Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

MAKALAH TENTANG KEKERASAN PADA PEREMPUAN


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Maternitas

Dosen Pengampu :
Reni Suherman, S.Kep., Ners., M.Kep., Sp.Kep., Mat

Disusun Oleh
Risda Iskandar (C1AB23140)
Irvan Febrianto (C1AB23096)
Endi Ramdani (C1AB23080)
Asep Ansor (C1AB23062)

PROGRAM STUDI RPL ANGKATAN-2


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan Rahmatdan Ridho
Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Maternitas yang berjudul “MAKALAH TENTANG
KEKERASAN PADA PEREMPUAN”

Semoga Makalah ini dapat menambah wawasan kita semua dan dapat memenuhi
kriteria tugas yang diberikan serta dapat menjadi nilai tambah untuk saya.Tak ada yang
sempurna, begitu pula dengan penulisan makalah ini. Dalam kesempatan ini saya mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang sudah terlibat dalam penyusunan makalah ini terutama
kepada para dosen mata kuliah Maternitas.

Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada


bagian isi. Penulis menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan
makalah, apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, saya memohon maaf. Oleh
sebab itu penulis menerima kritik positif dari pembaca sebagai perbaikan bagi penulis dimasa
yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfat, Akhir kata penulis ucapkan. Terima Kasih.

Sukabumi, 15 Oktober 2023

Penyusun

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
B. Tujuan...................................................................................................................................... 2
C. Manfaat.................................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................... 3
A. Kekerasan Terhadap Rumah Tangga Dan Remaja Putri.................................................... 3
B. Kekerasan Pada Masa Kehamilan ......................................................................................... 8
C. Kehamilan Pada Remaja ...................................................................................................... 13
D. Seksualitas Pada Remaja ...................................................................................................... 27
E. Menjadi Orang Tua Pada Masa Remaja ............................................................................ 30
BAB III PENUTUP .......................................................................................................................... 32
A. Kesimpulan ............................................................................................................................ 32
B. Saran ...................................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering menjadi
bahan perbincangan setiap orang. Perempuan sering kali menjadi korban diskriminasi,
pelecehan, dan menjadi obyek kekerasan. Biasanya kekerasan yang terjadi identik
dengan kekerasan fisik seperti penganiayaan dan juga kekerasan seksual seperti
pemerkosaan. Akan tetapi pada kenyataannya kekerasaan tersebut tidak hanya berupa
kekerasan fisik saja melainkan juga merupakan kekerasan psikis korban atau kekerasan
mental. Perempuan yang menjadi korban kekerasan umumnya berusia antara 21 keatas
dan berasal dari berbagai golongan, misalnya: ibu rumah tangga, pebisnis, dosen, dan
pejabat public.

Perempuan yang menjadi korban kekerasan sering dianggap sebagai pihak yang
disalahkan di kalangan masyarakat padahal mereka hanyalah korban. Keberadaan
mereka sampai saat ini masih terpinggirkan dan cendrung dikucilkan. Dengan
perlakuan yang demikian, masih mampukah mereka mempertahankan eksistensi
dirinya? Mengingat lingkungan mereka sendiri telah memandang sebelah mata
terhadap mereka. Manakala masyarakat seringkali mengabaikan korban kekerasan
terhadap perempuan, dan pada kenyataannya mereka diasingkan di lingkunganya.
Berdasarkan hasil observasi awal peneliti, korban kekerasan ini mengalami gangguan
pada konsep dirinya mengingat perlakuan yang dilakukan oleh suaminya dan
lingkungan sekitarnya, sehingga mereka memerlukan tempat mereka bisa bergantung.

Dari banyaknya kasus kekerasan yang terjadi menunjukkan bahwa masih


kurangnya perlindungan dari Pemerintah terhadap warga negaranya. Sedangkan
harusnya Negara berperan untuk memberikan perlindungan terhadap semua warga
negaranya tanpa ada diskriminasi. Hal tersebut tercermin dalam munculnya Undang-
undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
atau yang dikenal dengan UU PKDRT. Undang-undang PKDRT dibuat dengan tujuan
untuk melindungi hak-hak hidup perempuan dan menghapuskan diskriminasi terhadap
perempuan dalam konteks perkawinan dan keluarga.

1
Banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi, Women’s Crisis
Center Nurani Perempuan hadir untuk membantu perempuan korban kekerasan. Nurani
Perempuan akan memberikan layanan pendampingan kepada korban. Salah satu
layanan yang diberikan oleh Women’s Crisis Center Nurani Perempuan adalah
Komunikasi Interpersonal atau komunikasi yang dilakukan antara konselor dengan
korban secara tatap muka. Komunikasi interpersonal yang dilakukan terhadap korban
kekerasan dalam rumah tangga atau yang sering kita kenal dengan korban KDRT
tentunya sangat berbeda dengan komunikasi dengan masyarakat biasa. Hal ini
mengharuskan lembaga dan korban melakukan penyesuaian diri dalam pendekatannya,
sehingga akan membantu komunikasi yang baik dengan korban KDRT. Komunikasi
interpersonal yang dilakukan oleh Women’s Crisis Center Nurani Perempuan dalam
membantu korban kekerasan dalam rumah tangga yaitu melalui konseling.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan kekerasan apa saja yang bisa terjadi pada
perempuan.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami kekerasan terhadap rumah tangga dan
remaja putri
2. Mahasiswa mampu memahami Kekerasan pada masa kehamilan
3. Mahasiswa mampu memahami Kehamilan pada remaja
4. Mahasiswa mampu memahami Seksualitas pada remaja
5. Mahasiswa mampu memahami Menjadi orang tua pada masa remaja

C. Manfaat
a. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Dapat menjadi bahan/referensi bagi perpustakaan dan pedoman atau acuan
untuk pembuatan makalah selanjutnya.
b. Bagi Penulis
Menambah wawasan mengenai kekerasan apa saja yang bisa terjadi pada
perempuan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kekerasan Terhadap Rumah Tangga Dan Remaja Putri


Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orangtua, atau pasangan. KDRT
merupakan masalah rumah tangga sehingga merupakan aib apabila permasalahan
rumah tangganya diketahui oleh lingkungan sekitar. Kadangkala lingkungan kurang
tanggap terhadap kejadian KDRT di sekitarnya dengan alasan KDRT merupakan
masalah domestik sehingga apabila ada kejadian KDRT orang lain tidak perlu campur
tangan. Padahal dampak KDRT sangat besar baik bagi si korban maupun keluarganya.
KDRT dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, di antaranya: Kekerasan fisik,
penggunaan kekuatan fisik; kekerasan seksual, setiap aktivitas seksual yang
dipaksakan; kekerasan emosional, tindakan yang mencakup ancaman, kritik dan
menjatuhkan yang terjadi terus menerus; dan mengendalikan untuk memperoleh uang
dan menggunakannya.
Berdasarkan Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang PKDRT pada pasal 1
butir 1 menyebutkan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Demikian juga
pada pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang
ini meliputi (a) Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri); (b) Orang-
orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud
dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan
perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan);
dan/atau (c) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).
1. Bentuk – bentuk KDRT
Lau dan Kosberg, (1984) melalui studinya menegaskan bahwa ada empat tipe
kekerasan, di antaranya
1) kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau
luka berat (Pasal 6). Adapun kekerasan fisik dapat diwujudkan dengan perilaku

3
di antaranya: menampar, menggigit, memutar tangan, menikam, mencekek,
membakar, menendang, mengancam dengan suatu benda atau senjata, dan
membunuh. Perilaku ini sungguh membuat korban kdrt menjadi trauma dalam
hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman.
2) kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7). Adapun tindakan
kekerasan psikis dapat ditunjukkan dengan perilaku yang mengintimidasi dan
menyiksa, memberikan ancaman kekerasan, mengurung di rumah, penjagaan
yang berlebihan, ancaman untuk melepaskan penjagaan anaknya, pemisahan,
mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus.
3) kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan
seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial
dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual meliputi (pasal 8): (a) Pemaksaan
hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup
rumah tangga tersebut; (b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang
dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial
dan/atau tujuan tertentu.
4) penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku
bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara
membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar
rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9).
Penelantaran rumah tangga dapat dikatakan dengan kekerasan ekonomik yang
dapat diindikasikan dengan perilaku di antaranya seperti : penolakan untuk
memperoleh keuangan, penolakan untuk memberikan bantuan yang bersifat
finansial, penolakan terhadap pemberian makan dan kebutuhan dasar, dan
mengontrol pemerolehan layanan kesehatan, pekerjaan, dan sebagainya.
2. Faktor Terjadinya KDRT

4
Zastrow & Browker (1984) menyatakan bahwa ada tiga teori utama yang
mampu menjelaskan terjadinya kekerasan, yaitu teori biologis, teori frustasi- agresi,
dan teori kontrol.
1) Teori biologis menjelaskan bahwa manusia, seperti juga hewan, memiliki suatu
instink agressif yang sudah dibawa sejak lahir.
2) Teori frustasi-agresi menyatakan bahwa kekerasan sebagai suatu cara untuk
mengurangi ketegangan yang dihasilkan situasi frustasi. Teori ini berasal dari
suatu pendapat yang masuk akal bahwa sesorang yang frustasi sering menjadi
terlibat dalam tindakan agresif. Orang frustasi sering menyerang sumber
frustasinya atau memindahkan frustasinya ke orang lain. Diakui bahwa sebagian
besar tindakan agresif dan kekerasan nampak tidka berkaitan dengan frustasi.
Misalnya, seorang pembunuh yang pofesional tidak harus menjadi frustasi
untuk melakukan penyerangan. Teori ini menjelaskan bahwa orang-orang yang
hubungannya dengan orang lain tidak memuaskan dan tidak tepat adalah mudah
untuk terpaksa berbuat kekerasan ketika usaha-usahnya untuk berhubungan
dengan orang lain menghadapi situasi frusstasi. Teori ini berpegang bahwa
orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan orang lain yang sangat berarti
cenderung lebih mampu dengan baik mengontrol dan mengendalikan
perilakunya yang impulsif. Travis Hirschi memberikan dukungan kepada teori
ini melalu temuannya bahwa remaja putera yang memiliki sejarah prilaku
agresif secara fisik cenderung tidak memiliki hubungan yang dekat dengan
orang lain.
3) Teori ini menjelaskan bahwa crang-orang yang hubungannya dengan orang lain
tidak memuaskan dan tidak tepat adalah mudah untuk terpaksa berbuat
kekerasan ketika usaha-usahnya untuk berhubungan denganoranglain
menghadapi situasi frustasi. Teoriini berpegang bahwa orang-orang yang
memiliki hubungan erat dengan orang lain yang sangat berarti cenderung leblh
mampu dengan baik mengontrol dan mengendaiikan
perilakunya yang impulsif.
3. Dampak KDRT
1) Dampak KDRT terhadap perempuan
Mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya, trauma berkepanjangan.
2) Dampak KDRT terhadap anak
5
Adapun dampak KDRT secara rinci akan dibahas berdasarkan tahapan
perkembangannya sebagai berikut:
a. Dampak terhadap Anak berusia bayi
Bayi yang menjadi korban KDRT akan mengalami ketidaknormalan dalam
pertumbuhan dan perkembangannya yang sering kali diwujudkan dalam
problem emosinya, bahkan sangat terkait dengan persoalan kelancaran
dalam berkomunikasi.
b. Dampak terhadap anak kecil
Dampak KDRT terhadap anak usia muda (anak kecil) sering digambarkan
dengan problem perilaku, seperti seringnya sakit, memiliki rasa malu yang
serius, memiliki self-esteem yang rendah, dan memiliki masalah selama
dalam pengasuhan, terutama masalah sosial, misalnya : memukul,
menggigit, dan suka mendebat.
c. Dampak terhadap Anak usia pra sekolah
KDRT berdampak terhadap kompetensi perkembangan sosial-kognitif anak
usia prasekolah.
d. Dampak terhadap Anak usia SD
Kelompok anak-anak yang secara historis mengalami kekerasan dalam
rumah tangganya cenderung mengalami problem perilaku pada tinggi batas
ambang sampai tingkat berat, memiliki kecakapan adaptif di bawah rata-
rata, memiliki kemampuan membaca di bawah usia kronologisnya, dan
memiliki kecemasan pada tingkat menengah sampai dengan tingkattinggi.
e. Dampak Terhadap Remaja
kekerasan yang ada dalam rumah tangga, tidak sepenuhnya kekerasan itu
berdampak kepada semua anak remaja, tergantung ketahanan mental dan
kekuatan pribadi anak remaja tersebut. Dari banyak penelitian
menunjukkan bahwa konflik antar kedua orangtua yang disaksikan oleh
anak-anaknya yang sudah remaja cenderung berdampak yang sangat berarti,
terutama anak remaja pria cenderung lebih agresif, sebaliknya anak remaja
wanita cenderung lebih dipresif.
3) Penanganan korban KDRT
Pada hakekatnya secara psikologis dan pedagogis ada dua pendekatan yang
dapat dilakukan untuk menangani KDRT, yaitu pendekatan kuratif dan
preventif.
6
a. Pendekatan kuratif
a) Menyelenggarakan pendidikan orangtua untuk dapat menerapkan cara
mendidik dan memperlakukan anak-anaknya secara humanis.
b) Memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga untuk
secepatnya melaporkan ke pihak lain yang diyakini sanggup
memberikan pertolongan, jika sewaktu-waktu terjadi KDRT.
c) Mendidik anggota keluarga untuk menjaga diri dari perbuatan yang
mengundang terjadinya KDRT.
d) Membangun kesadaran kepada semua anggota keluarga untuk takut
kepada akibat yang ditimbulkan dari KDRT.
e) Membekali calon suami istri atau orangtua baru untuk menjamin
kehidupan yang harmoni, damai, dan saling pengertian, sehingga dapat
terhindar dari perilaku KDRT.
f) Melakukan filter terhadap media massa, baik cetak maupun elektronik,
yang menampilkan informasi kekerasan.
g) Mendidik, mengasuh, dan memperlakukan anak sesuai dengan jenis
kelamin, kondisi, dan potensinya.
h) Menunjukkan rasa empati dan rasa peduli terhadap siapapun yang
terkena KDRT, tanpa sedikitpun melemparkan kesalahan terhadap
korban KDRT.
i) Mendorong dan menfasilitasi pengembangan masyarakat untuk lebih
peduli dan responsif terhadap kasus-kasus KDRT yang ada di
lingkungannya.
b. Pendekatan Preventif
a) Memberikan sanksi secara edukatif kepada pelaku KDRT sesuai dengan
jenis dan tingkat berat atau ringannya pelanggaran yang dilakukan,
sehingga tidak hanya berarti bagi pelaku KDRT saja, tetapi juga bagi
korban dan anggota masyarakat lainnya.
b) Memberikan incentive bagi setiap orang yang berjasa dalam
mengurangi, mengeliminir, dan menghilangkan salah satu bentuk
KDRT secara berarti, sehingga terjadi proses kehidupan yang tenang
dan membahagiakan.

7
c) Menentukan pilihan model penanganan KDRT sesuai dengan kondisi
korban KDRT dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam keluarga, sehingga
penyelesaiannya memiliki efektivitas yang tinggi.
d) Membawa korban KDRT ke dokter atau konselor untuk segera
mendapatkan penanganan sejak dini, sehingga tidak terjadi luka dan
trauma psikis sampai serius.
e) Menyelesaikan kasus-kasus KDRT yang dilandasi dengan kasih sayang
dan keselamatan korban untuk masa depannya, sehingga tidak
menimbulkan rasa dendam bagi pelakunya.
f) Mendorong pelaku KDRT untuk sesegera mungkin melakukan
pertaubatan diri kepada Allah swt, akan kekeliruan dan kesalahan dalam
berbuat kekerasan dalam rumah tangga, sehingga dapat menjamin rasa
aman bagi semua anggota keluarga.
g) Pemerintah perlu terus bertindak cepat dan tegas terhadap setiap praktek
KDRT dengan mengacu pada UU tentang PKDRT, sehingga tidak
berdampak jelek bagi kehidupan masyarakat. Pilihan tindakan preventif
dan kuratif yang tepat sangat tergantung pada kondisi riil KDRT,
kemampuan dan kesanggupan anggota keluarga untuk keluar dari
praketk KDRT, kepedulian masyarakat sekitarnya, serta ketegasan
pemerintah menindak praktek KDRT yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat.

B. Kekerasan Pada Masa Kehamilan


Perempuan korban kekerasan berasal dari berbagai latar belakang usia,
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, agama dan suku. Biasanya korban sulit memahami
dirinya sendiri dan merasa tidak dihargai, cemas yang tinggi, tidak ada waktu untuk
dirinya beristirahat, terisolasi hingga kehilangan kontak dengan keluarga atau
temannya, merasa bersalah, percaya diri yang rendah, menerima kekerasan dengan
harapan dapat mengubah pasangannya, emosi korban seperti anak kecil, kurang
berkomunikasi, depresi, mengalami masalah seksual, memukuli anaknya sendiri
sebagai respon penderitaan yang dialaminya.
Adapun menurut Lodermilk et al., 2000 kekerasan selama kehamilan meningkat
dengan alasan:

8
a. Stres biopsikososial selama kehamilan mengganggu hubungan serta kemampuan
koping suami-istri, suami frustasi dan akhirnya melakukan kekerasan
b. Suami cemburu dengan janin yang dikandung pasangannya, dan menjadikan
pasangan sebagai sasaran kemarahannya
c. Suami marah pada janin yang belum lahir atau pada pasangannya,
d. Kekerasan dilakukan suami karena bingung, tidak siap menjadi ayah dan ingin
mengakhiri kehamilan pasangannya.

Beberapa studi menurut Jeanjot dan Rozenberg (2008) menunjukkan bahwa


kondisi hamil adalah kondisi krisis, karena ibu mengalami perubahan body image,
tuntutan ekonomi yang meningkat, serta kurangnya frekuensi hubungan sexual, hal
diatas membuat ibu menjadi lebih peka, tegang dan gampang emosi sehingga
menimbulkan ketegangan yang akhirnya muncul tindakan kekerasan.

1. Dampak terhadap Kehamilan


Perempuan yang mengalami kekerasan selama kehamilannya, dapat
berdampak pada kesehatan fisik dan mentalnya, contohnya perempuan yang
mengalami kekerasan selama kehamilan mengalami depresi 2,5 kali lebih banyak
dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami kekerasan selama hamil.
Gangguan mental ini jika dialami oleh korban akan menjadi penyebab munculnya
keinginan untuk megakhiri kehidupan, menolak kehamilannya serta muncul
keinginan untuk melukai anaknya. Penelitian lain juga membuktikan bahwa
pemukulan selama kehamilan meningkatkan risiko terjadinya abortus spontan,
persalinan premature dan berat badan bayi lahir rendah dua kali lebih tinggi
dibandingkan ibu yang tidak mengalami kekerasan selama hamil (Lestari, 2017).
Menurut Beckman, Ling, Barzansky et. al (2010) dan Records (2011),
dampak lain dari kekerasan selama kehamilan antara lain adalah ibu lebih sering
mendapatkan multiple injury terutama pada muka, bahu, pantat, perut dan payudara.
Ibu juga cenderung terlambat memeriksakan kehamilan, tidak menepati janji
pertemuan dnegan tim kesehatan. Hal ini disebabkan karena suami tidak
mengijinkan ibu memeriksakan kehamilannya di pelayanan kesehatan dengan
tujuan menyembunyikan tanda-tanda kekerasan agar tidak diketahui tenaga
kesehatan. Ibu juga sering mengalami penyakit infeksi menular seksual dan berisiko
mengalami depresi post partum.

9
Perempuan yang mendapat perilaku kekerasan semasa kehamilan biasanya
cenderung mudah untuk menyakiti diri sendiri serta janinnya dengan cara apapun,
contohnya menjadi perokok, dan mengkonsumsi minuman keras, hal tersebut
merupakan bentuk pelampiasan dan pengalihan mereka untuk mengatasi tekanan
mental yang mereka alami. Distress emosional yang semakin menjadi akan
berujung terjadinya keinginan untuk mengakhiri kehidupan, menolak kehamilannya
serta keinginan untuk melakukan tindak kekerasan pada anaknya (Safari, 2015).
2. Gambaran respond dan koping ibu hamil yang mengalami KDRT
Menurut Stuart & Sundeen (2000), koping adalah setiap upaya yang
diarahkan pada pelaksanaan stress termasuk upaya dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri dari masalah. Keliat (2007) mendefinisikan
mekanisme koping merupakan suatu cara yang diambil oleh seseorang untuk
menyelesaikan masalah yang dialaminya, membantu dirinya melewati proses
perubahan, tanggap akan situasi yang mengancam.
Bentuk mekanisme koping terbagi menjadi dua yaitu mekanisme koping
adaptif dan mekanisme koping maladaptif. Stuart berpendapat bahwa mekanisme
koping adaptif merupakan suatu bentuk yang mendukung fungsi peningkatan
integrasi, dan pertumbuhan dalam mencapai suatu tujuan. Kategorinya yaitu
bagaimana bentuk komunikasi yang baik dengan seseorang, cara mengatasi
masalah yang lebih baik, menerapkan mekanisme teknik relaksasi dalam
mengontrol emosi, keseimbangan jasmani dan rohani, serta aktifitas yang lebih
bermanfaat. Sedangkan bentuk mekanisme koping maladaptif yaitu bentuk koping
kebalikan dari mekanisme adaptif, seperti menghambat fungsi peningkatan
integrasi, memecah belah pertumbuhan, penurunan otonomi diri dan cenderung
menguasai lingkungan. Kategorinya yaitu mengalihkan diri pada makan berlebihan
atau malah memilih untuk tidak makan, bekerja yang berlebihan, dan lebih banyak
memilih untuk menghindar (Stuart dan Sundeen, 2012).
Ada beberapa sumber koping pada ibu hamil yaitu meliputi : sumber internal,
dan sumber eksternal. Mekanisme koping yang berasal dari sumber internal dapat
dipengaruhi dari karakter seseorang, yang meliputi status kesehatan, bentuk
kepercayaan dari seseorang termasuk kepercayaan ekstensial (iman, dan
keyakinan), sebuah komitmen untuk mencapai tujuan hidup, harga diri,
pengontrolan diri dan kemahiran, pengetahuan, kemampuan dalam memecahkan
masalah, dan kemampuan sosial (kemampuan untuk berkomunikasi dan
10
berinteraksi dengan orang lain). Sedangkan mekanisme koping yang bersumber
eksternal dapat berupa dukungan social yang diterima seseorang.
Bentuk sumber eksternal yang paling penting yaitu adanya dukungan social
yang memiliki 3 kategori sebagai berikut : pertama, kategori informasi yang dapat
menumbuhkan seseorang merasa percaya diri bahwa dirinya diinginkan dan dicintai
(dukungan emosional); kedua, kategori informasi yang dapat menumbuhkan rasa
percaya diri bahwa dirinya diakui dan dihargai (dukungan harga diri); ketiga,
kategori informasi yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri bahwa dirinya
merupakan sebagian dari jaringan komunitas sehingga saling berketergantungan.
Pada ibu korban kekerasan selama hamil biasanya dikelompokkan sebagai
kehamilan beresiko tinggi sebab mengalami kecemasan yang tinggi, depresi,
minum alcohol dan menyalahgunakan obat, serta tidak adekuat perawatan prenatal.
Remaja yang hamil dan menjadi korban kekerasan, biasanya mengalami risiko
terjadinya trauma fisik dan psikologi berulang dan potensial melakukan kekerasan
pada anak. Pemahaman yang mendalam tentang kondisi fisik, dan psikososial ibu
hamil akan dapat memberikan pengertian tentang situasi serta kondisi ibu hamil
korban kekerasan selama kehamilan.
3. Peran Perawat Maternitas Terhadap Perempuan Hamil yang Mengalami Kekerasan
dalam Rumah Tangga
Saat ini dedikasi perawat maternitas merupakan tenaga kesehatan yang
professional di bidang maternitas dan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan
untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien pada masa kehamilan,
persalinan dan masa nifas sesuai kebutuhannya.
Untuk mewujudkan perannya sebagai pemberi asuhan keprawatan pada
bidang maternitas tentunya memerlukan pendekatan pada setiap proses
keperawatan secara sistematis sehingga dapat menuntun perempuan korban
kekerasan dalam mencapai keinginan dan harapannya. Proses keperawatan yang
harus dilakukan berupa keterampilan dalam melakukan anamnesa dan proses
mendekatkan diri kepada korban sehingga membuat mereka merasa percaya
sehingga mau menceritakan pengalaman kekerasan yang mereka alami. Mampu
memberikan rasa nyaman dan membangun hubungan saling percaya. Selain itu juga
perlu memberikan penjelasan pada korban bahwa dengan memilih untuk
menyembunyikan atau menutup diri tidak akan menyelesaikan permasalahan.

11
Seorang perawat maternitas juga memiliki peran yang besar dalam
melindungi keselamatan, kesehatan dan juga kesejahteraan perempuan termasuk
keluarganya dalam bentuk kesejahteraan fisik dan psikososial. Peran perawat
maternitas menurut Bobak, Lowdermilk & Jensen (2013) yaitu sebagai berikut:
1) Peran sebagai pendidik (educator
2) Peran sebagai Konselor (conselor)
3) Peran perawat sebagai caregiver/provider
4) Peran perawat sebagai peneliti (Researcher)
5) Peran sebagai pembela (advocate)
4. Penerapan Konsep Teori Model Sister Callista Roy pada Pengalaman Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga pada masa Kehamilan
Konsep teori model Sister Callista Roy berfokus pada konsep adaptasi
manusia. Menurut Roy, kesehatan dan lingkungan akan saling berhubungan erat.
Manusia akan menerima stimulus dari lingkungannya secara berkelanjutan.
Selanjutnya manusia yang akan berespon sehingga bisa terjadi proses adaptasi.
Responnya dapat berbentuk adaptif ataupun dalam bentuk maladaptif. Respon
adaptif dapat meningkatkan rasa percaya diri dan menuntun manusia sampai pada
tujuan hidupnya, seperti dalam hal bertahan hidup, pertumbuhan, berkembang biak,
menguasai keadaan, serta bertransformasi. Adapun bentuk respon maladaptif yaitu
gagal dalam meraih tujuannya dan dapat menggagalkan proses menggapai tujuan
hidupnya. Proses keperawatan bertujuan untuk membantu terjadinya proses
adaptasi seseorang dengan membantu ia menghadapi lingkungannya. Hasil yang
didapat adalah berupa tercapainya tingkat kesejahteraan yang optimal (Hamid &
Kusman, 2014).
Respon yang muncul karena adanya stimulus diatasi dengan beberapa mode
adaptif. Pertamamode adaptif antara fisiologis dan fisik yang erat kaitannya tentang
bagaimana cara manusia berinteraksi dengan lingkungannya melalui tercapainya
kebutuhan dasar hidup manusia seperti oksigenasi, pemenuhan nutrisi, proses
eliminasi, kebutuhan aktivitas dan istirahat, serta rasa aman. Kedua, yaitu mode
adaptif konsep diri dan identitas merupakan suatu kelompok yang erat kaitannya
dengan kebutuhan untuk memahami persepsi diri dan bagaimana cara mereka harus
berperilaku di dalam masyarakat. Bentuk dari konsep diri yaitu secara fisik (sensasi
tubuh dan citra tubuh) dan secara personal (konsistensi diri, ideal diri, dan moral-
etik-spiritual diri). Ketiga, yaitu mode adaptif fungsi peran yang digambarkan
12
sebagai peran primer, sekunder, dan tersier yang menjadi ciri khas individu di dalam
masyarakat. Peran merupakan wujud yang ditampilkan seseorang saat mereka
berperilaku kepada orang lain. Keempat, yaitu mode adaptif interdependensi yang
menggambarkan hubungan timbal balik seseorang atau kelompok dalam
masyarakat, bagaimana cara mereka seharusnya menyampaikan dan menerima
perasaan cinta, kasih sayang, dan saling menghormati. Komponen yang paling
penting dalam sistem adaptasi adalah orang-orang terdekat dari individu itu sendiri
(misalnya pasangan, anak, teman, atau Tuhan) serta sistem dukungan sosial lainnya.

C. Kehamilan Pada Remaja


Kehamilan remaja merupakan fenomena internasional yang belum terselesaikan
hingga sekarang. Pada tahun 2013 World Health Organization (WHO) menetapkan
tema untuk hari kependudukan dunia yaitu “Kehamilan Remaja”. Hal ini menandakan
kasus tersebut perlu diperhatikan oleh seluruh warga dunia. Secara global, diperkirakan
bahwa 16 juta anak perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan setiap tahun (WHO,
2012). Kejadian kehamilan remaja banyak terjadi di negara dengan penghasilan rendah
dan menengah, termasuk Indonesia.
Beberapa resiko yang bisa terjadi pada kehamilan diusia kurang dari 20 tahun
adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin yang terhambat.
Disisi lain bisa jadi secara mental pun wanita belum siap dalam menghadapi kehamilan
dan persalinan dan hal ini dapat berakibat dari kesadaran untuk memeriksakan diri dan
kandungan masih rendah. Di luar urusan kehamilan dan persalinan, risiko kanker leher
rahim pun meningkat akibat hubungan seks dan melahirkan sebelum usia 20 tahun
(Rohan dan Sandu, 2015).
Remaja lebih sering memiliki nutrisi prakehamilan yang buruk, diet yang buruk
selama hamil, dan masalah citra tubuh yang menempatkan mereka pada resiko nutrisi
selama hamil. Asupan nutrisi remaja seringkali minim zat besi, kalsium dan asam folat,
di mana ketiganya sangat penting untuk perkembangan otot dan tulang serta kesehatan
reproduksi. Dengan demikian anemia sangat rentan terjadi pada remaja terlebih dalam
keadaan hamil (Jhonson, 2010).
Berbeda dengan wanita usia 20-30 tahun yang dianggap ideal untuk menjalani
kehamilan dan persalinan. Direntang usia ini kondisi fisik wanita dalam keadaan prima.
Rahim sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk

13
kehamilan. umumnya secara mental pun telah lebih siap, yang tentunya akan
berdampak pada perilaku merawat dan menjaga kehamilannya secara hati-hati. Sedang
kehamilan pada usia 30-35 merupakan masa transisi , kehamilan pada usia ini masih
bisa diterima asal kondisi tubuh dan kesehatan wanita yang bersangkutan termasuk gizi
dalam keadaan baik ( Rohan dan Sandu, 2015).
Dalam menjalani proses kehamilan dan melahirkan tidak hanya kondisi fisik saja
yang harus dipertimbangkan tetapi juga harus memiliki mental yang siap. Namun jika
ditinjau dari segi psikologi, ibu yang masih berusia remaja emosionalnya belum stabil
dan ibu mudah tegang. Kehamilan dapat memperburuk pertumbuhan emosional remaja.
Usia remaja yang belum matang dan adanya ketidakstabilan emosi akan membuat
pencapaian tugas perkembangan pada masa remaja terganggu. Sementara kecacatan
kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat dalam kandungan, dan diperburuk apabila
ada rasa penolakan secara emosional ketika si ibu mengandung bayinya. Psikologi
bergantung pada keinginan ibu untuk hamil. Ibu yang menginginkan kehamilannya
dapat memperkecil resiko selama kehamilan. hal ini dapat diasumsikan bahwa seorang
ibu yang memang menginginkan kehamilannya itu akan benarbenar mempersiapkan
masa kehamilannya dan waktu persalinannya dengan baik dan cermat. Sebaliknya jika
seorang ibu tidak menginginkan kehamilannya contohnya apabila karena hamil di luar
pernikahan, maka mereka cenderung tidak peduli dengan kehamilan dan bahkan akan
menggunakan segala cara untuk menggugurkan kehamilannya (Sari, H, 2014 dalam
Kurniawati, 2018).
1. Penyebab Kehamilan Remaja
a. Pernikahan dini
Salah satu faktor penyebab kehamilan pada usia remaja adalah masih
maraknya pernikahan dini yang dilakukan di Indonesia. Pernikahan dini
merupakan fenomena yang sudah sejak lama marak terjadi di Indonesia
khususnya pada remaja di pedesaan. Fenomena ini memberikan banyak dampak
negative khususnya bagi gadis remaja. Dampak dari pernikahan dini bagi gadis
berpotensi pada kerusakan alat reproduksi, kehamilannya akan meningkatakan
resiko komplikasi medis, anatomi tubuh gadis remaja belum siap untuk proses
mengandung maupuan melahirkan dan berpotensi pada terjadinya komplikasi
berupa obstructed labour dan obstructer fistula, juga beresiko tertular penyakit
HIV ( Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2014).

14
Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh sepasang
laki-laki dan perempuan remaja. Menurut UU pernikahan NO.1 tahun 1974
pasal 7 “pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
tahun dan pihak perempuan mencapai 16 tahun”. Namun emerintah mempunyai
kebijakan tentang perilaku reproduksi manusia yang ditegaskan dalam UU
No.10 tahun 1992 yang menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan
upaya penyelengaraan keluarga berencana. Banyaknya resiko kehamilan yang
terjadi jika usia pernikahan di bawah umur 19 tahun. Dengan demikan dapat
disimpulkan bawa pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan bila
pria kurang dari 21 tahun dan perempuan kurang dari 19 tahun (Kumalasari,
2012).
Pernikahan dini tidak hanya terkait dengan persoalan kalahiran tetapi
melibatkan banyak isu lain yang sangat kompleks. Sebagai contoh perkawinan
usia dini dapat dikaitan dengan persoalan kesehatan reproduksi dan juga
maturitas, secara sosial maupun ekonomi. Dengan demikian, menyelesaikan
persoalan perkawainan dini bukan hanya terkait dengan pengendalian kelahiran
tetapi juga menyelesaikan persoalan sosial, budaya dan ekonomi (Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2014).
Pernikahan dini yang dilakukan pada usia relatif muda, sehingga tidak
ada/kurang ada kesiapan biologis, psikologis maupun sosial. Pernikahan dini
yang diselenggarakan pada rentang usia dibawah 16 tahun akan memeberikan
dampak negative pada pelaku pernikahan khususnya remaja putri. Dari
pernikahan dini ini, perempuan akan kehilangan dari kebebasannya,
kesempatan untuk membangun diri, dan hak-hak lainnya, karena baik fisik,
psikologi, maupun biologis belum mencapai kematangan sebagaimana
keberadaannya pada masa transisi (Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat, 2014).
Dari segi psikologi dan sosiologi pernikahan dini terbagi menjadi dua
kategori. Pertama pernikahan dini asli yaitu pernikahan di bawah umur yang
benar murni dilaksanakan oleh kedua pihak untuk mengindarkan diri dari dosa
tanpa danya maksud semata-mata hanya untuk menutupi perbuatan zina yang
telah dilakukan. Kedua pernikahan dini palsu sebagai kamuflase dari moralitas
yang kurang etis dari kedua mempelai. Pernikahan dini dilakukan hanya untuk
menutupi perzinaan yang pernah dilakukan oleh kedua mempelai dan berakibat
15
adanya kehamilan (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat,
2014).
Perempuan belum cukup umur disarankan jangan menikah dulu karena
organ-organ reproduksinya belum kuat untuk kehamilan atau melahirkan.
Remaja hamil beresiko 4 kali lipat mengalami luka serius dan meninggal saat
melahirkan. Negara-negara di Asia Pasifik bisa dikatakan gagal menangani
masalah remaja dan anak muda. Meski mengalami petumbuhan ekonomi dan
peningkatan pelayanan kesehatan secara keseluruhan, namun saat berbicara
tentang kesehatan dan hak seksual dan reproduksi, remaja dan anak muda masih
kurang mendapatkan informasi dan tidak terlayani (Rohan dan Sandu, 2015).
Menikah diusia muda membuat wanita secara permanen menjadi tidak
mandiri dan selalu bergantung pada suaminya. Sehingga nantinya akan
mempengaruhi status sosial dan ekonomi. Wanita yang menikah muda biasanya
tidak mendapatkan pendidikan yang cukup sehingga memotong peluang untuk
mandiri, termasuk untuk mencari pelayanan kesehatan reproduksi. Dengan
demikian mereka akan memiliki resiko lebih tinggi terpapar banyak resiko
kesehatan (Rohan dan Sandu, 2015).
Pernikahan dini yang terjadi umunya disebebakan oleh berbagai faktor,
diantaranta faktor ekonomi, pendidikan, keinginan bebas pada remaja dan
budaya yang ada di masyrakat.
a) Keinginan bebas pada remaja
Adanya dorongan rasa kemandirian gadis remaja dan keinginan bebas dari
kekangan orang tua. Hal tersebut berkaitan dengan perubahan psikologi
yang terjadi pada diri seorang remaja bahwa masa remaja sedang mengalami
masa peralihan kedudukan dari kedudukan ketergantungannya terhadap
keluarga menuju kehidupan dengan kedudukan mandiri.
b) Faktor Ekonomi
Pernikahan dni yang tejadi disebabkan karena alasan membantu pemenuhan
kebutuhan ekonomi keluarga. Faktor ini berhubungan dengan rendahnya
tingkat ekonomi keluarga. Orang tua tidak memiliki kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga sehingga orangtua memilih untuk
mempercepat pernikahan anaknya. Terlebih bagi anak perempuan sehingga
dapat membentu pemenuhan kebutuhan keluarga. Sejalan dengan hal itu,
para orang tua yang menikahkan anaknnya pada usia muda menganggap
16
bahwa dengan menikahkan anaknya, maka beban ekonomi keluarga akan
berkurang satu. Hal ini disebabkan anggapan jika anak sudah menikah,
maka akan menjadi tanggung jawab suaminya. Bahkan para orangtua
berharap jika anaknya sudah menikah, maka akan dapat membantu
kehidupan orang tuanya.
c) Faktor Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan orang tua, menyebabkan kecenderunagn
megkawinkan anaknya yang masih dibawah umur. Hal tersebut berkaitan
dengan rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan orang tua terkait
konsep remaja gadis. Pada masyarakat khususnya masyarakat pedesaan
terdapat suatu nilai dan norma yang menganggap bahwa jika suatu keluarga
memiliki seorang remaja gadis yang sudah dewasa namun belum juga
menikah dianggap sebagai aib keluarga, sehingga orangtua lebih memilih
untuk mempercepat pernikahan anak perempuannya
d) Faktor Budaya
Keberadaan budaya lokal memberi pengaruh dan peluang besar terhadap
pelaksanaan pernikahan dini, karena masyarakat tidak memberikan
pandangan negative terhadap pasangan yang melangsungkan pernikahan
meskipun pada usia dini. Secara umum dalam masyarakat yang pola
hubugan tradisional, pernikahan dipresepsikan sebagai suatu keharusan
sakral. Cara pandang tradsional terhadap perkawainan sebagai kewajiban
sosial ini, memiliki kontribusi besar terhadap fenomena kawin muda
b. Perilaku seksual remaja
Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja tidak
mampu mengendalikan rangsangan seksualnya, sehingga tergoda untuk
melakuan hubungan seks pranikah maupun terjadinya pernikahan dini. Hal ini
akan menimbulkan akibat yang dapat dirasakan bukan saja oleh pasangan,
khususnya remaja putri tetapi juga orang tua, keluarga bahkan masyarakat.
Hal ini dapat mengakibatkan kehamilan usia dini yang juga memiliki
dampak salah satunya adalah melahirkan bayi yang kurang/tidak sehat,
menambah beban ekonomi keluarga yang belum bisa dikatakan cukup,
meningkatkan remaja putus sekolah, sehingga kualitas masyarakat menurun,
meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Meningkatkan beban ekonomi
masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat menurun. Pengetahuan
17
seksual yang benar dapat memimpin seseorang ke arah prilaku seksual yang
rasional dan bertanggung jawab serta dapat membantu membuat keputusan
pribadi yang penting terkait seksualitas. Sebaliknya pengetahuan seksual yang
salah dapat mengakibatkan kesalahan presepsi masyarakat, khususnya remaja
tentang seks menjadi salah pula. Hal ini diperburuk dengan adanya berbagai
mitos mengenai seks yang berkembang di masyarakat. Akhirnya semua ini
diekspresikan dalam bentuk prilaku seksual yang buruk pula, dengan segala
akibat yang tidak diharapkan.
a) Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja yang dipaparkan oleh
Kumalasari (2012) antara lain :
1) Faktor perkembangan yang terjadi dalam diri mereka, yaitu berasal dari
keluarga di mana anak mulai tumbuh kembang.
2) Faktor luar, yaitu mencakup kondisi/pendidikan formal yang cukup
berperan terhadap perkembangan remaja dalam mencapai
kedewasaannya.
3) Faktor masyrakat yaitu adat kebiasaan, pergaulan dan perkembangan di
segala bidang khususnya teknologi yang dicapai manusia.
b) Faktor lain yang memengaruhi perilaku seksual remaja berupa hal-hal
berikut :
1) Dorongan seksual
2) Keadaan kesehatan tubuh
3) Psikis
4) Pengetahuan seksual
5) Pengalaman seksual sebelumnya
2. Antenatal Care dan Intranatal Care Pada Kehamilan Usia Remaja
a. Antenatal Care Pada Kehamilan Usia Remaja
Antenatal Care (ANC) merupakan salah satu program yang
direncanakan untuk mengobservasi, memberikan pendidikan kesehatan dan
penanganan medis pada wanita hamil. Tujuan ANC adalah untuk memonitor
kehamilan, memastikan tumbuh kembang janin yang sehat serta
mempersiapkan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi. Perilaku antenatal care ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin
dan faktor pendorong (Trisnawati, 2015).

18
Ibu dengan kehamilan remaja sebaiknya mengunjungi bidan atau tempat
pelayanan kesehatan sedini mungkin untuk mendapatkan pelayanan Antenatal
Care (ANC). Namun masih banyak penelitian yang menunjukkan bahwa ibu
dengan usia remaja memiliki kesadaran untuk melakukan pemerikaan
kehamilan yang masih rendah. Menurut Prawiroharjo (2007) dalam Trisnawati
(2015), ada beberapa faktor penyebab mengapa ibu hamil remaja tidak mau
melakukan Antenatal Care (ANC), antara lain yaitu : tingkat pendidikan dan
tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan yang rendah, dukungan suami
yang kurang, kurangnya kemudahan untuk pelayanan maternal .
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fleming (2015) di Kanada,
remaja secara signifikan lebih rendah kehadiran kelas pranatal dan kunjungan
antenatal trimester pertama dibandingkan wanita dewasa. Alasan keterlambatan
kunjungan ANC pada penelitian ini adalah kurangnya pengetahuan remaja
tentang pentingnya perawatan prenatal dan kurangnya pemahaman konsekuensi
dari ketidakhadirannya dalam ANC, sejarah sebagai korban kekerasan,
keinginan untuk menyembunyikan kehamilan, kekhawatiran tentang kurangnya
privasi atau penilaian sikap dari penyedia layanan kesehatan, finansial
hambatan kurang. Pemeriksaan ANC pada remaja terfokus untuk mengatasi
masalah gizi, persyaratan berat badan ibu hamil, strategi program nutrisi
prenatal yang komprehensif.
Perawatan prenatal yang bagus memiliki potensi yang luar biasa
terhadap kehamilan remaja. Penelitian kohort yang dilakukan Fleming (2015)
di Kanada menunjukkan penurunan yang signifikan mengenai kelahiran
premature dan berat badan lahir rendah ketika para remaja menghadiri secara
rutin pemeriksaan ANC. Dalam penelitian ini mennjukkan hasil ANC sangat
berpengaruh dalam pengurangan yang signifikan untuk kelahiran premature
sebanyak 53%, dan penurunan 59% pada bayi. Dari data tersebut menunjuukan
bahwa perawatan antenatal memiliki potensi yang luar biasa untuk mengurangi
angka terjadinya kelahiran premature dan BBLR pada kehamilan usia remaja.
b. Intranatal Care Pada Kehamilan Usia Remaja
Proses persalinan meliputi empat faktor yang saling terkait selama
proses persalinan yaitu power, passage, passanger dan psikis. Faktor power hal
ini mencakup kekuatan HIS dan kemampuan tenaga ibu saat persalinan. Untuk
faktor tenaga ibu sendiri akan dipengaruhi oleh umur, paritas dan kesiapan ibu
19
dalam menghadapai persalinan Faktor passage mencakup jalan lahir lunak
(kekuatan otot perut, otot panggul elastisitas perineum dan vulva),sedangkan
pada jalan lahir keras bentuk panggul, kelenturan tulang pangul menjadi faktor
penting dalam keberhasilan persalinan normal. Faktor passanger yaitu faktor
janin dan plasenta antara lain posisi janin dan plasenta, sikap janin dan berat
badan janin. Faktor psikis sangat mempengaruhi terhadap persepsi dan
kemampuan managemen diri dalam menghadapi setiap proses persalinan yang
panjang dan melelahkan, ibu. Selain 4 faktor tersebut juga tidak kalah
pentingnya faktor penolong persalinan (Walsh, 2007; Purwaningsih, 2010).
Umur ibu merupakan salah satu faktor resiko yang berhubungan dengan
kualitas kehamilan dan persalinan yang berkaitan dengan kesiapan ibu dalam
reproduksi. Usia reproduksi sehat antara 20-35 tahun merupakan usia paling
ideal dalam reproduksi. Usia kurang dari 20 tahun, alat alat reproduksi belum
matang, sehingga sering timbul komplikasi persalinan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Surtiningsih (2017) Di
Puskesmas Klampok I Kabupaten Banjarnegara, menunjukkan lama waktu
persalinan kala 1 lebih lama pada umur < 20 tahun dengan rentang waktu rata-
rata 868 menit pada kelompok usia kurang dari 20 tahun dan rata-rata 512 menit
pada rentang usia 20-35 tahun. Hasil yang sama menunjukkan pada lama waktu
kala II persalinan pada kelompok umur
3. Dampak dan Resiko Kehamilan Usia Remaja
Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat pasalnya
disamping organ reproduksi yang belum cukup matang untuk menerima proses
hamil dan melahirkan, emosional ibu belum stabil dan ibu mudah tegang.
Sementara kecacatan kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat dalam
kandungan, terlebih bila adanya rasa penolakkan secara emosional ketika ibu
mengandung bayinnya (Ubaydillah (2000) dalam Rohan dan Sandu, 2015).
Berikut ini resiko atau bahaya dari kehamilan usia remaja :
a. Resiko bagi ibunya
1) Beresiko kanker leher Rahim
Beresiko mengalami kanker serviks (kanker leher rahim), karena semakin
muda usia pertama kali seseorang berhubungan seksual, maka semakin
bersar risiko daerah reproduksi terkontaminasi virus.

20
2) Kurangnya perawatan kehamilan baik selama kehamilan maupun sebelum
melahirkan.
Remaja perempuan yang sedang hamil, terutama jika tidak memiliki
dukungan dari keluarga, dapat berada pada resiko tidak mendapatkan
perawatan kehamilan yang memadai. Kehamilan menjadi genting, terutama
pada bulan-bulan pertama kehamilan. perawatan pada masa awal kehamilan
berguna memantau kondisi medis ibu dan bayinya serta
pertumbuhan,sehingga jika ada komplikasi bisa tertangani dengan cepat
3) Preeklamsia
Remaja perempuan yang hamil memiliki resiko lebih tinggi terkena tekanan
darah tinggi dibandingkan dengan wanita hamil yang berusia 20-30 tahun.
kondisi tersebut disebut pregnancyinduced hypetension. Remaja perempuan
yang hamil juga memliki resiko lebih tinggi untuk terjadi preeklamsia (
Sandu dan Rohan, 2015).
Preeklamsia merupakan kondisi medis berbahaya yang merupakan
kombinasi dari tekanan darah tinggi dengan kelebihan protein dalam urin,
pembengkakan tangan dan wajah, serta kerusakan organ. Salah satu faktor
predisposisi dari pre-eklamsia adalah primigravida atau nulipara, terutama
pada umur reproduksi ekstrem, yaitu remaja (di bawah 20 tahun) dan umur
35 tahun ke atas. Wanita hamil di usia remaja sering mengalami stress dalam
kehamilannya, terutama jika kehamilannya merupakan kehamilan yang
tidak diinginkan. Stres emosi yang terjadi pada remaja yang hamil
menyebabkan peningkatan corticotropic-releasing hormone (CRH) oleh
hipotalamus yang kemudian menyebabkan peningkatan kortisol. Efek
kortisol adalah mempersiapkan tubuh untuk berespon terhadap semua
stressor dengan meningkatan respon simpatis, termasuk respon yang
ditujukan untuk meningkatkan curah jantung dan mempertahankan tekanan
darah (Prawirohardjo, 2012).
Hipertensi pada kehamilan terjadi akibat kombinasi peningkatan curah
jantung dan resistensi perifer total. Selama kehamilan normal, volume darah
meningkat secara drastic. Pada wanita sehat peningkatan volume darah
diakomodasikan oleh penurunan responsivitas vaskuler terhadap horom-
hormon vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan resistensi
perifer total berkurang pada kehamilan normal dan tekanan darah menjadi
21
rendah. Pada wanita dengan pre-eklamsia/eklamsi, tidak terjadi penurunan
sensivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga peningkatan
jumlah volume darah langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan
darah (Prawirohardjo,2012)
4) Anemia
Anemia oleh orang awam dikenal sebagai “kurang daarah”. Anemia adalah
suatu penyakit di mana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal. Anemia berbeda dengan tekanan darah rendah. Tekanan darah
rendah adalah kurangnya kemampuan otot jantung untuk memompa darah
ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan kurangnya aliran darah yang
sampai ke otak dan bagian tubuh lainnya (Fadlun, 2011).
Menurut catatan dan perhitungan DepKes RI, di Indonesia sekitar 67% ibu
hamil mengalami anemia dalam berbagai jenjang. Anemia kehamilan yaitu
ibu hamil dengan kadar Hb < 11gr% pada trimester I dan III atau Hb < 10,5
gr% pada trimester II. (Manuaba, 2007). Sebagian besar anemia adalah
anemia defisiensi Fe yang dapat disebabkan oleh konsumsi Fe dari makanan
yang kurang. Pola makan remaja yang sering kali tidak menentu dapat
meningkatkan risiko terjadinya masalah nutrisi dan anemia. Asupan ibu
hamil menentukan kecukupan nutrisi janin dan perkembangannya. Asupan
nutrisi pada remaja seringkali minim zat besi, kalsium dan asam folat,
dimana ketiganya sangat penting untuk perkembangan otot dan tulang serta
kesehatan reproduksi. Dengan demikian, anemia sangat rentan terjadi pada
remaja terlebih dalam keadaan hemil (Jhonson, 2010).
Kehamilan di usia remaja membutuhkan nutrisi yang lebih tinggi.
Perkembangan remaja yang belum selesai memerlukan kebutuhan nutrisi
yang lebih tinggi, apabila terjadi kehamilan pada masa remaja maka
persaingan antara ibu dan janin dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi kerap
memacu kelahiran premature, bayi lahir dengan berat badan rendah, ibu
mengalami malnutrisi dan risiko mortalitas bayi meningkat (Jhonson,2010).
Anemia saat kehamilan sangat mempengaruhi keadaan ibu dan janinnya.
Pengaruhnyaa terhadap ibu saat masa kehamilan antara lain, dapat terjadi
abortus, persalinan premature, hambatan tumbuh kembang janin dalam
rehim, mudah terjadi infeksi, hyperemesis gravidarum, perdarahan
antepartum, dan ketuban pecah dini (KPD). Pengaruhnya pada persalinan
22
antara lain gangguan his dan kekuatan mengejan, kala pertama berlangsung
lama, kala dua berlangsung lama, sehingga dapat melelahkan dan sering
memerlukan tindakkan operasi kebidanan, kala tiga dapat diikuti retensio
plasenta dan perdarahan postpartum akibat atonia uteri. Pengaruhnya pada
masa nifas antara lain, dapat terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan
perdarahan postpartum, memudahkan infeksi puerpurium, pengeluaran ASI
berkurang (Manuaba, 2007).
Anemia juga berbahaya bagi janin yang dikandung oleh ibu. Sekalipun
tampaknya janin mampu menyerap berbagai nutrisi dari ibunya, dengan
adanya anemia maka kemampuan metabolism tubuh akan berkurang
sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin dalam reahim akan
terganggu. Akibat anemia pada janin antara lain abortus, kematian
intrauterine, persalinan premature, berat badan lahir rendah, kelahiran
dengan anemia dan dapat terjadi cacat bawaan.
5) Chepalo Pelvic Disproportion (CPD)
CPD pada remaja disebabkan karena pada masa ini masih terjadi proses
pertumbuhan dan perkembangan hingga tinggi badan belum tumbuh secara
maksimal, hal tersebut disebabakan karena maturasi tulang rangka yang
belum selesai. Sedangkan seperti yang kita ketahui bahwa tinggi badan yang
relative pendek lebih meningkatkan terjadinya CPD. Disisi lain
pembentukkan penuh tulang panggul baru akan tercapai setelah usia 25
tahun. Sebelum usia tersebut bagian tulang panggul akan dihubungkan oleh
tulang rawan. Selain itu pengaruh gizi yang kurang pada masa remaja juga
dapat mengakibatkan ukuran ukuran panggul menjadi lebih kecil dari pada
standar normal sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalinan per
vaginam. (Nindi dkk, 2012).
6) Ketuban Pecah Dini atau Sebelum waktunya
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelumwaktunya tanpa
diseertai tanda inpartu dan setelah satu jam tetap tidak diikuti dengan proses
inpartu sebagaimana mestinya. Sebagian besar pecahnya ketuban secara
dini terjadi sekitar usia kehamilan 37 minggu. Ketuban pecah dini juga dapat
diartikan, bocornya cairan amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi
kira-kira 7 samapi 12% kehamilan (Manuaba, 2007).

23
Sebab-sebab terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan usia remaja
antara lain serviks inkompeten dan terdapat disproporsi sefalopelvik (kepala
belum masuk PAP, kelainan letak janin sehingga ketuban bagian terendah
langsung menerima tekanan intrauterine yang dominan). Selain itu KPD
dapat terjadi pada keadaan kehamilan kembar, hidramnion, keadaan social
ekonomi rendah, serta ibu yang merokok dan minum alcohol (Manuaba,
2007)
7) Persalinan lama dan sulit
Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin. Penyebab
dari persalinan lama sendiri dipengaruhi oleh kelaianan letak janin, kelainan
panggul, kelainan kekuatan his dan mengejan serta pimpinan persalinan
yang salah. Proses persalinan meliputi empat faktor yang saling terkait
selama proses persalinan yaitu power, passage, passanger dan psikis. Faktor
power hal ini mencakup kekuatan HIS dan kemampuan tenaga ibu saat
persalinan. Untuk faktor tenaga ibu sendiri akan dipengaruhi oleh umur,
paritas dan kesiapan ibu dalam menghadapai persalinan Faktor passage
mencakup jalan lahir lunak (kekuatan otot perut, otot panggul elastisitas
perineum dan vulva),sedangkan pada jalan lahir keras bentuk panggul,
kelenturan tulang pangul menjadi faktor penting dalam keberhasilan
persalinan normal. Faktor passanger yaitu faktor janin dan plasenta antara
lain posisi janin dan plasenta, sikap janin dan berat badan janin. Faktor
psikis sangat mempengaruhi terhadap persepsi dan kemampuan managemen
diri dalam menghadapi setiap proses persalinan yang panjang dan
melelahkan, ibu. Selain 4 faktor tersebut juga tidak kalah pentingnya faktor
penolong persalinan (Walsh, 2007; Purwaningsih, 2010).
Umur ibu merupakan salah satu faktor resiko yang berhubungan dengan
kualitas kehamilan dan persalinan yang berkaitan dengan kesiapan ibu
dalam reproduksi. Usia reproduksi sehat antara 20-35 tahun merupakan usia
paling ideal dalam reproduksi. Usia kurang dari 20 tahun, alat alat
reproduksi belum matang, sehingga sering timbul komplikasi persalinan.
Sejauh ini, penyebab terjadinya partus lama dalam kehamilan usia remaja
yang tersering adalah aksi uterus yang tidak efektif. Hal ini dapat menjadi
satu-satunya kelainan atau dapat dikaitkan dengan yang lain seperti
disporprosi panggul ataupun presentasi abnormal (Chamberlain, 2012). Jika
24
tidak terjadi pola aktivitas uterus yang normal, progersi persalinan akan
abnormal (biasanya memanjang).
8) Mengalami perdarahan
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim
yang terlalu lemah dalam proses involusi, selain itu juga saat persalinan
disebabkan selaput ketuban stosel (bekuan darah yang tertinggal di dalam
rahim), kemudian proses pembekuan darah yang lambat dan juga
dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir.
9) Kemungkinan keguguran /abortus
Menurut Manuaba (2007), kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun
meningkatkan kejadian keguguran (abortus) karena organ reproduksi belum
sempurna. Salian itu, faktor psikologis yang mungkin menolak keadaan
hamil terutama pada remaja yang tidak mnginginkan kehamilannya juga
akan meningkatkan kejadian abortus. (Saifuddin, 2002). Pada saat hamil
seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran, hal ini disebabkan
oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan
obat-obatan maupun memakai alat.
b. Resiko bagi bayinya
1) Kemungkian lahir belum cukup usia kehamilan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi premature adalah
bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang. Bayi dianggap
preterm jika dilahirkan sebelum masa kehamilan mencapai 37 minggu. Bayi
premature juga sering kali memiliki berat badan lahir rendah (BBLR).
Kondisi sedemikian rupa lebih sering dialami pada ibu remaja (Jhonson,
2010).
2) Berat badan lahir rendah
Kehamilan di bawah usia 20 tahun dapat menimbulkan banyak
permasalahan karena bisa mempengaruhi organ tubuh seperti rahim, bahkan
bayi bisa prematur dan berat lahir kurang. Hal ini disebabkan karena wanita
yang hamil muda belum bisa memberikan suplai makanan dengan baik dari
tubuhnya ke janin di dalam rahimnya (Marmi, 2012).
Kebutuhan nutrisi meningkat untuk remaja hamil. Perkembangan remaja
yang belum selesai memerlukan kebutuhan nutrisi yang lebih tinggi, apabila
terjadi kehamilan pada masa remaja maka persaingan antara ibu dan janin
25
dalam pemenuhan nutrisi kerap memicu kelahiran premature, lahir dengan
berat badan bayi rendah (Jhonson, 2010).
3) Asfiksia
Asfiksia neonatorum merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa
depresi pernafasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai
komplikasi. Disamping itu, asfiksia neonatorum atau asfiksia perinatal
merupakan penyebab mortalittas dan morbiditas yang penting. Asfiksia
paling sering terjadi pada periode segera setelah lahir dan menimbulkan
sebuah kebutuhan resusitasi dan intervensi segera untuk meminimalkan
mortalitas dan morbiditas. Asfiksia adalah suatu keadaan dimana bayi tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga
proses adaptasi fisiologis terganggu (Maryunani, 2013).
Tanda dan gejala asfiksia neonatorum pada masing-masing klasifikasi
berbeda, diantaranya :
- Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-9)
Pada asfiksia ringan tanda dan gejala yang sering muncul adalah : (a)
Frekuensi jantung > 100 x/menit (b) Usaha nafas cepat dan pendek-
pendek (c) Bayi menangis lemah saat lahir (d) Bayi tampak kemerahan
(e) Tonus otot bayi baik (f) Refleks terhadap rangsang baik (g) Bayi
tidak terlalu membutuhkan tindakan yang bermakna
- Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6
Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6) Pada asfiksia sedang tanda dan
gejala yang sering muncul adalah : (a) Frekuensi jantung < 100 x/menit
(b) Usaha nafas cepat dan pendek-pendek (c) Bayi menangis lemah saat
lahir (d) Tonus otot kurang baik (e) Reaksi terhadap rangsang lemah (f)
Sianosis pada ekstremitas atas dan bawah
- Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan memerlukan perbaikan dan
resusitasi aktif dengan segera. Pada asfiksia berat tanda dan gejala yang
sering muncul adalah : (a) Frekuensi jantung lemah (< 100 kali/menit)
(b) Tidak ada usaha nafas (c) Bayi tidak menangis spontan (d) Tonus
otot lemah bahkan hampir tidak ada (e) Reflex terhadap rangsangan
kurang bahkan tidak ada (f) Warna kulit bayi kebiruan/sianosis sentral
(g) Suhu badan < 36,5°C
26
4) Cacat bawaan
Proses terbentuknya tubuh manusia atau morfogenesis sangat
kompleks dan belum banyak dipahami, terutama interaksi antara faktor
genetik dan lingkungan. Karena prosesnya yang sangat kompleks, termasuk
faktor genetik, morfogenesis yang berjalan tidak sesuai dengan yang
seharusnya dapat menyebabkan kelainan kongenital. Adapun penyebab dari
kelainan kongenital menurut Muslihatun (2010) dan Maryanti dkk (2010)
adalah faktor usia, faktor kromosom, faktor mekanik, faktor infeksi, faktor
obat, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor fisik pada rahim, faktor gizi,
riwayat kesehatan ibu, paritas, dan jarak kehamilan. Sedangkan penyebab
kelainan kongenital yang termasuk dalam karakteristik ibu adalah usia,
riwayat penyakit, paritas, dan jarak antar kelahiran.

D. Seksualitas Pada Remaja


Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) remaja adalah mereka yang berusia
(15-24 tahun) sebagai usia pemuda. Masa remaja menurut Mappiare berlangsung antara
umur 12-21 tahun bagi wanita sampai 13 tahun dan bagi pria sampai dengan 22 tahun.
Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai
dengan 17/18 tahun adalah remaja akhir. Remaja yang dalam Bahasa aslinya disebut
adolescence, berasal dari Bahasa latin adolescence yang artinya “ tumbuh atau tumbuh
mencapai kematangan “ (Mohammad, 2007).
Seksualitas adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas diekspresikan melalui
interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin yang berbeda dan mencakup
pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi. Seksualitas
berhubungan dengan bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana
mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada lawan jenis melalui tindakan
yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, dan senggama seksual, dan
melalui perilaku yang lebih halus, seperti isyarat gerakan tubuh, etiket, berpakaian, dan
perbendaharaan kata (Denny & Quadagno, 1992; Zakir, 1994; Perry & Potter, 2005).
Masa remaja perkembangan seksualitas diawali ketika terjalinnya interaksi antar
lawan jenis, baik itu interaksi antar teman atau interaksi ketika berkencan. Dalam
berkencan dengan pasangannya, remaja melibatkan aspek emosi yang diekspresikan
dalam berbagai cara, seperti memberikan bunga, tanda mata, mengirim surat,

27
berciuman dan lain sebagainya. Atas dasar dorongan-dorongan seksual dan rasa
ketertarikan terhadap lawan jenisnya, perilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik
perhatian lawan jenis.
Tujuan seksualitas remaja itu adalah kegiatan untuk mengajarkan kepada remaja
mengenai kesehatan reproduksi selain itu menyadarkan remaja pentingnya kesehatan
repsoduksi ini sehingga tindakan pelecehan seksual maupunpenyakit menular dapat
dicegah. Adapun peran terkait dengan perasaan ingin tahu remaja melalu pembenan
informasi yang benar kepada remaja berkaitan dengan seksualitas. Pemberian informasi
ini terdin dari 3 (tiga) komponen yang berhasil didentifikasi dari hasil wawancara untuk
diberikan sebagai maten pendidikan seksual bagi remaja, yaitu informasi yang
berkaitan :
Pertama, Perubahan dan perkembangan fisik, mental, dan kematangan
emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja. Adanya kecenderungan
orang tua yang terkesan tidak peduli dengan permasalahan yang dihadapi remaja dalam
masa transisnya juga mengakibatkan pendidikan seksual bagi remaja harus diisi dengan
materi yang berkaitan dengan gejala-gejala yang dialaminya di masa transisinya.
Gejala-gejala tersebut misalnya terjadinya menstruasi bagi remaja putri dan emisi
nokturnal (mimpi basah) bagi remaja putra, pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan
penis dan payudara, dan lain-lain Melalui maten pendidikan seksual bagi remaja
diharapkan agar apa yang tidak didapat anak di rumah, dapat diperolehnya di sekolah.
Selain itu, dengan adanya informasi pengetahuan seksual yang berisikan konsep dini,
inteligensi, dan juga peran sosial diharapkan remaja dapat lebih baik dalam memilih
dan mempercayai teman dan mengerti tentang batasan-batasan dalam
pergaulan, sehingga mereka tidak ikut terjerumus dalam pengaruh negatif teman dan
lingkungannya kesalahan dan penyimpangan seksual yang dapat mengganggu
kesehatan fisik dan mental remaja.
Kedua, Pendidikan seksual juga harus memberikan informasi yang baik dan
benar mengenai kesalahan dan penyimpangan seksual yang dapat mengganggu
kesehatan fisik dan mental remaja. Kesalahan dan penyimpangan tersebut meliputi
beberapa hal yaitu ketergantungan pada pornografi, pacaran sampai melakukan
rangkulan dan ciuman, phonesex, dan shanng foto telanjang. Remaja yang sedang
dalam proses belajar mengajar, dikarenakan ketergantungannya terhadap pornografi,
begitu mudah hilang fokus dari materi yang sedang disampaikan oleh gurunya. Hal ini
tentu berpengaruh pada kestabilan prestasi remaja tersebut. Oleh karena itu, remaja
28
perlu diberikan informasi mengenai pornografi yang dapat menyebabkan
ketergantungan dan pada akhimya dapat mengganggu mental dan masa depannya.
Ketiga, dampak negatif pergaulan bebas dan perilaku seksual dini Remaja perlu
diberikan informasi tentang dampak negatif pergaulan bebas dan perilaku s eksual dini,
seperti kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), aborsi, HIV/AIDS, putus sekolah,
penyakit menular seksual dan penyakit kelamin. Hal ini disebabkan karena meski sudah
ada mata pelajaran biologi yang menjelaskan mengenai kesehatan reproduksi, masih
ada remaja yang belum mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan kehamilan pada
remaja dan dampak negatif perilaku seksual dini lainnya.
1. Sikap Positif Terhadap Seksualitas Remaja
Peran pembentukan sikap positif remaja tersebut terkait dengan situasi
remaja menghadapi perilaku seksual dini dan pranikah. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:
Pertama, mengajak remaja untuk menyalurkan energi dan waktunya guna
hal- hal yang positif Kecenderungan terjadinya perlaku seksual menyimpang dapat
terjadi salah satunya karena adanya rasa ingin tahu dan waktu luang yang berlebih.
Remaja yang sedang berada dalam masa transisi dan anak-anak menuju dewasa
selalu dihadapkan pada rasa ingin tahu terhadap berbagai hal. Tidak jarang rasa
ingin tahu tersebut tidak mendapatkan jawaban yang masuk ke dalam pikiran
remaja baik dari orang tua, guni, maupun lingkungannya. Hal ini menyebabkan
remaja tersebut mencan jawaban sendin yang belum pasti benar dan justru ada
kemungkinan menyesatkan Besarnya rasa ingin tahu yang disertai dengan waktu
luang yang banyak dan ketidaktahuan remaja untuk mengisinya dengan kegiatan
apa, menyebabkan tidak sedikit remaja yang menghabiskan waktu luangnya untuk
mengakses hal-hal yang berbau pomografi di intemet Pada akhimya, remaja yang
memiliki pengetahuan kurang mengenai pendidikan seksual, akan menghabiskan
waktunya untuk mengakses hal yang berbau pomografi dan melampiaskan rasa
ingin tahunya dengan melakukan onani dan perilaku- perilaku seksual lainnya.
Kedua, mengajak remaja menjauhkan din dan pentaku seks bebas dan di luar
nikah beserta dengan dampak-dampak negatifnya Melalui informasi dan
pemahaman tentang risiko dan tanggung jawab yang harus dipikul remaja yang
melakukan penyimpangan seksual, terbentuklah remaja yang mampu mengontrol
dirinya dalam hal yang berkaitan dengan seksualitas yang ditimbulkan oleh
hormone-hormonnya yang sedang berkembang.
29
E. Menjadi Orang Tua Pada Masa Remaja
Remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik, masa alat-alat
mencapai yaitu kemantangannya.Secara kelamin anatomis berarti manusia alat-alat
kelamin khususnya dan keadan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang
sempurna dan alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula.pada
akhir dari peran perkembangan fisik ini aknan terjadi seorang pria yang berotot dan
berkumis /berjanggut yang mampu menghasilkan beberapa ratus juta Sel mani
(spermatozoa) setiap (memancarkan mani), kali berejakulasi wanita yang air atau
seorang berpayudara dan berpinggul besar yang setiap bulannya mengeluarkan sebuah
sel telur dari indung telurnya (Sarlito W. Sarwono, 2010).
1. Faktor Faktor yang Menyebabkan Menjadi Orang Tua Pada Masa Remaja
Selama ini perkawinan di bawah umur terjadi dari dua aspek :
a. Alasan Dari Anak
1) Faktor Pendidikan
Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar. Jika
seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi
waktu dengan bekerja. Saat ini anak tersebut sudah merasa cukup mandiri,
sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri. Hal yang sama juga
jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur. Dalam kekosongan
waktu tanpa pekerjaan membuat mereka akhirnya melakukan hal hal yang
tidak produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan
jenis, yang jika diluar kontrol membuat kehamilan di luar nikah.
2) Faktor Telah Melakukan Hubungan Biologis Ada beberapa kasus,
diajukannya pernikahan karena anak-anak telah melakukan hubungan
biologis layaknya suami istri. Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak
perempuan cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang
tua anak gadis ini, bahwa karena sudah tidak perawan lagi, dan hal ini
menjadi aib.
3) Hamil Sebelum Menikah Ini saya pisahkan dari faktor penyebab di atas,
karena jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka
orang tua cenderung menikahkananak-anak tersebut. Bahkan ada beberapa
kasus, walau pada dasarnya orang tua anak gadis ini tidak setuju dengan

30
calon menantunya, tapi karena kondisi kehamilan si gadis, maka dengan
terpaksa orang tua menikahkan anak gadis tersebut.
b. Sebab Dari Luar Anak
1) Faktor Pemahaman Agama
2) Faktor Ekonomi
3) Faktor Adat & Budaya
c. Dampak yang muncul menjadi orang tua pada masa remaja
1) Rusaknya organ reproduksi
2) Keguguran
3) Cacat fisik
4) Kanker serviks
5) Mudah terkena infeksi
6) Kurangnya perawatan kehamilan
7) Hipertensi
8) Prematur
9) Bayi memiliki berat badan rendah
10) Terkena PMS
11) Depresi
12) Tekanan psikologis
13) Anemia
14) Keracunan kehamilan
d. Peran perawat dalam menghadapi bahaya pasien yang menjadi orangtua pada
masa remaja
1) Conselor
2) Client advocate (pembela klien)
3) Care giver
4) Memberikan edukasi

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu kasus yang jumlah
kasusnya semakin meningkat tiap tahunnya. Perbudakan, pergundikan, penjajakan seks
secara paksa, perdagangan manusia, sampai kawin kontrak merupakan bentuk
kekerasan terhadap perempuan dari jaman penjajahan. Pada jaman tersebut belum
banyak lembaga, aktivis, atau korban yang berani bersuara, bahkan mungkin seorang
korban tidak sadar bahwa dirinya adalah korban kekerasan dalam suatu hubungan
karena terlalu mengganggap sebuah tindakan tersebut biasa diterimanya.
Dewasa ini, bentuk-bentuk dari kekerasan semakin meluas dan semakin mudah
ditemui dikalangan masyarakat. Mulai dari kekerasan verbal yang mungkin bisa di
ucapkan sehari-hari, bahan bercandaan sebuah tongkrongan anak muda yang mampu
beresiko melakukan tindak kekerasan, bahkan sampai melalui media sosial yang
sekarang ini sedang booming. Kekerasan secara nonverbal juga sering ditemukan
dalam kasus hubungan pacaran. Tidak hanya kasus KDRT saja sekarang yang terjadi,
seorang pasangan anak muda yang menjalin kasih pun beresiko menjadi korban. Sangat
di sayangkan ketika mereka melapor, payung hukum yang menaungi tindak kekerasan
terhadap perempuan ini belum di sahkan. Saat penulis menulis laporan ini, banyak
aktivis dan lembaga perempuan yang sedang memperjuangkan RUU PKS (Rancangan
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) untuk mencegah banyaknya korban
kekerasan yang terus bertambah.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menambah
wawasan para pembacanya. Makalah ini juga dapat dijadikan referensi awal untuk
bahan belajar para mahasiswa keperawatan

32
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/9305737/Makalah_KDRT

https://perpus.fikumj.ac.id/index.php?p=fstream-pdf&fid=14552&bid=5083

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2337/2/BAB%20I.pdf

https://www.academia.edu/27278202/seksualitas_remaja

https://www.scribd.com/document/486523837/MAKALAH-SEKSUALITAS-REMAJA

http://scholar.unand.ac.id/20731/2/BAB%20I.pdf

https://www.scribd.com/document/372682116/Menjadi-Orang-Tua-Pada-Masa-Remaja

http://digilib.isi.ac.id/8913/3/RINA%20WULANDARI_2020_BAB%20V.pdf

https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awr1QGKz9Ctlqb0G37DLQwx.;_ylu=Y29sbwNzZzME
cG9zAzEEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1697408308/RO=10/RU=https%3a%2f%2
fjournal.uii.ac.id%2fUnisia%2farticle%2fdownload%2f5488%2f4869%2f9307/RK=2/RS
=enYa3KXoQHnEaxQepNLj82fqMTg-

https://id.scribd.com/document/434398910/Makalah-seksualitas-dan-kehamilan-pada-
remajahttps://id.scribd.com/document/434398910/Makalah-seksualitas-dan-kehamilan-
pada-remaja

http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1502450027/7._BAB_2_.pdf

https://id.scribd.com/document/570772721/Menjadi-Orang-Tua-Pada-Masa-Remaja

iii

Anda mungkin juga menyukai