Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MASALAH SERTA MOTIF-MOTIF PERMASALAHAN PROSTITUSI DAN


PENYIMPANGAN SEKSUAL

“Disusun guna memenuhi nilai Kelompok Mata Kuliah Patologi Sosial”

Dosen Pengampu : Yuni Tanjung Utami, M.Pd

Disusun Oleh :

Ilma Hasanah Amalia (2287210039)

Najib Hibatullah (2287210011)

Risma (2287210068)

6A

PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2024
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Analisis Statistika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, tidak lupa pula shalawat serta salam tercurah kepada
Rasuluallah SAW yang syafa’atnya sangat dinantikan kelak.

Selanjutnya, tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Yuni Tanjung Utami, M.Pd. yang
telah memberikan tugas yang berjudul “MASALAH SERTA MOTIF-MOTIF
PERMASALAHAN PROSTITUSI DAN PENYIMPANGAN SEKSUAL”

Kami meyadari bahwa dengan keterbatsan ilmu pengetahuan dan kemampuan kami dalam
penyusunan makalah, makalah ini dirasakan masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami
menerima segala kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan
makalah ini, mudah- mudahan segala amal baik yang telah diberikan kepada kami mendapatkan
balasan setimpal dari Allah SWT. Semoga makalah ini bermanfaat.

Serang, 4 Maret 2024

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................2

1.3 Tujuan...............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3

2.1 Masalah Prostitusi dan Penyimpangan Seksual...........................................................3

A. Prostitusi.......................................................................................................................3

B. Penyimpangan Seksual...............................................................................................5

2.2 Motif-Motif Prostitusi dan Penyimpangan Seksual.....................................................7

A. Prostitusi...........................................................................................................................7

B. Penyimpangan Seksual...............................................................................................9

BAB III PENUTUP......................................................................................................................12

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................12

3.2 Saran...............................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................14

ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya semua manusia menginginkan kehidupan yang baik, yaitu terpenuhinya
kebutuhan hidup, baik kebutuhan jasmani, kebutuhan rohani, maupun kebutuhan sosial.
Manusia berpacu untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya demi
mempertahankan kehidupan diri sendiri, maupun keluarganya. Berbagai upaya untuk dapat
memenuhi berbagai kebutuhan hidup dikerjakan manusia agar dapat memperoleh uang
untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Kenyataannya, dalam usaha mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup dihadapi adanya
kesulitan-kesulitan, terutama yang dialami kaum wanita di Indonesia. Sering kebutuhan
keluarganya menuntut wanita harus bekerja di luar rumah untuk mencari kegiatan yang
dapat menambah penghasilan keluarga tidaklah mudah karena lapangan kerja yang sangat
terbatas di samping tingkat pendidikan yang rendah. Dengan tingkat pendidikan yang rendah
dan tidak adanya keterampilan yang mereka miliki menyebabkan mereka mencari jenis
pekerjaan yang dengan cepat dapat menghasilkan uang. Akhirnya banyak wanita yang
dengan terpaksa terjun ke dalam bisnis pelacuran.
Kita mengetahui bahwa salah satu bisnis seks adalah pelacuran, yang merupakan
penyakit masyarakat yang belum dapat dituntaskan penyelesaiannya. Aktivitas pelacuran
dipandang masyarakat sebagai sisi hitam kebidupan sosial kita. Menurut Verkuyt (1984: 133
l), baik dahulu maupun sekarang kita sering berdua haluan, di mana kita melarang pelacuran
tetapi sebaliknya kita terima juga sebagai sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Dengan kata
lain mengekang kebutuhan biologis (libido) seksual dapat mengakibatkan bahaya, bahkan
menimbulkan gangguan jiwa jika tidak diberi jalan keluar dalam promiskuitas/pelacuran
(Soekamto 1996: 103).
Kontradiksi pelacuran dari segi agama dengan keberadaan manusia itu sebagai makhluk
sosial yang mempunyai kebutuhan biologis terkadang membuat kita harus menempatkan
secara hati-hati. Sebab bila tidak maka manusia akan menganggap nilai-nilai agama dapat di
kesampingkan pada saat melakukan pelacuran. Menurut Gavin Jones (dalam Allison 1995:
21) pelacuran adalah tidak lebih dari pengeksplotasian wanita sebagai pemuas nafsu seks
oleh seorang laki-laki dan untuk itu diberi imbalan sejumlah uang sesuai dengan tarif atau
kesepakatan bersama.
1
Bisnis seks menjalar ke mana-mana, daerah pinggiran makin ramai ketika lokalisasi di
tengah kota diusik. Semua kebijakan pemerintah bersifat semu dan malu-malu, kelihatan
sekali bahwa pelacuran itu merupakan bentuk kegiatan bisnis yang sangat menjanjikan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja masalah prostitusi dan penyimpangan seksual?
2. Bagaimana motif-motif yang melatar belakangi masalah prostitusi dan penyimpangan
seksual?

1.3 Tujuan
Tujuan dibuat makalah ini adalah untuk memberitahu para pembaca mengenai masalah
prostitusi dan penyimpangan seksual serta motif-motif yang melatar belakangi masalah
prostitusi dan penyimpangan seksual yang berada di Masyarakat.

2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Masalah Prostitusi dan Penyimpangan Seksual
A. Prostitusi
a) Pengertian Prostitusi
Pelacur adalah perempuan yang melacur, sundal, wanita tuna susila. Pelacuran
adalah perihal menjual diri sebagai pelacur, penyundalan, Menurut William Benton
dalam Encyclopedia Britanica, pelacuran dijelaskan sebagai praktek hubungan
seksual yang dilakukan sesaat.
Prostitusi atau juga bisa disebut pelacuran berasal dari bahasa Latin yaitu pro-
situare yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan perbuatan persundalan,
pencabulan, pergendakan. Dalam bahasa Inggris prostitusi disebut prostitution yang
artinya tidak jauh beda dengan bahasa latin yaitu pelacuran, persundalan atau
ketunasusilaan. Orang yang melakukan perbuatan prostitusi disebut pelacur yang
dikenal juga dengan WTS atau Wanita Tuna Susila.
Pelacuran dalam kamus Bahasa Indonesia dijelaskan berasal dari kata lacur yang
berarti malang, celaka sial, gagal, atau buruk laku, dengan siapa saja (promiskuitas)
untuk imbalan berupa uang. Sedangkan secara terminologis, pelacuran atau prostitusi
adalah penyediaan layanan seksual yang dilakukan oleh Laki-laki atau kepuasan.
Menurut Mulia, T.S.G et.al dalam ensiklopedia Indonesia dijelaskan bahwa
pelacuran itu bisa dilakukan baik oleh kamu wanita maupun pria. Jadi ada persamaan
predikat pelacuran antara laki-laki dan wanita yang bersama-sama melakukan
perbuatan hubungan kelamin diluar perkawinan. Dalam hal ini cabul tidak hanya
berupa hubungan kelamin diluar nikah saja, akan tetapi termasuk pula peristiwa
homoseksual dan permainan-permainan seksual lainnya.
Beberapa devenisi prostitusi menurut parah ahli :
Kartini Kartono dalam bukunya Patologi Sosial memberikan definisi pelacuran
adalah sebagai berikut:
a. Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan gejala jalan
memperjual belikan badan, kehormatan dan kepribadian banyak orang untuk
memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran.

3
b. Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi
impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak teritegrasi dalam bentuk
pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang atau
Promiskuitas, disertai eksploitasi seks yang impersonal tanpa afeksi sifatnya.
Gagnon J.H (1968) dalam bukunya Prostitution dalam International
Encyclopedia of Social Science, sebagaimana yang dikutip oleh Thanh-Dam Truong
dalam bukunya Seks, Uang dan Kekuasaan, memandang pelacuran sebagai
pemberian akses seksual pada basis yang tidak diskriminatif untuk memperoleh
imbalan baik berupa barang atau uang, tergantung pada kompleksitas sistem
ekonomi. Jadi pelacur didefenisikan sebagai professional berdasarkan pertukaran
moneter dan kelangkaan pelayanan yang disediakan. Pelayanan ini diasumsikan tidak
tersedia didalam lingkup hubungan seksual non komersial.
Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa paling tidak terdapat
empat elemen utama dalam definisi pelacuran yang dapat ditegakkan yaitu, (1)
bayaran, (2) perselingkuhan, (3) ketidak acuhan emosional, dan (4) mata
pencaharian. Dari ke empat elemen utama tersebut, pembayaran uang sebagai sumber
pendapatan dianggap sebagai faktor yang paling umum dalam dunia pelacuran.
Apabila dilihat dari norma-norma social sudah jelas melarang atau mengharamkan
prostitusi dan sudah ada pengaturan tentang larangan bisnis prostitusi terletak dalam
Pasal 296 KUHP menetukan bahwa pemidanaan hanya dapat dikenakan bagi orang
yang dengan sengaja menyebabkan sebagai pencaharian atau kebiasaan. Melihat dari
rumusan pasal tersebut maka pemidanaan hanya dapat dilakukan kepada mucikari
atau germo (pimp) sedangkan terhadap pelacur (Prostitute) dan pelanggannya (client)
sendiri tidak dapat dikenakan pidana. Dengan demikian penegak hukum baik dalam
konteks transnasional dan nasional yang dimaksudkan adalah terhadap mucikari.
b) Prostitusi Sebagai Masalah Sosial
Pelacuran merupakan masalah sosial yang berpengaruh terhadap perkembangan
moral. Pelacuran itu selalu ada pada semua negara berbudaya sejak zaman purba
sampai sekarang dan senantiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan
hukum. Selanjutnya dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan, turut

4
berkembang pula pelacuran dalam berbagai tingkatan yang dilakukan secara
terorganisir maupun individu.
Profesi sebagai pelacur dijalani dengan rasa tidak berdaya untuk merambah
kemungkinan hidup yang lebih baik. Dengan berbagai latar belakang yang berbeda,
profesi sebagai pelacur mereka jalani tanpa menghiraukan akibat-akibat yang
ditimbulkan-nya. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh praktik pelacuran dapat
menyebabkan berbagai permasalahan baik pada diri sendiri, keluarga, dan
lingkungan sosialnya.
Permasalahan itu dapat berupa pengaruh pada dirinya, yaitu:
1. Merasa tersisih dari kehidupan sosial (dissosiasi). Seseorang menjadi
pelacur pasti merasa tersisih dari pergaulan sosial karena profesi pelacur
bukanlah pekerjaan yang halal.
2. Terjadinya perubahan dalam pandangan hidup. Mereka tidak lagi memiliki
panda-ngan hidup dan masa depan yang baik.
3. Perubahan terhadap penilaian moralnya. Seorang pelacur tidak pernah
berpikir mana yang baik dan mana yang buruk, yang penting bagi mereka
adalah bagaimana caranya mendapatkan uang dan dapat hidup mewah.
B. Penyimpangan Seksual
a) Pengertian Penyimpangan Seksual
Tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan seksual pada manusia dapat disamakan
dengan kebutuhan manusia akan makan, manusia akan meninggal jika mereka tidak
makan, begitu juga kebutuhan manusia akan seksual, karena kehadiran manusia
kemuka bumi ini juga tidak lepas dari hubungan seksual, kecuali Nabi Isa as. Dan
yang menjadi permasalahannya yaitu, dalam pemenuhan kebetuhan seksual tidak
semua orang melakukannya dengan cara yang wajar, akan tetapi ada beberapa orang
yang memenuhi kebutuhan seksualnya dengan cara yang tidak wajar. hal tersebut
bisa disebabkan oleh ganguan-ganguan psikoseksual yang disebut Parafilia. Parafilia
adalah suatu ganguan psikoseksual dimana orang yang mengalami hal ini lebih
memilih kegiatan seksual yang tidak lazim.
Menurut Shuterland bahwa penyimpangan merupakan konsekwensi dari
kemahiran dan penguasaan atas suatu sikap atau tindakan yang dipelajari dari norma-

5
norma yang menyimpang, terutama dari subkultur atau diantara teman-teman sebaya
yang menyimpang.
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk
mendapatkan kenikmatan seksual dengan cara tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang
digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar
atau tujuan seksual yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat
psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari lingkungan
pergaulan, dan faktor genetik. Penyebab lainnya yang diduga dapat menyebabkan
perilaku seks menyimpang ialah penyalahgunaan obat dan alkohol. Obat-obatan
tertentu memungkinkan seseorang yang memiliki potensi perilaku seks menyimpang
melepaskan fantasi tanpa hambatan kesadaran.
b) Penyimpangan Seksual Sebagai Masalah Sosial
Penyimpangan secara normatif didefinisikan sebagai penyimpangan terhadap
norma, di mana penyimpangan itu adalah terlarang bila diketahui dan mendapat
sanksi. Jumlah dan macam penyimpangan dalam masyarakat adalah relatif
tergantung dari besarnya perbedaan Penyimpangan adalah relatif terhadap norma
suatu kelompok atau masyarakat. Karena norma berubah maka penyimpangan
berubah.
Menurut Kartono, (2009), kenakalan remaja atau Juvenile delinguency
merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk
pengabaian sosial. Akibatnya mereka mengembangkan bentuk perilaku yang
menyimpang, sementara Santrock (2009) mengatakan kenakalan remaja merupakan
kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial
hingga terjadi tindakan kriminal. Kenakalan remaja adalah kelainan tingkah
laku/tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta
ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat (Mubarak, 2009).
Menurut bentuknya, Sunarwiyati (1985) membagi kenakalan remaja ke dalam
tiga tingkatan yaitu kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran,
membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit; kenakalan remaja yang menjurus
pada pelanggaran dan kejahatan, seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil
barang orang tua tanpa izin; kenakalan khusus, seperti penyalahgunaan narkotika,

6
hubungan seks di luar nikah, pemerkosaan, menggugurkan kandungan (aborsi),
berjudi, membunuh dan lain-lain. Perilaku menyimpang atau kejahatan dianggap
sebagai fakta sosial yang normal jika dalam batas-batas tertentu. Sebaliknya dari
perilaku yang dianggap normal merupakan perilaku nakal/jahat, yaitu perilaku yang
sengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat (Mubarak, 2009).
Berbagai macam bentuk kenakalan remaja saat ini menurut Tanjung (2007)
mengacu pada perilaku seks bebas/freesex. Perilaku seks bebas memiliki beberapa
macam bentuk yaitu hubungan seks bebas, kumpul kebo, pelacuran, gigolo,
homoseksual dan perkosaan. Bentuk perilaku seks bebas yang banyak dilakukan oleh
remaja saat ini yaitu hubungan seks bebas.

2.2 Motif-Motif Prostitusi dan Penyimpangan Seksual


A. Prostitusi
Isi pelacuran atau motif-motif yang melatarbelakangi tumbuhnya pelacuran pada
wanita itu beraneka ragam. Dibawah ini disebutkan beberapa motif, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Adanya kecendrungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan
diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek.
Kurang pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan
pelacuran.
2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan
keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan
relasi seks dengan satu pria/suami.
3. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan ekonomis
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam mendapatkan
status sosial yang lebih baik.
4. Rasa melit dan ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah
seks, yang kemudian tersebut dunia pelacuran oleh bujukan-bujukan bandit-
bandit seksual.
5. Anak-anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan
banyak tahu dan peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat dan

7
norma-norma susila yang dinggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja
mereka lebih menyukai pola seks bebas.
6. Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau suka melakukan
hubungan seks sebelum perkawinan (ada premarital sexrelation) untuk sekedar
iseng atau untuk menikmati “masa indah” di kala muda. Atau sebagai simbol
keberanian dan kegagahan telah menjelajahi dunia seks secara nyata.
Selanjutnya, gadis-gadis tadi terbiasa melakukan banyak relasi seks secara bebas
dengan pemuda-pemuda sebaya, lalu terprosoklah mereka kedalam dunia
pelacuran.
7. Gadis-gadis dari daerah slums ( perkampungan-perkampunagan melarat dan
kotor dengan lingkungan yang immoril yang sejak kecinya selalu melihat
persanggamaan orang-orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga
terkondisikan mentalnya dengan tindak-tindak asusila). Lalu menggunakan
mekanisme promiskuitas/pelacuran untuk mempertahankan hidupnya.
8. Banyak stimulasi seksual dalam bentuk: film-film biru, gambar-gambar porno,
bacaan cabul, gang-gang anak muda yang memperaktekkan relasi seks, dan
lainlain.
9. Gadis-gadis pelayan toko dan pembantu rumah tangga tunduk dan patuh
melayani kebutuhan-kebutuhan seks dari majikannya untuk tetap
mempertahankan pekerjaannya.
10. Penundaan perkawinan, jauh sesudah kematangan biologis, disebabkan oleh
perimbangan-pertimbangan ekonomis dan standar hidup yang tinggi. Lebih suka
melacurkan diri daripada kawin.
11. Adanya anggapan bahwa wanita memang dibutuhkan dalam macam-macam
permainan cinta, baik sebagai iseng belaka maupun sebagai tujuan-tujuan
dangang.
12. Pekerjaan sebagai pelacur tidak memerlukan keterampilan/skill, tidak
memerlukan inteligensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan
memiliki kecantikan, kemudaan, dan keberanian. Tidak hanya orang-otang
normal, wanita-wanita yang agak lemah ingatan pun bisa melakukan pekerjaan
ini.

8
13. Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius (hash-hish,
ganja, morfin, heroin, candu, likeur/minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan
lain-lain) banyak menjadi pelacur untuk mendapatkan uang pembeli obat-obatan
tersebut.
14. Oleh pengalaman-pengalaman traumatis (luka jiwa) dan shock mental misalnya
gagal dalam bercinta atau perkawinan dimadu, ditipu, sehingga timbul
kematangan seks yang terlalu dini dan abnormalitas seks. Contoh: seorang gadis
cilik yang pernah diperkosa kesuciannya oleh laki-laki, menjadi terlalu cepat
matang secara seksual ataupun menjadi patah hati dan penuh dendam kesumat,
lalu menerjunkan diri dalam dunia pelacuran.
15. Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu dalam
dunia pelacuran.
16. Ada kebutuhan seks yang normal, akan tetapi tidak dipuaskan oleh pihak suami.
Misalnya karna suami impoten, lama menderita sakit, banyak istri-istri lain
sehingga sang suami jarang mendatangi istri yang bersangkutan, lama bertugas
ditempat yang jauh, dan lain-lain.
B. Penyimpangan Seksual
 Motif Sebab
Pertama, sosialisasi yang salah. Bertempat tinggal di daerah yang berada dekat
dengan lokalisasi memang merupakan suatu kondisi yang tidak dapat dipungkiri bagi
informan penelitian ini. Mereka merupakan warga asli desa Maospati yang telah
tinggal di maospati sejak sebelum mereka lahir dan dari turun-temurun keluarga
mereka. Sejak kecil remaja sudah mengetahui dengan keberadaan lokalisasi baben
tersebut, mereka mengetahui lokalisasi tersebut dari cerita ke cerita yang berasal dari
teman sebaya mereka sejak kecil, selain itu mereka juga mengetahui lokalisasi dari
orang-orang dewasa yang sering membicarakan seputar lokalisasi tersebut baik
lokasi, pengunjung, para psk hingga aktivitas lokalisasi tersebut.
Kedua, latar belakang keluarga. Berada ditengah-tengah keluarga yang mapan,
bahagia dan harmonis merupakan impian bagi semua orang terutama remaja karena
dengan memiliki letar belakang keluarga yang mapan, bahagia dan harmonis
tentunya memberikan kebahagiaan bagi mereka. Berada digaris kemiskinan tidak

9
membuat orang berusaha untuk memperbaiki kondisi perekonomian keluarga dan
memiliki sifat-sifat yang bermoral, justru yang dialami oleh salah satu informan
penelitian disini justru berbanding terbalik, ayahnya yang seharusnya menjadi
panutan bagi anak-anaknya justru melakukan paerbuatan-perbuatan yang tidak
bermoral denagn menyewa psk dan menghamili tetangganya yang seoranag
tunawicara.
Ketiga, seks bebas. Pergaulan bebas sudah banyak mempengaruhi remaja dalam
pola perilakunya. Tidak jarang remaja terjerumus dalam pergaulannya sehingga
mengambil keputusan salah bagi masa depan mereka. Pergaulan yang salah tentunya
akan berdampak yang buruk bagi remaja, begitupun sebaliknya. Bagi remaja
Maospati, berada di lingkungan lokalisasi tentunya memiliki dampak yang besar
dalam kehidupan mereka. Seks bebas yang dilakukan oleh PSK di lingkungan
lokalisasi berdampak pada pergaulan remaja. Banyak remaja yang kemudian
mengikuti gaya pergaulan lokalisasi, yakni melakukan hubungan seks di luar nikah
dengan pasangan mereka dan hal tersebut sudah menjadi suatu kebiasaan yang
dialkukan pasangan kekasih.
Keempat, kemiskinan. Kebutuhan yang semakin meningkat tidak diimbangi
dengan pendapatan yang meningkat, kondisi tersebut menyebabkan
ketidakseimbangan ekonomi sehingga menyebabkan beberapa orang khususnya
remaja mengambil cara diluar logika seperti halnya menjadi seorang PSK maupun
gigolo. Dengan menjadi PSK ataupun gigolo, remaja akan mampu mendapatkan
imbalan jasa berupa uang secara cuma-cuma hanya dengan melakukan hubungan
seks tanpa membutuhkan keahlian khusus maupun pendidikan yang tinggi.
 Motif tujuan
Pertama, adanya motif tujuan karena asmara. Memiliki seseorang yang dicintai
dan mencintai dirinya tentunya membuat seorang remja rela memberikan segala apa
yang ia miliki untuk pasangannya dari memberikan waktu, tenaga, barang, hingga
memberikan tubuh mereka agar membuat pasangan mereka bahagia dan juga agar
tidak meninggalkan mereka. Semua informan penelitian dalam penelitian ini
mengaku melakukan hubungan seks dengan kekasih mereka berawal atas dasar rasa
cinta serta kasih sayang sebagai bentuk rasa cinta mereka kepada pasangannya,

10
meskipun beberapa diantaranya kemudian merubah motifnya untuk mendpatkan
uang dengan memberikan orang lain merasakan tubuh mereka.
Kedua, tujuan ekonomi. Ekonomi merupakan hal yang penting bagi masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, termasuk remaja. Dengan memiliki
ekonomi yang cukup mapu memenuhi kebutuhan hidup meraka. Pada zaman yang
berkembang kini, tentunya remaja harus dipaksa memenuhi segala sesuatu untuk
mendukung segala kegiatan mereka sehingga uang menjadi tujuan utama dalam
segala sesuatu serta karena uang dapat membuat seseorang remaja menjadi pelaku
seks.

11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Prostitusi dan penyimpangan
seksual adalah dua fenomena sosial yang kompleks dan memiliki dampak yang luas.
Prostitusi, yang melibatkan penjualan layanan seksual, memiliki motif-motif yang beragam
seperti tekanan ekonomi, kebutuhan seksual yang tidak terpenuhi, serta pengalaman
traumatis. Penyimpangan seksual, di sisi lain, mencakup perilaku seksual yang tidak sesuai
dengan norma sosial, seperti penggunaan obyek seks yang tidak wajar atau tujuan seksual
yang tidak lazim. Dalam kedua kasus ini, masalah sosial yang muncul mencakup berbagai
dampak negatif, mulai dari perubahan pandangan hidup hingga konsekuensi psikologis yang
serius.
Untuk mengatasi masalah prostitusi dan penyimpangan seksual, perlu adanya pendekatan
holistik yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga sosial, dan
masyarakat secara keseluruhan. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran akan risiko
dan konsekuensi dari praktik-praktik ini, serta memberikan pendidikan yang tepat tentang
seksualitas yang sehat dan norma-norma sosial yang berlaku. Selain itu, program-program
rehabilitasi dan dukungan psikologis juga perlu diperkuat untuk membantu individu yang
terjerumus dalam perilaku prostitusi atau penyimpangan seksual.
Pentingnya pembangunan ekonomi yang inklusif juga tidak boleh diabaikan, karena
tekanan ekonomi sering kali menjadi salah satu motif utama di balik praktik prostitusi.
Dengan memberikan akses yang lebih luas terhadap pendidikan, pelatihan keterampilan, dan
peluang ekonomi, dapat membantu mencegah individu dari terjerumus dalam praktik
prostitusi atau penyimpangan seksual sebagai jalan keluar dari kesulitan finansial.
Selain itu, upaya penegakan hukum juga diperlukan untuk memerangi pelaku kejahatan
dalam bisnis prostitusi, termasuk mucikari dan germo yang memanfaatkan orang-orang yang
rentan. Peningkatan pengawasan terhadap lokalisasi pelacuran dan penegakan sanksi
terhadap praktik-praktik ilegal juga merupakan langkah penting dalam mengurangi
prevalensi prostitusi dan penyimpangan seksual. Dengan demikian, melalui pendekatan yang
terintegrasi dan komprehensif, serta melibatkan berbagai pihak dan sektor, diharapkan dapat
mengurangi dan mencegah praktik prostitusi dan penyimpangan seksual, serta membantu

12
individu yang terpengaruh untuk mendapatkan bantuan dan dukungan yang mereka butuhkan
untuk memulai kehidupan yang lebih baik.

3.2 Saran
Saran kami, Untuk mengatasi fenomena kompleks prostitusi dan penyimpangan seksual,
diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah, lembaga sosial, dan
masyarakat. Kesadaran akan risiko dan konsekuensi dari praktik ini perlu ditingkatkan,
sambil memberikan pendidikan tentang seksualitas yang sehat. Program rehabilitasi dan
dukungan psikologis juga penting untuk membantu individu terjerumus. Pembangunan
ekonomi inklusif juga krusial, dengan memberikan akses pendidikan, pelatihan
keterampilan, dan peluang ekonomi yang lebih luas. Penegakan hukum terhadap pelaku
kejahatan dan pengawasan lokalisasi pelacuran juga perlu ditingkatkan untuk mengurangi
prevalensi prostitusi dan penyimpangan seksual. Dengan pendekatan komprehensif ini,
diharapkan dapat mengurangi dan mencegah praktik-praktik ini serta memberikan
bantuan kepada individu yang terpengaruh.

13
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak,Wahid Iqbal.2009. Sosiologi untuk Keperawatan.Jakarta: SalembaMedika.

Yayuk. K, Sugeng. H. (2017). Penyimpangan Seksual Remaja Di Lingkungan Prostitusi Di Desa


Maospati Kabupaten Magetan. 5(1).

Kartini Kartono, Patologi Sosial ( PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 1997), Jil I Edisi 2,
hlm.177
W.J.S Poerdarmita: (Diolah kembali oleh pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Kamus Umum Bahasa Indonesia, ( PN Balai Pustaka,
Jakarta 1984), hlm.548
Robert P.Masland, Jr. David Estridge, Apa yang Ingin Diketahui Remaja Tentang Seks, ( Bumi
Aksara,Jakarta 1987), hlm.134.
Mulia, T.S.G, et.al dalam Ensiklopedi Indonesia yang sebagaimana dikutip oleh Kartini Kartono,
Patolog Sosial, hlm.184
Gagnon J.H Prosatitution, dalam International Encyclopedi of Science, vol.12 (Macmillan and
Free Press, New York, 1968), sebagaimana dikutip oleh Than-Dan Truong, Seks, Uang dan
Kekuasaan hlm.17.
Gilbert & Reinda Lumoindong, 1996, Pelacuran di Balik Seragam Sekolah, Yayasan Andi,
Yogyakarta.
Gunarsa, Singgih, 1984, Psikologi Perkembangan, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta. ______,
1991, Psikologi Praktis: Anak, Remaja, Keluarga, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta. ______,
1993, Psikologi untuk Keluarga, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta.
Hull, Terrence, Dkk, 1997, Pelacuran di Indonesia, PT Penebar Swadaya, Surabaya.
Hurlock, B. Elizabeth, 1993, Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta.
Kartono, Kartini,1997, Pathologi Sosial, CV Rajawali, Jakarta.
Murray, J, Allison, 1995, Pedagang Jalanan dan Pelacur Jakarta, PT. Pustaka, LP3ES Indonesia,
Jakarta.
Rini, Asfiah, Tanjung, 1999, Komunikasi Interpersonal dan Pencegaban HIV/ AIDS ( Skripsi ),
Medan.
Sembiring, Ratur, Baren, 1992, Ciri, Kausa dan Alternatif Solusi Perilaku Seks Bebas, Pusat &
Informasi Kesehatan Remaja.

14
Gatra, 15 April 1997. ____, 15 Mei 1997. ____, 15 Juli 1997. Waspada, 27 Januari 1999.

15

Anda mungkin juga menyukai