Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ”Kekerasan
pada Perempuan”. Salam serta salawat penulis peruntukkan kepada Nabi Muhammad SAW.
yang telah menjadi panutan umat manusia.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok dari
dosen pengampu Ibu Fitriani, S.Kep, Ns, M.Kes pada mata kuliah Keperawatan Kesehatan
Reproduksi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang topik
makalah yang diberikan oleh dosen bagi para pembaca dan penulis.

Kami mengucapkan banyak terima kasih dalam pembuatan makalah ini dan Ibu dosen,
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum mencapai kesempurnaan, sehingga kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Tanete, 19 Mei 2023

Kelompok V
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

Kata
KataPengantar…………………..…………………..…………..…………..………….i
Pengantar…………………..…………………..…………..…………..……………….i

Daftar
DaftarIsi………….…..…………..…………..…………..…………..…………...........ii
Isi………….…..…………..…………..…………..…………..…………..................ii

BAB
BABIIPENDAHULUAN
PENDAHULUAN

A.
A. Latar
LatarBelakang…………..…………..…………..…………………..………….1
Belakang…………..…………..…………..…………………..…………...….1
B.
B. Rumusan
RumusanMasalah………..…………..…………..…………………..…………2
Masalah………..…………..…………..…………………..……………...2
C.
C. Tujuan
TujuanPenulisan…………..…………..………….……..…………..…….........2
Penulisan…………..…………..………….……..…………..……................2
D.
D. Manfaat
ManfaatPenulisan……..…………..………….……..…………..……...............2
Penulisan……..…………..………….……..…………..……......................2

BAB
BABII
IITINJAUAN
TINJAUANPUSTAKA
PUSTAKA

A.
A. Definisi
DefinisiKDRT………..………..…………..........................................................3
KDRT………..………..…………................................................................3
B.
B. Bentuk-bentuk
Bentuk-bentukkekerasan
kekerasanterhadap
terhadapperempuan…….............................................3
perempuan……...................................................3
C.
C. Faktor
Faktorpenyebab KDRT.........................................................................................4
penyebab
D. Dampak kekerasan terhadap kesehatan reproduksi……..……...………………...6
KDRT...............................................................................................4
E.
D. Asuhan
Dampakkeperawatan dalam menolong
kekerasan terhadap kesehatankaum perempuan KDRT...………………9
reproduksi……..……...………………........6
E. Asuhan keperawatan dalam menolong kaum perempuan KDRT...
BAB III PENUTUP
………………….9
A. Kesimpulan…………..…………..…………..…………..……..………………10
BAB III PENUTUP
B. Saran…………..…..…………..…………..…………..………………………..10
A. Kesimpulan…………..…………..…………..…………..……..………………….10
DAFTAR PUSTA
B. Saran…………..…..…………..…………..…………..…………………………....10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekerasan terhadap perempuan sampai saat ini masih menjadi isu yang sangat
penting, baik itu di dalam negeri ataupun di luar negeri. Kekerasan ini terjadi dalam
segala bidang kehidupan baik itu dalam lingkungan budaya maupun agama.
Terjadinya kekerasan terhadap perempuan pada akhirnya akan menghambat
perempuan untuk terlibat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pendidikan.
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia yang terdaftar dalam Simfoni mulai 1 januari 2023 hingga saat ini
angka korban kekerasan perempuan mencapai 8.232 yang meliputi kekerasan fisik,
psikis, seksual, eksploitasi, trafficking, penelataran, dan lainnya (Kemenpppa, 2023).
Kekerasan terhadap perempuan di ranah personal terjadi dalam berbagai jenis,
seperti kekerasan terhadap istri (KTI), kekerasan dalam pacaran (KdP), kekerasan
terhadap anak perempuan (KTAP), kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami
(KMS) dan kekerasan mantan pacar (KMP), kekerasan yang terjadi pada pekerja
rumah tangga, dan ranah personal lainnya (Komnas Perempuan 2021).
Kekerasan memang tidak memandang gender, namun terlihat sangat jelas dari
data yang disajikan di atas bahwa kekerasan terhadap perempuan sangatlah
mengkhawatirkan. Selain itu, Kemen PPA juga menyajikan data bahwa Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan kekerasan dengan tingkat paling tinggi
saat ini (Kementrian Perlindungan Perempuan dan Anak 2020). Bentuk KDRT tidak
hanya kekerasan secara fisik, namun masih ada bentuk lainnya dan lebih kompleks.
Sehingga sangat dibutuhkan Undang-Undang yang dapat melindungi korban KDRT,
khususnya terhadap perempuan yang lebih sering menjadi korban KDRT. Tercantum
dalam Pasal 5 UndangUndang No. 23 tahun 2004 Tentang PKDRT mengenai setiap
kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga.
Undang-Undang tersebut bertujuan untuk memberikan perlindungan, penanganan
secara khusus, pendampingan oleh pekerja sosial, dan pelayanan bimbingan
kerohanian terhadap korban KDRT.
B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dari makalah ini antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan KDRT?
2. Apa saja bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan?
3. Jelaskan faktor penyebab terjadinya KDRT?
4. Bagaimana dampak kekerasan terhadap kesehatan reproduksi?
5. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat diberikan untuk menolong kaum
perempuan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Dapat mengetahui definisi KDRT
2. Dapat mengetahui kekerasan terhadap perempuan
3. Dapat mengetahui faktor penyebab terjadinya KDRT
4. Dapat mengetahui dampak kekerasan terhadap kesehatan reproduksi
5. Dapat mengetahui asuhan keperawatan yang dapat diberikan untuk
menolong kaum perempuan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga
adalah

D. Manfaat Penulisan
Hasil pembelajaran ini diharapkan dapat mempumyai manfaat bagi penulis dan
pembaca.
1. Manfaat bagi penulis, penulisan ini memberikan pengetahuan tentang
Kekerasan pada Perempuan.
2. Manfaat dari pembaca, penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan
kajian atau referensi tambahan tentang Kekerasan pada Perempuan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/ atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, dan perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pemerintah Indonesia 2004). Tingkat
KDRT yang setiap tahunnya cenderung meningkat menandakan bahwa korban mulai
menyadari bahwa tindak KDRT bukanlah sesuatu yang dapat dinormalisasi, sehingga
korban memiliki hak untuk memperjuangkan hak hidup aman dan lebih baik. Namun,
dengan tingkat KDRT yang cenderung meningkat juga memberikan tanda bahwa
sangat dibutuhkannya peninjauan ulang terhadap perlindungan yang telah ada dan
dilakukan saat ini agar dapat lebih efisien dalam terhadap perlindungan korban
KDRT (Alimi, R., & Nurwati, N., 2021).
Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-undang RI No. 23 tahun
2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.

2. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan


Menurut pasal 5-9 Undang-Undang PKDRT No. 23 Tahun 2004, dinyatakan
bahwa bentuk-bentuk KDRT sebagai berikut:
a. Kekerasan fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat.
b. Kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
c. Kekerasan seksual, yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut dan pemaksaan
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
d. Penelantaran rumah tangga, yaitu menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut. penelantaran juga berlaku bagi setiap
orang yang mengakibatkan ketergantuangan ekonomi dengan cara
membatasi dan/atau melarang orang bekerja yang layak di dalam atau di luar
rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Pemerintah
Indonesia 2004 dalam Alimi, R., & Nurwati, N., 2021).

3. Faktor penyebab terjadinya KDRT


Faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri yaitu:
a. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.
Budaya patriarki membuat laki-laki atau suami berada dalam tingkat
kekuasaan yang lebih tinggi daripada perempuan atau istri, sehingga
perempuan tidak jarang ketika sudah menikah dianggap sebagai milik
suaminya. Hal tersebut menimbulkan ketimpangan dalam hubungan karena
suami memiliki kuasa lebih terhadap istrinya dibandingkan istrinya sendiri.
b. Ketergantungan ekonomi. Pendidikan dan Budaya patriarki yang sudah
menjadi bagian dalam masyarakat memberikan pandangan bahwa seorang
istri memang seharusnya bergantung pada suami. Fenomena ini tidak jarang
membuat sebagian istri tidak terbiasa mandiri atau berdaya secara ekonomi,
sehingga ketika terjadi KDRT membuat istri harus bertahan. Perilaku seperti
ini juga membuat suami merasa memiliki kuasa lebih akan ketidak berdayaan
istrinya.
c. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaiakan konflik. Kekerasan terhadap
istri terjadi biasanya dilatar belakangi oleh ketidak sesuaian harapan dengan
kenyataan suami. Kekerasan dilakukan dengan tujuan agar istri dapat
memenuhi harapannya tanpa melakukan perlawanan karena ketidak
berdayaannya. Fenomena ini juga masih menjadi salah satu dasar budaya
dalam masyarakat bahwa jika perempuan atau istri tidak menurut, maka harus
diperlakukan secara keras agar ia menjadi penurut.
d. Persaingan. Pada dasarnya manusia hidup memang penuh persaingan dan
tidak pernah mau kalah, begitupun dengan sepasang suami dan istri.
Persaingan antara suami dan istri terjadi akibat ketidak setaraan antara
keduanya untuk saling memenuhi keinginan masing-masing, baik dalam
pendidikan, pergaulan, penguasaan ekonomi, keadaan lingkungan kerja dan
masyarakat dapat menimbulkan persaingan yang dapat menimbulkan
terjadinya KDRT. Budaya juga membuat pandangan bahwa laki-laki tidak
boleh kalah atau lebih rendah dari perempuan, sehingga tidak heran jika
terjadi kekerasan terhadap perempuan atau istri hanya untuk memenuhi ego
laki-laki atau suami.
e. Frustasi. Kekerasan juga dapat terjadi akibat lelahnya psikis yang
menimbulkan frustasi diri dan kurangnya kemampuan coping stress suami.
Frustasi timbul akibat ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan yang
dirasakan oleh suami. Hal ini biasa terjadi pada pasangan yang belum siap
kawin, suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang
mencukupi kebutuhan rumah tangga, dan masih serba terbatas dalam
kebebasan. Dalam kasus ini biasanya suami mencari pelarian kepada mabuk-
mabukan dan perbuatan negatif lain yang berujung pada pelampiasan
berbentuk kekerasan terhadap istrinya, baik secara fisik, seksual, psikis, atau
bahkan penelantaran keluarga.
f. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum. Dalam
proses sidang pengadilan, sangat minim kesempatan istri untuk
mengungkapkan kekerasan yang dialaminya. Hal ini juga terlihat dari
minimnya KUHAP membicarakan mengenai hak dan kewajiban istri sebagai
korban, karena posisi dia hanya sebagai saksi pelapor atau saksi korban. Hal
ini penting karena bisa jadi laporan korban kepada aparat hukum dianggap
bukan sebagai tindakan kriminal tapi hanya kesalahpahaman dalam keluarga
(Pangemanan 1998 dalam Alimi, R., & Nurwati, N., 2021).

Menurut Bonaparte 2012 dalam Alimi, R., & Nurwati, N., 2021, ada
beberapa hambatan dalam penangan dan perlindungan korban KDRT, misalnya
korban mencabut pengaduan dengan berbagai alasan, misalnya demi keutuhan
keluarga atau kondisi psikologis anak, korban secara ekonomi tergantung pada
pelaku, korban takut ancaman dari pelaku/ suami, dan adanya campur tangan
pihak keluarga atau alasan budaya/adat/norma agama. Kurangnya bukti, yang
disebabkan beberapa hal, misalnya menghindari anak sebagai saksi, mengingat
kondisi psikologis anak dan dampaknya; menjaga netralitas saksi dalam
lingkungan rumah tangga; korban tidak langsung melapor setelah kejadian
sehingga terjadi kesulitan ketika melakukan visum; penelantaran ekonomi karena
pelaku tidak mempunyai pekerjaan/ penghasilan (Susiana 2020 dalam Alimi, R.,
& Nurwati, N., 2021).

4. Dampak kekerasan terhadap kesehatan reproduksi


Kesehatan reproduksi menurut ICPD 1994 dalam Sutrisminah, E. 2023, adalah
suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas
dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem
reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.
Sehubungan dengan dampak tindak kekerasan terhadap kehidupan seksual dan
reproduksi perempuan, penelitian yang dilakukan oleh Rance (1994) yang dikutip
oleh Heise, Moore dan Toubia (1995) kekerasan dan dominasi laki-laki dapat
membatasi dan membentuk kehidupan seksual dan reproduksi perempuan. Selain itu,
laki-laki juga sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan tentang alat
kontrasepsi yang dipakai oleh pasangannya. Selanjutnya penelitian yang dilakukan di
Norwegia oleh Schei dan Bakketeig (1989) yang dikutip oleh Heise, Moore dan
Toubia (1995) juga menyatakan bahwa perempuan yang tinggal dengan pasangan
yang suka melakukan tindak kekerasan menunjukkan masalah-masalah ginekologis
yang lebih berat ketim-bang dengan yang tinggal dengan pasangan/suami normal;
bahkan problem ginekologis ini bisa berlanjut dalam rasa sakit terus-menerus.
Tindak kekerasan terhadap istri perlu diungkap untuk mencari alternatif
pemberdayaan bagi istri agar terhindar dari tindak kekerasan yang tidak semestinya
terjadi demi terwujudnya hak perempuan untuk memperoleh kesehatan reproduksi
yang sehat.
Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak hamil
mengalami gangguan menstruasi seperti menorrhagia, hipomenorrhagia atau
metrorhagia bahkan wanita dapat mengalami menopause lebih awal, dapat
mengalami penurunan libido, ketidakmampuan mendapatkan orgasme, akibat tindak
kekerasan yang dialaminya.
Di seluruh dunia satu diantara empat perempuan hamil mengalami kekerasan
fisik dan seksual oleh pasangannya. Pada saat hamil, dapat terjadi keguguran /
abortus, persalinan imatur dan bayi meninggal dalam rahim.
Pada saat bersalin, perempuan akan mengalami penyulit persalinan seperti
hilangnya kontraksi uterus, persalinan lama, persalinan dengan alat bahkan
pembedahan. Hasil dari kehamilan dapat melahirkan bayi dengan BBLR, terbelakang
mental, bayi lahir cacat fisik atau bayi lahir mati.
Dampak lain yang juga mempengaruhi kesehatan organ reproduksi istri dalam
rumah tangga diantaranya adalah perubahan pola fikir, emosi dan ekonomi keluarga
yaitu:
a. Dampak terhadap pola fikir istri: tindak kekerasan juga berakibat
mempengaruhi cara berfikir korban, misalnya tidak mampu berfikir secara
jernih karena selalu merasa takut, cenderung curiga (paranoid), sulit
mengambil keputusan, tidak bisa percaya kepada apa yang terjadi. Istri yang
menjadi korban kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik dan mental dua
kali lebih besar dibandingkan yang tidak menjadi korban termasuk tekanan
mental, gangguan fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi penyakit menular
b. Dampak terhadap ekonomi keluarga: dampak lain dari tindakan kekerasan
meskipun tidak selalu adalah persoalan ekonomi, menimpa tidak saja
perempuan yang tidak bekerja tetapi juga perempuan yang mencari nafkah.
Seperti terputusnya akses ekonomi secara mendadak, kehilangan kendali
ekonomi rumah tangga, biaya tak terduga untuk hunian, kepindahan,
pengobatan dan terapi serta ongkos perkara.
c. Dampak terhadap status emosi: istri dapat mengalami depresi,
penyalahgunaan/pemakaian zat-zat tertentu (obat-obatan dan alkohol),
kecemasan, percobaan bunuh diri, keadaan pasca trauma dan rendahnya
kepercayaan diri.

Perjuangan penghapusan KDRT berangkat dari fakta banyaknya kasus KDRT


yang terjadi dengan korban mayoritas perempuan dan anak-anak. Hal ini berdasarkan
sejumlah temuan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) dari berbagai organisasi penyedia layanan korban kekerasan antara lain:
a. Dari sisi hukum, ketiadaan sanksi yang tegas dan membuat jera
pelaku telah melanggengkan kekerasan atau kejahatan di masyarakat.
Seperti pelaku pemerkosaan yang dihukum ringan, pelaku perzinaan
yang malah dibiarkan, dan lain lain. Dari sisi sosial-budaya, gaya
hidup hedonistik yang melahirkan perilaku permisif, kebebasan
berperilaku dan seks bebas, telah menumbuh-suburkan perilaku
penyimpangan seksual seperti homoseksual, lesbianisme dan
hubungan seks disertai kekerasan.

b. Dari sisi pendidikan, menggejalanya kebodohan telah memicu


ketidakpahaman sebagian masyarakat mengenai dampak-dampak
kekerasan dan bagaimana seharusnya mereka berperilaku santun. Ini
akibat rendahnya kesadaran pemerintah dalam penanganan pendidikan,
sehingga kapitalisasi pendidikan hanya berpihak pada orang-orang
berduit saja. Lahirlah kebodohan secara sistematis pada masyarakat
dan kemerosotan pemikiran masyarakat, sehingga perilakupun berada
pada derajat sangat rendah.

Untuk persoalan ini, dibutuhkan penerapan hukum yang menyeluruh oleh


negara. Kalau tidak akan terjadi ketimpangan. Sebagai contoh sulit untuk
menghilangkan pelacuran, kalau faktor ekonomi tidak diperbaiki. Sebab, tidak sedikit
orang melacur karena persoalan ekonomi. Kekerasaan dalam rumah tangga, kalau
hanya dilihat dari istri harus mengabdi kepada suami, pastilah timpang. Padahal
dalam Islam, suami diwajibkan berbuat baik kepada istri. Kekerasaan yang dilakukan
oleh suami seperti menyakiti fisiknya bisa diberikan sanksi diyat. Disinilah letak
penting tegaknya hukum yang tegas dan menyeluruh.

Menurut pasal 11 UU PKDRT, pemerintah bertanggung jawab dalam upaya


pencegahan kekerasan dalam rumah tangga dan menurut pasal 12 ayat (1)
menyelenggarakan advokasi dan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga
juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun, nyatanya, sosialisasi dan advokasi
kekerasan dalam rumah tangga masih minim. Masih banyak masyarakat yang belum
mengetahui apalagi memahami UU PKDRT, bahkan di kalangan aparat penegak
hukum masih timbul berbagai persepsi.
Di samping itu, diperlukan sosialisasi yang memadai bagi masyarakat luas,
terutama bagi para pihak yang berpotensi melakukan KDRT, sebagai upaya
pencegahan. Bagi pihak yang mungkin menjadi korban KDRT, sosialisasi perlu, agar
bila terjadi KDRT, ia dapat memperbaiki nasibnya karena telah mengetahui hak-
haknya.

UU PKDRT perlu direvisi pada bagian-bagian yang rancu dan perlu


penambahan jenis kekerasan, seperti kekerasan ekonomi dan kekerasan sosial. Selain
itu, diperlukan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang tidak sejalan dengan
napas kesetaraan gender, antara lain dengan merevisi UU Perkawinan, agar peraturan
perundang-undangan bisa saling mendukung dan tidak saling bertentangan, supaya
UU PKDRT dapat dirasakan efektivitasnya.

Penegakan hukum UU PKDRT tidak akan terlepas dari penegakan hukum


pada umumnya. Apabila negara tidak dapat menciptakan supremasi hukum,
perlindungan yang diatur dalam UU PKDRT hanya akan berupa law in book (teori)
belaka, sedangkan dalam law in action (praktik) akan sulit terwujud. Oleh karena itu,
supremasi hukum harus ditegakkan, Sutrisminah, E. (2023).

5. Asuhan keperawatan yang dapat diberikan untuk menolong kaum perempuan dari
tindak kekerasan dalam rumah tangga
Asuhan keperawatan yang dapat diberikan untuk menolong kaum perempuan
dari tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah
a. Merekomendasikan tempat perlindungan seperti crisis center, shelter dan one
stop crisis center.
b. Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik
korban. Disini perawat dapat berperan dengan fokus meningkatkan harga diri
korban, memfasilitasi ekspresi perasaan korban, dan meningkatkan
lingkungan sosial yang memungkinkan.
c. Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.
d. Melatih kader-kader (LSM) untuk mampu menjadi pendampingan korban
kekerasan.
e. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak kekerasan
dalam rumah tangga sebagai bekal perawat untuk mendampingi korban,
Sutrisminah, E. (2023).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang, terutama perempuan, yang menyebabkan penderitaan fisik, seksual,
psikologis, atau penelantaran dalam lingkup rumah tangga. KDRT dapat berupa
kekerasan fisik, psikis, seksual, atau penelantaran rumah tangga. Faktor penyebab
KDRT antara lain ketidakseimbangan kekuasaan antara suami dan istri,
ketergantungan ekonomi, kekerasan sebagai alat penyelesaian konflik, persaingan
antara suami dan istri, frustasi, dan kurangnya kesempatan bagi perempuan dalam
proses hukum. KDRT juga memiliki dampak negatif terhadap kesehatan reproduksi
perempuan, seperti gangguan menstruasi, komplikasi kehamilan dan persalinan, dan
perubahan pola pikir, emosi, dan ekonomi keluarga. Upaya penghapusan KDRT
perlu dilakukan dengan memperhatikan perlindungan korban, pemahaman hukum,
pemberdayaan perempuan, dan pencegahan KDRT.

B. Saran
Sebagai seorang perawat diharapkan lebih meningkatkan kemampuan dalam
mendengarkan dan memberikan dukungan emosional, menjaga kerahasian, serta
melakukan pendekatan sosial pada korban. Sehingga kita bisa dikatakan sebagai
perawat professional dan di percaya oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Alimi, R., & Nurwati, N. (2021). Faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
terhadap perempuan. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
(JPPM), 2(1), 20-27. Diakses pada tanggal 19 Mei 2023 pada Pukul 22.40 Wita
dengan Website
http://journal.unpad.ac.id/jppm/article/view/33434
Sutrisminah, E. (2023). Dampak kekerasan pada istri dalam rumah tangga terhadap kesehatan
reproduksi. Majalah Ilmiah Sultan Agung, 50(127), 23-34. Diakses pada tanggal 19
Mei 2023 pada Pukul 22.30 Wita dengan Website

https://jurnal.unissula.ac.id/index.php/majalahilmiahsultanagung/article/view/62

Anda mungkin juga menyukai