Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PEMERKOSAAN

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah keperawatan Jiwa II

Dosen Pengampu : Ns. Muh. Juli Kartiko, S.Kep

Disusun oleh :

Kelompok 2 (No Absen 15-27)

1. Fatah Kholison (ST182015)


2. Ferdin Alfino Iskandar (ST182016)
3. Ferryda Leyla Mariana Widyastuti (ST182017)
4. Guntur Setiawan (ST182018)
5. Hari Purnomo (ST182019)
6. Indah Adhitama Chrisnanda (ST182020)
7. Jumiran (ST182021)
8 Makmur Sri Setyaningrum (ST182022)
9 Monica Putri (ST182023)
10 Muh Damar Satria (ST182024)
11 Ndaru Syukma Putra (ST182025)
12 Niken Prima Astuti (ST182026)
13 Nina Setyowati (ST182027)

PROGRAM TRANSFER PRODI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah dan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas keperawatan jiwa II tentang
makalah pemerkosaan dengan baik dan tepat waktu. Penugasan ini merupakan salah
satu komponen untuk mendapatkan nilai tambahan pada salah satu mata kuliah
yang di tempuh dalam jurusan S1 transfer keperawatan angkatan XI di STIKES
Kusuma Husada Surakarta.

Kami menyadari bahwa dalam tugas makalah ini, jika tanpa adanya
bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, tentu tidak akan dapat
terselesaikan. Oleh kerena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang sudah membimbing kami
serta teman-teman yang sudah mensuport serta membantu kami dalam
menyelelesaikan makalah ini.

Semoga amal baik pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
keperawatan jiwa II ini mendapat imbalan yang sesuai dari Allah SWT. Kami
menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan
dan pengetahuan. Maka dari itu, kami mohon maaf sebesar-besarnya dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Aamiin.

Surakarta, Januari 2020

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

Cover ................................................................................................................ i

Kata Pengantar ................................................................................................ ii

Daftar Isi .......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3

C. Tujuan ................................................................................................. 3

BAB II ............................................................................................................. 4

A. Pengertian ............................................................................................ 4

B. Macam - macam pemerkosaan ............................................................. 6

C. Faktor - faktor pemerkosaan ............................................................... 8

D. Dampak Sosial ..................................................................................... 9

E. Dampak Psikologis .............................................................................. 10

F. Alternatif Penyembuhan....................................................................... 14

G. Upaya Penanggulangan ....................................................................... 14

BAB III ........................................................................................................... 16

A. Kesimpulan ......................................................................................... 16

B. Saran .................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama beberapa tahun terakhir ini bangsa Indonesia banyak

menghadapi masalah kekerasan, baik yang bersifat masal maupun yang

dilakukan secara individual. Masyarakat mulai merasa resah dengan adanya

berbagai kerusuhan yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia. Kondisi

seperti ini membuat perempuan dan anak-anak menjadi lebih rentan untuk

menjadi korban kekerasan.

Bentuk kekerasan terhadap perempuan bukan hanya kekerasan

secara fisik, akan tetapi dapat juga meliputi kekerasan terhadap perasaan

atau psikologis, kekerasan ekonomi dan juga kekerasan seksual. Kekerasan

pada dasarnya adalah semua bentuk perilaku, baik verbal maupun non-

verbal, yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, terhadap

seseorang atau sekelompok orang lainnya, sehingga menyebabkan efek

negatif secara fisik, emosional, dan psikologis terhadap orang yang menjadi

sasarannya. Kasus perkosaan yang marak terjadi di Indonesia, menunjukkan

bahwa pelaku tidak hanya menyangkut pelanggaran hukum namun terkait

pula dengan akibat yang akan dialami oleh korban dan timbulnya rasa takut

masyarakat secara luas. Akibat dari ini di Indonesia secara normatif tidak

mendapatkan perhatian selayaknya, hal ini disebabkan oleh karena hukum

1
pidana (KUHP) masih menempatkan kasus perkosaan ini sama dengan

kejahatan konvensional lainnya, yaitu berakhir sampai dengan dihukumnya

pelaku. Kondisi ini terjadi oleh karena KUHP masih mewarisi nilai-nilai

pembalasan dalam KUHP.

Dari sudut pandang ini maka menghukum pelaku menjadi tujuan

utama dalam proses peradilan pidana, oleh karena itu semua komponen

dalam proses peradilan pidana mengarahkan perhatian dan segala

kemampuannya untuk menghukum si pelaku dengan harapan bahwa dengan

dihukumnya pelaku dapat mencegah terulangnya tindak pidana tersebut dan

mencegah pelaku lain untuk tidak melakukan perbuatan yang sama ini dan

masyarakat merasa tentram karena dilindungi oleh hukum, seperti yang ada

dalam KUHP pada pasal 285 yaitu “Barang siapa yang dengan kekerasan

atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh

dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selama-

lamanya dua belas tahun”.

Adapun yang dimaksud dengan tindakan perkosaan adalah tindakan

yang melanggar hukum. Tindakan perkosaan tersebut telah merugikan

orang lain yaitu orang yang telah diperkosa tersebut. Seperti yang sudah ada

dalam KUHP Ancaman hukuman dalam pasal 285 ini ialah pria yang

memaksa wanita, dimana wanita tersebut bukan istrinya dan pria tersebut

telah bersetubuh dengan dia dengan ancaman atau perkosaan.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas apa yang dimaksud dengan

tindak pidana perkosaan. Maka masyarakat harus bisa berhati-hati dan lebih

2
waspada terhadap tindak pidana perkosaan dan kasus pemerkosaan menjadi

masalah yang harus segera dibenahi di Indonesia agar tidak merusak citra

dan moral bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu perkosaan ?

2. Bagaimana dampak perkosaan terhadap sosial ?

3. Bagaimana dampak perkosaan terhadap psikologis?

4. Bagaiamana cara penyembuhannya?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu perkosaan.

2. Untuk mengetahui dampak perkosaan terhadap social

3. Untuk mengetahui dampak perkosaan terhadap psikologis.

4. Untuk mengetahui cara penyembuhannya.

BAB II

3
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkosaan

Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapere yang berarti

mencuri, memaksa, merampas, atau membawa pergi. Pada jaman dahulu

perkosaan sering dilakukan untuk memperoleh seorang istri. Perkosaan

adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh

seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar

menurut moral dan hukum. Pendapat ini senada dengan definisi perkosaan

menurut Rifka Annisa Women’s Crisis Center, bahwa yang disebut dengan

perkosaan adalah segala bentuk pemaksaan hubungan seksual. Bentuk

perkosaan tidak selalu persetubuhan, akan tetapi segala bentuk serangan

atau pemaksaan yang melibatkan alat kelamin. Oral seks, anal seks

(sodomi), perusakan alat kelamin perempuan dengan benda adalah juga

perkosaan. Perkosaan juga dapat terjadi dalam sebuah pernikahan. Menurut

Warshaw definisi perkosaan pada sebagian besar negara memiliki

pengertian adanya serangan seksual dari pihak laki-laki dengan

menggunakan penisnya untuk melakukan penetrasi vagina terhadap korban.

Penetrasi oleh pelaku tersebut dilakukan dengan melawan keinginan

korban. Tindakan tersebut dilakukan dengan adanya pemaksaan ataupun

menunjukkan kekuasaan pada saat korban tidak dapat memberikan

persetujuan baik secara fisik maupun secara mental. Beberapa negara

menambahkan adanya pemaksaan hubungan seksual secara anal dan oral ke

4
dalam definisi perkosaan, bahkan beberapa negara telah menggunakan

bahasa yang sensitif gender guna memperluas penerapan hukum perkosaan.

Di dalam Pasal 285 KUHP disebutkan bahwa: “barangsiapa dengan

kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh

dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan

dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.

Berdasarkan unsur-unsur yang terkandung dalam definisi perkosaan

Black’s Law Dictionary (dalam Ekotama, Pudjiarto, dan Widiartana),

makna perkosaan dapat diartikan ke dalam tiga bentuk:

1. Perkosaan adalah suatu hubungan yang dilarang dengan seorang wanita

tanpa persetujuannya. Berdasarkan kalimat ini ada unsur yang dominan,

yaitu: hubungan kelamin yang dilarang dengan seorang wanita dan

tanpa persetujuan wanita tersebut.

2. Perkosaan adalah persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria

terhadap seorang wanita yang dilakukan dengan paksaan dan

bertentangan dengan kehendak wanita yang bersangkutan. Pada kalimat

ini terdapat unsur- unsur yang lebih lengkap, yaitu meliputi

persetubuhan yang tidak sah, seorang pria, terhadap seorang wanita,

dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita

tersebut.

3. Perkosaan adalah perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh

seorang pria terhadap seorang wanita bukan istrinya dan tanpa

persetujuannya, dilakukan ketika wanita tersebut ketakutan atau di

5
bawah kondisi ancaman lainnya. Definisi hampir sama dengan yang

tertera pada KUHP pasal 285.

Pada kasus perkosaan seringkali disebutkan bahwa korban

perkosaan adalah perempuan. Secara umum memang perempuan yang

banyak menjadi korban perkosaan. Mereka dapat dipaksa untuk

melakukan hubungan seksual meskipun tidak menghendaki hal tersebut.

Apabila mengacu pada KUHP, maka laki- laki tidak dapat menjadi

korban perkosaan karena pada saat laki-laki dapat melakukan hubungan

seksual berarti ia dapat merasakan rangsangan yang diterima oleh tub

uhnya dan direspon oleh alat kelaminnya (Koesnadi, 1992). Akan tetapi

pada kenyataannya ada pula laki- laki yang menjadi korban perkosaan

baik secara oral maupun anal.

B. Macam-macam pemerkosaan

1. Pemerkosaan saat berkencan

Pemerkosaan saat berkencan adalah hubungan seksual secara paksa

tanpa persetujuan antara orang-orang yang sudah kenal satu sama lain,

misalnya teman, anggota keluarga atau pacar. Kebanyakan

pemerkosaan dilakukan oleh orang yang mengenal korban.

2. Pemerkosaan dengan obat

Banyak obat-obatan digunakan oleh pemerkosa untuk membuat

korbannya tidak sadar atau kehilangan ingatan.

6
3. Pemerkosaan wanita

Walaupun jumlah tepat korban pemerkosaan wanita tidak diketahui,

diperkirakan 1 dari 6 wanita di AS adalah korban serangan seksual.

Banyak wanita yang takut dipermalukan atau disalahkan, sehingga

tidak melaporkan pemerkosaan. Pemerkosaan terjadi karena si pelaku

tidak bisa menahan hasrat seksualnya melihat tubuh wanita

4. Pemerkosaan missal

Pemerkosaan massal terjadi bila sekelompok orang menyerang satu

korban. Antara 10% sampai 20% pemerkosaan melibatkan lebih dari 1

penyerang. Di beberapa negara, pemerkosaan massal diganjar lebih

berat daripada pemerkosaan oleh satu orang.

5. Pemerkosaan terhadap laki-laki

Diperkirakan 1 dari 33 laki-laki adalah korban pelecehan seksual. Di

banyak negara, hal ini tidak diakui sebagai suatu kemungkinan.

Misalnya, di Thailand hanya laki-laki yang dapat dituduh memperkosa.

6. Pemerkosaan anak-anak

Jenis pemerkosaan ini adalah dianggap hubungan sumbang bila

dilakukan oleh kerabat dekat, misalnya orangtua, paman, bibi, kakek,

atau nenek. Diperkirakan 40 juta orang dewasa di AS, di antaranya 15

juta laki-laki, adalah korban pelecehan seksual saat masih anak-anak.

7. Pemerkosaan dalam perang

Dalam perang, pemerkosaan sering digunakan untuk mempermalukan

musuh dan menurunkan semangat juang mereka. Pemerkosaan dalam

7
perang biasanya dilakukan secara sistematis, dan pemimpin militer

biasanya menyuruh tentaranya untuk memperkosa orang sipil.

8. Pemerkosaan oleh suami/istri

Pemerkosaan ini dilakukan dalam pasangan yang menikah. Di banyak

negara hal ini dianggap tidak mungkin terjadi karena dua orang yang

menikah dapat berhubungan seks kapan saja. Dalam kenyataannya

banyak suami yang memaksa istrinya untuk berhubungan seks. Dalam

hukum islam, seorang istri dilarang menolak ajakan suami untuk

berhubungan seksual, karena hal ini telah diterangkan di hadits nabi

shalallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi suami dilarang berhubungan

seksual dengan istri lewat dubur dan ketika istri sedang haid

C. Faktor-faktor terjadinya pemerkosaan

Berikut faktor-faktor terjadinya permasalahan pemerkosaan adalah sebagai

berikut :

1. Faktor intern yaitu:

a. Keluarga,

b. Ekonomi keluarga,

c. Tingkat pendidikan,

d. Agama/moral,

2. Faktor ekstern, meliputi :

a. lingkungan sosial,

b. perkembangan ipteks,

8
c. kesempatan,

D. Dampak Sosial

Korban perkosaan dapat mengalami akibat yang sangat serius baik secara

fisik maupun secara kejiwaan (psikologis). Akibat fisik yang dapat dialami

oleh korban antara lain:

1. kerusakan organ tubuh seperti robeknya selaput dara, pingsan,

meninggal;

2. korban sangat mungkin terkena penyakit menular seksual (PMS);

3. kehamilan tidak dikehendaki.

Perkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan jelas dilakukan dengan

adanya paksaan baik secara halus maupun kasar. Hal ini akan menimbulkan

dampak sosial bagi perempuan yang menjadi korban perkosaan tersebut.

Hubungan seksual seharusnya dilakukan dengan adanya berbagai

persiapan baik fisik maupun psikis dari pasangan yang akan melakukannya.

Hubungan yang dilakukan dengan cara tidak wajar, apalagi dengan cara

paksaan akan menyebabkan gangguan pada perilaku seksual. Sementara

itu, korban perkosaan berpotensi untuk mengalami trauma yang cukup

parah karena peristiwa perkosaan tersebut merupakan suatu hal yang

membuat shock bagi korban. Goncangan kejiwaan dapat dialami pada saat

perkosaan maupun sesudahnya.Goncangan kejiwaan dapat disertai dengan

reaksi-reaksi fisik. Secara umum peristiwa tersebut dapat menimbulkan

dampak jangka pendek maupun jangka panjang. Keduanya merupakan

9
suatu proses adaptasi setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis.

Korban perkosaan dapat menjadi murung, menangis, mengucilkan diri,

menyesali diri, merasa takut dan sebagainya

E. Dampak Psikologis

Upaya korban untuk menghilangkan pengalaman buruk dari alam

bawah sadar mereka sering tidak berhasil. Selain kemungkinan untuk

terserang depresi, fobia, dan mimpi buruk, korban juga dapat menaruh

kecurigaan terhadap orang lain dalam waktu yang cukup lama. Ada pula

yang merasa terbatasi di dalam berhubungan dengan orang lain,

berhubungan seksual dan disertai dengan ketakutan akan munculnya

kehamilan akibat dari perkosaan. Bagi korban perkosaan yang mengalami

trauma psikologis yang sangat hebat, ada kemungkinan akan merasakan

dorongan yang kuat untuk bunuh diri.

Korban perkosaan memiliki kemungkinan mengalami stres paska

perkosaan yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stres yang langsung

terjadi dan stres jangka panjang. Stres yang langsung terjadi merupakan

reaksi paska perkosaan seperti kesakitan secara fisik, rasa bersalah, takut,

cemas, malu, marah, dan tidak berdaya. Stres jangka panjang merupakan

gejala psikologis tertentu yang dirasakan korban sebagai suatu trauma yang

menyebabkan korban memiliki rasa percaya diri, konsep diri yang negatif,

menutup diri dari pergaulan, dan juga reaksi somatik seperti jantung

berdebar dan keringat berlebihan. Stres jangka panjang yang berlangsung

10
lebih dari 30 hari juga dikenal dengan istilah PTSD atau Post Traumatic

Stress Disorder.

Tingkat simptom PTSD pada masing-masing individu terkadang

naik turun atau labil. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan kehidupan

yang terus menerus dan adanya hal-hal yang mengingatkan korban kepada

peristiwa traumatis yang dialaminya. PTSD merupakan suatu gangguan

kecemasan yang didefinisikan berdasarkan tiga kelompok simptom, yaitu

experiencing, avoidance, dan hyperarousal, yang terjadi minimal selama

satu bulan pada korban yang mengalami kejadian traumatik. Diagnosis

PTSD melibatkan observasi tentang simptom yang sedang terjadi dan

atribut dari simptom yang merupakan peristiwa khusus ataupun rangkaian

peristiwa. Selanjutnya definisi PTSD ini berkembang lebih dari hanya

sekedar teringat kepada peristiwa traumatis yang dialami dalam kehidupan

sehari-hari, akan tetapi juga disertai dengan ketegangan secara terus-

menerus, tidak dapat tidur atau istirahat, dan mudah marah. Para korban

perkosaan ini mungkin akan mengalami trauma yang parah karena peristiwa

perkosaan tersebut merupakan suatu hal yang mengejutkan bagi korban.

Secara umum peristiwa tersebut bisa menimbulkan dampak jangka pendek

maupun jangka panjang. Keduanya merupakan suatu proses adaptasi setelah

seseorang mengalami peristiwa traumatis. Berdasarkan definisi tersebut

maka dapat diambil kesilmpulan bahwa PTSD adalah gangguan kecemasan

yang dialami oleh korban selama lebih dari 30 hari akibat peristiwa

traumatis yang dialaminya.

11
Dampak jangka pendek biasanya dialami sesaat hingga beberapa

hari setelahkejadian. Dampak jangka pendek ini termasuk segi fisik si

korban, seperti misalnya ada gangguan pada organ reproduksi (infeksi,

kerusakan selaput dara, dan pendarahan akibat robeknya dinding vagina)

dan luka-luka pada bagian tubuh akibat perlawanan atau penganiayaan fisik.

Dari segi psikologis biasanya korban merasa sangat marah, jengkel, merasa

bersalah, malu, dan terhina. Gangguan emosi ini biasanya menyebabkan

terjadinya kesulitan tidur (insomnia), kehilangan nafsu makan, depresi,

stres, dan ketakutan. Bila dampak ini berkepanjangan hingga lebih dari 30

hari dan diikuti dengan berbagai gejala yang akut seperti mengalami mimpi

buruk, ingatan-ingatan terhadap peristiwa tiba-tiba muncul, berarti korban

mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau dalam bahasa

Indonesianya dikenal sebagai stres paska trauma. Bukan tidak mungkin

korban merasa ingin bunuh diri sebagai pelarian dari masalah yang

dihadapinya. Hal ini terjadi karena manusia memiliki insting insting mati.

Selain itu kecemasan yang dirasakan oleh korban merupakan kecemasan

yang neurotis sebagai akibat dari rasa bersalah karena melakukan perbuatan

seksual yang tidak sesuai dengan norma masyarakat.

Terkadang korban merasa bahwa hidup mereka sudah berakhir

dengan adanya peristiwa perkosaan yang dialami tersebut. Dalam kondisi

seperti ini perasaan korban sangat labil dan merasakan kesedihan yang

berlarut-larut. Mereka akan merasa bahwa nasib yang mereka alami sangat

buruk. Selain itu ada kemungkinan bahwa mereka menyalahkan diri mereka

12
sendiri atas terjadinya perkosaan yang mereka alami. Pada kasus-kasus

seperti ini maka gangguan yang mungkin terjadi atau dialami oleh korban

akan semakin kompleks.

Tanda-tanda PTSD tersebut hampir sama dengan tanda dan simptom yang

ada pada depresi adalah:

1. Sedih, suasana hati depres;

2. Kurangnya nafsu makan dan berat badan berkurang, atau meningkatnya

nafsu makan dan bertambahnya berat badan;

3. Kesukaran tidur (insomnia): tidak dapat segera tidur, tidak dapat

kembali tidur sesudah terbangun pada tengah malam, dan pagi-pagi

sesudah terbangun; atau adanya keinginan untuk tidur terus-menerus;

4. Perubahan tingkat aktivitas;

5. Hilangnya minat dan kesenangan dalam aktivtas yang biasa dilakukan;

6. Kehilangan energi dan merasa sangat lelah;

7. Konsep diri negatif; menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna dan

bersalah;

8. Sukar berkonsentrasi, seperti lamban dalam berpikir dan tidak mampu

memutuskan sesuatu;

9. Sering berpikir tentang bunuh diri atau mati.

F. Alternatif Penyembuhan

Proses penyembuhan korban dari trauma perkosaan ini membutuhkan

dukungan dari berbagai pihak. Dukungan ini diperlukan untuk

13
membangkitkan semangat korban dan membuat korban mampu menerima

kejadian yang telah menimpanya sebagai bagian dari pengalaman hidup

yang harus ia jalani. Korban perkosaan memerlukan kawan bicara, baik

teman, orang tua, saudara, pekerja sosial, atau siapa saja yang dapat

mendengarkan keluhan mereka.

G. Upaya Penanggulangan Pemerkosaan

Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk menanggulangi masalah

pemerkosaan adalah sebagai berikut :

a. Melakukan razia dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat serta

membrantas peredaran VCD, majalah, poster, internet yang

mengandung pornografi dan pornoaksi.

b. Melakukan pembinaan mental spritual yang mengarah pada

pembentukan moral baik bagi pelaku, korban maupun masyarakat,

secara langsung dan melalui mass media\

c. Pemerintah , LSM, masyarakat pers, memberikan pelayanan terpadu

khususnya bagi korban, pelaku maupun saksi serta mengoptimalkan

rumah aman.

d. Menanamkan sikap dan perilaku kehidupan keluarga dan lingkungan

masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai moral, budaya, adat istiadat

dan ajaran agama masing-masing.

e. Memberikan perhatian khusus bagi peningkatan sumber daya manusia

(SDM) perempuan melalui sektor penididikan, sehingga mereka

14
memiliki ketahanan diri, mandiri dan mampu mengatasi setiap

persoalan kehidupan.

f. Masyarakat bersama pihak terkait lainnya harus pula melakukan kontrol

dan membendung maraknya pornografi dan pornoaksi melalui media

massa.

g. Pemerintah, Organisasi Kewanitaan, Organisasi Kepemudaan, LSM,

Penegak Hukum, Legislatif dan lainnya, memberikan pemahaman dan

sadar hukum, khususnya yang berhubungan dengan tindak asusila

kepada semua lapisan masyarakat yang ditindaklanjuti dengan

penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan

yang berlaku.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan jelas dilakukan

dengan adanya paksaan baik secara halus maupun kasar. Pemerkosaan

terjadi tidak semata-mata karena ada kesempatan, namun pemerkosaan

dapat terjadi karena pakaian yang dikenakan korban menimbulkan hasrat

15
pada sipelaku untuk melakukan tindakan pemerkosaan, serta pemerkosaan

bisa juga disebabkan karena rendahnya rasa nilai, moral, asusila dan nilai

kesadaran beragama yang rendah yang dimiliki pelaku pemerkosaan. Hal

ini akan menimbulkan dampak sosial bagi perempuan yang menjadi korban

perkosaan tersebut.

Bentuk kekerasan terhadap perempuan bukan hanya kekerasan

secara fisik, akan tetapi dapat juga meliputi kekerasan terhadap perasaan

atau psikologis, kekerasan ekonomi, dan juga kekerasan seksual. Kekerasan

pada dasarnya adalah semua bentuk perilaku, baik verbal maupun non-

verbal, yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, terhadap

seseorang atau sekelompok orang lainnya, sehingga menyebabkan efek

negatif secara fisik, emosional, dan psikologis.

B. Saran

Pemerkosaan di Indonesia termasuk masalah yang harus segera di

benahi oleh kita semua karena sebagaimana kita ketahui bahwa tindak

pemerkosaan dapat merusak citra dan moral bangsa. Maka dari itu

pemerintah dan masyarakat harus bekerja keras dalam menaggulangi tindak

pidana pemerkosaan salah satunya dengan menanamkan sikap dan perilaku

kehidupan keluarga dan lingkungan masyarakat yang sesuai dengan nilai-

nilai moral, budaya, adat istiadat dan ajaran agama masing-masing serta

16
menindaklanjuti dengan penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku

DAFTAR PUSTAKA

Abar, A. Z & Tulus Subardjono. 2009. Perkosaan dalam Wacana Pers National,

kerjasama PPK & Ford Foundation. Yogyakarta.

Davison, G. C, and Neale, J. M. 2011. Abnormal Psychology. New York: John

Wiley & Sons.

17
Haryanto. 2010. Dampak Sosio-Psikologis Korban Tindak Perkosaan Terhadap

Wanita. Yogyakarta: Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada.

18

Anda mungkin juga menyukai