Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Kelompok 3
S1 Keperawatan – Reguler A
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kesempatan kepada kami selaku penyusun untuk menyelesaikan makalah ini.
Atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kekerasan Terhadap Perempuan di China” ini tepat waktu.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Maternitas I. Untuk itu kami selaku penyusun sangat berterima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada dosen
mata kuliah Keperawatan Maternitas I Ibu Vina Fuji Lastari S.Kep.,Ners yang telah
memberikan bimbingannya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Tentunya selaku penyusun kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kekerasan Terhadap Perempuan..........................................................4
2.2 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan ................................................................4
2.3 Upaya Penanganan.................................................................................................7
2.4 Upaya Perlindungan Bagi Perempuan Dalam Instrument Hukum Nasional.........8
2.5 Pendapat atau Respon Kelompok.........................................................................11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................12
3.2 Saran.....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
iii
Dari banyaknya kasus kekerasan yang terjadi menunjukkan bahwa masih kurangnya
perlindungan dari Pemerintah terhadap warga negaranya. Sedangkan harusnya Negara
berperan untuk memberikan perlindungan terhadap semua warga negaranya tanpa ada
diskriminasi. Hal tersebut tercermin dalam munculnya Undang-undang Nomor 23 tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau yang dikenal dengan
UU PKDRT. Undang-undang PKDRT dibuat dengan tujuan untuk melindungi hak-hak
hidup perempuan dan menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dalam konteks
perkawinan dan keluarga.
Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga menyebutkan bahwa:
“Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
terhadap perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tanga” Kekerasan terhadap istri sesungguhnya kompleks,
tetapi sulit mendeteksi jumlah kasus maupun tingkat keparahan korban, karena banyak
kasus yang tidak dilaporkan ke pihak yang berwenang.
Hal ini berhubungan dengan adanya diskriminasi gender atau pemberian citra baku
terhadap perempuan. Masyarakat memiliki pandangan bahwa kekerasan terhadap istri
merupakan hal yang normal, wajar terjadi sebagai konsekuensi kewajiban istri yang
harus mematuhi suami. Juga cukup sering muncul pandangan yang menyalahkan pihak
korban karena perempuan dianggap memancing kekerasan dengan berprilaku tidak sopan
atau tidak taat pada suami (Hidayat, dkk, 39: 2009).
iv
1.2 Rumusan masalah
2. Untuk mengetahui apa saja upaya / penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kekerasan terhadap perempuan di China.
v
BAB II
PEMBAHASAN
Bentuk lain kekerasan terhadap wanita adalah pelecehan seksual. Dalam hal ini
tidak ada perundangan yang khusus mengatur mengenai pelecehan seksual.
Namun dalam KUHP terdapat ketentuan mengenai “perbuatan cabul”, yang
pengertiannya adalah perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau
perbuatan keji yang terjadi di lingkungan nafsu birahi. Pasal-pasal tersebut
antara lain Pasal 281 dan Pasal 294 KUHP.
vi
Di negara-negara pada umumnya, kekerasan terhadap wanita seringkali
tidak dianggap sebagai masalah besar karena beberapa alasan. Pertama, ketiadaan
statistik yang akurat. Hal ini karena wanita korban kekerasan tersebut
berangggapan bahwa yang menimpa dirinya sebagai tradisi, sesuatu yang sudah
selayaknya mereka (wanita) terima sehingga tidak ada alasan bagi wanita
untuk melaporkan kekerasan tersebut. Kedua, kebanyakan wanita
menganggap bahwa kekerasan tersebut (kekerasan seksual) adalah masalah
tempat tidur yang sangat pribadi dan berkaitan dengan kesucian rumah (sanctity of
the home). Ketiga, berkaitan dengan budaya atau tradisi yang berlaku di negara-
negara di dunia seperti telah diuraikan di atas. Keempat, karena adanya
ketakutan terhadap suami, baik katakutan akan mendapat kekerasan yang
lebih menyakitkan maupun ketakutan bila dicerai. Seringkali faktor-faktor
atau alasan-alasan tersebut terpadu satu sama lain.
1. Kekerasan fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau
luka berat.
vii
2.3 Upaya Penanganan
Ada beberapa hal yang dapat membantu mencegah terjadinya kekerasan yang terjadi
pada perempuan yaitu sebagai berikut :
1. Layanan Hukum dan Badan Pemerintah
Menurut laporan yang diterbitkan pada tahun 2017 tentang implementasi UU
KDRT 2015, ada lebih dari 2.000 lokasi penampungan yang disediakan untuk korban
kekerasan dalam rumah tangga di seluruh negeri. Namun, sebagian besar tempat
penampungan ini tidak dilengkapi dengan baik untuk memberikan bantuan kepada para
korban seringkali karena mereka tidak memiliki sumber daya untuk kebutuhan dasar
korban atau staf tidak cukup berpengetahuan tentang bagaimana membantu korban
kekerasan dalam rumah tangga.
Beberapa pusat layanan pekerjaan sosial, organisasi hak-hak perempuan, dan pusat
dukungan hukum perempuan dan anak juga memberikan perlindungan dan dukungan
hukum kepada para korban dan meluncurkan kampanye lokal melawan kekerasan dalam
rumah tangga.
2. Kampanye Akar Rumput Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pada Hari Valentine 2012, sekelompok aktivis feminis Tiongkok, termasuk Li
Tingting , berdandan seperti pengantin di jalan-jalan di Beijing mengenakan gaun
pengantin dengan noda merah untuk mewakili darah dan memakai riasan tebal seolah-
olah mereka dipukuli. Beberapa dari mereka juga mengangkat spanduk dengan slogan-
slogan menentang kekerasan dalam rumah tangga.
Pada bulan Desember 2012, lebih banyak aktivis hak-hak perempuan muda Tiongkok
turun ke jalan untuk memprotes kekerasan dalam rumah tangga dengan cara yang sama
di lima kota besar Tiongkok: Hangzhou, Shanghai, Guangzhou, Xi'an, dan Dongguan.
Kemudian pada tahun 2013 dan 2014, pertunjukan serupa terjadi di jalan di kota-kota
lain termasuk Zhengzhou, Yunnan, dan Shenzhen. Secara historis, mereka secara kolektif
disebut sebagai kampanye "Pengantin Berdarah".
3. Pembatasan "Periode Pendinginan" Perceraian tahun 2021
Dalam upaya memerangi tingkat perceraian yang meningkat di negara itu,
"masa tenang" perceraian diterapkan oleh pemerintah Tiongkok pada 1 Januari 2021 .
ini adalah bagian dari kode pertama yang pernah sipil China, disahkan oleh Kongres
Rakyat Nasional pada tanggal 29 Mei, 2020. kode sipil membutuhkan pasangan Cina
mengajukan cerai konsensual menunggu 30 hari untuk memikirkan kembali keputusan
viii
mereka untuk menerapkan. Menurut penciptanya, tujuan dari "masa pendinginan" adalah
untuk mencegah perceraian impulsif, terutama bagi pasangan dengan anak kecil,
Permohonan cerai tidak diproses sampai 30 hari berlalu.
Pasal 1076, 1077, dan 1078 KUHPerdata mengatur sebagai berikut:
Perceraian konsensual adalah proses lima langkah: aplikasi, penerimaan, periode
pendinginan, peninjauan, dan pendaftaran (sertifikasi).
Jika salah satu pasangan berubah pikiran tentang perceraian dalam jangka waktu
sebulan, aplikasi perceraian dapat ditarik kembali.
Dalam waktu 30 hari setelah berakhirnya "masa tunggu", kedua belah pihak harus
mengajukan permohonan untuk penerbitan akta cerai.
Jika salah satu pihak gagal untuk mengajukan permohonan akta cerai dalam waktu 30
hari setelah "masa tunggu", permohonan cerai akan ditarik.
Meskipun "masa tenang" tidak berlaku bagi pasangan yang ingin bercerai karena
kekerasan dalam rumah tangga atau hubungan di luar nikah, telah menerima kritik
karena tidak melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga suaminya.
Feminis Cina terkemuka Li Tingting percaya bahwa undang-undang tersebut
berpotensi merugikan hak-hak perempuan, karena tingkat penentuan kekerasan dalam
rumah tangga dalam kasus perceraian rendah dalam praktik peradilan.
2.4 Upaya Perlindungan Bagi Perempuan Dalam Instrument Hukum
ix
Amandemen UU Perlindungan Perempuan 2005 menegaskan langkah-langkah yang
diambil dalam amandemen UU Perkawinan. Secara khusus, amandemen UU
Perlindungan Perempuan mengambil satu langkah maju dan secara eksplisit
dinyatakan dalam Pasal 46 bahwa "Kekerasan dalam rumah tangga terhadap
perempuan dilarang.
2. UU KDRT 2015
Pada November 2014, Dewan Negara mengusulkan undang-undang kekerasan dalam
rumah tangga pertama China. Undang-undang tersebut disahkan oleh Parlemen pada
Juli 2015, dan mulai berlaku pada 1 Maret 2016. Undang-undang tersebut
menegaskan kembali kemajuan yang dibuat dalam undang-undang sebelumnya dan
menawarkan beberapa ketentuan baru :
Pasal 6 menekankan perlunya lebih banyak publisitas dan pendidikan tentang masalah
ini di sekolah dan di media.
Pasal 19 menyerukan organisasi bantuan hukum untuk memberikan bantuan hukum
kepada korban kekerasan dalam rumah tangga dan pengadilan untuk "menunda,
mengurangi, atau membebaskan biaya litigasi untuk korban kekerasan dalam rumah
tangga sesuai dengan hukum."
Pasal 21 memberi wewenang kepada pengadilan untuk mencabut perwalian dan
menunjuk wali lain dalam kasus pelecehan anak dan mengharuskan pelaku untuk
terus memberikan dukungan keuangan.
Pasal 23 mengizinkan korban kekerasan dalam rumah tangga untuk mengajukan
perintah perlindungan keselamatan pribadi.
Pasal 37 memperluas undang-undang untuk mencakup kekerasan dalam rumah tangga
antara orang-orang yang bukan anggota keluarga.
x
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
xi
DAFTAR PUSTAKA
https://en-m-wikipedia-org.translate.goog/wiki/Domestic_violence_in_China?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=ajax,nv,tc,sc,elem,se
xii