Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Kelompok 4
S1 Keperawatan – Reguler A
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kesempatan kepada kami selaku penyusun untuk menyelesaikan makalah ini.
Atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kekerasan Terhadap Perempuan di China” ini tepat waktu.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Maternitas I. Untuk itu kami selaku penyusun sangat berterima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada dosen
mata kuliah Keperawatan Maternitas I Ibu Vina Fuji Lastari S.Kep.,Ners yang telah
memberikan bimbingannya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Tentunya selaku penyusun kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah........................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................3
2.1 Pengertian Kekerasan Terhadap Perempuan...............................................................................3
2.2 Kasus kekerasan terhadap perempuan........................................................................................3
2.3 Upaya Penanganan......................................................................................................................6
2.4 Upaya Perlindungan Bagi Perempuan Dalam Instrument Hukum...............................................9
2.5 Pendapat atau Respon Kelompok..............................................................................................10
BAB III..................................................................................................................................................11
PENUTUP.............................................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................11
3.2 Saran..........................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
iii
berperan untuk memberikan perlindungan terhadap semua warga negaranya tanpa ada
diskriminasi. Hal tersebut tercermin dalam munculnya Undang-undang Nomor 23 tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau yang dikenal dengan
UU PKDRT. Undang-undang PKDRT dibuat dengan tujuan untuk melindungi hak-hak
hidup perempuan dan menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dalam konteks
perkawinan dan keluarga.
Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga menyebutkan bahwa:
“Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
terhadap perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tanga” Kekerasan terhadap istri sesungguhnya kompleks,
tetapi sulit mendeteksi jumlah kasus maupun tingkat keparahan korban, karena banyak
kasus yang tidak dilaporkan ke pihak yang berwenang.
Hal ini berhubungan dengan adanya diskriminasi gender atau pemberian citra baku
terhadap perempuan. Masyarakat memiliki pandangan bahwa kekerasan terhadap istri
merupakan hal yang normal, wajar terjadi sebagai konsekuensi kewajiban istri yang
harus mematuhi suami. Juga cukup sering muncul pandangan yang menyalahkan pihak
korban karena perempuan dianggap memancing kekerasan dengan berprilaku tidak sopan
atau tidak taat pada suami (Hidayat, dkk, 39: 2009).
iv
BAB II
PEMBAHASAN
Bentuk lain kekerasan terhadap wanita adalah pelecehan seksual. Dalam hal ini
tidak ada perundangan yang khusus mengatur mengenai pelecehan seksual.
Namun dalam KUHP terdapat ketentuan mengenai “perbuatan cabul”, yang
pengertiannya adalah perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau
3
4
1. Kekerasan fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau
luka berat.
Diyakini ada sekitar satu juta orang warga Uighur dan sebagian besar
minoritas Muslim lainnya ditahan di China, yang menurut negara itu dianggap sebagai
sebagai kamp "re-edukasi".
China awalnya menyangkal keberadaan kamp-kamp itu, namun kemudian
membela diri dengan menyebut kamp-kamp tersebut didirikan sebagai langkah
penting melawan terorisme, menyusul kekerasan berlatar separatisme di wilayah
Xinjiang.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo telah meminta
China agar "segera mengakhiri praktik mengerikan ini."
Dalam sebuah pernyataan, dia menyerukan "semua negara untuk bergabung dengan
AS dalam menuntut diakhirinya pelanggaran tidak manusiawi ini."
China menghadapi peningkatan pengawasan global atas perlakuannya terhadap
masyarakat Uighur dalam beberapa tahun terakhir.
Investigasi BBC pada 2019 menunjukkan bahwa anak-anak di Xinjiang secara
sistematis dipisahkan dari keluarga masing-masing dalam upaya mengisolasi mereka
dari komunitas Muslim.
Laporan Zenz dilandaskan pada kombinasi data regional resmi, dokumen
kebijakan, dan wawancara dengan sejumlah perempuan etnis minoritas di Xinjiang.
Laporan itu menuduh bahwa perempuan Uighur dan etnis minoritas lainnya diancam
akan ditahan di kamp karena menolak mengaborsi kehamilan yang melebihi kuota
kelahiran.
Dia juga mengatakan perempuan yang memiliki kurang dari dua anak - sesuai aturan
hukum - dipasangi alat kontrasepsi dalam rahimnya tanpa disadari oleh yang
bersangkutan, sementara lainnya dipaksa menerima operasi sterilisasi.
"Sejak razia dengan kekerasan yang dimulai akhir 2016 telah mengubah Xinjiang
menjadi sebuah negara polisi yang kejam, laporan-laporan saksi mata tentang campur
tangan negara terhadap kehamilan telah menyebar kemana-mana," ungkap laporan itu.
Analisa Zenz tentang data, pertumbuhan populasi alami di Xinjiang telah menurun
secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir, dengan tingkat pertumbuhan pada dua
wilayah Uighur terbesar anjlok 84% antara 2015 dan 2018 dan semakin menurun pada
2019.
Penurunan semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya, ada kezaliman di sana,"
kata Zenz kepada kantor berita Associated Press. "Ini adalah bagian kampanye
kontrol yang lebih luas untuk menaklukkan orang-orang Uighur."
6
Dalam sebuah pernyataan pada Senin (29/06), sekelompok anggota parlemen dari
berbagai negara, Aliansi Antar Parlemen tentang China (IPAC), seperti politisi
konservatif Iain Duncan Smith, Baroness Helena Kennedy QC dan senator AS Marco
Rubio, "menyerukan kepada PBB agar diadakan penyelidikan independen terhadap
situasi di Xinjiang ".
"Sekarang bukti-buktinya terus bertambah, adanya tuduhan penahanan massal,
indoktrinasi, penahanan di luar hukum, kerja paksa, dan penghancuran kebudayaan
Uyghur, termasuk komplek kuburan, serta bentuk-bentuk pelecehan lainnya," kata
pernyataan itu.
"Dunia tidak bisa tinggal diam atas kekejaman yang sedang berlangsung. Negara-negara
kita terikat oleh kewajiban serius untuk mencegah dan menghukum setiap upaya
menghancurkan kelompok nasional, etnis, ras atau agama, baik 'secara keseluruhan atau
sebagian'."
Menurut laporan kantor berita Associated Press (AP) yang diterbitkan Senin, kaum
perempuan di Xinjiang menghadapi denda yang terlalu tinggi dan ancaman pemenjaraan
karena melanggar batas melahirkan anak.
Gulnar Omirzakh, seorang etnis Kazakh kelahiran China, telah dipaksa memasukkan alat
kontrasepsi (IUD) setelah memiliki anak ketiga, demikian AP melaporkan.
Dua tahun kemudian, pada Januari 2018, empat orang petugas - yang mengenakan
seragam militer - mengetuk pintu rumahnya dan meminta Omirzakh, istri pedagang sayur
miskin, untuk membayar denda 17.5000 RMB (£ 2.000) karena memiliki lebih dari dua
anak.
Dia dilaporkan telah diberi peringatan bahwa dia akan bergabung dengan suaminya di
kamp interniran jika dia menolak membayar denda.
7
hukum kepada para korban dan meluncurkan kampanye lokal melawan kekerasan dalam
rumah tangga.
2. Kampanye Akar Rumput Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pada Hari Valentine 2012, sekelompok aktivis feminis Tiongkok, termasuk Li
Tingting , berdandan seperti pengantin di jalan-jalan di Beijing mengenakan gaun
pengantin dengan noda merah untuk mewakili darah dan memakai riasan tebal seolah-
olah mereka dipukuli. Beberapa dari mereka juga mengangkat spanduk dengan slogan-
slogan menentang kekerasan dalam rumah tangga.
Pada bulan Desember 2012, lebih banyak aktivis hak-hak perempuan muda Tiongkok
turun ke jalan untuk memprotes kekerasan dalam rumah tangga dengan cara yang sama
di lima kota besar Tiongkok: Hangzhou, Shanghai, Guangzhou, Xi'an, dan Dongguan.
Kemudian pada tahun 2013 dan 2014, pertunjukan serupa terjadi di jalan di kota-kota
lain termasuk Zhengzhou, Yunnan, dan Shenzhen. Secara historis, mereka secara kolektif
disebut sebagai kampanye "Pengantin Berdarah".
3. Pembatasan "Periode Pendinginan" Perceraian tahun 2021
Dalam upaya memerangi tingkat perceraian yang meningkat di negara itu,
"masa tenang" perceraian diterapkan oleh pemerintah Tiongkok pada 1 Januari 2021 .
ini adalah bagian dari kode pertama yang pernah sipil China, disahkan oleh Kongres
Rakyat Nasional pada tanggal 29 Mei, 2020. kode sipil membutuhkan pasangan Cina
mengajukan cerai konsensual menunggu 30 hari untuk memikirkan kembali keputusan
mereka untuk menerapkan. Menurut penciptanya, tujuan dari "masa pendinginan" adalah
untuk mencegah perceraian impulsif, terutama bagi pasangan dengan anak kecil,
Permohonan cerai tidak diproses sampai 30 hari berlalu.
Pasal 1076, 1077, dan 1078 KUHPerdata mengatur sebagai berikut:
Perceraian konsensual adalah proses lima langkah: aplikasi, penerimaan, periode
pendinginan, peninjauan, dan pendaftaran (sertifikasi).
Jika salah satu pasangan berubah pikiran tentang perceraian dalam jangka waktu
sebulan, aplikasi perceraian dapat ditarik kembali.
Dalam waktu 30 hari setelah berakhirnya "masa tunggu", kedua belah pihak harus
mengajukan permohonan untuk penerbitan akta cerai.
Jika salah satu pihak gagal untuk mengajukan permohonan akta cerai dalam waktu 30
hari setelah "masa tunggu", permohonan cerai akan ditarik.
9
Meskipun "masa tenang" tidak berlaku bagi pasangan yang ingin bercerai karena
kekerasan dalam rumah tangga atau hubungan di luar nikah, telah menerima kritik
karena tidak melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga suaminya.
Feminis Cina terkemuka Li Tingting percaya bahwa undang-undang tersebut
berpotensi merugikan hak-hak perempuan, karena tingkat penentuan kekerasan dalam
rumah tangga dalam kasus perceraian rendah dalam praktik peradilan.
Pendapat atau respon kelompok kami terhadap kasus kekerasan pada wanita di
china, salah satu nya untuk mengetahui segala bentuk kekerasan baik fisik, psikis
maupun seksual, yang kerap dilakukan oleh orang terdekat maupun orang asing.
Berikut solusi penanganan secara kesehatan atau medis dan upaya penanganan nya baik
secara hukum atau yang lain nya:
Upaya penanganan :
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab sebelumnya, sebagai bagian akhir
dari pada keseluruhan proses penulisan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kekerasan fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat.
2. Kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan
penderitaan psikis berat pada seseorang.
3. Kekerasan seksual, meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga, pemaksaan hubungan
seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain
dengan tujuan komersial dan tujuan tertentu.
3.2 Saran
4. Tanamkan sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama mengajarkan moral pada
anak agar berbuat baik, hal ini dimaksudkan agar anak tersebut tidak menjadi pelaku
kekerasan itu sendiri. Sesekali bicaralah secara terbuka pada anak dan berikan
dorongan pada anak agar bicara apa adanya/berterus terang. Hal ini dimaksudkan agar
orang tua bisa mengenal anaknya dengan baik dan memberikan bimbingan dan
nasihat kepada anak, guna mempersipakan diri anak yang bermental tangguh.
5. Masyarakat diharapkan lebih peka terhadap tanda-tanda terjadinya kekerasan anak,
dan masyarakat juga harus memiliki pengetahuan terkait perilaku kekerasan terhadap
anak, sehingga timbul kesadaran untuk mencegah dan melaporkan tindak kekerasan
terhadap anak. Bentuk pencegahan yang dilakukan adalah peningkatan pengawasan
dan penjagaan agar anak tidak memperoleh kekerasan oleh orang di lingkungan
sekitarnya baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
6. Melaporkan kecurigaan terhadap adanya kekerasan terhadap anak kepada pimpinan
masyarakat seperti kepala lingkungan, Tokoh masyarakat atau agama dan bisa
langsung melaporkan kepada pihak berwajib maupun kepada Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI) untuk mencegah agar angka tindakan kekerasan anak tidak
semakin meningkat.
7. Pemerintah wajib melakukan sosialisasi dalam hal ini diwakili Kelurahan Binjai dan
program edukasi kepada semua golongan masyarakat mengenai pencegahan kejahatan
terhadap anak dan tindakan-tindakan serta hukuman bagi pelaku. Sosialisasi akan
dilakukan secara masif dan berkelanjutan. Pemerintah wajib memberikan perhatian
pada rehabilitasi anak yang menjadi korban, terutama pendampingan secara
psikologis sehingga memulihkan cedera mental atau trauma yang dialami anak.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://en-m-wikipedia-org.translate.goog/wiki/Domestic_violence_in_China?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=ajax,nv,tc,sc,elem,se
http://digilib.unimed.ac.id/23064/8/BAB%20V.pdf
13
13
13