Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

H
DENGAN MASALAH ASMA EKSASERBASI AKUT

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas KGD dan Kritis

Disusun Oleh :
Kelompok

1. Devita Junishertia 10351810


2. Lutfiah 10351810
3. Pandermadon 1035181015
4. Ririn Widyastuti 1035181018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH.THAMRIN
JAKARTA, 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul ”ASUHAN
KEPERAWATAN ASMA EKSASERBASI AKUT”. Adapun maksud
dilaksanakannya penulisan makalah ini, tidak lain adalah untuk memenuhi tugas
Keperawatan Jiwa yang ditugaskan kepada penulis, sehingga penulis dan
pembaca lebih memahami tentang hal tersebut.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak, terutama kepada orangtua yang telah memberi dukungan baik
secara moril dan materil, serta kepada teman-teman kami.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kepada
para pembaca dan dosen pembimbing diharapkan memberikan masukan dan
saran sehingga makalah ini dapat lebih sempurna, namun sebelumnya penulis
memohon maaf jika ada kesalahan penulisan atau bahasa yang kurang baku
dalam karya tulis ini. Penulis berharap isi karya tulis ini dapat memberikan
manfaat bagi siapa saja yang memerlukannya di masa yang akan datang.

Jakarta, Maret 2019

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
1.2.1 Tujuan Umum...................................................................... 2
1.2.2 Tujuan Khusus..................................................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan........................................................................... 3
1.3.1 Bagi Kelompok................................................................... 3
1.3.2 Manfaat Akademisi............................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi............................................................................................. 4
2.2 Etiologi............................................................................................. 5
2.3 Klasifikasi....................................................................................... 6
2.4 Patofisiologi ................................................................................... 8
2.5 Tanda dan Gejala ........................................................................... 9
2.6 Komplikasi ..................................................................................... 9
2.7 Penatalaksanaan ............................................................................. 10
2.8 Pencegahan .................................................................................... 17
2.9 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 18
2.10 Asuhan Keperawatan ................................................................... 19
2.11 Asuhan Keperawatan Tn.H .......................................................... 26
BAB III PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 34

iii
3.2 Saran .............................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 35

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SOP Fisioterapi dada


Lampiran 2 Pathway

v
BAB I
PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit kronik jalan nafas, penyakit ini dapat dikenali dengan
adanya keluhan bernafas. Latar belakang penyakit asma satu dengan yang lain
berbeda-beda paling banyak dipicu oleh infeksi saluran nafas bagian atas.
(Kemkes, 2018)

Penelitian yang dilakukan WHO pada tahun 2014 mendapatkan sebanyak 300 juta
orang di dunia mengalami sakit asma. Terdapat sebanyak 250.000 masyarakat
dunia kehilangan jiwa akibat asma. (Depkes, 2018)

Data menurut global asthma network sebagai yayasan internasional yang fokus
terhadap penyakit asma mendapatkan sebanyak 339 juta orang mengidap penyakit
asma yang tersebar diseluruh Negara di dunia, peneltian ini juga mendapatkan
hasil sebanyak 1000 orang diseluruh dunia kehilangan nyawa-nya akibat asma.
Penelitian yang dilakukan mendapatkan para penderita asma banyak berada di
Negara dengan tingkat penghasilan rendah dan menegah. (global asthma network,
2018)

Sebagai negara berkembang asma masuk dalam urutan 10 besar penyebab


kesakitan dan kematian di Indonesia. Penelitian yang dilakukan (Hidayati dan
Irdawati, 2015) di Puskesmas Ngoresan Surakarta penyebab asma di Negara
berkembang akibat kemiskinan, kurangnya tingkat pendidikan dan kurangnya
fasilitas kesehatan yang memadai.

Angka hasil riset kesehatan dasar yang dilkakukan Ditjen kementrian kesehatan
pada tahun 2013 mendukung bahwa asma erat hubungannya dengan Negara
berkembang, hasilnya didapatkan bahwa 4,5% dari populasi di Indonesia
mengidap penyakit asma, jumlah kumulatif dari kasus asma sebesar 11.179.032.

1
Penyakit asma sangat mempengaruhi disabilitas dan kematian dini terutama pada
anak 10-14 tahun dan lansia 75-79 tahun. (Kemkes, 2018)

Data yang didapatkan dari Litbangkes 2013, DKI Jakarta menempati posisi ke 13
sebagai daerah yang penduduknya mengalami sakit asma dengan tingkat
pravelensi 5% melebihi tingkat pravelensi nasional 4,5%, pasien penyakit asma
terbanyak berada diusia produktif yaitu 25-34 tahun (Pusdatin, 2013)

Perkembangan dunia kesehatan yang semakin cepat saat ini perawat dibutuhkan
oleh masyarakat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang lebih khususnya
pasien asma. Perawat mempunyai wewenang dalam memberikan tindakan atau
intervensi baik mandiri maupun kolaboratif. Tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh perawat mulai dari tindakan preventive yaitu usaha promosi kesehatan untuk
mencegah terjadinya penyakit.

1.2 Tujuan penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan proses asuhan keperawatan pada pasien dengan
masalah utama asma eksaserbasi akut.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi masalah keperawatan pada klien dengan asma eksaserbasi
akut
b. Mengidentifikasi perencanaan keperawatan untuk mengatasi masalah
eksaserbasi akut
c. Mengidetifikasi implementasi pada klien dengan eksaserbasi akut
d. Mengidentifikasi evaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan eksaserbasi
akut

2
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Bagi Kelompok
Makalah ini diharapkan mampu memperdalam penerapan asuhan keperawatan
pada klien dengan asma bronkhial.

1.3.2 Bagi Akademisi


Makalah ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa
dalam melakukan asuhan keperawatan asma bronkhial dan sebagai tambahan
referensi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Asma adalah penyakit kronis (jangka panjang), suatu kondisi ketika saluran udara
tersumbat atau menyempit. Hal ini biasanya sementara, tetapi dapat menyebabkan
sesak nafas, kesulitan bernafas, dan gejala lainnya. Jika asma menjadi parah,
penderita mungkin memerlukan pengobatan darurat untuk memulihkan
pernafasan normal (Dayu, 2011).

Asma adalah kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan
hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsanganyang dapat menimbulkan
gejala mengi, batuk, sesak napas dan dada terasa berat terutama pada malam dan
atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa
pengobatan (Depkes, RI. 2009)

Asma merupakan penyakit paru obstruktif kronis yang sering diderita oleh anak-
anak, orang dewasa, maupun para lanjut usia. Penyakit ini memiliki karakteristik
serangan periodik yang stabil (Nursalam dkk, 2009).

Asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas yang dapat mengenai
mereka yang memiliki faktor resiko. Penyakit ini mempunyai spektrum gejala
klinis yang bervariasi mulai dari ringan hanya berupa batuk, sampai berat berupa
serangan yang mengancam jiwa. Keluhan yang sering dilaporkan pasien kepada
dokter beragam, tergantung persepsi masing-masing pasien (Sabri dan Yusriza,
2014).

Jadi, asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh saluran napas yang tidak
berfungsi secara baik. Tanda dari asma adalah sesak dan tidak mengenal waktu

4
pagi atau malam hari. Asma juga terbilang penyakit alergi yang timbul akibat
debu dll.

2.2 Etiologi
Menurut The Lung Association ada 2 faktor yang menjadi pencetus asma (Dayu,
2011):
a. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan terganggunya aliran pernafasan dan
mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernafasan
(bronkokonstriksi) tetapi tidak menyebabkan peradangan seperti :
a. Perubahan cuaca atau suhu udara
b. Rangsangan sesuatu yang bersifat alergen, misal : asap rokok, serbuk
sari, debu, bulu binatang, asap, uap dingin dan olahraga, insektisida,
polusi udara dan hewan peliharaan
c. Infeksi saluran pernafasan
d. Gangguan emosi
e. Kerja fisik atau olahraga yang berlebihan

b. Penyebab (inducer) yaitu sel mast disepanjang bronchi melepaskan bahan


seperti histamin dan leukotrien sebagai respon terhadap benda asing (allergen)
seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat didalam rumah atau bulu binatang
yang menyebabkan terjadinya :
a. Kontraksi otot polos
b. Peningkatan pembentukan lendir
c. Perpindahan sel darah putih tertentu ke bronchi yang mengakibatkan
peradangan pada saluran pernafasan dimana hal ini akan memperkecil
diameter dari saluran udara (bronkokonstriksi) dan penyempitan ini
menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat
bernafas.

5
2.3 Klasifikasi Penyakit Asma Bronkial
Menurut Dayu (2011) jenis asma berdasarkan karakteristiknya diantaranya, yaitu:
a. Asma alergi (Allergic Asthma)
Jenis ini adalah yang paling sering terjadi. Alergen seperti debu, serbuk sari, dan
tungau debu adalah penyebab paling umum asma alergi. Berolahraga di udara
dingin atau menghirup asap, parfum, atau cologne dapat membuat kondisi
menjadi semakin buruk. Oleh karena alergen dapat ditemukan dimana-mana,
penderita asma alergi harus hati-hati dengan selalu menjaga kebersihan
lingkungan dan menghindari tempat- tempat berdebu.

Asma alergi ini mempunyai kecenderungan alergi sejak lahir, yang diturunkan
dari keluarga-keluarga sebelumnya. Dalam tubuhnya akan didapati kadar tinggi
dari antibodi alergi yaitu Immunoglobulin E (IgE). Antibodi IgE ini akan
mengenali alergen dalam jumlah kecil seperti debu tungau dan bereaksi seperti
melepaskan histamin yang membuat penderita menjadi bersin-bersin, pilek, mata
berair, dan lain sebagainya. Sebenarnya ini merupakan usaha tubuh untuk
melawan alergen yang masuk, hanya reaksinya lebih hebat dari orang pada
umumnya. Histamine yang dilepaskan dapat pula menjadi pemicu serangan asma.

b. Asma Non-alergi
Jenis asma non alergi tidak dipicu oleh faktor alergi. Asma jenis ini biasanya
muncul setelah usia paruh baya dan sering disebabkan oleh infeksi pada saluran
pernafasan bawah dan atas. Asma non-alergi ditandai oleh penyumbatan saluran
pernafasan akibat peradangan. Asma jenis ini bisa dikontrol dengan pengobatan
yang tepat. Gejala asma non- alergi meliputi : mengi, batuk, sesak nafas, nafas
menjadi cepat, dan dada terasa sesak.
Asma non-alergi dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti : stres, kecemasan,
kurang atau kelebihan olahraga, udara dingin, hiperventilasi, udara kering, virus,
asap,dan iritasi lainnya.

6
c. Asma Nocturnal
Asma jenis ini mengganggu tidur karena penderitanya dapat terbangun ditengah
malam akibat batuk kering. Dada sesak adalah salah satu gejala pertama dari asma
nocturnal yang diikuti oleh batuk kering.

Asma nocturnal dapat memicu penderitanya lesu di pagi hari akibat tidur malam
yang terganggu.

c. Asma Akibat Pekerjaan


Asma jenis ini diperoleh akibat lingkungan kerja yang tidak sehat. Salah satu
pekerjaan yang bisa memicu asma adalah mengajar (guru), akibat paparan debu
kapur papan tulis. Jenis pekerjaan lain meliputi : pekerja pabrik (paparan debu dan
bahan kimia lainnya), seperti : pabrik wig, pabrik bulu mata, pabrik kayu lapis,
pelukis dan pekerja konstruksi (terkena uap cat dan asap), seperti : pekerja
matrial. Gejala asma jenis ini tidak berbeda dari gejala asma secara umum
seperti : mengi, batuk kering, sesak nafas, serta nafas pendek dan cepat.

d. Asma Musiman
Asma musiman hanya terjadi pada musim-musim tertentu ketika serbuk sari atau
alergen hadir dalam jumlah melimpah. Sebagai contoh, seseorang mungkin cukup
sehat sepanjang tahun kecuali saat musim tanaman berbunga. Musim bunga akan
lebih banyak serbuk sari berterbangan di udara yang dapat memicu asma.

e. Asma Campuran
Asma ini adalah campuran dari asma ekstrinsik dan intrinsik. Asma jenis ini
umumnya lebih serius karena penderita harus waspada terhadap kedua faktor
ekstrinsik dan intrinsik yang dapat memicu serangan asma. Ada juga yang
mengkategorikan asma hanya menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Asma Ekstrinsik
Sebagian besar penderita asma didunia menderita jenis asma ekstrinsik. Anak-
anak sangat rentan terkena beberapa jenis alergi sehingga akan lebih mudah

7
terserang asma ekstrinsik. Anak-anak yang mempunyai riwayat alergi, eksim, dan
alergi rhinitis sangat rentan terhadap asma ekstrinsik. Namun, saat mereka
beranjak dewasa, serangan alergi dan asma akan menghilang. Ada saatnya ketika
alergi tersebut timbul kembali karena beberapa faktor pemicu, namun ini jarang
terjadi saat anak-anak sudah mencapai usia dewasa.
2. Asma Intrinsik
Asma intrinsik sering juga disebut dengan asma non-alergi. Asma jenis ini dipicu
oleh faktor-faktor non-alergik, seperti infeksi oleh virus, iritan, emosi dan
olahraga. Ini merupakan jenis asma yang paling sering diderita oleh anak-anak
berusia di bawah 3 tahun dan dewasa berusia di atas 30 tahun. Infeksi pernafasan
karena virus merupakan pemicu utama pernafasan karena virus merupakan
pemicu utama dan mempengaruhi, baik saraf dan atau saluran pernafasan
(bronchi). Hal ini menyebabkan bronkospasme atau lepasnya mediatorkimia yang
menghasilkan serangan asma. Pemicu lainnya meliputi iritan, olahraga, udara
dingin, serta perubahan emosi yang juga menyebabkan bronkospasme.

3. Asma Campuran
Asma jenis ini merupakan kombinasi antara asma ekstrinsik dan intrinsik.

2.4 Patofisiologi
Tiga unsure yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spasme otot polos edema dan inflamasi memakan jalan nafas dan eksudasi muncul
intra minimal, sel-sel radang dan deris selular. Obstruksi, menyebabkan
pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspirasi paksa dan
kecepatan aliran penutupan premature jalan udara, hiperinflasi paru.
Bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastic dan frekuensi pernafasan.
Walaupun jalan nafas bersifat difusi, obstruksi menyebabkan perbedaan suatu
bagian dengan bagian lain ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat
ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas terutama penurunan CO 2 akibat
hiperventilasi.

8
Pada respon alergi disaluran nafas antibody COE berikatan dengan alergi
degrenakulasi sel mati, akibat degrenakulasi tersebut histomin dilepaskan.
Histomin menyebabkan kontruksi otot polos bronkiolus. Apabila respon
permiabilitas kapiler maka juga akan terjadi kongesti dan pengembangan ruang
intensium paru.

Individu yang mengalami asma mungkin memerlukan respon yang sensitive


berlebihan terhadap sesuatu alergi atau sel-sel mestinya terlalu mudah mengalami
degravitasi dimanapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut. Hasil
akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mucus edema dan obstruksi udara
(Amin. 2013)

2.5 Tanda dan Gejala


Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktifitas
bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversible secara spontan maupun dengan
pengobatan. Gejala-gejala asma (Amin, 2013) antara lain :
a. Bising mengi (Wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.
b. Batuk produktif, sering pada malam hari.
c. Nafas atau dada seperti tertekan.

Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk
pada malam hari. Diagnosis asma berdasarkan :
a. Anamnesis : riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi, serta gejala klinis.
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan laboratorium : darah (terutama eosinofil, IgE total, IgE spesifik),
sputum (eosinofil, spiral Curshman, kristal Charcot- Leyden)
d. Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan
adanya obstruksi jalan nafas

9
2.6 Komplikasi
Komplikasi menurut (Mansjoer. 2008) yang mungkin timbul adalah:

1. Pneumothoraks : Keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang


dicurigai.

2. Pneumomediastinum : Dikenal juga sebagai emfisema mediustrum adalah


kondisi dimana udara hadir di mediastrium.

3. Bronkitis : Lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru-


paru yang masih mengalami bengkak.
4. Atelektasis : Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh
paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus
maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal.
5. Apergilosis : Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang
disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh adanya
gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya,
misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis
dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus
sp.
6. Gagal napas : Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen
terhadap karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat
memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
7. Fraktur iga

2.7 Penatalaksanaan
Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat fatal atau
mengancam jiwa. Seringnya serangan asma menunjukkan penanganan asma
sehari-hari yang kurang tepat. Dengan kata lain penanganan asma ditekankan

10
kepada penanganan jangka panjang, dengan tetap memperhatikan serangan asma
akut atau perburukan gejala dengan memberikan pengobatan yang tepat. Penilaian
berat serangan merupakan kunci pertama dalam penanganan serangan akut (lihat
tabel 6). Langkah berikutnya adalah memberikan pengobatan tepat, selanjutnya
menilai respons pengobatan, dan berikutnya memahami tindakan apa yang
sebaiknya dilakukan pada penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi,
membutuhkan ventilator, ICU, dan lain-lain) Langkahlangkah tersebut mutlak
dilakukan, sayangnya seringkali yang dicermati hanyalah bagian pengobatan
tanpa memahami kapan dan bagaimana sebenarnya penanganan serangan asma.
Penanganan serangan yang tidak tepat antara lain penilaian berat serangan di
darurat gawat yang tidak tepat dan berakibat pada pengobatan yang tidak adekuat,
memulangkan penderita terlalu dini dari darurat gawat, pemberian pengobatan
(saat pulang) yang tidak tepat, penilaian respons pengobatan yang kurang tepat
menyebabkan tindakan selanjutnya menjadi tidak tepat. Kondisi penanganan
tersebut di atas menyebabkan perburukan asma yang menetap, menyebabkan
serangan berulang dan semakin berat sehingga berisiko jatuh dalam keadaan asma
akut berat bahkan fatal.

11
Penderita asma mutlak untuk memahami bagaimana mengatasi saat terjadi
serangan, apakah cukup diatasi di rumah saja dengan obat yang sehari-hari
digunakan, ataukah ada obat tambahan atau bahkan harus pergi ke rumah sakit.
Konsep itu yang harus dibicarakan dengan dokternya (lihat bagan penatalaksanaan
asma di rumah). Bila sampai membutuhkan pertolongan dokter dan atau fasiliti
rumah sakit, maka dokter wajib menilai berat serangan dan memberikan
penanganan yang tepat (lihat bagan penatalaksanaan asma akut di rumah sakit).
Kondisi di Indonesia dengan fasiliti layanan medis yang sangat bervariasi mulai
dari puskesmas sampai rumah sakit tipe D → A, akan mempengaruhi bagaimana
penatalakasanaan asma saat serangan akut terjadi sesuai fasiliti dan kemampuan
dokter yang ada. Serangan yang ringan sampai sedang relatif dapat ditangani di
fasiliti layanan medis sederhana, bahkan serangan ringan dapat diatasi di rumah.
Akan tetapi serangan sedang sampai berat sebaiknya dilakukan di rumah sakit
(lihat bagan penatalaksanaan serangan akut sesuai berat serangan dan tempat
pengobatan)

12
Pengobatan berdasarkan derajat berat asma Asma Intermiten Termasuk pula
dalam asma intermiten penderita alergi dengan pajanan alergen, asmanya kambuh
tetapi di luar itu bebas gejala dan faal paru normal. Demikian pula penderita
exerciseinduced asthma atau kambuh hanya bila cuaca buruk, tetapi di luar
pajanan pencetus tersebut gejala tidak ada dan faal paru normal. Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 43 Serangan berat umumnya
jarang pada asma intermiten walaupun mungkin terjadi. Bila terjadi serangan berat
13
pada asma intermiten, selanjutnya penderita diobati sebagai asma persisten sedang
(bukti B). Pengobatan yang lazim adalah agonis beta-2 kerja singkat hanya jika
dibutuhkan (bukti A), atau sebelum exercise pada exercise-induced asthma,
dengan alternatif kromolin atau leukotriene modifiers (bukti B); atau setelah
pajanan alergen dengan alternatif kromolin (bukti B). Bila terjadi serangan, obat
pilihan agonis beta-2 kerja singkat inhalasi, alternatif agonis beta-2 kerja singkat
oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat oral atau
antikolinergik inhalasi. Jika dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu
selama 3 bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten
ringan.

14
Asma Persisten Ringan
Penderita asma persisten ringan membutuhkan obat pengontrol setiap hari untuk
mengontrol asmanya dan mencegah agar asmanya tidak bertambah bera; sehingga
terapi utama pada asma persisten ringan adalah antiinflamasi setiap hari dengan
glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (bukti A). Dosis yang dianjurkan 200-
400 ug BD/ hari atau 100-250 ug FP/hari atau ekivalennya, diberikan sekaligus
atau terbagi 2 kali sehari (bukti B). Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-
2 kerja singkat inhalasi) jika dibutuhkan sebagai pelega, sebaiknya tidak lebih dari
3-4 kali sehari. Bila penderita membutuhkan pelega/ bronkodilator lebih dari 4x/
sehari, pertimbangkan kemungkinan beratnya asma meningkat menjadi tahapan
berikutnya.

Asma Persisten Sedang

15
Penderita dalam asma persisten sedang membutuhkan obat pengontrol setiap hari
untuk mencapai asma terkontrol dan mempertahankannya. Idealnya pengontrol
adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/ hari atau 250-500
ug FP/ hari atau ekivalennya) terbagi dalam 2 dosis dan agonis beta-2 kerja lama 2
kali sehari (bukti A). Jika penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid
inhalasi dosis rendah (≤ 400 ug BD atau ekivalennya) dan belum terkontrol; maka
harus ditambahkan agonis beta-2 kerja lama inhalasi atau alternatifnya. Jika masih
belum terkontrol, dosis glukokortikosteroid inhalasi dapat dinaikkan. Dianjurkan
menggunakan alat bantu/ spacer pada inhalasi bentuk IDT/MDI atau kombinasi
dalam satu kemasan (fix combination) agar lebih mudah. Terapi lain adalah
bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika dibutuhkan , tetapi
sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. . Alternatif agonis beta-2 kerja singkat
inhalasi sebagai pelega adalah agonis beta-2 kerja singkat oral, atau kombinasi
oral teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat
sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah menggunakan teofilin lepas lambat
sebagai pengontrol.

Asma Persisten Berat


Tujuan terapi pada keadaan ini adalah mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala
seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE)
mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat
seminimal mungkin. Untuk mencapai hal tersebut umumnya membutuhkan
beberapa obat pengontrol tidak cukup hanya satu pengontrol. Terapi utama adalah
kombinasi inhalasi glukokortikosteroid dosis tinggi (> 800 ug BD/ hari atau
ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama 2 kali sehari (bukti A). Kadangkala
kontrol lebih tercapai dengan pemberian glukokortikosteroid inhalasi terbagi 4
kali sehari daripada 2 kali sehari (bukti A). Teofilin lepas lambat, agonis beta-2
kerja lama oral dan leukotriene modifiers dapat sebagai alternatif agonis beta-2
kerja lama inhalasi dalam perannya sebagai kombinasi dengan
glukokortikosteroid inhalasi, tetapi juga dapat sebagai tambahan terapi selain
kombinasi terapi yang lazim (glukokortikosteroid inhalasi dan agonis beta-2 kerja

16
lama inhalasi) (bukti B). Jika sangat dibutuhkan, maka dapat diberikan
glukokortikosteroid oral dengan dosis seminimal mungkin, dianjurkan sekaligus
single dose pagi hari untuk mengurangi efek samping. Pemberian budesonid
secara nebulisasi pada pengobatan jangka lama untuk mencapai dosis tinggi
glukokortikosteroid inhalasi adalah menghasilkan efek samping sistemik yang
sama dengan pemberian oral, padahal harganya jauh lebih mahal dan
menimbulkan efek samping lokal seperti sakit tenggorok/ mulut. Sehngga tidak
dianjurkan untuk memberikan glukokortikosteroid nebulisasi pada asma di luar
serangan/ stabil atau sebagai penatalaksanaan jangka panjang.
Indikator asma tidak terkontrol
• Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma
• Kunjungan ke darurat gawat, ke dokter karena serangan akut
• Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau
exercise-induced asthma) Pertimbangkan beberapa hal seperti frekuensi tanda-
tanda (indikator) tersebut di atas, alasan/ kemungkinan lain, penilaian dokter;
maka tetapkan langkah terapi, apakah perlu ditingkatkan atau tidak. Alasan /
kemungkinan asma tidak terkontrol :
• Teknik inhalasi : Evaluasi teknik inhalasi penderita
• Kepatuhan : Tanyakan kapan dan berapa banyak penderita menggunakan obat-
obatan asma
• Lingkungan : Tanyakan penderita, adakah perubahan di sekitar lingkungan
penderita atau lingkungan tidak terkontrol
• Konkomitan penyakit saluran napas yang memperberat seperti sinusitis,
bronkitis dan lainlain Bila semua baik pertimbangkan alternatif diagnosis lain.

2.8 Pencegahan
Menurut Broide (2008) pencegahan yang dapat dilakukan, meliputi :
a. Mencegah Sensititasi
Cara - cara mencegah asma berupa pencegahan sensititasi alergi (terjadinya atopi,
diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan
terjadinya asma pada individu yang disensititasi. Selain menghindari pajanan

17
dengan asap rokok, baik in utero atau setelah lahir, tidak ada bukti intervensi yang
dapat mencegah perkembangan asma. Hipotesis hygiene untuk mengarahkan
system imun bayi kearah Th1 , respon non alergi atau modulasi sel T regulator
masih merupakan hipotesis.

b. Mencegah Eksaserbasi
Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut dengan sesak yang memburuk
secara progresif disertai batuk, mengi, dan dada sakit atau kombinasi gejala –
gejala tersebut. Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya arus nafas yang dapat
diukur secara obyektif (spirometri atau Peak Flow Meter/PFM) dan merupakan
indikator yang lebih dapat dipercaya dibandingkan gejala. Eksaserbasi asma dapat
ditimbulkan dengan berbagai faktor (trigger) seperti alergen (indoor seperti :
tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan outdoor seperti : polen, jamur,
infeksi virus, polutan dan obat).

Mengurangi pajanan penderita dengan beberapa faktor seperti menghentikan


merokok, menghindari asap rokok, lingkungan kerja, makanan, zat aditif, obat
yang menimbulkan gejala dapat memperbaiki kontrol asma dan keperluan obat.
Tetapi biasanya penderita bereaksi terhadap banyak faktor lingkungan, sehingga
usaha menghindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal–hal lain yang harus pula
dihindari adalah polutan indoor dan outdoor, makanan dan zat aditif, obesitas,
emosi dan stress, dan berbagai faktor lainnya (Broide, 2008)

2.9 Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan Sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan:
a. Kristal-kristal Charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal
eosinofil.
b. Terdapatnya spiral cursehman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel
cabang-cabang bronkus.
c. Terdapatnya creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

18
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil.

2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma.
a. Analisa gas darah
Terdapat aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat PaCO 2 maupun
penurunan PH menunjukan prognosis yang buruk
b. Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDTI yang meninggi
c. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
serangan dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.

3. Foto Rontgen
Pada umumnya pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma
gambaran ini menunjukan hiperinflasi paru berupa radiolusen yang bertambah dan
pelebaran rongga interkostal serta diafragma yang menurun (Amin. 2013)

2.10 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
b. Klien mengeluh sesah nafas, batuk, lender susah keluar
c. Mengeluh mudah lelah dan pusing
d. Data pengginaan obat
e. Klien mengenal/tidak mengenal penyebab serangan

2. Pola nutrisi metabolik


a. mual, muntah dan tidak nafsu makan
b. Menunjukan tanda dehidrasi, membrane mukosa kering
c. Cyanosis, banyak keringat

19
3. Pola aktivitas dan latihan
a. Aktivitas terbatas karena adanya wheezing dan sesak nafas
b. Kebiasaan merokok
c. Batuk dan lender yang sulit dikeluarkan
d. Menggunakan otot-otot tambahan saat inspirasi

4. Pola tidur dan istirahat


a. Keluhan kurang tidur
b. Lelah akibat serangan sesak nafas dan batuk

5. Pola persepsi dan konsep diri


a. Klien kemungkinan dapat mengungkapkan strategi mengatasi serangan,
tetapi tidak mampu mengatasi jika serangan datang

6. Pola kognitif dan persepsi sensori


a. Sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakitnya
b. Kemampuan mengatasi masalah
c. Melemahnya proses berfikir

7. Pola peran dan hubungan dengan sesame


a. Terganggunya peran akibat serangan
b. Merasa malu bila terjadi serangan

8. Pola seksualitas dan reproduksi


a. Menurunnya libido

9. Mekanisme dan toleransi terhadap stress


20
a. Mengingkari
b. Marah
c. Putus asa

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama atau imunitas
e. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

3.Rencana Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
Tujuan : jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil :
a) Jalan napas bersih
b) Sesak berkurang
c) Batuk efektif
d) Mengeluarkan secret

Intervensi :

21
1. Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas
Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas
2. Berikan pasien untuk posisi yang nyaman
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan
3. Pertahankan lingkungan yang nyaman
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode
akut.
4. Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat.
Rasional : Membantu mempermudah pengeluaran sekret
5. Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasional : Memberikancara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea,mengeluarkan sekret.
6. Dorong atau berikan perawatan mulut
Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau
mulut
7. Kolaborasi: pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer
Rasional : menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan secret

Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme


Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil :
a) Pola napas efektif
b) Bunyi napas normal kembali
c) Batuk berkurang

Intervensi
a) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional: kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi
tergantung derajat gagal napas
b) Auskultasi bunyi napas
Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas

22
c) Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan
d) Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai oksigen


Tujuan :dapat mempertahankan pertukaran gas
Kriteria hasil :
Tidak ada dispnea

Intervensi:
a) Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat
sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
b) Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak
efektif.
c) Auskultasi bunyi napas
Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi.
d) Palpasi Fremirus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.
e) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
Rasional : Selama distress pernapasan berat atau akut atau refraktori pasien secara
total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan
dispnea.
f) Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.

23
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama atau imunitas
Tujuan :tidak mengalami infeksi noskomial
Kriteria hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda infeksi
b) Mukosa mulut lembab
c) Batuk berkurang

Intervensi:
a) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
a) Observasi warna, karakter, jumlah sputum
Rasional : kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru
b) Berikan nutrisi yang adekuat
Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh
c) Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional : antibiotik dapat mencegah masuknya kuman ke dalam tubuh

Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan


Tujuan : kecemasan pasien berkurang
Kriteria hasil :

a) Pasien terlihat tenang


b) Cemas berkurang
c) Ekspresi wajah tenang

Intervensi:
a) Kaji tingkat kecemasan
Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien
b) Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita

24
Rasional: menambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi cemas
c) Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional: mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas yang
dialaminya.
d) Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
Rasional: mengurangi rasa cemas yang dialami pasien

Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih


Tujuan : pola tidur terpenuhi
Kriteria hasil ;
a) Pola tidur 6-7 jam per hari
b) Tidur tidak terganggu karena batuk

Intervensi
a) Kaji pola tidur setiap hari
Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi
b) Beri posisi yang nyaman
Rasional : memudahkan dalam beristirahat
c) Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : menciptakan suasana yang tenang
d) Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai
Rasional :menciptakan suasana yang tenang
e) Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat dan tidur untuk
penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : aktivitas normal
Kriteria hasil :

a) Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas

25
b) Pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri

Intervensi :

a) Kaji tingkat kemampuan aktivitas


Rasional : mengetahui tingkat aktivitas pasien
b) Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhaan pasien
Rasional : membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien sehari-hari
c) Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi
Rasional : membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri
d) Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses penyembuhan

211. Asuhan Keperawatan Tn.H


Tn. H, 62 tahun, masuk UGD dengan keluhan sesak berat sehingga pasien merasa
sulit untuk bernafas. Pada pengkajian, pasien memiliki riwayat penyakit astma
dan kadang-kadang relaps apabila batuk dan banyak debu. Hasil pemeriksaan
TD : 130/80 mmHg, Nadi : 120 x/mnt, RR : 28 x/mnt, suhu 37.5 C. Pasien tampak
pucat dan menggunakan otot-otot bantu saat bernafas, Wheezing +.

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. H
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Diagnosa Medis : Asma Bronkial
Tanggal Masuk : 25 Maret 2019
Tanggal Pengkajian : 25 Maret 2019 / 17.00 WIB
Alamat : Jl. Kramat
2. Identitas Penanggung Jawab

26
Nama : Tn. S
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan klien : Anak
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Kramat

B. Data Fokus
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Terdapat akumulasi sekret pada jalan nafas, bunyi nafas wheezing dan
ronkhi basah disertai batuk.
b. Breating
Nafas spontan, RR: 28 x/menit, ekspirasi memanjang, cepat dan dangkal,
pengguanaan otot bantu pernafasan, adanya retraksi dada.
c. Circulation
Tekanan darah: 130/80 mmHg, nadi : 120 x/menit, suhu: 37,50C, pucat.
d. Dissability
Keadaan umum sedang, Kesadaran :compos mentis, GCS : E4 M6 V5
=15, reaksi pupil +/+, pupil isokor, lebar 2 mm.
Exposure
Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu
37,5⁰C

2. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan Utama
Sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang

27
Klien datang ke IGD pukul 17.00 WIB dengan keluhan kurang lebih 2
jam sudah merasakan sesak nafas, nafas cepat dan dangkal dan batuk
berdahak. Sebelum dibawa ke rumah sakit klien diberikan obat
salbutamol oleh keluarga karena sesak nafas bertambah klien dibawa
keluarga ke rumah sakit.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan pernah mengalami asma dan pernah di rawat di rumah
sakit
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan di keluarga ada riwayat asma, ibu klien dulu juga
menderita asma
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : pasien tampak sulit bernafas, lemas, gelisah
Tingkat kesadaran: compos mentis , GCS E4 V5 M6
2) Tanda-tanda Vital:
Teknanan darah : 130/80 mmHg, Nadi: 120x/menit, Respirassi: 28
x/menit, Temperature : 37,5 oC
3) Sistem Pernapasan
Frekuensi nafas 28x/menit, nafas cepat dan dangkal, bunyi nafas
wheezing dan ronkhi basah, ekspirasi memanjang, penggunaan
otot bantu pernafasan dan adanya retraksi dada.
4) Sistem Cardiovaskuler
Tekanan darah: 130/80 mmHg, nadi 120 x/menit, konjungtiva tidak
anemis, tampak pucat, akral hangat, bunyi jantung S1 S2 tunggal.
5) Sistem Pencernaan
Tidak ada mual muntah, tidak ada nyeri tekan pada epigastrium
6) Sistem Muskuloskeletal
Kekuatan otot, kebutuhan ADL di bantu oleh keluarga, tidak
terdapat odeme.
7) Sistem Perkemihan
BAK lancer 3-4 kali sehari, tidak ada retensi urin

28
8) Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kekenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening
9) Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang, tidak terdapat lesi, tekstur kulit kasar, turgor
kulit kembali dalam 1 detik.
10) Sistem Persyarafan
Tingkat kesadaran compos mentis, GCS E4 V5 M6 dapat berorientasi
penuh dengan orang sekitar

C. Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS: Bronkospasme Ketidakefektif


- Klien mengatakan sesak berat bersihan jalan nafas
sulit untuk bernafas
DO:
- TD: 130/80mmHg
- N: 120x/menit
- S: 37,50C
- P: 28x/menit
- Bunyi nafas wheezing dan
ronkhi basah
2 DS: Hiperventilasi Ketidakefektif pola
- Klien mengatakan sesak berat nafas
sulit untuk bernafas
DO:
- TD: 130/80mmHg
- N: 120x/menit
- S: 37,50C
- P: 28x/menit
- Bunyi nafas wheezing dan
29
ronkhi basah
- Nafas cepat dan dangkal
- Ekspirasi terdengar
memanjang
- Retraksi dada (+)
- Penggunaan otot bantu
pernafasan
3 DS: Retensi Gangguan
- Klien mengatakan sesak berat karbondioksida pertukaran gas
sulit untuk bernafas
DO:
- TD: 130/80mmHg
- N: 120x/menit
- S: 37,50C
- P: 28x/menit
- Tampak pucat
- AGD

D. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme
2. Ketidakefektif pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Gangguan pertuaran gas bberhubungan dengan retensi karbondioksida

E. Rencana Tindakan Keperawatan


F. Implementasi & Evaluasi Keperawatan
Tanggal/Waktu Implementasi Evaluasi
25/03/2019 DX: 1
17.00 - Memberikan posisi semi
S:
fowler untuk - Klien mengatakan masih
memaksimalkan ventilasi sesak namun sudah

30
17.02 - Memonitor pernafasan berkurang setelah di obati
17.05 - Memberikan terapi
oksigen nasal kanul 3LpmO:
17.07 - Mengambil sample darah - TD: 120/80 mmHg
AGD - N: 96 x/menit
17.15 - Memberikan terapi - S: 36,90C
inhalasi combivent - RR: 22 x/menit
17.35 - Memonitor pernafasan - Suara nafas: wheezing dan
18.30 - Mengobservasi tanda- ronkhi basah
tanda vital
A:
Masalah keperawatan belum
teratasi

Lanjutkan intervensi
Monitor respirasi

DX 2

- Klien mengatakan masih


sesak namun sudah
berkurang setelah di obati

O:
- TD: 120/80 mmHg
- N: 96 x/menit
- S: 36,90C
- RR: 22 x/menit
- Retraksi dada (-)
- Penggunaan otot bantu

31
nafas (-)

A:
Masalah keperawatan teratasi
sebagian

Intervensi dilanjutkan
Monitor respirasi

DX 3

- Klien mengatakan masih


sesak namun sudah
berkurang setelah di obati

O:
- TD: 120/80 mmHg
- N: 96 x/menit
- S: 36,90C
- RR: 22 x/menit
- Kulit kemerahan
- Saturasi O2 99-100%

A:
Msalah keperawatan teratasi

Intervensi dihentikan

32
A. Data yang perlu dikaji
a. Kaji riwayat alergi (obat, makanan dan lingkungan)
b. Kaji riwayat merokok serta lingkungan sekitar yang merokok
c. Kaji pola aktivitas keseharian dan pola istirahat
d. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
e. Lakukan pengecekan CRT (Capilary Revil Test)
f. Lakukan pengecekan kadar Saturasi Oksigen
g. Lakukan pengecekan sputum
h. Lakukan pengecekan Darah, berupa: AGD, SGOT, LDTI dan IgE
i. Lakukan pengecekan foto rontgen dan EKG

B. Tindakan yang perlu diberikan


1) Terapy Medis
a. Berikan inhalasi glukokortikosteroid dosis tinggi (> 800 ug BD/ hari atau
ekivalennya) dan lakukan fisioterapi dada setelah inhalasi
b. Pemberian O2
c. Terapi kortikosteroid sistemik
d. Salbutamol 3x2 tablet setelah klien membaik

33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Klien dengan diagnosa medis asma eksaserbasi akut harus ditangani dengan benar
dan tepat. apabila tidak ditangani maka klien akan mendapat pasokan oksigen
yang sedikit akibat dari penyempitan saluran pernafasan. Lakukan pengecekan
secara berkala dengan tujuan untuk mengetahui kondisi klien apakah membaik
atau memburuk.

3.2 Saran
Menghindari faktor penyebab asma, dapat dilihat dari riwayat asma sebelumnya.
Mengurangi pajanan penderita dengan beberapa faktor seperti menghentikan
merokok, menghindari asap rokok, lingkungan kerja, makanan, zat aditif, obat
yang menimbulkan gejala dapat memperbaiki kontrol asma dan keperluan obat.

34
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdsarkan Diagnosa Medis


& NANDA NIC NOC, Jilid 1,2. Yogyakarta: MediaAction.

Broide, D. 2008. New Perspective on Mechanisme Underlying Chronic Allergic.


Inflammation and Asthma in 2007.

Dayu, A. 2011. Asma Pada Balita. Yogyakarta: Javalitera.

Depkes, RI. 2009. Pedoman Penyakit Asma. Jakarta: Depkes RI.

Kementrian kesehatan Republik Indonesia , 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018.


Diunduh dari:
http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/
Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf

Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan RI. Asma Penting Diwaspadai. 2018.


Diunduh dari:
http://yankes.kemkes.go.id/read-asma-penting-diwaspadai-never-too-early-never-
too-late-4209.html

Global Asthma Network. The Global Asthma Report. 2018. Diunduh dari:
http://globalasthmareport.org/Global%20Asthma%20Report%202018.pdf

Pusat Data Dan Informasi Kesehatan RI. 1 Mei Hari Asma Sedunia. 2013.
Diunduh dari:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/
infodatin-asma.pdf

Hidayati. Putri. Irdawati. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Pencegahan


Asma Dengan Kejadian Kekambuhan Pada Penderita Asma Di Wilayah
Kerja Puskesmas Ngoresan Surakarta. 2015. Diunduh dari:
http://eprints.ums.ac.id/37850/

Sabri, Yessy Susanty dan Yusriza Chan. (2014). Penggunaan Asthma Control
Test (ACT) secara Mandiri oleh Pasien untuk Mendeteksi Perubahan
Tingkat Kontrol Asmanya. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(3). Diambil pada
25 Maret 2019, dari
jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/194/189

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC.

Nursalam., Laily Hidayati., Ni Putu Wulan Purnama Sari. (2009). Faktor Risiko
Asma Dan Perilaku Pencegahan Berhubungan Dengan Tingkat Kontrol

35
Penyakit Asma. Jurnal Ners, 4(1). Diambil pD 25 Maret 2019, dari https://e-
journal.unair.ac.id/JNERS/article/viewFile/5005/3247

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2008). Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Ama di Indonesia. Jakarta

36
PROSEDUR
FISIOTERAPI DADA

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti praktikum berikut diharapkan mahasiswa dapat melakukan
keterampilan dalam melaksanakan fisioterapi dada dan batuk efektif.
2. TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti praktikum berikut diharapkan mahasiswa dapat:
a. Melaksanakan clapping dengan tepat
b. Melaksanakan vibrasi dengan tepat
c. Melaksanakan postural drainage dengan tepat
d. Melaksanakan latihan batuk efektif dengan tepat

II. KONSEP TEORI


a. PENGERTIAN
Kombinasi beberapa tindakan terapi pernafasan yang terdiri dari clapping,
vibrasi, dan postural drainage.
Jenis-jenis:
1. Perkusi dan vibrasi adalah teknik yang dilakukan secara manual untuk
melepaskan lendir dan meningkatkan pengaliran mukus serta sekret dari
paru-paru pada klien dengan masalah-masalah paru-paru tertentu.
1.1 Perkusi yaitu pergerakan yang ditimbulkan melalui ketukan pada
dinding dada dalam irama yang teratur dengan menggunakan telapak
tangan yang dibentuk seperti mangkuk. Pergelangan tangan dalam
posisi fleksi dan ekstensi selama pengetukan.
1.2 Vibrasi adalah teknik kompresi manual dan getaran pada dinding dada
selama fase ekspirasi.
2. Postural Drainage adalah teknik pengaturan posisi tertentu untuk
mengalirkan sekresi pulmonar pada area tertentu dari lobus paru dengan
pengaruh gravitasi.

37
Pembersihan dengan cara ini dicapai dengan melakukan
salah satu atau lebih dari 10 posisi tubuh yang berbeda. Setiap
posisi mengalirkan bagian khusus dari pohon trakeobronkial-
bidang paru atas, tengah, atau bawah-ke dalam trakea. Batuk atau
penghisapan kemudian dapat membuang sekret dari trakea.
Spasme bronkus dapat dicetuskan pada beberapa klien
yang menerima drainase postural. Spasme bronkus ini
disebabkan oleh imobilisaisi sekret ke dalam jalan napas pusat
yang besar, yang meningkatkan kerja napas. Untuk
menghadapi risiko spasme bronkus, perawat dapat meminta
dokter untuk mulai memberikan terapi bronkodilator pada
klien selama 20 menit sebelum dranase postural.
Klien pada pengobatan antihipertensi tidak mampu
mentolerir perubahan postur yang diperlukan. Perawat harus
memodifikasi prosedur untuk memenuhi toleransi klien dan
tetap membersihkan jalan napasnya.
Klien dan keluarga harus diajarkan cara posisi postur
yang tepat di rumah. Beberapa postur perlu dimodifikasi untuk
memenuhi kebutuhan individual. Sebagai contoh, posisi miring
`trendelenderg’ untuk mengalirkan labus bawah lateral harus
dilakukan dengan klien berbaring miring datar atau posisi
miring semi Fowler's bila ia bernapas sangat pendek (dispnea).
Gambar dan daftar berikut menunjukkan area bronkial dan posisi
tubuh yang berhubungan untuk drainasenya.

Posisi untuk Drainase Postural


- Bronkus Apikal Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas
Minta klien duduk di kursi, bersandar pada bantal (Gbr. 135 dan 136).

38
- Bronkus Apikal Lobus Posterior Kanan dan Kiri Atas
Minta klien duduk di kursi, menyandar ke depan pada bantal atau meja
(Gbr. 137 dan 138).

- Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas


Minta klien berbaring datar dengan bantal kecil di bawah lutut (Gbr. 139
dan 140).

- Bronkus Lobus Lingual Kiri Atas


Minta klien berbaring miring ke kanan dengan lengan di atas
kepala pada posisi Trandelenburg, dengan kaki tempat tidur ditinggikan 30
cm (12 inci). Letakkari bantal di belakang punggung, dan gulingkan klien
seperempat putaran ke atas bantal (Gbr. 141 dan 142).

39
- Bronkus Lobus Kanan Tengah
Minta klien berbaring miring ke kiri dan tinggikan kaki tempat
tidur 30 cm (12 inci). Letakkan bantal di belakang punggung dan
gulingkan klien seperempat putaran ke atas bantal (Gbr. 143 dan 144).

- Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Bawah


Minta klien berbaring terlentang dengan posisi Trandelenburg,
kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci).
Biarkan lutut menekuk di atas bantal (Gbr. 145 dan 146).

- Bronkus Lobus Lateral Kanan Bawah


Minta klien berbaring miring ke kiri pada posisi Trendelenburg
dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20
inci) (Gbr 147 dan 148).

- Bronkus Lobus Lateral Kiri Bawah

40
Minta klien berbaring miring ke kanan pada posisi trendelenburg dengan
kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci) (Gbr.
149 dan 150).

- Bronkus Lobus Superior Kanan dan Kiri Bawah


Minta klien berbaring tengkurap dengan bantal di bawah lambung
(Gbr. 151 dan 152).

- Bronkus Basalis Posterior Kanan dan Kiri


Minta klien berbaring tengkurap dalam posisi Trendelenberg dengan kaki
tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci) (Gbr. 153
dan 154).

b. TUJUAN
Tujuan prosedur ini adalah untuk melepaskan mukus atau lendir dari
bronkiolus dan bronkus, serta mengalirkan sekret.

c. INDIKASI
Tindakan ini dilakukan pada klien dengan:

41
1) gangguan paru-paru yang menunjukkan peningkatan produksi lendir
(bronkiektasis, emfisema, fibrosis kistik, dan bronkitis kronis).
2) Pasien dengan penurunan kemampuan batuk
3) Pasien dengan atelektasis

d. KONTRA INDIKASI
1) Pasien dengan PTIK
2) Pasien dengan trauma medula spinalis
3) Pasien dengan fraktur costae
4) Pasien post op bedah thorak
5) Pasien dengan abses paru atau tumor
6) Pasien dengan pneumotoraks
7) Kondisi nyeri dada
8) Tuberkulosis

42
Nama :
NIM/Kelas :

NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Menyiapkan alat :
1. Celemek/perlak
2. Bengkok
3. Lysol
4. Masker
5. Handscoen
6. Handuk/tissue
7. Sarung tangan

2 Persiapan perawat dan pasien :


1. Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan.

2. Menyiapkan posisi pasien dalam keadaan duduk tegak.


3 Persiapan lingkungan :
1. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur, jaga privasi pasien
2. Ciptakan lingkungan yang tenang
4 Prosedur Perkusi dan Vibrasi
1. Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan

2. Menjelaskan prosedur perkusi dan vibrasi. Klien dianjurkan


melakukan pernapasan diafragmatik. Posisi klien sebaiknya
posisi drainase.

3. Melakukan perkusi pada dinding rongga dada selarna 1-2


menit
 Kosta paling bawah sampai ke bahu pada bagian belakang
 Kosta paling bawah sampai ke kosta atas pada bagian depan
 Jangan melakukan perkusi di atas tulang belakang, ginjal,
hepar, limpa, dan skapula atau sternum.
4. Menganjurkan klien menarik napas dalam perlahan-lahan, lalu
lakukan vibrasi sambil klien mengeluarkan napas perlahan-
lahan dengan bibir dirapatkan.
5. Meletakkan 1 tangan pada area yang ingin divibrasi dan
letakkan tangan yang lain di atasnya.*)
6. Menegangkan otot-otot tangan dan lengan sambil melakukan
tekanan sedang dan vibrasi tangan dan lengan.
7. Mengangkat tekanan pada dada ketika klien menarik napas.

43
8. Menganjurkan klien batuk dengan menggunakan otot
abdominalis setelah 3-4 vibrasi.
9. Memberi klien istirahat beberapa menit

10. Mengauskultasi adanya perubahan pada bunyi napas.*)

11. Mengulangi perkusi dan vibrasi secara bergantian sesuai


kondisi klien, biasanya 15-20 menit.

5 Postural Drainage
1. Pilih area yang tersumbat yang akan didrainase berdasarkan
pengkajian semua bidang paru, data klinis, dan gambaran foto
dada.
1. Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainase area yang
tersumbat. (Area pertama yang dipilih dapat bervariasi dari
satu klien ke klien lain.) Bantu klien memilih posisi sesuai ke-
butuhan. Ajarkan klien memposisikan postur dan lengan dan
posisi kaki yang tepat. Letakkan bantal untuk menyangga dan
kenyamanan.*)
2. Minta klien mempertahankan posisi selama 10 sampai 15
menit.
3. Selama 10 sampai I5 menit drainase pada posisi ini, lakukan
perkusi dada, vibrasi, dan/ atau gerakan iga di atas area yang
didrainase.
4. Setelah drainase pada postur pertama, minta klien duduk dan
batuk. Tampung sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang
bersih. Bila klien tidak dapat batuk, harus dilakukan
penghisapan (saction )
5. Minta klien istirahat sebentar bila perlu.
6. Minta klien minum air hangat.
7. Mendokumentasikan prosedur dan respons klien dalam catatan
klien
8. Cuci tangan Anda.
Evaluasi :
1. Mukus encer
2. Sekret dapat keluar
3. Klien merasa nyaman
TOTAL : Jakarta,
Nilai = 1 x ..... + 2 x ..... x 100 = ........... x 100 ........./......../........
2x
TTD

44
45
46
47

Anda mungkin juga menyukai