Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN ANAK

PERTUSIS

DISUSUN OLEH :
1. Adi Prastiyo
2. Hesti Triasmulyani
3. Pradisa
4. Silvi Ayu

AKADEMI KEPERAWATAN HANG TUAH JAKARTA


Jl. Bendungan Hilir No.17 Jakarta Pusat
Tahun Ajaran 2017-2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan hidayah- Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pertusis”. Adapun tujuan penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas dalam
mata kuliah Keperawatan Anak.

Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini kami dibantu, dibimbing, dan
didukung dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih
kepada pihak yang telah membantu sehingga dapat terselesaikannya makalah ini,
terutama pada :

1. Rita Wismajuwani, Skm, S.Kep, M.Ap selaku direktur Akper Hang


Tuah Jakarta.
2. Elvi Oberty, S.Kp, M.Kep selaku Wadir I Akper Hang Tuah Jakarta
3. Bp. Soeroso, AMKG selaku Wadir II Akper Hang Tuah Jakart
4. Ns. Sugeng Haryono, S.Kep, M.Kep selaku Wadir III Akper Hang Tuah
Jakarta
5. Ns. Eny Susyanti, S.Kep, M.Kep selaku Koordinator mata ajar
Keperawatan Anak
6. Ns. Tri Purnamawati, M.kep, Sp.Anak selaku Dosen Pembimbing
7. Orangtua yang telah membantu dan mendukung baik secara moral
maupun material
8. Rekan-rekan yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan.


Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah
ini. Kami berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca, khususnya
mahasiswa/i.

Jakarta, 13 Februari 2018

Penyus

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
C. Metode Penulisan ......................................................................................... 2
D. Sistematika Penulisan .................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
A. Pengertian ..................................................................................................... 4
B. Etiologi ......................................................................................................... 4
C. Patofisiologi ................................................................................................. 5
D. Manifestasi Klinis ........................................................................................ 5
E. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 7
F. Penatalaksanaan Medis ................................................................................ 7
G. Pencegahan ............................................................................................... 7
H. Pathway .................................................................................................... 9
ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................... 10
A. Pengkajian .................................................................................................. 10
B. Diagnosa keperawatan ............................................................................... 10
C. Intervensi keperawatan............................................................................... 11
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 16
A. Kesimpulan ................................................................................................ 16
B. Saran ........................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit ini sering disebut juga sebagai batuk rejan atau batuk serratus
hari berupa infeksi saluran napas yang disebebkan oleh bakteri Bordetella
Pertusis. Penyakit ini sangat berbahaya pada bayi, penularan umumnya terjadi
melalui udara (Batuk/bersin). Bakteri ini menghasilkan racun yang melekat
pada saluran napas, dan radang paru (Pneumonia).
Gejala khas Pertusis yaitu batuk yang terus menerus (sukar berhenti).
Karena penumpukan lender di saluran napas, pada saat batuk muka menjadi
merah atau kebiruan dan mutah kadang-kadang bercampur darah, batuk
diakhiri dengan kerikan napas panjang dan dalam dan juga berbunyi
melengking. Batuk ini bias berlangsung selama 10 minggu.
Bayi dan anak prasekolah mempunyai resiko terbesar (paling sering
mengenai bayi kurang dari 1 tahun) untuk terkena pertussis, termasuk
komplikasinya dan kematian, komplikasi utama yang sering ditemukan adalah
radang paru dan gangguan fungsi otak karena kekurangan oksigen. Kematian
dapat juga terjadi karena bayi/anak tersedak dan sulit bernapas.
Pada tahun 2000, diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kasus
berdampak pada kematian didunia. Pencegahannya dengan vaksin DPT.
Pertussis masih merupakan penyebab terbesar kematian dan kesakitan pada
anak terutama dinegara berkembang. (World Health Organization) WHO
memperkirakan kurang lebih 600.000 kematian disebabkan pertussis setiap
tahunnya terutama pada bayi yang tidak diimunisasi. Dengan perkembangan
kemajuan antibiotic dan program imunisasi maka mortalitas dan morbiditas
penyakit ini mulai menurun. Imunisasi amat mengurangi resiko terinfeksi,
tetapi infeksi ulang dapat terjadi. Jika diderita bayi, penyakit ini merupakan
penyakit yang gawat dengan kematian 15% sampai 30%. Pada anak-anak
penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi pengobatan terhadap
penyakit ini sulit dan lama, serta memerlukan biaya yang cukup tinggi karena
pengobatannya yang cukup lama

1
2

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar Mahasiswa/i dan masyarakat lebih mengetahui tentang pengertian
pertussis
2. Tujuan Khusus
a. Agar Mahasiswa/i dan masyarakat mengetahui tentang pengertian
pertussis
b. Agar Mahasiswa/i dan masyarakat mengetahui tentang etiologi pertussis
c. Agar Mahasiswa/i dan masyarakat mengetahui tentang patofisiologi
pertussis
d. Agar Mahasiswa/i dan masyarakat mengetahui tentang patoflow
pertussis
e. Agar Mahasiswa/i dan masyarakat mengetahui tentang manifestasi klinis
pertussis
f. Agar Mahasiswa/i dan masyarakat mengetahui tentang pemeriksaan
penunjang pertussis
g. Agar Mahasiswa/i dan masyarakat mengetahui tentang penatalaksanaan
medis pertussis
h. Agar Mahasiswa/i dan masyarakat mengetahui tentang pencegahan
pertussis
i. Agar Mahasiswa/i mengetahui tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan pertussis

C. Metode Penulisan
1. Studi Kepustakaan
Penulisan menggunakan beberapa buku untuk dijadikan referensi dalam
penyelesaian makalah ini
2. Browsing Internet
Pencarian melalui teknologi yaitu teknologi informasi yang sangat
membantu pekerjaan manusia.
3

D. Sistematika Penulisan
Makalah ini dibuat secara sistematis dalam 3 bab, yaitu:
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan,
Metode penulisan dan sistematika penulisan
BAB II : Pembahasan, pengertian pertussis, etiologi pertussis, patofisiologi
Pertussis, patoflow pertussis, manifestasi klinis pertussis,
Pemeriksaan penunjang pertussis, penatalaksanaan medis pertussis
Pencegahan pertussis dan asuhan keperawatan dengan klien
Pertussis
BAB III : Penutup, Terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Pertussis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat
menular, ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat
spasmodic dan paroksimal disertai nada yang meninggi, karena penderita
berupaya keras untuk menarik napas sehingga pada akhirnya batuk sering
disertai bunyi khas (whoop) sehingga penyakit ini disebut whooping cough.
(Rampengan, 2008)
Pertussis (Whooping Cough, batuk rejan) adalahinfeksi akut yang
mengenai system pernafasan dengan gejala batuk kuat dan Panjang. Pada era
pravaksin penyakit ini sering menimbulkan kematian pada bayi. Setelah
dilakukan vaksinasi prevelensi menjadi sangat berkurang. (Widagdo, 2011)
Pertussis adalah infeksi saluran pernafasan akut berupa batuk yang sangat
berat atau intensif. Nama lain tussis quinta, whooping cough, batuk rejan. (Obi
Andareto, 2015)

B. Etiologi
Penyebab pertussis adalah Bordetella Pertusis. Penyebab yang lain (5%)
yaitu B. Parapertusis, B. Bronchiseptica, adalah patogen pada binatang,
sedangkan pada manusia adalah jarang dan biasanya pada anak dengan
immunocompro mized. Batuk yang protacted juda dapat disebabkan oleh
mikoplasma, patainfluensa, adenovirus, respiratory syneytral virus, dan entro
virus.
Brodetella Pertusis dapat mati dengan pemanasan pada suhu 55 derajat
celcius selama 30 menit, tetapi bertahan pada suhu rendah 0-10 derajat celcius.
Kuman ini menghasilkan dua macam toksin, yaitu :
1. Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin)
2. Endotoksin (Lipopolisakarida)
Disamping itu dapat pula mengandung beberapa factor enzim, yaitu :
1. Faktor Sensitivitas Histamin

4
5

2. Faktor Limfositosis
Secara morpologi terdapat beberapa kuman yang menyamai Bordetella
Pertusis seperti Bordetella Parapertusis dan Bordetella Bronchiseptica. Untuk
membedakan jenis-jenis kuman ini, dilakukan dengan reaksi aglutinasi yang
khas atau tes tertentu.

C. Patofisiologi
Peradangan terjadi pada lapisan mukosa saluran napas, dan organisme
hanya akan berkembang biak jika terdapat kongesti dan infiltrasi mukosa
berhubungan dengan epitel bersilia dan menghasilkan toksin seperti
endotoksin, pertusirogen, toxin heat labile, dan kapsul antifagositik oleh
limfosit dan leukosit untuk polimorfonuklir yang disusun dengan nekrosis yang
mengenai lapisan bagian tengah bronkus, tetapi bronkopnemonia disertai
nekrosis dan pengelupasan epitel permukaan bronkus. Obstruksi bronkiolus
dan atelaksi terjadi akibat dari penimbunan mucus. Akhirnya terjadi
bronkiektasis yang bersifat menetap.
Cara penularan : penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain
melalui percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat
pula melalui sapu tangan, handuk, dan alat-alat makan yang tercemar kuman-
kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita
pertussis dapat menularkan ke orang lain selama sampai 3 minggu setelah
batuk dimulai.

D. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 6-10 hari (rata-rata 7 hari), sedangkan perjalanan penyakit
ini verlangsung antara 6-8 minggu atau lebih. Perjalanan klinis penyakit ini
dapat berlangsung dalam 3 stadium.
1. Stadium kataralis = stadium prodromal = stadium pre paroksismal
2. Stadium akut paroksismal = stadium paroksismal = stadium spasmodic
3. Stadium konvalesens
Manifestasi klinis bergantung pada etiologi spesifik, umur dan status
imunisasi. Gejala pada anak yang berumur <2 tahun, yaitu batuk proksismal
6

(100%), whoop (60-70%), muntah (66-80%), dispnea (70-80%), dan kejang


(20-25%). Pada anak yang lebih besar, manifestasi klinis tersebut lebih
ringan dan lama sakit lebih pendek.
a. Stadium kataralis (1-2 minggu)
Gejala permulaan :
1) Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, yaitu dengan
timbulnya rinore dengan lender yang cari dan jernih.
2) Infeksi konjungtiva, lakrimasi
3) Batuk dan panas yang ringan
4) Kongesti nasalis
5) Anoreksia
Selama stadium ini, sejumlah organisme tersebar dalam inti droplet
dan penderita sangt infeksius, namun tidak tampak sakit. Sering
tidak dapat dibedakan dengan common cold. Pada tahap ini kuman
paling mudah diisolasi, batuk yang timbul mula-mula malam hari
kemudian pada siang hari dan menjadi semakin hebat. Secret pun
banyak dan menjadi kental dan melengket.
b. Stadium paroksismal/stadium spasmodic (2-4 minggu atau lebih)
Selama stadium ini, batuk menjadi lebih hebat yang ditandai dengan
whoop (atuk yang berbunyi nyaring) sering terdengan pada saat
penderita menarik nafas pada akhir serangan batuk. Batuk sering 5-10
kali, selama batuk anak tidak dapat bernafas dan pada akhir serangan
batuk anak menarik nafas dengan cepat dan dalam sehingga bunyi
melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah. Pada anak-anak yang
lebih tua, bunyi whoop ini sering tidak terdengar. Juga pada bayi yang
lebih muda serangan batuk hebat tidak disertai bunyi whoop, tetapi
penderita sring dalam keadaan lemas, Lelah, sianosis dan muntah. Batuk
proksismal dapat berlangsung terus-menerus selama beberapa bulan
tanpa adanya infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.
c. Stadium konvalesens (1-2 minggu)
Ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah, puncak serangan
paroksismal berangsur-angsur menurun. Batuk biasanya masih menetap
7

untuk beberapa waktu dan akan menghilang sekitar 2-3 minggu pada
beberapa penderita akan timbul serangan batuk paroksismal kembali
dengan gejala whoop dan muntah-muntah. Episode ini terjadi berulang-
ulang untuk beberapa bulan bahkan bisa 1 atau 2 tahun, dan sering
dihubungkan dengan infeksi nafas bagian atas yang berulang.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : LED dan leukosit meningkat.
Pada stadium kataralis dan permulaan stadium plasmodik jumlah leukosit
meningkat antara 15.000 - 45.000 per mm³ dengan limfositosis. Diagnose
dapat diperkuat dengan mengisolasi kuman dari sekresi jalan napas yang
dikeluarkan pada waktu batuk.
2. Foto Thorax, CT Scan
3. Periksa sputum

F. Penatalaksanaan Medis
Anti mikroba pemakai obat-obatan ini dianjurkan pada stadium kataralis
yang dini. Eritromisiri merupakan anti mikroba yang sampai saat ini dianggap
paling efektif dibandingkan dengan amoxilin, kloramphenikol ataupun
tetrasiklin. Dosis yang dianjurkan 50 mg/kg bb/hari, terjadi dalam 4 dosis
selama 5-7 hari. Kortikorteroid.
1. Betametason oral dosis 0,075mg/kg bb/hari
2. Hidrokortison suksinat (sulokortep) dosis 30 mg/kg bb/hari, kemudian
diturunkan perlahan an dihentikan pada hari ke-8
3. Prednisone oral 2,5-5 mg/hari berguna dalam pengobatan pertussis
terutama pada bayi muda dengan seragam proksimal salbutamol.

G. Pencegahan
Diberikan vaksin pertussis yang terdiri dari kuman Bordetella Pertusis yang
telah dimatikan untuk mendapatkan imunitas aktif. Vaksin ini diberikan
Bersama vaksin difteri dan tetanus. Dosis yang dianjurkan 12 unit diberikan
pada umur 2 bulan. Kontra indikasi pemberian vaksin pertussis :
8

1. Panas lebih dari 33°C


2. Riwayat kejang
3. Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT, sebelumnya misalnya suhu
tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi lainnya.
9

H. Pathway
10

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data subyek :
a. Paling banyak terdapat pada tempat yang padat penduduknya Usia
yang paling rentan terkena penyakit pertusis adalah anak dibawah usia
5 tahun
b. Cara penularanya yang sangat cepat
c. Imunisasi dapat mengurangi angka kejadian dan kematian yang
disebabkan oleh pertusis
d. Batuk ini disebabkan karena bordetella pertusis
e. Disalah satu Negara yang belum melaksanakan prosedur imunisasi
rutin, masih banyak terdapat penyakit pertusis
2. Data obyek :
a. Anak tiba-tiba batuk keras secara terus menerus
b. Batuk yang sukar berhenti
c. Muka menjadi merah
d. Batuk yang sampai keluar air mata
e. Kadang sampai muntah disertai keluarnya sedikit darah, karna batuk
yang sangat keras.
f. Biasanya terjadi pada malam hari

B. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d banyaknya mucus
2. Pola napas tidak efektif b/d dispnea
3. Resiko tinggi infeksi terhadap (penyebaran). Factor resiko ketidak
adekuatan pertahanan utama
4. Nyeri
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
11

C. Intervensi keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d banyaknya mucus.
Tujuan : Status ventilasi saluran pernafasan baik, dengan cara mampu
membersihkan secret yang menghambat dan menjaga kebersihan
jalan nafas.
Kriteria hasil :
a. Rata-rata pernafasan normal
b. Sputum keluar dari jalan nafas
c. Pernafasan menjadi mudah
d. Bunyi nafas normal
e. Sesak nafas tidak terjadi lagi
Intervensi :
a. Kaji frekuensi/ kedalamn pernafasan dan gerakan dada .
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal,dan gerakan dada tak
simetriks sering terjadi karena ketidak nyamanan gerakan dinding
dada dan/ cairan paru
b. Auskultasi area paru,catat area penurunan/tak ada aliran udara dan
bunyi napas atventisius misalnya krekes,mengi.
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsulidasi
dengan cairan. Bunyi napas bronchial (normal pada bronkus) dapat
juga terjadi pada area konsulodasi. Krekes,ronki,dan mengi terdengar
pada inspirasi dan/ ekspirasi pada respon terhadap pengumoulan
cairan, secret .
c. Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/ bantu pasien
melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif.
Rasional : napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-
paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan
jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan napas
paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi
duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan kuat.
d. Pengisapan sesuai indikasi
12

Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara


mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena
e. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat daripada dingin.
Rasional : cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan secret.
f. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : untuk menurunkan sekresi secret dijalan napas dan
menurunkan resiko keparahan

2. Pola napas tidak efektif b/d dispnea


Tujuan : Menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
dalam rentang normal dan paru jelas atau bersih
Kriteria hasil:
a. Frekuensi pernapasan normal
b. Bunyi paru jelas/bersih
c. Kedalaman paru dalam rentang normal
d. Bunyi napas normal
e. Pengembangan dada normal antara inspirasi dan ekspirasi
Intervensi :
a. Kaji frekuensi,kedalaman pernafasan, ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu/ pelebaran masal.
Rasional : kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi
peningkatan kerja napas Kedalaman pernafasan biasanya bervariasi
tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelektasis dan/ nyeri dada pleuritik.
b. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius,
seperti krekels, mengi, gesekan pleural.
Rasional : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi
sekunder terhadap perdarahan,bekuan atau kolaps jalan napas kecil
(atelaktasis). Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan
napas/kegagalan pernafasan
13

c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien


turun tempat tidur dan ambulasi sesegera mungkin
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan
pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian
udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas
d. Observasi pola batuk dan karakter secret
Rasional : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritasi.
Sputu berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan (infark
paru) atau antikoagulan berlebihan
e. Dorong/bantu pasien dalam napas dalam dan latihan batuk.
Pengisapan peroral atau naso trakeal bila diindikasikan.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan
ventilasi dan ditambah ketidak nyamanan upaya bernafas.
f. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan bila diindikasikan.
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

3. Resiko tinggi infeksi terhadap ( penyebaran ). Factor resiko ketidak


adekuatan pertahanan utama (penurunan kerja silia)
Tujuan : Tidak terjadi resiko infeksi
Kriteria hasil :
a. Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
b. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko
infeksi
Intervensi :
a. Pantau tanda vital dengan ketat,khususnya selama awal terapi.
Rasional : selama periode waktu ini, potensial terjadi komplikasi
b. Anjurkan klien untuk memperhatikan pengeluaran secret (misalnya
meningkatkan pengeluaran daripada menelannya) dan melaporkan
perubahan warna, jumlah dan secret.
Rasional : meskipun pasien dapat menemukan pengeluaran dan
upaya infeksi atau menghindarinya, penting bahwa sputum harus
14

dikeluarkan dengan cara aman. Perubahan karakteristik sputum


menunjukkan terjadinya infeksi sekunder.
c. Dorong teknik mencuci tangan baik
Rasional : menurunkan resiko penyebaran infeksi
a. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan pajanan terhadap pathogen infeksi lain.
b. Kolaborasi berikan antimicrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur
sputum/darah, misalnya eritromisin.
Rasional : obat ini digunakan untuk membunuh kebanyakan
mikrobial

4. Nyeri berhubungan dengan agens cidera


Tujuan : mengurangi rasa nyeri
Kriteria hasil : Nyeri berkurang
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri yang dialami klien.
Rasional : mengetahui tingkat skala nyeri yang di alami klien.
b. Berikan hiburan untuk mengalihkan rasa nyeri
Rasional : nyeri dapat berkurang.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor


biologis.
Tujuan : meningkatkan nutrisi dan berat badan menjadi normal.
Kriteria hasil :
a. Brat badan normal
b. Nutrisi terpenuhi
c. Peningkatan nafsu makan
Intervensi :
a. Pantau berat badan klien
Rasional : timbat berat badan dan catat peningkatan yang ada.
b. Berikan makanan yang bernutrisi kolaborasi dengan nutrien
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien
15

c. Berikan makanan yang menarik perhatian klien


Rasional : meningkatkan nafsu makan klien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pertussis adalah infeksi saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh
Bordetella Pertusis terutama terjadi pada anak yang berusia 4 tahun yang tidak
diimunisasi. Pertussis sering dikenal dengan batuk rejan. Masa inkubasi
pertussis 6-10 hari (rata-rata 7 hari) dimana perlangsungan penyakit ini 6-8
minggu atau lebih. Perjalanan klinis penyakit ini dapat berlangsung 3 stadium
yaitu stadium kataralis (prodromal, preparoksismal), stadium akut proksimal
(paroksismal, spasmodic), dan stadium konvalesens. Pemeriksaan penunjang
pertussis diantaranya pemeriksaan laboratorium: LED dan leukosit meningkat,
foto thorax, CT Scan dan pemeriksaan sputum. Pengobatan pertussis
diantaranya anti mikroba, eritromisin yang lebih efektif dibandingkan
kloramfenikol maupun tetrasiklin dengan dosis 50 mg/kg bb/hari. Pencegahan
dan control adalah imunisasi pasif dapat diberikan human hiperimune globulin.
Sedangkan imunisasi aktif diberikan vaksin pertussis yang terdiri dari kuman
Bordetella pertussis yang telah dimatikan untuk mendapatkan imunisasi aktif.
Vaksinasi pertussis diberikan Bersama dengan vaksin difteri dan tetanus.

B. Saran
1. Untuk Mahasiswa
Agar setiap mahasiswa dapat mengerti dan paham cara mencegah pertussis
2. Untuk Institusi
Agar institusi dapat memfasilitasi buku-buku baru sesuai dengan teori
pertussis
3. Untuk Masyarakat
Agar masyarakat dapat lebih mengerti bagaimana mencegah agar tidak
terjadi penyakit pertussis.

16

Anda mungkin juga menyukai