DOSEN PENGAMPU:
Ai Ana Rodiana M.Keb
DISUSUN OLEH:
Kelompok 3
Dinda Ramdiani N Afifa (A.15.20.0007)
Margaretha Arisa (A.15.20.0019)
Melina Maudy Sawitry (A.15.20.0020)
N. Fitri Pramudita (A.15.20.0021)
Nabila Nur Alifia (A.15.20.0022)
Nesya Erdiyanti (A.15.20.0024)
Neuis Malihah (A.15.20.0025)
Neulis Nawati Nurjaman (A.15.20.0026)
Zhica Oktavia Afriyanti (A.15.20.0054)
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Dimensi Sosial Wanita.......................................................... 3
2.2 Permasalahan Kesehatan Wanita ......................................... 3
1. Pelecehan Seksual............................................................ 3
A. Kategori Sebagai Pelecehan Seksual.......................... 4
B. Tempat dan Gender Pelecehan Seksual...................... 5
C. Upaya Mengatasi Pelecehan Seksual.......................... 6
D. Contoh Kasus Pelecehan Seksual............................... 7
E. Hukum Pidana Pelecehan Seksual.............................. 8
2. Pekerja Seks Komersial (PSK)......................................... 9
A. Faktor Penyebab Sosio-Kultural ................................ 9
B. Faktor Penyebab Psikologis........................................
C. Upaya Mengatasi PSK................................................ 11
D. Contoh Kasus PSK..................................................... 11
E. Hukum Pidana PSK..................................................... 12
BAB III PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan............................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Tujuan umum pada pembahasan ini untuk mengetahui dimensi sosial
wanita dan permasalahannya dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi.
Adapun tujuan kususnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dimensi sosial wanita.
2. Untuk mengetahui apa saja permasalahan kesehatan wanita dalam dimensi
social wanita.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
lisan atau fisik atau isyarat yang bersifat seksual, atau perilaku lain
apapun yang bersifat seksual, yang membuat seseorang merasa
tersinggung, dipermalukan dan/atau terintimidasi, sehingga menciptakan
lingkungan yang mengintimidasi, bermusuhan atau tidak sopan.
Pelecehan seksual dapat dilihat sebagai bentuk kekerasan terhadap
perempuan (dan laki-laki, yang juga dapat dilecehkan secara seksual) dan
sebagai perlakuan diskriminatif. Kunci dari definisi pelecehan seksual
adalah kata "tidak diinginkan". Pelecehan seksual memiliki berbagai
bentuk. Pelecehan seksual dapat berbentuk kekerasan fisik dan bentuk
lain yang lebih halus seperti pemaksaan - memaksa seseorang untuk
melakukan sesuatu yang tidak diinginkan. Dapat juga berbentuk lisan
seperti "lelucon" bernada seksual (yang tidak diinginkan), ajakan kencan
yang terus menerus (meskipun sudah ditolak), atau rayuan bersifat seksual
yang tidak diinginkan.
Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Organisasi Buruh
Internasional (ILO), "Pelecehan seksual berkaitan erat dengan kekuasaan
dan sering terjadi dalam masyarakat yang memperlakukan perempuan
sebagai objek seks dan warga kelas dua." Sebuah contoh umum mengenai
hal ini adalah ketika perempuan diminta untuk melakukan perbuatan
seksual dengan imbalan akan diberikan pekerjaan, atau promosi, atau
kenaikan gaji. Contoh lain adalah pelecehan yang terjadi di jalan, dapat
berupa siulan, komentar atau isyarat yang tidak diinginkan, bahasa kasar
dan tidak sopan, dan juga pelecehan seksual dan pemerkosaan.
4
- Surat, catatan, email, dan panggilan telepon yang bersifat seksual
- “Membuat peringkat” berdasarkan penampilan/atribut fisik
seseorang
- Berkomentar bernada seksual tentang pakaian, anatomi, atau
penampilan fisik seseorang
- Siulan atau panggilan yang bernada seksual
- Gerakan tubuh atau suar yang bersifat seksual seperti mengedipkan
mata, menjilat bibir, atau menyodorkan panggul
- Ancaman secara langsung maupun tidak langsung atau menyuap
untuk aktivitas seksual yang tidak diinginkan
- Berulang kali meminta seseorang untuk berkencan, atau
berhubungan seks
- Nama-panggilan, seperti jalang atau pelacur
- Memberi tatapan tidak sopan (menatap payudara perempuan, atau
bokong pria)
- Pertanyaan yang tidak diinginkan tentang kehidupan seks
seseorang
- Sentuhan, pelukan, ciuman, belaian yang tidak diinginkan terhadap
seseorang
- Menguntit seseorang
- Menyentuh diri sendiri secara seksual bagi orang lain untuk
melihat
- Kekerasan seksual
- Penganiayaan
- Pemerkosaan.
5
diinginkan yang dapat terjadi di tempat umum, dan juga di ruang-
ruang pribadi.
Tidak hanya laki-laki yang dapat melecehkan perempuan,
tetapi Perempuan juga dapat melecehkan laki-laki secara seksual, laki-
laki dapat melakukan pelecehan seksual terhadap laki-laki lain, dan
perempuan dapat melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan
lain. Tidak ada bias gender dalam pelecehan seksual.
6
Jadi kita tidak perlu malu untuk menceritakan hal tersebut pada
orang lain.
- Laporkan pada pihak yang berwenang. Jika efek jera tidak
diberikan pada pelaku pelecehan seksual, pelaku tersebut akan
terus melakukan tindakan serupa.
- Melaporkan kepada pihak berwenang agar pelaku mendapatkan
hukuman adalah tindakan yang tepat. Berbagi cerita dengan orang-
orang yang ada di sekitar kita atau jika ingin cakupannya lebih
luas, kita bisa berbagi cerita di media sosial atau blog.
- Tujuan dari berbagi cerita sangatlah sederhana, kita bisa membuat
orang-orang di luar sana untuk lebih peka dan juga waspada
terhadap pelecehan seksual. Jika kita merasa tertekan secara
psikologis, sebaiknya konsultasikan pada psikolog atau terapis
profesional untuk memulihkan terlebih dulu kondisi mental Anda,
sebelum kita dapat bercerita tentang kejadian yang kita alami.
7
E. Hukum pidana pelecehan seksual
Istilah pelecehan seksual tidak dikenal dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) hanya mengenal istilah perbuatan cabul. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) menyebut pelaku pelecehan seksual berarti orang
yang suka merendahkan atau meremehkan orang lain, berkenaan
dengan seks (jenis kelamin) atau berkenaan dengan perkara
persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.
Perbuatan cabul dalam KUHP diatur dalam Buku Kedua
tentang Kejahatan, Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan (Pasal 281
sampai Pasal 303). Misalnya, perbuatan cabul yang dilakukan laki-laki
atau perempuan yang telah kawin (Pasal 284), Perkosaan (Pasal 285),
atau membujuk berbuat cabul orang yang masih belum dewasa (Pasal
293).
Perbuatan “cabul” dalam KUHP diatur pada Pasal 289 sampai
dengan Pasal 296.
Pasal 290 KUHP misalnya menyatakan: Dihukum penjara
selama-lamanya tujuh tahun.
“Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang,
padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak
berdaya.”
“Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang
padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa
umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak
jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin.”
“Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas
tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum
waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan
8
dilakukannya perbuatan cabul atau bersetubuh di luar
perkawinan dengan orang lain.”
Vonis berdasar Pasal 290 KUHP ini pernah dijatuhkan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang pada 8 Maret
2017 kepada Aljanah yang dinyatakan terbukti melakukan
perbuatan cabul, memegang payudara seorang pelayan toko buku.
Hakim memvonis pria 22 tahun tersebut hukuman satu tahun
empat bulan penjara, lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni dua
tahun penjara.
Adapun Pengadilan Negeri Sungailiat, Bangka, pada 12 Oktober
2016 memvonis Felix, 22 tahun, lima tahun penjara karena dinilai terbukti
melakukan pelecehan seksual, meremas payudara seorang perempuan 16
tahun. Majelis hakim menjatuhkan hukuman berdasar Undang-Undang
tentang Perlindungan Anak (UU No.35/2014) –tidak KUHP. Vonis yang
dijatuhkan sesuai tuntutan jaksa.
9
Bahwa ada desa tertentu yang bangga dengan reputasi bisa
mengirimkan banyak pelacur ke kota. Banyak keluarga pelacur
yang mengetahui dan bahkan mendukung kegiatan anak atau istri
mereka karena mereka dapat menerima uang secara teratur. Para
pelacur sangat sering membagikan makanan dan materi yang
dimilikinya kepada para tetangganya. Wajar jika kemudian banyak
pelacur dikenal sebagai orang yang dermawan di desa mereka.
Keadaan tersebut berangsur-angsur menimbulkan sikap toleran
terhadap keberadaan pelacur.
c. Adanya peran instigator (penghasut)
Instigator sering diartikan sebagai pihak-pihak tertentu yang
memberikan pengaruh buruk. Dalam hal ini adalah orang yang
mendorong sesorang menjadi pelacur. Diantaranya adalah orang
tua, suami, pelacur, bekas pelacur atau mucikari (mereka adalah
suami yang menjual istri atau orang tua yang menjual anak-
anaknya untuk mendapatkan barang-barang mewah)
d. Ketidakefektifan Pendidikan dalam meningkatkan status sosial
ekonomi
Sebagian besar orang memandang pendidikan sebagai alat untuk
meningkatkan status sosial ekonomi dan kualitas kehidupan. Oleh
karena itu orang tua rela mengeluarkan uang banyak untuk
menyekolahkan anaknya. Tetapi karena keterbatasan lapangan
pekerjaan, setelah lulus pendidikan belasan tahun pun banyak anak
yang tidak mendapatkan pekerjaan. Di lain pihak, perempuan
muda yang menjadi pelacur ketika lulus dari SD, dua atau tiga
tahun berikutnya dapat membangun sebuah rumah dan menikmati
gaya hidup mewah. Dalam beberapa kasus, dapat dimengerti
bahwa pilihan melacur pada komunitas tertentu dianggap sebagai
pilihan rasional.
10
1. Kehidupan seksual yang abnormal, misalnya: hiper seksual dan
sadis.
2. Kepribadian yang lemah, misalnya cepat meniru.
3. Moralitas rendah dan kurang berkembang, misalnya, kurang dapat
membedakan baik dan buruk, benar dan salah, boleh dan tidak
boleh dan hal-hal lainnya.
4. Mudah terpengaruh (suggestible)
5. Memiliki motif kemewahan, yaitu menjadikan kemewahan
sebagai tujuan utamanya.
11
sedang melayani pria hidung belang dikebun tebu, Rabu (2/01/2018)
malam.
Kabid Trantibun Satpol PP Kota Kediri, Nur Khamid
menjelaskan, keduanya diamankan anggotanya saat sedang asyik di
kebun tebu. “Menurut pengakuan bersangkutan, ia menjual diri sekali
main tarif 30 ribu rupiah,” tutur Nurkamid, Kamis (3/1/2019).
12
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Dimensi sosial wanita adalah suatu fenomena gambaran yang terjadi
pada saat sekarang ini. Kenyataannya adalah diskriminasi/ketidakadilan
seperti: marginalisasi, subordinasi, pandangan steriotip, kekerasan terhadap
perempuan, beban kerja. Permasalahan yang berkaitan dengan dimensi sosial
wanita yaitu kekerasan, pelecehan seksual, pekerja seks komersial.
Pelecehan seksual adalah segala bentuk perilaku maupun perkataan
bermakna seksual yang berefek merendahkan martabat orang yang menjadi
sasaran.
Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah para pekerja yang bertugas
melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau uang
dari yang telah memakai jasa mereka tersebut. Dalam literatur lain juga
disebutkan bahwa pengertian PSK adalah wanita yang pekerjaannya menjual
diri kepada banyak laki-laki yang membutuhkan pemuas nafsu seksual, dan
wanita tersebut mendapat sejumlah uang sebagai imbalan, serta dilakukan
diluar pernikahan.
13
DAFTAR PUSTAKA
14