Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KASUS KELOMPOK

DENGAN ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT)


PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK

Disusun oleh:
1. DEWI MELLIYUNITA (1807006)
2. NIKEN LARASATI (1807018)
3. PUTRI OKTAVIANI (1807024)
4. RAHMANA ULYA (1807026)

Dosen Pembimbing:
Ns. Wahyuningsing, M.Kep.

FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas berkat
Rahmat- Nya yang diberikan kepada kita sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul tentang “Penyakit Menular Infeksi Saluran Pernapasan/ ISPA”.

  Dalam penulisan makalah ini, kelompok kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan yang terbaik. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritikan yang
bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Amin…

Semarang, 20 Januari 2021

Kelompok 3A
DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN ...............................................................................................4


a. Latar belakang ........................................................................................................4
b. Tujuan......................................................................................................................4
c. Sistematika Pembuatan Makalah.............................................................................5

BAB II KONSEP DASAR.................................................................................................6


a. Definisi 6
b. Etiologi 7
c. Patofisiologi 8
d. Pathways 9
e. Manifestasi Klinis 10
f. Pemeriksaan Penunjang 12
g. Komplikasi 12
h. Penatalaksanaan 13
i. Pengkajian Fokus 13
j. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul ......................................................15
k. Intervensinya 15

BAB III TINJAUAN KASUS ..........................................................................................18


a. Pengkajian ..............................................................................................................18
b. Analisa Data ...........................................................................................................23
c. Diagnosa, Intervensi dan Rasionalnya ....................................................................24
d. Implementasi ..........................................................................................................24
e. Evaluasi...................................................................................................................27

BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................................29

BAB V PENUTUP ............................................................................................................30


a. Kesimpulan .............................................................................................................30
b. Saran .......................................................................................................................32

BAB VI DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................33


BAB I : PENDAHULUAN

a. Latar belakang
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura (Irianto, 2015). Menurut WHO (2007), ISPA menjadi salah satu
penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta
orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan bawah. Kelompok yang paling berisiko adalah balita, anak-anak, dan orang
lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan
menengah. ISPA merupakan penyakit yang banyak terjadi di negara berkembang serta
salah satu penyebab kunjungan pasien ke Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-
30%). Kasus ISPA terbanyak terjadi di India 43 juta kasus, China 21 kasus, Pakistan 10
juta kasus dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta kasus. Semua kasus
ISPA yang terjadi di masyarakat, 7-13% merupakan kasus berat dan memerlukan
perawatan rumah sakit (Dirjen PP & PL, 2012). 2 Kasus ISPA di Indonesia pada tiga
tahun terakhir menempati urutan pertama penyebab kematian bayi yaitu sebesar 24,46%
(2013), 29,47% (2014) dan 63,45% (2015).
Penyakit ISPA merupakan penyakit menular yang risikonya dipengaruhi oleh
faktor ekstrinsik salah satunya yaitu lingkungan dimana kondisi lingkungan yang buruk
seperti polusi udara dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya ISPA (kemenkes, 2009).
Penyakit ISPA masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dampak yang
ditimbulkan sangat besar terhadap penderita tidak hanya pada anak-anak tetapi juga
orang dewasa. Selain itu penyakit ISPA juga dapat menjadi pemicu dari penyakit-
penyakit lainnya dan berkembang menjadi penyakit yang berbahaya seperti pneumonia
bahkan dapat menimbulkan kematian (Najmah, 2016). Pengendalian penyakit ISPA
memerlukan upaya promosi kesehatan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar
hidup sehat dan mampu mengembangkan kesehatan serta terciptanya lingkungan yang
kondusif. Peran promosi kesehatan tersebut 5 merupakan tugas dari pihak puskesmas.

b. Tujuan
Tujuan umum :
Untuk mengetahui penyakit ISPA, etiologi, tanda dan gejala,
patofisiologi, pemeriksaan ISPA, penatalaksanaan, dan cara mencengah
Tujuan Khusus :
1. Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada
masyarakat mengenai bagaimana upaya dan hambatan yang ada di masyarakat
dalam upaya pengendalian ISPA serta meningkatkan upaya pengendalian
Penyakit ISPA di daerahnya.
2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat secara umum tentang penyakit ISPA dan melakukan
pengendalian ISPA yang baik dan benar.
3. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dalam
pengembangan penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian dalam peyakit
ISPA yang ada dimasyarakat.

c. Sistematika Pembuatan Makalah


Makalah ini dibuat sesuai dengan kasus yang ada dimasyarakat.
BAB I KONSEP DASAR

a. Definisi

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Infeksi akut yang menyerang salah satu
bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus,
rongga telinga tengah, pleura) (WHO, 2011). ISPA merupakan penyakit umum yang
terjadi pada masyarakat dan sering dianggap biasa atau tidak membahayakan.
ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan
oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riteksia, tanpa atau disertai radang
parenkim paru (Alsagaff & Mukty, 2010).
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
meyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga
kantong paru (alveoli) termaksud jaringan adneksanya seperti sinus/rongga di sekitar
hIdung (sinus para nasal), rongga telinga tengah, dan pleura (DepkesRI ,2011)
Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah inflamasi pada hidung, sinus
paranasal, nasofaring, epiglotis, atau laring yang disebabkan oleh infeksi organisme
patogen. Penyebab ISPA antara lain adalah virus seperti rhinovirus dan coronavirus, serta
bakteri seperti Streptococcus dan Haemophilus influenzae.
ISPA adalah penyakit yang sering ditemui di praktik klinis. Diagnosis ISPA dapat
ditegakkan secara klinis, dan umumnya tidak memerlukan pemeriksaan penunjang.
Pasien biasanya mengeluhkan batuk, pilek, atau nyeri pada tenggorokan. Pada
pemeriksaan fisik akan didapatkan tanda-tanda inflamasi seperti eritema, edema, discar
saluran napas, dan demam.
Sesuai dengan namanya, ISPA akan menimbulkan peradangan pada saluran
pernapasan, mulai dari hidung hingga paru-paru. Kebanyakan ISPA disebabkan oleh
virus, sehingga dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus dan antibiotik.
b. Etiologi

Etiologi / Penyebab ISPA adalah infeksi virus atau bakteri pada saluran
pernapasan. Walaupun lebih sering disebabkan oleh infeksi virus, ada beberapa jenis
bakteri yang juga bisa menyebabkan ISPA, yaitu:
 Streptococcus
 Haemophilus
 Staphylococcus aureus
 Corynebacterium diphteriae
 Mycoplasma pneumonia
 Chlamydia

Beberapa jenis virus yang sering menyebabkan ISPA, yaitu:

 Rhinovirus : yang dapat menyebabkan pilek.

 Adenovirus : yang dapat menyebabkan pilek, bronkitis, dan pneumonia

 Pneumokokus : yang dapat menyebabkan meningitis dan pneumonia

 Virus influenza : yang dapat menyebabkan flu

 Virus Corona

ISPA dapat menyerang saluran napas atas maupun saluran napas bawah. Beberapa
penyakit yang termasuk ke dalam ISPA adalah common cold, sinusitis, radang
tenggorokan akut, laringitis akut, pneumonia, dan COVID-19.

Penularan virus atau bakteri penyebab ISPA dapat terjadi melalui kontak dengan percikan
air liur orang yang terinfeksi. Virus atau bakteri dalam percikan liur akan menyebar
melalui udara, masuk ke hidung atau mulut orang lain.

Selain kontak langsung dengan percikan liur penderita, virus juga dapat menyebar
melalui sentuhan dengan benda yang terkontaminasi, atau berjabat tangan dengan
penderita.
c. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah invasi


patogen sehingga terjadi reaksi inflamasi akibat respon imun. Penyakit yang termasuk
ISPA adalah rhinitis (common cold), sinusitis, faringitis, tonsilofaringitis, epiglotitis,
dan laringitis.
ISPA melibatkan invasi langsung mikroba ke dalam mukosa saluran pernapasan.
Inokulasi virus dan bakteri dapat ditularkan melalui udara, terutama jika seseorang yang
terinfeksi batuk atau bersin.
Setelah terjadi inokulasi, virus dan bakteri akan melewati beberapa pertahanan
saluran napas, seperti barrier fisik, mekanis, sistem imun humoral, dan
seluler. Barrier yang terdapat pada saluran napas atas adalah rambut-rambut halus pada
lubang hidung yang akan memfiltrasi patogen, lapisan mukosa, struktur anatomis
persimpangan hidung posterior ke laring, dan sel-sel silia. Selain itu, terdapat pula tonsil
dan adenoid yang mengandung sel-sel imun.
d. Pathway

Bakteri Virus ( Mikrovirus, Jamur


(Streptococcus) adnovirus)

ISPA

Reaksi Antigen Antibody Silia pada permukaan saluran napas


bergerak ke atas

Radang pada saluran napas Virus masuk ke faring

Infeksi Merusak lapisan epitel & mukosa


saluran napas

Tubuh menggigil dan demam Iritasi

Peningkatan Suhu Tubuh Peradangan


(Hipertermi)

Batuk Kering

Sakit saat mengunyah


Nyeri Akut

Anoreksia

Defisit Nutrisi /
Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari Kebutuhan
e. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis / gejala dari infeksi saluran pernapasan atas berlangsung antara 1-2
minggu. Sebagian besar penderita akan mengalami perbaikan gejala setelah minggu
pertama. Gejala tersebut adalah:
 Batuk
 Bersin
 Pilek
 Hidung tersumbat
 Nyeri tenggorokan
 Sesak napas
 Demam ringan
 Sakit kepala / nyeri kepala ringan
 Nyeri otot
 Batuk kering tanpa dahak.
 Warna kebiruan pada kulit akibat kurangnya oksigen.
 Gejala sinusitis seperti wajah terasa nyeri, hidung beringus, dan demam.
 Bernapas cepat atau kesulitan bernapas.

ISPA, terutama karena virus, akan membaik dengan sendirinya tanpa perlu
pengobatan khusus. Rasa tidak nyaman dan demam dapat diredakan dengan kompres
pada daerah dahi, ketiak, dan selangkangan, serta konsumsi obat paracetamol yang dijual
bebas. Selain mengatasi demam, paracetamol juga dapat mengurangi nyeri dan rasa tidak
nyaman yang menyertai ISPA.

Jika keluhan dirasakan semakin memburuk, demam tidak mau turun walaupun diberikan
obat penurun panas, atau muncul gejala yang lebih serius, seperti menggigil, sesak napas,
batuk darah, atau penurunan kesadaran, segeralah pergi ke instalasi gawat darurat (IGD)
di rumah sakit terdekat.

Pada anak-anak, selain keluhan di atas, segeralah bawa anak ke dokter bila ISPA disertai
dengan gejala sebagai berikut:
 Sulit bernapas, bisa terlihat dari tulang iga yang nampak jelas saat bernapas (retraksi).
 Muntah-muntah.
 Menjadi malas bermain.
 Menjadi lebih diam dibandingkan biasanya
 Muncul suara bengek saat menghembuskan napas.

Walaupun penyebarannya mudah, ada beberapa kelompok orang yang lebih


rentan tertular ISPA, yaitu:

 Anak-anak dan lansia

Anak-anak dan lansia memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah, sehingga
rentan terhadap berbagai infeksi. Selain itu, penyebaran virus atau bakteri ISPA di
kalangan anak-anak dapat terjadi sangat cepat karena anak-anak banyak
berinteraksi secara dekat dan melakukan kontak dengan anak-anak yang lain.

 Orang dewasa dengan sistem kekebalan tubuh lemah

Sistem kekebalan tubuh sangat berpengaruh dalam melawan infeksi virus maupun
bakteri. Ketika kekebalan tubuh menurun, maka risiko terinfeksi akan semakin
meningkat. Salah satunya adalah penderita AIDS atau kanker.

 Penderita gangguan jantung dan paru-paru

ISPA lebih sering terjadi pada orang yang sudah memiliki penyakit jantung atau
gangguan pada paru-paru sebelumnya.

 Perokok aktif

Perokok lebih berisiko mengalami gangguan fungsi paru dan saluran pernapasan,
sehingga rentan mengalami ISPA dan cenderung lebih sulit untuk pulih.
f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan untuk mendiagnosis ISPA


Pemeriksaan ini akan dimulai ketika seseorang mengalami gangguan pernapasan. Di sini
perawat akan memeriksa gejala dan penyakit lain yang pernah di alami. Selanjutnya,
perawat akan melihat kondisi hidung, telinga, dan tenggorokan untuk mendeteksi
kemungkinan infeksi.

Nah, andaikan ISPA disebabkan oleh virus, maka dokter tidak akan melakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Sebab, kondisi ini bisa sembuh dengan sendirinya. Dokter akan
mendiagnosis ISPA dengan melakukan wawancara medis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang jika diperlukan, seperti:

1. Pemeriksaan darah di laboratorium.

2. Pengambilan sampel dahak untuk diperiksa di laboratorium.

3. Pencitraan dengan x-ray atau CT scan untuk menilai kondisi paru-paru.

g. Komplikasi

Jika infeksi terjadi di paru-paru dan tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi komplikasi
yang serius dan dapat berakibat fatal. Komplikasi yang sering terjadi akibat ISPA adalah :
 Gagal napas akibat paru-paru berhenti berfungsi
 Peningkatan kadar karbon dioksida dalam darah
 Gagal jantung
 Sinusitis
 Faringitis
 Infeksi telinga tengah
 Infeksi saluran tuba eustachi
 Bronkitis
 Pneumonia (radang paru).
h. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ISPA dilakukan secara nonfarmakologi yaitu :


 perbanyak minum air putih
 Kompres hangat pada wajah
 Irigasi nasal
 Terapi farmakologis menggunakan dekongestan, mukolitik, atau antibiotik jika perlu.
Sebagian besar ISPA dapat sembuh sendiri dalam waktu 14 hari, namun pada kasus
yang berat diperlukan rawat inap.

Pencegahan ISPA
Tindakan pencegahan utama ISPA adalah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu:

 Cuci tangan secara teratur, terutama setelah beraktivitas di tempat umum.


 Hindari menyentuh wajah, terutama bagian mulut, hidung, dan mata, untuk
menghindari penularan virus dan bakteri.
 Gunakan sapu tangan atau tisu untuk menutup mulut ketika bersin atau batuk. Hal ini
dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit ke orang lain.
 Perbanyak konsumsi makanan kaya vitamin, terutama vitamin C, untuk meningkatkan
daya tahan tubuh.
 Olahraga secara teratur.
 Berhenti merokok.
 Lakukan vaksinasi, baik vaksin MMR, influenza, atau pneumonia. Diskusikan dengan
dokter mengenai keperluan, manfaat, dan risiko dari vaksinasi ini.

i. Pengkajian Fokus

a. Identitas Pasien

 Umur : Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih lanjut(Anggana Rafika, 2009).
 Jenis kelamin : Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).
 Alamat : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga,
dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet
al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat .Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan
penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah
ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi
di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika,
2009)

b. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
 Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
 Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang
dialaminya sekarang)
 Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit
seperti penyakit klien)
 Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

c. Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan


a. Inspeksi
 Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
 Tonsil tampak kemerahan dan edema
 Tampak batuk tidak produktif
 Tidak ada jaringan parut pada leher
 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping
hidung.
b.  Palpasi
 Adanya demam
 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada
nodus limfe servikalis
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c.  Perkusi
 Suara paru normal (resonance)
d.  Auskultasi
 Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

j. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

Menurut SDKI, adalah :


1) Peningkatan suhu tubuh bd proses penyakit (infeksi) ; D.0130
2) Defisit Nutrisi / Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d anoreksia ;
D.0019
3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil (Agen cedera
fisiologis) ; D.0077

k. Intervensi Keperawatan

Menurut SIKI, adalah :


1)    Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan  : suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila
c. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat
seperti pakaian dari bahan katun.
d. Atur sirkulasi udara
e. Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari atau sesuai dengan BB
f. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.
g. Kolaborasi dengan dokter:
 Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial
 Antipiretika
Rasionalisasi:
a. Pemantauan tanda-tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
perawatan selanjutnya
b. Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses konduksi/perpindahan panas
dengan bahan perantara.
c. Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan
menyerap keringat.
d. Penyediaan udara bersih
e. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat
f. Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas
g. Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas

2)    Defisit Nutrisi / Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d


anoreksia.
Tujuan:
 Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal.
 Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
 Tidak menunjukkan tanda malnutrisi
Intervensi:
a. Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.
b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
c. Tingkatkan tirah baring
d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien.
Rasionalisasi:
a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.
b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total
c. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, dan menyenangkan.
d. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik
e. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi maksimal.

3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi:
a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ), faktor yang
memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya.
b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia, asap
rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.
c. Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat
d. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)
Rasionalisasi:
a.  Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang
amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi
keefektifan dari terapi yang diberikan.
b.  Mengurangi bertambah beratnya penyakit
c.  Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.
d.  Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran
histamin dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untuk mengurangi nyeri.
BAB II TINJAUAN KASUS

a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal : Kamis, 14 Januari 2021/ Jam : 07:45

1) Identitas Data
Nama : An. Z
Alamat : Jatipurwo, Rowosari, Kendal
Tanggal lahir/ umur : 5 Tahun 9 Bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
No Register :-
Tanggal masuk/ jam : -
Diagnosa Medis :-

Nama penaggung jawab

Nama Ayah : Tn. K


Pendidikan : SD
Pekerjaan : Penjahit di Konveksi
Nama Ibu : Ny. I
Pendidikan : SD
Pekerjaan : TKI di Arab Saudi

2) Keluhan Utama
Pasien mengatakan tidak enak badan, badan terasa lemas
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien batuk, pilek, demam dan tubuh menggigil saat malam hari
4) Riwayat Kesehatan Masa Lampau
a. Penyakit waktu kecil
Pasien tidak memiliki penyakit waktu kecil
b. Pernah dirawat di rumah sakit
Pasien tidak pernah dirawat di RS
c. Obat-obatan yang digunakan
Pasien tidak menggunakan obat-obatan
d. Tindakan operasi
Pasien tidak pernah dioperasi
e. Alergi
Pasien tidak memiliki alergi makanan, minuman dan lainnya
f. Kecelakaan
Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan
g. Imunisasi

Pasien mendapatkan imunisasi waktu kecil, termasuk campak

5) Riwayat Kesehatan Keluarga

a.Genogram ( 3 generasi ) ke atas

Laki – laki =
Perempuan =
Warna merah = Meninggal

b.Adakah penyakit keturunan? Adakah yang menderita penyakit seperti klien?


Dalam keluarga tidak ada penyakit keturunan
Tidak ada penyakit yang sama seperti klien
6) Riwayat Sosial

a.Yang mengasuh
Ayah kandung dan Nenek
b.Hubungan dengan anggota keluarga
Anak Kandung
c.Lingkungan rumah
Ketika sehat : Pasien sering bermain dengan teman-temannya
Ketika sakit : Pasien istirahat dirumah, tidak pernah keluar rumah

7) Pola Sehari-hari

a.Pola istirahat /tidur


Saat sakit : Pasien mengatakan susah tidur malam
b.Personal Hygiene
Saat sehat : Pasien mengatakan mandi 2x sehari
Saat sakit : Pasien mandi kalau ingin saja
c.Pola eliminasi
Sebelum sakit : Pasien pernah mengalami BAB encer 3x sehari, terjadi 5 hari sebelum
pasien sakit
Saat sakit : BAB 1 2 hari sekali, BAK pasien lancar
d.Pola Aktivitas Latihan
Saat sakit : aktivitas pasien selalu tiduran/istirahat didalam kamar
e.Pola Nutrisi :
3-4 aqua gelas 240 ml setiap harinya
Makan 2x sehari (siang dan malam)

9) Pemeriksaaan Fisik

a. Keadaan Umum
Pasien mengatakan tidak enak badan, lemas, tampak batuk berdahak, tampak sulit
bernapas, pasien mengatakan sakit kepala/ pusing, pasien mengatakan sulit tidur
b. Tanda-tanda Vital
TD = 90/100 mmHg (N = 90-105 mmHg)
N = 78 x/menit (N = 70-120 x/menit)
RR = 25 x/menit (N = 22-34 x/menit)
S = 38.0C (N=36.5C-37.5C)
c. Kepala
Rambut sedikit kotor, ada ketombe, warna hitam, bentuk kepala normal
d. Mata
Bulu mata lebat lentik, kelopak mata condong kedalam, konjungtiva normal merah muda
dan sklera normal putih bening
e. Hidung
Hidung tampak kemerahan, hidung tersumbat berair, terdapat ingus, dan keluar lendir,
pilek
f. Mulut
Gigi kotor, gopes, ompong dan terdapat caries gigi
g. Telinga
Telinga terdapat serumen, pasien mengatakan telinganya terkadang berdenging saat pilek
h. Dada
Dada simetris, tidak ada otot bantu pernapasan, dada tampak sedikit menonjol saat dia
bernapas
i. Jantung (IPPA)
 Inspeksi : Pasien tampak tidak tegang, jantung tidak berdebar-debar
 Palpasi : Tidak ada pembesaran pada jantung
 Perkusi : Suara jantung normal
 Auskultasi : BJ 1 Lup, BJ 2 Dup, Terdengar suara lup dup
j. Paru-paru (IPPA)
 Inspeksi : Tampak batuk tidak produktif, tampak tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan tambahan
 Palpasi : Adanya demam, tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
 Perkusi : Suara paru normal (resonance)
 Auskultasi : Suara napas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
k. Abdomen (IAPP)
 Inspeksi : Tampak tidak ada oedema / acites
 Auskultasi : Suara peristaltik /bising usus 12 x/menit (5-34 menit)
 Palpasi : Tidak nyeri tekan
 Perkusi : Tidak ada suara angin tambahan
l. Punggung
Punggung simetris kiri dan kanan, tidak terdapat benjolan
m. Genetalia
Tidak terpasang kateter
n. Ekstremitas
Tidak ada odema, dan pergerakan kaki normal
o. Kulit
Tampak tidak mengalami kelainan kulit atau masalah kulit apapun

10) Therapi

Afibramol Parachetamol sirup 3x1 (Sudah habis 1 botol sirup, jalan botol ke-2)

11) Data Penunjang

Laboratorium : tanggal -
B. ANALISA DATA
Nama : An. Z

Umur : 5 Tahun

NO DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

1 DS : Bersihan jalan Hipersekresi jalan napas


napas tidak efektif karena batuk tidak
 Pasien mengatakan sakit
(D.0001) efektif/produktif
kepala/ pusing
 Pasien mengatakan telinganya
terkadang berdenging
DO :

 Pasien tampak batuk, pilek


 Pasien tampak batuk berdahak
 Hidung tampak kemerahan,
hidung tersumbat, berair,
terdapat ingus, dan keluar
lendir
 Dada tampak sedikit menonjol
saat dia bernapas
 Pasien tampak agak sulit
bernapas
 RR = 25 x/menit

2 DS : Proses penyakit (Infeksi


Hipertermia
Rhinovirus : yang dapat
 Pasien mengatakan tidak enak (D.0130) menyebabkan pilek)
badan, lemas
 Pasien mengatakan sulit tidur
DO :

 Pasien tampak demam


 Pasein tampak tubuhnya
menggigil saat malam hari
 S = 38.2

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN (Menurut buku SDKI)


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Hipersekresi jalan napas karena
batuk tidak efektif/produktif (D.0001)
2. Hipertermia berhubungan dengan Proses penyakit (Infeksi Rhinovirus : yang dapat
menyebabkan pilek) (D.0130)

D. RENCANA KEPERAWATAN (Menurut buku SLKI dan SIKI)


Nama : An. Z

Umur : 5 Tahun

No TGL/ Dx. INTERVENSI

TUJUAN TINDAKAN RASIONAL TTD


JAM Kep.

1 Kamis Bersihan Setelah dilakukan  Monitor pola  Pemantauan pola


jalan tindakan napas, bunyi bunyi napas dan
14 Jan
napas keperawatan napas dan sputum yang teratur
2021 tidak selama 3x24 jam, sputum dapat menentukan
efektif diharapkan perkembangan
Jam
bersihan jalan perawatan
 Posisikan pasien
13.00 napas pasien  Dengan posisi semi
semi fowler
efektif, dengan fowler pasien
kriteria hasil : merasakan nyaman
dan napas lega
 Jalan napas  Berikan minum
hangat  Minum hangat dapat
bersih
membantu
 Pasien bernapas
melancarkan
normal dan lega
peranapasan dan
 Pasien tidak  Ajarkan dan mencairkan sputum
sianosis latih batuk  Batuk efektif untuk
efektif. mengeluarkan
sputum dengan
benar
 Dukungan
 Patuh minum obat
kepatuhan
agar proses
minum obat.
penyembuhan
berlangsung baik
 Observasi

2 Kamis tanda-tanda  Pemantauan tanda-


Setelah dilakukan vital tanda vital yang
14 Jan Hiperter tindakan teratur dapat
mia keperawatan menentukan
2021
selama 3x24 jam, perkembangan
Jam diharapkan suhu perawatan
tubuh normal  Anjurkan
13.00  Dengan memberikan
berkisar antara 36 – keluarga untuk
kompres, maka akan
37,5 °C, dengan kompres pada
terjadi proses
kriteria hasil : kepala/aksila
konduksi/perpindaha
n panas dengan
 Suhu tubuh
bahan perantara.
pasien turun
 Anjurkan klien
 Pasien tidak
untuk  Proses hilanganya
kejang demam
menggunakan panas akan
 Pasien tidak pakaian yang terhalangi untuk
sianosis tipis dan dapat pakaian yang tebal
menyerap dan tidak akan
keringat seperti menyerap keringat.
pakaian dari
bahan katun.
 Atur sirkulasi
udara
 Penyediaan udara
 Anjurkan klien
bersih
untuk minum
 Kebutuhan cairan
banyak ± 2000
meningkat karena
– 2500 ml/hari
penguapan tubuh
atau sesuai
meningkat
dengan BB
 Anjurkan klien
istirahat di
 Tirah baring untuk
tempat tidur
mengurangi
selama fase
metabolisme dan
febris penyakit.
panas.

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : An. Z
Umur : 5 Tahun

NO.
TGL/ RESPON PASIEN
DP IMPLEMENTASI TTD
JAM ( S DAN O)

1 Jum’at  Monitor pola napas, S : Pasien mengatakan bersedia untuk


bunyi napas dan dimonitor
15 Jan
sputum
O : Pasien tampak pola napas teratur, RR =
2021
22x/mnt
Jam  Posisikan pasien semi
S : Pasien mengatakan bersedia untuk
fowler
17.00 posisi semi fowler/setengah duduk

O : Pasien tampak berkurang sesaknya

S : Pasien mengatakan bersedia dan mau


 Berikan minum hangat
konsumsi air hangat

O : Pasien tampak lega dan batuk


berkurang

S : Pasien mengatakan bersedia dan mau

 Ajarkan dan latihan untuk diajarkan


batuk efektif. O : Pasien tampak mengikuti ajaran batuk
efektif

S : Pasien mengatakan patuh minum obat

 Dukungan kepatuhan O : Obat pasien tampak sudah habis dan


minum obat. minum obat dengan teratur
2 Jum’at
S : Pasien mengatakan bersedia untuk
 Observasi tanda-tanda
15 Jan diobservasi
vital

O : Pasien tampak lebih baik sesuai dengan


2021 perkembangan TTV

Jam S : Pasien mengatakan sudah dikompres


oleh ayahnya
17.30  Anjurkan keluarga
untuk kompres pada O : Pasien tampak demam turun, S =
kepala/aksila 37.8C

S : Pasien mengatakan bersedia untuk


 Anjurkan klien untuk memakai pakaian tipis ketika demam
menggunakan pakaian
O : Pasien tampak lebih baik kondisinya
yang tipis dan dapat
menyerap keringat S : Pasien mengatakan minum, 3-4 gelas
aqua setiap harinya

 Anjurkan klien untuk O : Pasien tampak tidak dehidrasi


minum banyak ± 2000
S : Pasien mengatakan tidur dikasur kamar
– 2500 ml/hari atau
setiap merasa lemas tidak enak badan
sesuai dengan BB
O : Pasien tampak lebih baik kondisi
tubuhnya
 Anjurkan klien istirahat
di tempat tidur selama
fase febris penyakit.

F.EVALUASI / CATATAN PERKEMBANGAN


Nama : An. Z
Umur : 5 Tahun

No.
TGL/ JAM EVALUASI (SOAP) TTD
Dx.

1 Senin S : Pasien mengatakan masih batuk sedikit

18 Jan O : Pasien tampak berkurang batuknya, tidak pilek lagi

2021 A : Masalah bersihan jalan napas tidak efektif teratasi

Jam P : Pertahankan intervensi

17.00

2 Senin S : Pasien mengatakan sudah tidak demam

18 Jan O : Pasien tampak tidak lemas, suhu pasien normal

2021 A : Masalah hipertermia teratasi

Jam P : Pertahankan intervensi

17.10

BAB III PEMBAHASAN

Pembahasan berdasar pada diagnosa keperawatan yang ditegakkan dengan


memperhatikan aspek tahapan proses keperawatan. Bab ini membahas tentang bersihan jalan
nafas tidak efektif dan hipertermia dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai
evidance base dan kondisi nyata yang dihadapi dan dialami oleh pasien, khususnya pada An.Z.
Fokus dari pembahasan ini sesuai dengan kebutuhan dasar manusia yaitu pernafasan.
Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan. Langkah ini berisi
tentang penerapakan pengetahuan dan pengalaman untuk mengumpulkan data tentang pasien,
sehingga diperoleh gambaran kebutuhan pasien yang nantinya digunakan untuk membuat
diagnosis keperawatan dan menetapkan prioritas yang akurat (Hidayat, 2006). Adapun data-data
yang dikumpulkan dalam pengkajian ini diperoleh melalui wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Pengkajian pada An. Z dilakukan dengan wawancara kepada pasien dan
keluarganya; observasi dilakukan dengan mengamati kondisi pasien selama sakit dirumah.
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah
diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis keperawatan (Hidayat, 2006).
Berdasarkan data yang diperoleh pada An.Z, maka disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan
yang sesuai dengan tinjauan teori yang ada adalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan penumpukan sekret. Hal ini didasarkan bahwa masalah ini dapat menimbulkan risiko
gagal nafas pada pasien dan akhirnya dapat menyebabkan kematian. Menurut PDPI (2003),
batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien ISPA.
Rencana keperawatan merupakan preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari
pasien atau tindakan keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang
diharapkan. Harapannya adalah perilaku akan dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan
keluarga dalam cara yang dapat diprediksi yang berhubungan dengan masalah diidentifikasikan
dan tujuan yan telah dipilih (Hidayat, 2006). Pada penelitian ini diagnosa keperawatan adalah
bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret, sehingga perecanaan
keperawatan ditujukan sebagai upaya agar bersihan jalan nafas efektif dengan
berkurangnya/hilangnya penumpukan sekret. Terapi bersihan jalan nafas tidak efektif dilakukan
dengan batuk efektif dan minum air hangat. Batuk efektif antara lain dapat dilakukan dalam
bentuk posisi semi flower, latihan nafas dalam, dan latihan batuk efektif. Menurut Muttaqim
(2012), posisi semi flower (setengah duduk) adalah posisi tidur pasien dengan kepala dan dada
lebih tinggi daripada posisi panggul dan kaki. Pada posisi semi flower kepala dan dada dinaikkan
dengan sudut 30o -45o . Posisi ini digunakan untuk pasien yang mengalami masalahan
pernafasan dan pasien dengan gangguan jantung. Latihan nafas dalam ditujukan untuk klien yang
mempunyai masalah dengan kapasitas dan ventilasi paru. Tujuan utama pemberian latian nafas
dalam adalah agar masalahan keperawatan klien terutama ketidakefektifan pola nafas dan
bersihan jalan nafas dapat secepatnya diatasi oleh perawat
Implementasi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Hidayat, 2006).
Pada penelitian ini, implementasi keperawatan direncakanan dengan tujuan mengatasi masalah
bersihan jalan nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penumpukan sekret. Untuk
mencapai tujuan ini maka An. Z diajari posisi semi flower, latihan nafas dalam dan teknik batuk
efektif, dan menganjurkan banyak minum air putih hangat.
Hasil evaluasi untuk mengatasi masalah bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
penumpukan sekret memperlihatkan bahwa pasien sudah tidak merasakan sesak nafas lagi dan
sekret dapat dikeluarkan. Meski demikian intervensi tetap dilanjutkan dengan tujuan
mempertahankan kondisi yang sudah baik, bahkan kualitas kesehatan semakin lebih baik.
BAB IV PENUTUP

a. Kesimpulan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebabkematian
tersering pada anak di negara sedang berkembang. Infeksi SaluranPernafasan Akut ini
menyebabkan empat dari 15 juta perkiraan kematian padaanak berusia dibawah lima
tahun pada setiap tahunnya, dan sebanyak dua per tigakematian tersebut adalah bayi
(khususnya bayi muda usia kurang dari dua bulan)(WHO, 2003).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan antara lain :


1. Faktor lingkungan yang memicu kejadian ISPA pada ank antara lain jenis lantai,
dinding rumah, atap rumah, debu, ventilasi, intensitas cahaya, kelembaban.
2. Ada hubungan perbedaan faktor lingkungan pada anak yang mengalami ISPA dan
tidak mengalami ISPA, Faktor yang paling dominan dalam memicu kejadian ISPA pada
anak adalah dinding rumah.
4. Hubungan faktor lingkungan dalam memicu kejadian ISPA pada anak, yaitu :
a. Adanya hubungan subfaktor lingkungan antara lain meliputi kepadatan penghuni, jenis
lantai, dinding rumah, penerangan alami (intensitas cahaya), atap rumah, debu, saluran
pembuangan air limbah, dan kelembaban.
b. Tidak adanya hubungan subfaktor lingkungan antara lain meliputi penerangan alami,
ketersediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, ventilasi, dan suhu.

b. Saran
ISPA merupakan salah satu penyakit yang tidak dapat dianggap remeh. Bagaimanapun
juga, upaya pencegahan merupakan hal yang harus diutamakan. Pemerintah dan
masyarakat diharapkan bekerja sama dalam upaya pencegahan ISPA, tentunya dengan
dibantu oleh para tenaga kesehatan masyarakat sebagai fasilitator.
Hasil penelitian ini dapat mendorong penanganan pencegahan penyakit ISPA melalui
upaya :
1. Melakukan penyuluhan memotivasi masyarakat dalam pengadaan dan penggunaan
sarana lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan.
2. Mendorong dan membina masyarakat untuk menjaga kesehatan lingkungan sekitar.
3. Memperbaiki lingkungan dengan fasilitas yang ada sehingga memperkecil resiko
terjadinya ISPA
BAB V DAFTAR PUSTAKA

Simoes EAF, Cherian T, Chow J, Salles SAS, Laxminarayan R, John TJ. Acute respiratory
infection in children. Chapter 25. Disease Control Priorities in Developing
Countries.p.483-499.
Maneghetii A, Upper Respiratory Infections. [Internet]. 2018;[cited 2018 December 11].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/302460-overview
Mandell LA. Etiologies of acute respiratory tract infection. Clinical Infectious Disease.
2005;42:503-506.
Fayyaz J. Bronchitis. [internet]. 2018:[cited 2018 November 27]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/297108-overview
Bosch AATM, Biesbroek G, Trzcinski K, et al. Viral and bacterial interaction in the upper
respiratory tract. PLoS Pathogens, 2013. 9(1), e1003057.
doi:10.1371/journal.ppat.1003057
http://perpus.fikumj.ac.id/index.php?p=fstream-pdf&fid=11772&bid=4668
e-journal.polnustar.ac.id/jis/article/view/206 (VOL 3 NO 1 /2019)
Ditjen POM.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV .
Gunawan.2007. Farmakologi dan Terapi.Balai Penerbit FKUI:Jakarta
Tjay,Tan Hoan.2010. Obat-obat Penting .Gramedia:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai