR PUSTAKA

13
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Asma adalah penyakit obstruktif jalan napas yang ditandai oleh
penyempitan jalan napas. Penyempitan jalan napas akan mengalibatkan klien
mengalami dispnea, batuk, dan mengi. Eksaserbsasi akut terjadi dari beberapa
menit sampai jam, bergantian dengan priode bebas gejala
(Saputri & Masnina, 2021)
.
Asma adalah suatu kondisi kronis berbahaya yang menyerang orang-orang
dari segala usia baik di negara maju maupun berkembang. Salah satu ciri khas
asma adalah terhambatnya aliran udara ekspirasi yang bervariasi.
(Kartina et al., 2020)

Status asmatikus adalah keadaan darurat medis, suatu bentuk eksaserbasi


asma ekstrem yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan gagal napas
sekunder. Semua pasien dengan asma bronkial berisiko mengalami episode
akut dengan tingkat keparahan progresif yang kurang responsif terhadap
tindakan terapeutik standar, terlepas dari tingkat keparahan penyakit atau
varian fenotipiknya. Ini juga dikenal sebagai status asmatikus. Jika tidak
dikenali dan ditangani dengan tepat, penderita asma menandakan risiko
kegagalan ventilasi akut dan bahkan kematian (Saputri & Masnina, 2021).

B. Etiologi
Menurut (Febriyanti, 2022) penyebab mendasar asma tidak sepenuhnya
dipahami. Faktor terkuat terjadinya asma adalah kombinasi predisposisi
genetik dengan paparan lingkungan terhadap zat dan partikel yang dihirup
yang dapat memicu reaksi alergi atau mengganggu saluran napas seperti :
a. Alergen dalam ruangan (misalnya debu rumah di tempat tidur, karpet dan
perabotan, boneka, polusi dan bulu binatang peliharaan).
b. Alergen luar ruangan (seperti serbuk sari dan jamur).
c. Asap tembakau.

14
d. Iritasi kimia di tempat kerja.
e. Polusi udara.

Asma lebih mungkin terjadi pada orang yang memiliki kondisi alergi lain,
seperti eksim dan rinitis (hay fever). Peristiwa di awal kehidupan
mempengaruhi perkembangan paru-paru dan dapat meningkatkan risiko
asma. Ini termasuk berat badan lahir rendah, prematuritas, paparan asap
tembakau dan sumber polusi udara lainnya, serta infeksi virus pernapasan.
Paparan terhadap berbagai alergen dan iritasi lingkungan juga dianggap
meningkatkan risiko asma, termasuk polusi udara dalam dan luar ruangan,
tungau debu rumah, jamur, dan paparan bahan kimia, asap, atau debu di
tempat kerja. Anak-anak dan orang dewasa yang kelebihan berat badan atau
obesitas memiliki risiko asma yang lebih besar (WHO, 2020).

C. Patofisiologi
Bila terdapat sekret yang berlebihan dan kental pada lumen bronkus,
edema mukosa, penebalan membran basal, infiltrasi sel inflamasi pada
submukosa, hipersekresi kelenjar, dan spasme bronkus, maka saluran
pernafasan menjadi terhambat. Ini adalah akibat dari hiperreaktivitas. Selain
itu, reversibilitas asma bronkial membedakannya dengan kondisi paru-paru
lainnya. Sementara itu, status asmatikus berkembang ketika pasien tidak
mampu merespons pengobatan bronkodilator (Litanto & Kartini, 2021).
Perkembangan status asmatikus tidak secara spesifik dipicu oleh satu
faktor saja. Berikut beberapa hal yang diyakini berperan sebagai pemicunya:
a) Kontak lama dengan allergen.
b) Infeksi yang disebabkan oleh virus.
c) Paparan bahan beracun.
d) Polusi udara .
e) Lingkungan fisik meliputi hujan, kelembapan dan perubahan suhu.
f) Stress fisik berupa kelelahan, demam, hipermetabolisme, dan dehidrasi.
g) Resistensi terhadap obat atau dosis yang tidak mencukupi.
h) Stress psikologis: emosional (marah, depresi).

15
Status asmatikus juga bisa timbul karena beberapa factor yang saling
mendukung, atau mungkin tidak selalu ada factor pemicu yang jelas. Infeksi
merupakan penyebab tersering terjadinya status asmatikus, terutama pada
individu dengan asma tipe intrinsic, sedangkan factor alergi lebih sering
menjadi penyebab asma pada individu dengan tipe asma ekstrinsik (atopi).
Paparan berbagai zat di tempat kerja, termasuk isosianat, enzim deterjen,
“baking”, plastic, debu kapas, rami, kayu dan logam seperti nikel dan
platinum, juga sering kali dapat menyebabkan serangan status asmatikus.
Status asmatikus ditandai dengan peningkatan progresif aliran udara di
sluran napas akibat obstruksi bronkus. Akibatnya “volume ekspirasi paksa”
dan “laju aliran” akan berkurang, saluran udara akan menutup sebelum
waktunya, akan terjadi hiperinflamasi paru, diperlukan lebih banyak usaha
untuk bernapas, dan “sifat elastis” paru-paru akan berubah. Meskipun
kejadiannya tersebar, obstruksi saluran napas tidak terdistribusi secara merata
ke seluruh paru. PaO2' akan turun akibat ketidaksesuaian perfusi ventilasi ini.
Anda akan melihat penurunan PaC02 (hipokapnea) pada awal serangan asma
akibat hiperventilasi. Obstruksi akibat serangan asma dapat menyebabkan
hipoventilasi alveolar, yang meningkatkan PaCO2 (hiperkapnia). Hal ini akan
terjadi jika mekanisme buffer tidak mampu lagi menangani perubahan yang
terjadi. menyebabkan pH turun. Asidosis, hipoksemia, dan hiperkapnia
bersama-sama akan menyebabkan depresi kardiovaskular, yang akan
menyebabkan "henti jantung dan pernafasan".

D. Manifestasi Klinis
Menurut (Permatasari & Yanti, 2020) berdasaskan hasil pemeriksaan
penunjang pada pasien asma akan ditemukan tanda dan gejala sebagai
berikut.
1. Riwayat kesehatan dan pemeriksaan
Riwayat infeksi saluran pernafasan sering kali diketahui melalui
anamnesa. Hipoksemia berat ditandai dengan keluhan pasien berupa nyeri
dada yang hebat, rasa sesak dan gelisah, keringat berlebih, peningkatan
frekuensi pernapasan, kelelahan dan kesulitan berbicara dan adanya dahak

16
yang kental akibat batuk. Bunyi “wheezing” kadang-kadang terdengar
keras. Obstruksi ditandai dengan suara napas yang lemah atau tidak ada,
waktu ekspirasi yang lebih lama dan kontraksi otot sternokleidomostoid
yang ditandai adanya elevasi dari klavikula.
2. Kelainan pasa pemeriksaan laboratorium
Leukosit polimorfonuklear (PMN) >15.00/mm3 biasanya
menandakan hipoksemia berat, jumlah eosinophil sering meningkat jika
semuanya normal biasanya setelah pemberian steroid.
3. Kelainan pada elektrokardiograf
Pada pemeriksaan EKG biasanya menunjukan sinus takikardi
mulai dari ringan hingga berat. Tanda-tanda “strain” atau hipertrofi
ventrikel kanan sering terlihat pada asma berat.
4. Anomaly dalam radiologi
Pasien dengan status asmatikus menunjukan hiperinflasi paru pada
rontgen dada. Biasanya, Jantung tampak kecil.
5. Pemeriksaan gas darah
Ketika serangan asma dimulai, PaCO2 turun menjadi kurang dari 35
mmHg, sedangkan PaO2 normal atau sedikit lebih rendah. Asidosis
respiratorik dapat langsung memperburuk kondisi jika terjadi hipoksemia
parah dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Perdani, 2019) pemeriksaan penunjang pada klien dengan status
asmatikus sebagai berikut :
1) Analisis Gas Darah Arteri.
Perlu dilakukan pada setiap penderita asma akut berat yang
ditangani di rumah sakit. Serangan asma akut berat yang
mengancam jiwa memperlihatkan gambaran sebagai berikut:
a. PaCO2 normal atau meninggi.
b. Hipoksia berat, PaO2 <60 mmHg.
c. Nilai pH darah rendah.
2) Arus Puncak Ekspirasi

17
APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana,
flowmeter dan merupakan data yang obyektif dalam menentukan
derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai
dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua
nilai itu tidak diketahui dilihat nilai mutak saat pemeriksaan.
3) Pemeriksaan Foto Thorax
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal-hal yang ikut
memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat
penanganan seperti: atelektasis, pneumonia dan pneumotoraks.
Pada serangan asma berat gambaran radiologis toraks
memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan
diafragma yang menurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring
dengan hilangnya serangan asma tersebut.
4) Elektrokardiografi
Tanda-tanda abnormalitas sementara dan reversibel setelah
terjadi perbaikan klinis adalah: gelombang P meninggi (P
pulmonal), takikardia dengan atau tanpa aritmia supraventrikular,
tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan dan deviasi aksis ke kanan.

F. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Menurut (Anggraini et al., 2022) penatalaksanaan status asmatikus
dilaksanakan sebagai berikut.
1. Penatalaksanaan Medis:
a) Oksigenasi dengan nasalkanul
b) Inhalasi agnosis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit
dalam satu jam) atau agnosis beta-2 injeksi (terbutaline 0,5 ml
subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan).
c) Kortikosteroid sistemik:
- Serangan asma berat.
- Tidak ada respon segera dengan pengobatan bronkodilator.
- Dalam kortikosteroid oral.

18
Penilaian ulang setelah 1 jam dengan pemeriksaan fisis, saturasi
oksigen dan pemeriksaan lain atas indikasi. Jika berespon tidak
sempurna, seperti :
a) Risiko tinggi distress.
b) Pem. Fisis: gejala ringan – sedang.
c) APE > 50% tetapi <70%.
d) Saturasi oksigen tidak membaik.
Maka penatalaksanaan lanjutan yaitu dirawat di rumah sakit dengan
dilakukan:
a) Inhalasi agnosis beta-2 ± anti koligenerik.
b) Kortikosteroid sistemik.
c) Aminofilin drip.
d) Terapi oksigen (pertimbangkan kanul nasal atau masker)
venturi.
e) Pantau APE, Saturasi oksigen, Nadi, kadar teofilin.
Jika setelah 1 jam respon memburuk, maka penatalaksanaan lanjutan
adalah memindahkan ke ruang ICU dengan dilakukan:
a) Inhalasi agnosis beta-2 ± antikolinergik.
b) Kortikosteroid IV.
c) Pertimbangkan agnosis beta-2 injeksi SC/IM/IV.
d) Terapi oksigen menggunakan masker venturi.
e) Aminofilin drip.
f) Intubasi dan ventilasi mekanik, jika perlu.
Apabila dalam keadaan mengancam jiwa, tidak berespon dengan
pengobatan/keadaan memburuk, gagal nafas, sianosis, kesadaran
menurun dan gelisah maka dilakukan analisis gas darah untuk
menilai tingkat keparahan gangguan respirasi.

19
2. Penatalaksanaan Kolaborasi
Menurut (Kartikasari & Sulistyanto, 2020) penatalaksanaan kolaborasi
untuk pasien dengan status asmatikus melibatkan serangkaian langkah
dari berbagai profesional kesehatan yang bekerja bersama untuk
menangani kondisi ini. Beberapa langkah yang umum dilakukan dalam
penatalaksanaan kolaborasi ini meliputi :
1. Evaluasi dan Diagnosis
a) Pemeriksaan Klinis : Evaluasi oleh dokter untuk menentukan
tingkat keparahan dan respons pasien terhadap terapi saat ini.
b) Tes Fungsi Paru : Untuk menilai fungsi paru dan seberapa jauh
pengaruh asma pada pasien.
c) Pemeriksaan Tambahan : X-ray dada atau tes darah jika
diperlukan untuk menyingkirkan atau mengidentifikasi penyebab
tambahan.
2. Manajemen dan Perawatan
a) Pemantauan Terus-Menerus: Perawat atau petugas medis akan
memantau kondisi pasien secara teratur, termasuk detak jantung,
saturasi oksigen, dan tekanan darah.
b) Kolaborasi Tim Kesehatan: Kerja sama antara dokter, perawat,
dan ahli terapi pernapasan untuk memastikan terapi yang tepat dan
koordinasi perawatan yang efektif.
c) Edukasi Pasien: Memberikan informasi kepada pasien dan
keluarganya tentang cara mengelola asma, penggunaan inhaler,
dan tanda-tanda bahaya untuk diperhatikan.

20
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian Primer
Menurut (Pratiwi, 2019) pengkajian primer pada klien dengan status
asmatikus sebagai berikut :
a. Airway
Pada pasien dengan status astmaticus, otot polos dari bronki
mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara
mengalami pembengkakan karena adanya peradangan (inflamasi) dan
pelepasan lendir ke dalam saluran udara, sehingga pasien tampak
sesak dan oksigen yang diperoleh berkurang.
Terapi yang tepat dilakukan yaitu dengan cara suction
kemudian bantu dengan oksigen, jika terapi oksigen tidak teratasi
maka penggunaan nebul bisa dilakukan. Identifikasi penyebabnya
apakah karan secret bisa menggunakan nebul mukolitik, atau
penyempitan bronkus bisa menggunakan nebul bronkodilator guna
untuk membuka jalan nafas.
b. Breathing
Pada pasien status astmatikus, peningkatan progresif aliran
udara di sluran napas akibat obstruksi bronkus. Akibatnya “volume
ekspirasi paksa” dan “laju aliran” akan berkurang, saluran udara akan
menutup sebelum waktunya, akan terjadi hiperinflamasi paru,
diperlukan lebih banyak usaha untuk bernapas, dan “sifat elastis”
paru-paru akan berubah, sehingga terdapat suara tambahan weezhing
atau mengi.
Berikan terapi oksigen sesuai indikasi, jika tidak teratasi
berikan bantuan nafas menggunakan nebul, BVM, masker atau EET.
c. Circulation

21
Ditemukan adanya usaha yang kuat untuk memperoleh
oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan
tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih
dari 100 x/menit. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 %
nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari
120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan
sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.
d. Disability
Hampir semua pasien dengan Riwayat penyakit asma
mengalami peurunan kesadaran, sehingga pada pasien penurunan
kesadaran semua motorik sensori pasien unrespon. Paien dapat
mengeluarkan kalimat yang terbata-bata akan tetapi tidak mampu
menyelesaikannya, akibat usaha nafas tersebut yang dapat
menimbulkan kelelahan.

2. Pengkajian Sekunder
Menurut (SURYA, 2022) pengkajian sekunder pada klien meliputi
pemeriksaan fisik yang dirincikan sebagai berikut :
Pemeriksaan fisik (head to toe)
1) Observasi Umum
1) Perawat mempertimbangkan hasil observasi ber- dasarkan
penampilan pasien, postur dan posisi tubuh.
2) Pemeriksaaan terhadap pasien, apakah pasien meng- gunakan
tindakan perlindungan diri.
3) Observasi keluhan umum yang dirasakan pasien.
4) Pemeriksaan kesadaran pasien.
5) Observasi perilaku pasien, apakah pasien merasa ketakutan,
gelisah atau tenang.
6) Periksa apakah pasien dapat melakukan tindakannya sendiri,
atau sebaliknya.
7) Periksa komunikasi verbal pasien, apakah berbicara jelas atau
bergumam binggung.

22
8) Amati apakah pasien bau etanol, urine, bau obat kimiawi atau
bau keton.
9) Periksa apakah ada tanda luka, baik luka baru atau-
pun luka lama.
2) Kepala dan Wajah
1) Periksa apakah terjadi pendaharan, luka atau terjadi bentuk
asimetri pada pasien.
2) Periksa bagian mata, apakah pupil mata bereaksi terhadap
cahaya dan perhatikan ukuran dan bentuk pupil kanan kiri.
3) Periksa status visual pasien
4) Lakukan palpasi kulit kepala untuk pasien yang mengalami
luka Jika terjadi palpasi, adannya benjolan pada tulang wajah,
periksa apakah bentuknya simetris atau sebaliknya.
5) Pemeriksaan, apakah pasien mengalami pembengkakan,
pendarahan di bagian hidung .
6) Periksa luka pendarahan pada telinga.
7) Pemeriksaan status warna mukosa, hidrasi, atau pendarahan
gigi yang hilang atau patah/edema laring pada langit-langit
mulut.
8) Pemeriksaan ekspresi wajah yang asimetris dan cara
berbicara pasien.
3) Leher
1) Periksa apakah terjadi pembekakan, luka atau pendarahan
2) Pemeriksaan apakah terjadi emfisema subkutan atau deviasi
trakea
3) Pemeriksaan palpasi adanya luka atau keluhan nyeri
pada tulang servikal
4) Dada
1) Pemeriksaan apakah terjadi benjolan, pendarahan dan luka.
2) Periksa naik-turunnya dinding dada. Apakah simetris atau
tidak simetris

23
3) Pemeriksaan apakah terjadi penggunaan otot bantu
pernapasan
4) Lakukan pemeriksaan palpasi benjolan, emfisema, nyari pada
struktur dinding dada.
5) Pemeriksaan auskultasi suara napas kanan dan kiri, apakah
ada perbedaan atau sama.
6) Lakukan auskultasi suara jantung, apakah normal
atau abnormal.
5) Abdomen
1) Periksa apakah terjadi luka seperti abdomen, benda asing
yang menancap, memar dan jahitan operasi.
2) Auskultasi bising usus dan gangguan aortic abdominal
(pembesaran aorta yang abnormal).
3) Palpasi dan membandingkan denyut di kedua sisi abdomen.
4) Pemeriksaan palpasi, apakah ada masa rigiditas (kekakuan
pada oto), dan abdomen.
5) Lakukan pemeriksaan perkusi untuk mengindikasin adannya
cairan dan udara.
6) Pemeriksaan palpasi hepar untuk menentukan ukuran dan
adannya benjolan.
7) Tekan simfisis pubis dan iliaka pelvis, periksa apakah ada
ketidakstabilan atau nyeri
6) Ektremitas
1) Pemeriksaan palpasi. Apakah ada benjolan, pendarah- an,
memar dan edema.
2) Pemeriksaan apakah ada bekas luka, nyeri dan patah tulang.
3) Pemeriksaan palpasi dan bandingkan denyut nadi di kedua
tangan.
4) Lakukan pencatatan capillary refill time (CRT), perbedaan
warna, pergerakan, subuh tubuh dan sensasi.
7) Punggung

24
1) Pemeriksaan palpasi, apakah ada benjolan, nyeri, luka atau
memar.
2) Lakukan pemeriksaan rectal rauche (RT) untuk
mengidentifikasi darah, pembengkakan prostat, hilangnya
refleks sphincter internal.
3) Jika pasien dicurigai terluka pada punggung. Lakukan
pemeriksaan dengan cara log roll.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Jika ada suatu penyakit, perawat mengumpulkan data yang penting
dan berkaitan tentang awal gejala. Perawat menentukan kapan gejala
mulai timbul secara mendadak atau bertahap, dan apakah gejala selalu
timbul atau hilang dan timbul. Pada bagian tentang riwayat penyakit saat
ini, perawat mencatat informasi spesifik seperti letak, intensitas dan
kualitas gejala. (Samosir, 2020).

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Informasi yang dikumpulkan tentang riwayat masa lalu
memberikan data tentang pengalaman perawatan kesehatan klien.
Perawat mengkaji apakah klien pernah di rawat di RS atau pernah
menjalani operasi. Juga penting dalam merencamakan asuhan
keperawatan adalah deskripsi tentang alergi, termasuk reaksi alergi
terhadap makanan, obat-obatan. (Samosir, 2020).

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Tujuan dari riwayat keluarga adalah untuk mendapatkan data
tentang hubungan kekeluargan langsung dan hubungan darah.
Sasarannya adalah untuk menentukan apakah klien berisko terhadap
penyakit yang bersifat genetik atau familial dan untuk mengidentifikasi
area tentang promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Riwayat
keluarga juga memberikan informasi tentang struktur keluarga, interaksi,

25
dan fungsi yang mungkin berguna dalam merencanakan asuhan.
(Samosir, 2020).

26
B. Pathways Keperawatan

Kelemahan
Ketidaknya
Suplay
Bersihan
Kecemasan
Intoleransi
Peradangan
Penurunan
Obstruksi
Penurunan
Hipoksemia
Gangguan
darah
jalan
jalan
Alergen
Sesak aktivitas
tekanan
saluran
nafas
fungsi
dan
nafas Mukus, batuk, wheezing Penyempitan
danpertukaran
manan
Otidak
2 ke
pernafasan
nafas
kelelahan
udara
darah
efektif
Polusi
Batuk gas
udara pembengka
Jantung
bernafas
 mengi
berkurang

C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d respon alergi (D.0001)
2. Gangguan ventilasi spontan b.d ketidakmampuan bernafas secara adekuat
(D.0004)
3. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya bernafas (D.0005)

27
D. Fokus Intervensi dan Rasional
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Pemantauan respirasi Obeservasi:
nafas b.d respon intervensi (I. 01014)  Untuk
alergi (D.0149) keperawatan Obeservasi memengetahui
selama 3x24 jam,  Monitor tanda masalah
diharapkan frekuensi, irama, pernafasan
bersihan jalan nafas kedalaman dan  Mengidentifikasi
meningkat dengan upaya nafas masalah spesifik
kriteria hasil :  Monitor pola dalam pernafasan
1. Batuk efektif nafas (seperti  Mengidentifikasi
meningkat bradipneu, masalah bersihan
2. Produksi takipneu, jalan nafas
suptum hiperventilasu,  Mengetahui tanda
menurun kussmaul masalah pernafasan
3. Wheezing cheyne-stokes,  Untuk mendeteksi
menurun biot, ataksik) dini adanya
4. Dispnea  Monitor sumbatan jalan
menurun kemampuan nafas agar bisa
5. Sulit bicara batuk efektif segera menentukan
menurun  Monitor adanya Tindakan
6. Sianosis produksi sputum  Mendeteksi
membaik  Monitor adanya masalah pada paru-
7. Gelisah sumbatan jalan paru
membaik napas  Mengidentifikasi
8. Frekuensi nafas  Palpasi adanya suara nafas
membaik kesimetrisan tambahan
9. Pola nafas mem ekspansi păru  Mengetahui adanya
baik
 Auskultasi masalah pernafasan
bunyi napas atau sirkulasi
 Monitor saturasi  membantu dalam

28
oksigen mendiagnosis dan
 Monitor nilai penanganan
AGD  mendeteksi kondisi
 Monitor hasil x- internal paru-paru
ray toraks Terapeutik:
Terapeutik  membantu menilai
 Alur interval perubahan
perantauan pernapasan
respirasi sesuai  mengevaluasi
kondisi pasien dalam kondisi
 Dokumentasikan pasien dan
hasil efektivitas
pemantauan Tindakan
Edukasi perawatan
 Jelaskan tujuan Edukasi:
dan prosedur  untuk memahami
pemantauan mengapa
Informasikan pemantauan
hasil tersebut diperlukan
pemantauan, jika  membantu pasien
perlu dan keluarganya
memahami
perkembangan
kondisi pasien
2. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan respirasi Observasi
ventilasi spontan tindakan (I. 01014)  Untuk mengetahui
b.d keperawatan Observasi frekuensi
ketidakmampuan selama 3x24 jam  Monitor pernapasan sudah
bernafas secara maka ventilasi frekuensi, irama, normal atau tidak.
adekuat (D.0004) spontan meningkat kedalaman dan  Untuk mengetahui
dengan kriteria upaya napas sejauh mana
hasil :  Monitor pola penurunan bunyi

29
1. Dispnea napas (seperti napas
menurun bradipnea,  Untuk mengetahui
2. Gelisah takipnea, sejauh mana batuk
menurun hiperventilasi, efektif dapat
3. PCO2 kussmaul, membantu
membaik Cheyne-Stokes, mengeluarkan
biot, ataksik) dahak
 Monitor  Untuk mengetahui
kemampuan sejauh mana klien
bantuk efektif memahami
 Monitor adanya produksi sputum
produksi sputum  Unruk menunjang
 Monitor adanya proses sumbatan
sumbatan jalan jalan napas
napas  Untuk mengetahui
 Auskultasi bunyi ronkhi dan
napas wheezing
 Monitor saturasi menyertai
oksigen obstruksi jalan
 Monitor nilai napas atau
AGD kegagalan
 Monitor hasil x- bernapas
ray toraks  Untuk mengetahui
penurunan status
Teraupetik oksigen
1. Atur interval mengalami
pemantauan kekurangan
respirasi oksigen yang
sesuai dapat mengalami
kondisi hipoksia
pasien  Untuk menunjang
2. Dokumentasi penyembuhan

30
kan hasil  Untuk
pemantauan mempercepat
proses
Edukasi penyembuhan
1. Jelaskan
tujuan dan Terapeutik
prosedur  Untuk
pemantauan memberikan rasa
2. Informasikan nyaman kepada
hasil pasien
pemantauan,  Untuk memantau
jika perlu sejauh mana
perkembangan
pasien

Edukasi
 Untuk mengetahui
apa tujuan dan
bagaimana
prosedur
pemantauan yang
akan diberikan
 Untuk
memberitahukan
pasien sejauh
mana hasil
pemantauan
3. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Observasi
efektif b.d intervensi 3x24 jam Napas Tindakan  Untuk mengetahui
hambatan upaya diharapkan pola (I.01011) apakah adanya
bernafas (D.0005) nafas membaik gangguan pada
dengan kriteria Observasi pola napas.

31
hasil:  Monitor pola  Untuk mengetahui
1. Dispnea napas (frekuensi, apakah adanya
menurun kedalaman, bunyi tambahan.
2. Penggunaan usaha napas)
otot bantu  Monitor bunyi Terapeutik
napas menurun napas tambahan  Agar kepatenan
3. Pemanjangan (mis. gurgiling, jalan napas tetap
fase ekspirasi mengi, terjaga
menurun wheezing, ronkhi  Agar mengurangi
4. Frekuensi kering) rasa sesak pada
napas membaik pasien
5. Kedalaman Terapeutik  Memaksimalkan
napas membaik  Pertahanan bernapas dan
kepatenan jalan menurunkan kerja
napas dengan napas, dan
head-tift dan membantu
chin-lift (jaw- pengenceran
thrust jika curiga sekret
trauma servikal)
 Posisikan Semi- Kolaborasi
Fowler atau  Agar dapat
Fowler diberikan obat
 Berikan Oksigen, pernapasan sesuai
Jika perlu anjuran dokter

Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
bronkodilato,
ekspektoran,
mukolitik, Jika
perlu

32
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Status asmatikus merupakan salah satu penyakit yang umum
ditemukan pada unit gawat darurat dan dapat mengancam nyawa. Kondisi
terjadinya serangan asma berat yang tidak memberi respon pada pengobatan
asma pada umunya, disebut juga dengan status asmatikus.
Asma lebih mungkin terjadi pada orang yang memiliki kondisi alergi
lain, seperti eksim dan rinitis (hay fever). Peristiwa di awal kehidupan
mempengaruhi perkembangan paru-paru dan dapat meningkatkan risiko
asma. Ini termasuk berat badan lahir rendah, prematuritas, paparan asap
tembakau dan sumber polusi udara lainnya, serta infeksi virus pernapasan.
Status asmatikus ditandai dengan peningkatan progresif aliran udara
di sluran napas akibat obstruksi bronkus. Akibatnya “volume ekspirasi paksa”
dan “laju aliran” akan berkurang, saluran udara akan menutup sebelum
waktunya, akan terjadi hiperinflamasi paru, diperlukan lebih banyak usaha
untuk bernapas, dan “sifat elastis” paru-paru akan berubah.

B. Saran
1. Bagi keluarga pasien.
Perlu di berikan pengetahuan tentang penanganan dan pencegahan
terjadinya status astmaticus. Tiap keluarga yang memiliki riwayat status
astmaticus di harapkan mengetahui tanda dan gejala sehingga sebelum
terjadi sesak nafas sudah mendapatkan penanganan untuk mengatasi
pasien status astmaticus.
2. Bagi Penulis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pemenuhan syarat tugas kelompok, dan perlu dikembangkan lagi dengan
menerapkan semua intervensi pada asuhan keperawatan gawat darurat
pada pasien status astmaticus.

22
DAFTAR PUSTAKA

Ida. (2022). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. PUSTAKA BARU PRESS. 95-
100. Yogyakarta : PUSTAKA BARU PRESS.
Anggraini, H., Kurniawan, Y., & Sari, N. P. (2022). Asuhan Keperawatan Bersihan
Jalan Nafas Tidak Efektif Dengan Pemberian Fisioterafi Dada Pada Pasien Asma
Bronkial. Jurnal Ilmu Kesehatan Mandira Cendikia, 1(2), 45–53.
Aulia, R. (2022). ITERATURE REVIEW: PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER
UNTUK MENURUNKAN FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN ASMA.
Febriyanti, N. (2022). Pengaruh Posisi Semi Fowler Untuk Mengurangi Sesak Nafas
Pada Penderita Asma Di Masyarakat.
Kalsum, U., & Nur, A. (2021). Efektivitas Health Promotion terhadap upaya
pencegahan kekambuhan dan kontrol asma. Jurnal Penelitian Kesehatan" SUARA
FORIKES"(Journal of Health Research" Forikes Voice"), 12(2), 121–124.
Kartikasari, D., & Sulistyanto, B. A. (2020). Gambaran Respirasi Rate (RR) Pasien
Asma. Jurnal Penelitian IPTEKS, 5(2), 277–281.
Kartina, Y., Djajalaksana, S., Chozin, I., & Al Rasyi, H. (2020). Perbedaan Ekspresi
miRNA-126 dan Interleukin (IL)-13 Pada Pasien Asma Terkontrol Penuh dan
Tidak Terkontrol Penuh. Journal of Respirology Indonesia, 40(1), 19–27.
Litanto, A., & Kartini, K. (2021). Kekambuhan asma pada perempuan dan berbagai
faktor yang memengaruhinya. Jurnal Biomedika Dan Kesehatan, 4(2), 79–86.
Perdani, R. R. W. (2019). Asma Bronkial pada Anak. Jurnal Kedokteran Universitas
Lampung, 3(1), 154–159.
Permatasari, D., & Yanti, B. (2020). Perbedaan diagnosis asma, penyakit paru
obstruktif kronik dan asthma-COPD overlap syndrome. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala, 20(3).
Pratiwi, S. D. (2019). HUBUNGAN RESPON TIME DENGAN TRIASE DAN
PENATALAKSANAANPASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT. DIII
Keperawatan.
Samosir, E. (2020). Konsep Pengkajian Sebagai Elemen Kunci Asuhan Keperawatan
Berkualitas.
Saputri, M., & Masnina, R. (2021). Gambaran Pertolongan Pertama pada Penderita
Asma di Rumah: Literature Review.
SURYA, F. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN Ny. T DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERNAPASAN: ASMA DENGAN PENERAPAN LATIHAN PERNAPASAN
BUTEYKO.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Defisit dan Tindakan Keperawatan. (Edisi 1), Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Defisit dan Tindakan Keperawatan. (Edisi 1), Jakarta: DPPPPNI.

24

Anda mungkin juga menyukai