H
DENGAN MASALAH ASMA EKSASERBASI AKUT
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas KGD dan Kritis
Disusun Oleh :
Kelompok
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul ”ASUHAN
KEPERAWATAN ASMA EKSASERBASI AKUT”. Adapun maksud
dilaksanakannya penulisan makalah ini, tidak lain adalah untuk memenuhi tugas
Keperawatan Jiwa yang ditugaskan kepada penulis, sehingga penulis dan
pembaca lebih memahami tentang hal tersebut.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak, terutama kepada orangtua yang telah memberi dukungan baik
secara moril dan materil, serta kepada teman-teman kami.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kepada
para pembaca dan dosen pembimbing diharapkan memberikan masukan dan
saran sehingga makalah ini dapat lebih sempurna, namun sebelumnya penulis
memohon maaf jika ada kesalahan penulisan atau bahasa yang kurang baku
dalam karya tulis ini. Penulis berharap isi karya tulis ini dapat memberikan
manfaat bagi siapa saja yang memerlukannya di masa yang akan datang.
Kelompok
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
1.2.1 Tujuan Umum...................................................................... 2
1.2.2 Tujuan Khusus..................................................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan........................................................................... 3
1.3.1 Bagi Kelompok................................................................... 3
1.3.2 Manfaat Akademisi............................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi............................................................................................. 4
2.2 Etiologi............................................................................................. 5
2.3 Klasifikasi....................................................................................... 6
2.4 Patofisiologi ................................................................................... 8
2.5 Tanda dan Gejala ........................................................................... 9
2.6 Komplikasi ..................................................................................... 9
2.7 Penatalaksanaan ............................................................................. 10
2.8 Pencegahan .................................................................................... 17
2.9 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 18
2.10 Asuhan Keperawatan ................................................................... 19
2.11 Asuhan Keperawatan Tn.H .......................................................... 26
BAB III PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 34
iii
3.2 Saran .............................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 35
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit kronik jalan nafas, penyakit ini dapat dikenali dengan
adanya keluhan bernafas. Latar belakang penyakit asma satu dengan yang lain
berbeda-beda paling banyak dipicu oleh infeksi saluran nafas bagian atas.
(Kemkes, 2018)
Penelitian yang dilakukan WHO pada tahun 2014 mendapatkan sebanyak 300 juta
orang di dunia mengalami sakit asma. Terdapat sebanyak 250.000 masyarakat
dunia kehilangan jiwa akibat asma. (Depkes, 2018)
Data menurut global asthma network sebagai yayasan internasional yang fokus
terhadap penyakit asma mendapatkan sebanyak 339 juta orang mengidap penyakit
asma yang tersebar diseluruh Negara di dunia, peneltian ini juga mendapatkan
hasil sebanyak 1000 orang diseluruh dunia kehilangan nyawa-nya akibat asma.
Penelitian yang dilakukan mendapatkan para penderita asma banyak berada di
Negara dengan tingkat penghasilan rendah dan menegah. (global asthma network,
2018)
Angka hasil riset kesehatan dasar yang dilkakukan Ditjen kementrian kesehatan
pada tahun 2013 mendukung bahwa asma erat hubungannya dengan Negara
berkembang, hasilnya didapatkan bahwa 4,5% dari populasi di Indonesia
mengidap penyakit asma, jumlah kumulatif dari kasus asma sebesar 11.179.032.
1
Penyakit asma sangat mempengaruhi disabilitas dan kematian dini terutama pada
anak 10-14 tahun dan lansia 75-79 tahun. (Kemkes, 2018)
Data yang didapatkan dari Litbangkes 2013, DKI Jakarta menempati posisi ke 13
sebagai daerah yang penduduknya mengalami sakit asma dengan tingkat
pravelensi 5% melebihi tingkat pravelensi nasional 4,5%, pasien penyakit asma
terbanyak berada diusia produktif yaitu 25-34 tahun (Pusdatin, 2013)
Perkembangan dunia kesehatan yang semakin cepat saat ini perawat dibutuhkan
oleh masyarakat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang lebih khususnya
pasien asma. Perawat mempunyai wewenang dalam memberikan tindakan atau
intervensi baik mandiri maupun kolaboratif. Tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh perawat mulai dari tindakan preventive yaitu usaha promosi kesehatan untuk
mencegah terjadinya penyakit.
2
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Bagi Kelompok
Makalah ini diharapkan mampu memperdalam penerapan asuhan keperawatan
pada klien dengan asma bronkhial.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma adalah penyakit kronis (jangka panjang), suatu kondisi ketika saluran udara
tersumbat atau menyempit. Hal ini biasanya sementara, tetapi dapat menyebabkan
sesak nafas, kesulitan bernafas, dan gejala lainnya. Jika asma menjadi parah,
penderita mungkin memerlukan pengobatan darurat untuk memulihkan
pernafasan normal (Dayu, 2011).
Asma adalah kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan
hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsanganyang dapat menimbulkan
gejala mengi, batuk, sesak napas dan dada terasa berat terutama pada malam dan
atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa
pengobatan (Depkes, RI. 2009)
Asma merupakan penyakit paru obstruktif kronis yang sering diderita oleh anak-
anak, orang dewasa, maupun para lanjut usia. Penyakit ini memiliki karakteristik
serangan periodik yang stabil (Nursalam dkk, 2009).
Asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas yang dapat mengenai
mereka yang memiliki faktor resiko. Penyakit ini mempunyai spektrum gejala
klinis yang bervariasi mulai dari ringan hanya berupa batuk, sampai berat berupa
serangan yang mengancam jiwa. Keluhan yang sering dilaporkan pasien kepada
dokter beragam, tergantung persepsi masing-masing pasien (Sabri dan Yusriza,
2014).
Jadi, asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh saluran napas yang tidak
berfungsi secara baik. Tanda dari asma adalah sesak dan tidak mengenal waktu
4
pagi atau malam hari. Asma juga terbilang penyakit alergi yang timbul akibat
debu dll.
2.2 Etiologi
Menurut The Lung Association ada 2 faktor yang menjadi pencetus asma (Dayu,
2011):
a. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan terganggunya aliran pernafasan dan
mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernafasan
(bronkokonstriksi) tetapi tidak menyebabkan peradangan seperti :
a. Perubahan cuaca atau suhu udara
b. Rangsangan sesuatu yang bersifat alergen, misal : asap rokok, serbuk
sari, debu, bulu binatang, asap, uap dingin dan olahraga, insektisida,
polusi udara dan hewan peliharaan
c. Infeksi saluran pernafasan
d. Gangguan emosi
e. Kerja fisik atau olahraga yang berlebihan
5
2.3 Klasifikasi Penyakit Asma Bronkial
Menurut Dayu (2011) jenis asma berdasarkan karakteristiknya diantaranya, yaitu:
a. Asma alergi (Allergic Asthma)
Jenis ini adalah yang paling sering terjadi. Alergen seperti debu, serbuk sari, dan
tungau debu adalah penyebab paling umum asma alergi. Berolahraga di udara
dingin atau menghirup asap, parfum, atau cologne dapat membuat kondisi
menjadi semakin buruk. Oleh karena alergen dapat ditemukan dimana-mana,
penderita asma alergi harus hati-hati dengan selalu menjaga kebersihan
lingkungan dan menghindari tempat- tempat berdebu.
Asma alergi ini mempunyai kecenderungan alergi sejak lahir, yang diturunkan
dari keluarga-keluarga sebelumnya. Dalam tubuhnya akan didapati kadar tinggi
dari antibodi alergi yaitu Immunoglobulin E (IgE). Antibodi IgE ini akan
mengenali alergen dalam jumlah kecil seperti debu tungau dan bereaksi seperti
melepaskan histamin yang membuat penderita menjadi bersin-bersin, pilek, mata
berair, dan lain sebagainya. Sebenarnya ini merupakan usaha tubuh untuk
melawan alergen yang masuk, hanya reaksinya lebih hebat dari orang pada
umumnya. Histamine yang dilepaskan dapat pula menjadi pemicu serangan asma.
b. Asma Non-alergi
Jenis asma non alergi tidak dipicu oleh faktor alergi. Asma jenis ini biasanya
muncul setelah usia paruh baya dan sering disebabkan oleh infeksi pada saluran
pernafasan bawah dan atas. Asma non-alergi ditandai oleh penyumbatan saluran
pernafasan akibat peradangan. Asma jenis ini bisa dikontrol dengan pengobatan
yang tepat. Gejala asma non- alergi meliputi : mengi, batuk, sesak nafas, nafas
menjadi cepat, dan dada terasa sesak.
Asma non-alergi dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti : stres, kecemasan,
kurang atau kelebihan olahraga, udara dingin, hiperventilasi, udara kering, virus,
asap,dan iritasi lainnya.
6
c. Asma Nocturnal
Asma jenis ini mengganggu tidur karena penderitanya dapat terbangun ditengah
malam akibat batuk kering. Dada sesak adalah salah satu gejala pertama dari asma
nocturnal yang diikuti oleh batuk kering.
Asma nocturnal dapat memicu penderitanya lesu di pagi hari akibat tidur malam
yang terganggu.
d. Asma Musiman
Asma musiman hanya terjadi pada musim-musim tertentu ketika serbuk sari atau
alergen hadir dalam jumlah melimpah. Sebagai contoh, seseorang mungkin cukup
sehat sepanjang tahun kecuali saat musim tanaman berbunga. Musim bunga akan
lebih banyak serbuk sari berterbangan di udara yang dapat memicu asma.
e. Asma Campuran
Asma ini adalah campuran dari asma ekstrinsik dan intrinsik. Asma jenis ini
umumnya lebih serius karena penderita harus waspada terhadap kedua faktor
ekstrinsik dan intrinsik yang dapat memicu serangan asma. Ada juga yang
mengkategorikan asma hanya menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Asma Ekstrinsik
Sebagian besar penderita asma didunia menderita jenis asma ekstrinsik. Anak-
anak sangat rentan terkena beberapa jenis alergi sehingga akan lebih mudah
7
terserang asma ekstrinsik. Anak-anak yang mempunyai riwayat alergi, eksim, dan
alergi rhinitis sangat rentan terhadap asma ekstrinsik. Namun, saat mereka
beranjak dewasa, serangan alergi dan asma akan menghilang. Ada saatnya ketika
alergi tersebut timbul kembali karena beberapa faktor pemicu, namun ini jarang
terjadi saat anak-anak sudah mencapai usia dewasa.
2. Asma Intrinsik
Asma intrinsik sering juga disebut dengan asma non-alergi. Asma jenis ini dipicu
oleh faktor-faktor non-alergik, seperti infeksi oleh virus, iritan, emosi dan
olahraga. Ini merupakan jenis asma yang paling sering diderita oleh anak-anak
berusia di bawah 3 tahun dan dewasa berusia di atas 30 tahun. Infeksi pernafasan
karena virus merupakan pemicu utama pernafasan karena virus merupakan
pemicu utama dan mempengaruhi, baik saraf dan atau saluran pernafasan
(bronchi). Hal ini menyebabkan bronkospasme atau lepasnya mediatorkimia yang
menghasilkan serangan asma. Pemicu lainnya meliputi iritan, olahraga, udara
dingin, serta perubahan emosi yang juga menyebabkan bronkospasme.
3. Asma Campuran
Asma jenis ini merupakan kombinasi antara asma ekstrinsik dan intrinsik.
2.4 Patofisiologi
Tiga unsure yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spasme otot polos edema dan inflamasi memakan jalan nafas dan eksudasi muncul
intra minimal, sel-sel radang dan deris selular. Obstruksi, menyebabkan
pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspirasi paksa dan
kecepatan aliran penutupan premature jalan udara, hiperinflasi paru.
Bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastic dan frekuensi pernafasan.
Walaupun jalan nafas bersifat difusi, obstruksi menyebabkan perbedaan suatu
bagian dengan bagian lain ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat
ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas terutama penurunan CO 2 akibat
hiperventilasi.
8
Pada respon alergi disaluran nafas antibody COE berikatan dengan alergi
degrenakulasi sel mati, akibat degrenakulasi tersebut histomin dilepaskan.
Histomin menyebabkan kontruksi otot polos bronkiolus. Apabila respon
permiabilitas kapiler maka juga akan terjadi kongesti dan pengembangan ruang
intensium paru.
Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk
pada malam hari. Diagnosis asma berdasarkan :
a. Anamnesis : riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi, serta gejala klinis.
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan laboratorium : darah (terutama eosinofil, IgE total, IgE spesifik),
sputum (eosinofil, spiral Curshman, kristal Charcot- Leyden)
d. Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan
adanya obstruksi jalan nafas
9
2.6 Komplikasi
Komplikasi menurut (Mansjoer. 2008) yang mungkin timbul adalah:
2.7 Penatalaksanaan
Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat fatal atau
mengancam jiwa. Seringnya serangan asma menunjukkan penanganan asma
sehari-hari yang kurang tepat. Dengan kata lain penanganan asma ditekankan
10
kepada penanganan jangka panjang, dengan tetap memperhatikan serangan asma
akut atau perburukan gejala dengan memberikan pengobatan yang tepat. Penilaian
berat serangan merupakan kunci pertama dalam penanganan serangan akut (lihat
tabel 6). Langkah berikutnya adalah memberikan pengobatan tepat, selanjutnya
menilai respons pengobatan, dan berikutnya memahami tindakan apa yang
sebaiknya dilakukan pada penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi,
membutuhkan ventilator, ICU, dan lain-lain) Langkahlangkah tersebut mutlak
dilakukan, sayangnya seringkali yang dicermati hanyalah bagian pengobatan
tanpa memahami kapan dan bagaimana sebenarnya penanganan serangan asma.
Penanganan serangan yang tidak tepat antara lain penilaian berat serangan di
darurat gawat yang tidak tepat dan berakibat pada pengobatan yang tidak adekuat,
memulangkan penderita terlalu dini dari darurat gawat, pemberian pengobatan
(saat pulang) yang tidak tepat, penilaian respons pengobatan yang kurang tepat
menyebabkan tindakan selanjutnya menjadi tidak tepat. Kondisi penanganan
tersebut di atas menyebabkan perburukan asma yang menetap, menyebabkan
serangan berulang dan semakin berat sehingga berisiko jatuh dalam keadaan asma
akut berat bahkan fatal.
11
Penderita asma mutlak untuk memahami bagaimana mengatasi saat terjadi
serangan, apakah cukup diatasi di rumah saja dengan obat yang sehari-hari
digunakan, ataukah ada obat tambahan atau bahkan harus pergi ke rumah sakit.
Konsep itu yang harus dibicarakan dengan dokternya (lihat bagan penatalaksanaan
asma di rumah). Bila sampai membutuhkan pertolongan dokter dan atau fasiliti
rumah sakit, maka dokter wajib menilai berat serangan dan memberikan
penanganan yang tepat (lihat bagan penatalaksanaan asma akut di rumah sakit).
Kondisi di Indonesia dengan fasiliti layanan medis yang sangat bervariasi mulai
dari puskesmas sampai rumah sakit tipe D → A, akan mempengaruhi bagaimana
penatalakasanaan asma saat serangan akut terjadi sesuai fasiliti dan kemampuan
dokter yang ada. Serangan yang ringan sampai sedang relatif dapat ditangani di
fasiliti layanan medis sederhana, bahkan serangan ringan dapat diatasi di rumah.
Akan tetapi serangan sedang sampai berat sebaiknya dilakukan di rumah sakit
(lihat bagan penatalaksanaan serangan akut sesuai berat serangan dan tempat
pengobatan)
12
Pengobatan berdasarkan derajat berat asma Asma Intermiten Termasuk pula
dalam asma intermiten penderita alergi dengan pajanan alergen, asmanya kambuh
tetapi di luar itu bebas gejala dan faal paru normal. Demikian pula penderita
exerciseinduced asthma atau kambuh hanya bila cuaca buruk, tetapi di luar
pajanan pencetus tersebut gejala tidak ada dan faal paru normal. Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 43 Serangan berat umumnya
jarang pada asma intermiten walaupun mungkin terjadi. Bila terjadi serangan berat
13
pada asma intermiten, selanjutnya penderita diobati sebagai asma persisten sedang
(bukti B). Pengobatan yang lazim adalah agonis beta-2 kerja singkat hanya jika
dibutuhkan (bukti A), atau sebelum exercise pada exercise-induced asthma,
dengan alternatif kromolin atau leukotriene modifiers (bukti B); atau setelah
pajanan alergen dengan alternatif kromolin (bukti B). Bila terjadi serangan, obat
pilihan agonis beta-2 kerja singkat inhalasi, alternatif agonis beta-2 kerja singkat
oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat oral atau
antikolinergik inhalasi. Jika dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu
selama 3 bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten
ringan.
14
Asma Persisten Ringan
Penderita asma persisten ringan membutuhkan obat pengontrol setiap hari untuk
mengontrol asmanya dan mencegah agar asmanya tidak bertambah bera; sehingga
terapi utama pada asma persisten ringan adalah antiinflamasi setiap hari dengan
glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (bukti A). Dosis yang dianjurkan 200-
400 ug BD/ hari atau 100-250 ug FP/hari atau ekivalennya, diberikan sekaligus
atau terbagi 2 kali sehari (bukti B). Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-
2 kerja singkat inhalasi) jika dibutuhkan sebagai pelega, sebaiknya tidak lebih dari
3-4 kali sehari. Bila penderita membutuhkan pelega/ bronkodilator lebih dari 4x/
sehari, pertimbangkan kemungkinan beratnya asma meningkat menjadi tahapan
berikutnya.
15
Penderita dalam asma persisten sedang membutuhkan obat pengontrol setiap hari
untuk mencapai asma terkontrol dan mempertahankannya. Idealnya pengontrol
adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/ hari atau 250-500
ug FP/ hari atau ekivalennya) terbagi dalam 2 dosis dan agonis beta-2 kerja lama 2
kali sehari (bukti A). Jika penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid
inhalasi dosis rendah (≤ 400 ug BD atau ekivalennya) dan belum terkontrol; maka
harus ditambahkan agonis beta-2 kerja lama inhalasi atau alternatifnya. Jika masih
belum terkontrol, dosis glukokortikosteroid inhalasi dapat dinaikkan. Dianjurkan
menggunakan alat bantu/ spacer pada inhalasi bentuk IDT/MDI atau kombinasi
dalam satu kemasan (fix combination) agar lebih mudah. Terapi lain adalah
bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika dibutuhkan , tetapi
sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. . Alternatif agonis beta-2 kerja singkat
inhalasi sebagai pelega adalah agonis beta-2 kerja singkat oral, atau kombinasi
oral teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat
sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah menggunakan teofilin lepas lambat
sebagai pengontrol.
16
lama inhalasi) (bukti B). Jika sangat dibutuhkan, maka dapat diberikan
glukokortikosteroid oral dengan dosis seminimal mungkin, dianjurkan sekaligus
single dose pagi hari untuk mengurangi efek samping. Pemberian budesonid
secara nebulisasi pada pengobatan jangka lama untuk mencapai dosis tinggi
glukokortikosteroid inhalasi adalah menghasilkan efek samping sistemik yang
sama dengan pemberian oral, padahal harganya jauh lebih mahal dan
menimbulkan efek samping lokal seperti sakit tenggorok/ mulut. Sehngga tidak
dianjurkan untuk memberikan glukokortikosteroid nebulisasi pada asma di luar
serangan/ stabil atau sebagai penatalaksanaan jangka panjang.
Indikator asma tidak terkontrol
• Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma
• Kunjungan ke darurat gawat, ke dokter karena serangan akut
• Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau
exercise-induced asthma) Pertimbangkan beberapa hal seperti frekuensi tanda-
tanda (indikator) tersebut di atas, alasan/ kemungkinan lain, penilaian dokter;
maka tetapkan langkah terapi, apakah perlu ditingkatkan atau tidak. Alasan /
kemungkinan asma tidak terkontrol :
• Teknik inhalasi : Evaluasi teknik inhalasi penderita
• Kepatuhan : Tanyakan kapan dan berapa banyak penderita menggunakan obat-
obatan asma
• Lingkungan : Tanyakan penderita, adakah perubahan di sekitar lingkungan
penderita atau lingkungan tidak terkontrol
• Konkomitan penyakit saluran napas yang memperberat seperti sinusitis,
bronkitis dan lainlain Bila semua baik pertimbangkan alternatif diagnosis lain.
2.8 Pencegahan
Menurut Broide (2008) pencegahan yang dapat dilakukan, meliputi :
a. Mencegah Sensititasi
Cara - cara mencegah asma berupa pencegahan sensititasi alergi (terjadinya atopi,
diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan
terjadinya asma pada individu yang disensititasi. Selain menghindari pajanan
17
dengan asap rokok, baik in utero atau setelah lahir, tidak ada bukti intervensi yang
dapat mencegah perkembangan asma. Hipotesis hygiene untuk mengarahkan
system imun bayi kearah Th1 , respon non alergi atau modulasi sel T regulator
masih merupakan hipotesis.
b. Mencegah Eksaserbasi
Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut dengan sesak yang memburuk
secara progresif disertai batuk, mengi, dan dada sakit atau kombinasi gejala –
gejala tersebut. Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya arus nafas yang dapat
diukur secara obyektif (spirometri atau Peak Flow Meter/PFM) dan merupakan
indikator yang lebih dapat dipercaya dibandingkan gejala. Eksaserbasi asma dapat
ditimbulkan dengan berbagai faktor (trigger) seperti alergen (indoor seperti :
tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan outdoor seperti : polen, jamur,
infeksi virus, polutan dan obat).
18
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil.
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma.
a. Analisa gas darah
Terdapat aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat PaCO 2 maupun
penurunan PH menunjukan prognosis yang buruk
b. Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDTI yang meninggi
c. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
serangan dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
3. Foto Rontgen
Pada umumnya pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma
gambaran ini menunjukan hiperinflasi paru berupa radiolusen yang bertambah dan
pelebaran rongga interkostal serta diafragma yang menurun (Amin. 2013)
19
3. Pola aktivitas dan latihan
a. Aktivitas terbatas karena adanya wheezing dan sesak nafas
b. Kebiasaan merokok
c. Batuk dan lender yang sulit dikeluarkan
d. Menggunakan otot-otot tambahan saat inspirasi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama atau imunitas
e. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
3.Rencana Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
Tujuan : jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil :
a) Jalan napas bersih
b) Sesak berkurang
c) Batuk efektif
d) Mengeluarkan secret
Intervensi :
21
1. Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas
Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas
2. Berikan pasien untuk posisi yang nyaman
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan
3. Pertahankan lingkungan yang nyaman
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode
akut.
4. Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat.
Rasional : Membantu mempermudah pengeluaran sekret
5. Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasional : Memberikancara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea,mengeluarkan sekret.
6. Dorong atau berikan perawatan mulut
Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau
mulut
7. Kolaborasi: pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer
Rasional : menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan secret
Intervensi
a) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional: kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi
tergantung derajat gagal napas
b) Auskultasi bunyi napas
Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas
22
c) Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan
d) Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
Intervensi:
a) Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat
sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
b) Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak
efektif.
c) Auskultasi bunyi napas
Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi.
d) Palpasi Fremirus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.
e) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
Rasional : Selama distress pernapasan berat atau akut atau refraktori pasien secara
total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan
dispnea.
f) Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.
23
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama atau imunitas
Tujuan :tidak mengalami infeksi noskomial
Kriteria hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda infeksi
b) Mukosa mulut lembab
c) Batuk berkurang
Intervensi:
a) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
a) Observasi warna, karakter, jumlah sputum
Rasional : kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru
b) Berikan nutrisi yang adekuat
Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh
c) Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional : antibiotik dapat mencegah masuknya kuman ke dalam tubuh
Intervensi:
a) Kaji tingkat kecemasan
Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien
b) Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
24
Rasional: menambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi cemas
c) Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional: mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas yang
dialaminya.
d) Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
Rasional: mengurangi rasa cemas yang dialami pasien
Intervensi
a) Kaji pola tidur setiap hari
Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi
b) Beri posisi yang nyaman
Rasional : memudahkan dalam beristirahat
c) Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : menciptakan suasana yang tenang
d) Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai
Rasional :menciptakan suasana yang tenang
e) Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat dan tidur untuk
penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan
25
b) Pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri
Intervensi :
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. H
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Diagnosa Medis : Asma Bronkial
Tanggal Masuk : 25 Maret 2019
Tanggal Pengkajian : 25 Maret 2019 / 17.00 WIB
Alamat : Jl. Kramat
2. Identitas Penanggung Jawab
26
Nama : Tn. S
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan klien : Anak
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Kramat
B. Data Fokus
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Terdapat akumulasi sekret pada jalan nafas, bunyi nafas wheezing dan
ronkhi basah disertai batuk.
b. Breating
Nafas spontan, RR: 28 x/menit, ekspirasi memanjang, cepat dan dangkal,
pengguanaan otot bantu pernafasan, adanya retraksi dada.
c. Circulation
Tekanan darah: 130/80 mmHg, nadi : 120 x/menit, suhu: 37,50C, pucat.
d. Dissability
Keadaan umum sedang, Kesadaran :compos mentis, GCS : E4 M6 V5
=15, reaksi pupil +/+, pupil isokor, lebar 2 mm.
Exposure
Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu
37,5⁰C
2. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan Utama
Sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
27
Klien datang ke IGD pukul 17.00 WIB dengan keluhan kurang lebih 2
jam sudah merasakan sesak nafas, nafas cepat dan dangkal dan batuk
berdahak. Sebelum dibawa ke rumah sakit klien diberikan obat
salbutamol oleh keluarga karena sesak nafas bertambah klien dibawa
keluarga ke rumah sakit.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan pernah mengalami asma dan pernah di rawat di rumah
sakit
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan di keluarga ada riwayat asma, ibu klien dulu juga
menderita asma
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : pasien tampak sulit bernafas, lemas, gelisah
Tingkat kesadaran: compos mentis , GCS E4 V5 M6
2) Tanda-tanda Vital:
Teknanan darah : 130/80 mmHg, Nadi: 120x/menit, Respirassi: 28
x/menit, Temperature : 37,5 oC
3) Sistem Pernapasan
Frekuensi nafas 28x/menit, nafas cepat dan dangkal, bunyi nafas
wheezing dan ronkhi basah, ekspirasi memanjang, penggunaan
otot bantu pernafasan dan adanya retraksi dada.
4) Sistem Cardiovaskuler
Tekanan darah: 130/80 mmHg, nadi 120 x/menit, konjungtiva tidak
anemis, tampak pucat, akral hangat, bunyi jantung S1 S2 tunggal.
5) Sistem Pencernaan
Tidak ada mual muntah, tidak ada nyeri tekan pada epigastrium
6) Sistem Muskuloskeletal
Kekuatan otot, kebutuhan ADL di bantu oleh keluarga, tidak
terdapat odeme.
7) Sistem Perkemihan
BAK lancer 3-4 kali sehari, tidak ada retensi urin
28
8) Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kekenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening
9) Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang, tidak terdapat lesi, tekstur kulit kasar, turgor
kulit kembali dalam 1 detik.
10) Sistem Persyarafan
Tingkat kesadaran compos mentis, GCS E4 V5 M6 dapat berorientasi
penuh dengan orang sekitar
C. Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
D. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme
2. Ketidakefektif pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Gangguan pertuaran gas bberhubungan dengan retensi karbondioksida
30
17.02 - Memonitor pernafasan berkurang setelah di obati
17.05 - Memberikan terapi
oksigen nasal kanul 3LpmO:
17.07 - Mengambil sample darah - TD: 120/80 mmHg
AGD - N: 96 x/menit
17.15 - Memberikan terapi - S: 36,90C
inhalasi combivent - RR: 22 x/menit
17.35 - Memonitor pernafasan - Suara nafas: wheezing dan
18.30 - Mengobservasi tanda- ronkhi basah
tanda vital
A:
Masalah keperawatan belum
teratasi
Lanjutkan intervensi
Monitor respirasi
DX 2
O:
- TD: 120/80 mmHg
- N: 96 x/menit
- S: 36,90C
- RR: 22 x/menit
- Retraksi dada (-)
- Penggunaan otot bantu
31
nafas (-)
A:
Masalah keperawatan teratasi
sebagian
Intervensi dilanjutkan
Monitor respirasi
DX 3
O:
- TD: 120/80 mmHg
- N: 96 x/menit
- S: 36,90C
- RR: 22 x/menit
- Kulit kemerahan
- Saturasi O2 99-100%
A:
Msalah keperawatan teratasi
Intervensi dihentikan
32
A. Data yang perlu dikaji
a. Kaji riwayat alergi (obat, makanan dan lingkungan)
b. Kaji riwayat merokok serta lingkungan sekitar yang merokok
c. Kaji pola aktivitas keseharian dan pola istirahat
d. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
e. Lakukan pengecekan CRT (Capilary Revil Test)
f. Lakukan pengecekan kadar Saturasi Oksigen
g. Lakukan pengecekan sputum
h. Lakukan pengecekan Darah, berupa: AGD, SGOT, LDTI dan IgE
i. Lakukan pengecekan foto rontgen dan EKG
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Klien dengan diagnosa medis asma eksaserbasi akut harus ditangani dengan benar
dan tepat. apabila tidak ditangani maka klien akan mendapat pasokan oksigen
yang sedikit akibat dari penyempitan saluran pernafasan. Lakukan pengecekan
secara berkala dengan tujuan untuk mengetahui kondisi klien apakah membaik
atau memburuk.
3.2 Saran
Menghindari faktor penyebab asma, dapat dilihat dari riwayat asma sebelumnya.
Mengurangi pajanan penderita dengan beberapa faktor seperti menghentikan
merokok, menghindari asap rokok, lingkungan kerja, makanan, zat aditif, obat
yang menimbulkan gejala dapat memperbaiki kontrol asma dan keperluan obat.
34
DAFTAR PUSTAKA
Global Asthma Network. The Global Asthma Report. 2018. Diunduh dari:
http://globalasthmareport.org/Global%20Asthma%20Report%202018.pdf
Pusat Data Dan Informasi Kesehatan RI. 1 Mei Hari Asma Sedunia. 2013.
Diunduh dari:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/
infodatin-asma.pdf
Sabri, Yessy Susanty dan Yusriza Chan. (2014). Penggunaan Asthma Control
Test (ACT) secara Mandiri oleh Pasien untuk Mendeteksi Perubahan
Tingkat Kontrol Asmanya. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(3). Diambil pada
25 Maret 2019, dari
jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/194/189
Nursalam., Laily Hidayati., Ni Putu Wulan Purnama Sari. (2009). Faktor Risiko
Asma Dan Perilaku Pencegahan Berhubungan Dengan Tingkat Kontrol
35
Penyakit Asma. Jurnal Ners, 4(1). Diambil pD 25 Maret 2019, dari https://e-
journal.unair.ac.id/JNERS/article/viewFile/5005/3247
36
PROSEDUR
FISIOTERAPI DADA
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti praktikum berikut diharapkan mahasiswa dapat melakukan
keterampilan dalam melaksanakan fisioterapi dada dan batuk efektif.
2. TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti praktikum berikut diharapkan mahasiswa dapat:
a. Melaksanakan clapping dengan tepat
b. Melaksanakan vibrasi dengan tepat
c. Melaksanakan postural drainage dengan tepat
d. Melaksanakan latihan batuk efektif dengan tepat
37
Pembersihan dengan cara ini dicapai dengan melakukan
salah satu atau lebih dari 10 posisi tubuh yang berbeda. Setiap
posisi mengalirkan bagian khusus dari pohon trakeobronkial-
bidang paru atas, tengah, atau bawah-ke dalam trakea. Batuk atau
penghisapan kemudian dapat membuang sekret dari trakea.
Spasme bronkus dapat dicetuskan pada beberapa klien
yang menerima drainase postural. Spasme bronkus ini
disebabkan oleh imobilisaisi sekret ke dalam jalan napas pusat
yang besar, yang meningkatkan kerja napas. Untuk
menghadapi risiko spasme bronkus, perawat dapat meminta
dokter untuk mulai memberikan terapi bronkodilator pada
klien selama 20 menit sebelum dranase postural.
Klien pada pengobatan antihipertensi tidak mampu
mentolerir perubahan postur yang diperlukan. Perawat harus
memodifikasi prosedur untuk memenuhi toleransi klien dan
tetap membersihkan jalan napasnya.
Klien dan keluarga harus diajarkan cara posisi postur
yang tepat di rumah. Beberapa postur perlu dimodifikasi untuk
memenuhi kebutuhan individual. Sebagai contoh, posisi miring
`trendelenderg’ untuk mengalirkan labus bawah lateral harus
dilakukan dengan klien berbaring miring datar atau posisi
miring semi Fowler's bila ia bernapas sangat pendek (dispnea).
Gambar dan daftar berikut menunjukkan area bronkial dan posisi
tubuh yang berhubungan untuk drainasenya.
38
- Bronkus Apikal Lobus Posterior Kanan dan Kiri Atas
Minta klien duduk di kursi, menyandar ke depan pada bantal atau meja
(Gbr. 137 dan 138).
39
- Bronkus Lobus Kanan Tengah
Minta klien berbaring miring ke kiri dan tinggikan kaki tempat
tidur 30 cm (12 inci). Letakkan bantal di belakang punggung dan
gulingkan klien seperempat putaran ke atas bantal (Gbr. 143 dan 144).
40
Minta klien berbaring miring ke kanan pada posisi trendelenburg dengan
kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci) (Gbr.
149 dan 150).
b. TUJUAN
Tujuan prosedur ini adalah untuk melepaskan mukus atau lendir dari
bronkiolus dan bronkus, serta mengalirkan sekret.
c. INDIKASI
Tindakan ini dilakukan pada klien dengan:
41
1) gangguan paru-paru yang menunjukkan peningkatan produksi lendir
(bronkiektasis, emfisema, fibrosis kistik, dan bronkitis kronis).
2) Pasien dengan penurunan kemampuan batuk
3) Pasien dengan atelektasis
d. KONTRA INDIKASI
1) Pasien dengan PTIK
2) Pasien dengan trauma medula spinalis
3) Pasien dengan fraktur costae
4) Pasien post op bedah thorak
5) Pasien dengan abses paru atau tumor
6) Pasien dengan pneumotoraks
7) Kondisi nyeri dada
8) Tuberkulosis
42
Nama :
NIM/Kelas :
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Menyiapkan alat :
1. Celemek/perlak
2. Bengkok
3. Lysol
4. Masker
5. Handscoen
6. Handuk/tissue
7. Sarung tangan
43
8. Menganjurkan klien batuk dengan menggunakan otot
abdominalis setelah 3-4 vibrasi.
9. Memberi klien istirahat beberapa menit
5 Postural Drainage
1. Pilih area yang tersumbat yang akan didrainase berdasarkan
pengkajian semua bidang paru, data klinis, dan gambaran foto
dada.
1. Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainase area yang
tersumbat. (Area pertama yang dipilih dapat bervariasi dari
satu klien ke klien lain.) Bantu klien memilih posisi sesuai ke-
butuhan. Ajarkan klien memposisikan postur dan lengan dan
posisi kaki yang tepat. Letakkan bantal untuk menyangga dan
kenyamanan.*)
2. Minta klien mempertahankan posisi selama 10 sampai 15
menit.
3. Selama 10 sampai I5 menit drainase pada posisi ini, lakukan
perkusi dada, vibrasi, dan/ atau gerakan iga di atas area yang
didrainase.
4. Setelah drainase pada postur pertama, minta klien duduk dan
batuk. Tampung sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang
bersih. Bila klien tidak dapat batuk, harus dilakukan
penghisapan (saction )
5. Minta klien istirahat sebentar bila perlu.
6. Minta klien minum air hangat.
7. Mendokumentasikan prosedur dan respons klien dalam catatan
klien
8. Cuci tangan Anda.
Evaluasi :
1. Mukus encer
2. Sekret dapat keluar
3. Klien merasa nyaman
TOTAL : Jakarta,
Nilai = 1 x ..... + 2 x ..... x 100 = ........... x 100 ........./......../........
2x
TTD
44
45
46
47