Anda di halaman 1dari 22

METODE PEMULIHAN DIRI PADA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL

DI INDONESIA

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia

Disusun oleh:

1. Aryel Theodore (4)


2. Beria Bulan (5)
3. Clara Dea Deviana (6)
4. Immanuel Natan (15)
5. Khalista Miranti (19)
6. Meita Catharina (25)
7. Stefiliptiandy Trio Sakti Putra (33)
8. Vincent Tanio (37)

YAYASAN PENDIDIKAN GEMBALA BAIK


SMA GEMBALA BAIK
PONTIANAK
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang
telah di berikan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan proposal kami yang berjudul
“Macam-Macam Metode Pemulihan Diri Pada Korban Kekerasan Seksual“ tepat pada waktunya,
Dan juga kami bersyukur karena kami dapat menyelesaikan proposal ini dengan baik. Adapun
tujuan dari penulisan proposal ini adalah untuk mengetahui bagaimana metode yang dapat
dilakukan untuk memulihkan diri dari perlakuan kekerasan seksual.

Pada kesempatan ini proposal yang kami bahas itu tentang kasus kekerasan seksual dan cara
pemulihan diri, metode pemulihan diri terhadap korban serta kita semua dari kekerasan seksual
dan dampak kekerasan seksual terhadap perkembangan kesehatan diri korban kedepannya, yang
sesuai dengan judul yang kami ambil yaitu “Macam-Macam Metode Pemulihan Diri Pada
Korban Kekerasan Seksual“. Kami sangat bersyukur dan berterimakasih kepada semua penulis
proposal ini yang telah berkonstribusi dalam menyelesaikan proposal ini dengan baik.

Dan Meskipun kami telah berusaha menyelesaikan proposal penelitian ini dengan sebaik
mungkin, kami menyadari bahwa proposal ini masih ada kekurangannya. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan dan perbikannya dalam penyusunan
proposal kami ini. Dan Akhir kata, kami sampaikan bahwa kami berharap semoga proposal ini
dapat bermanfaat bagi kita semua serta dapat membantu orang-orang diluar sana yang mengalami
kekerasan seksual.

Pontianak, Februari 2022

Penulis

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
A. Judul ............................................................................................................................... 1
B. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
C. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 5
1. Bagaimana dampak kekerasan seksual terhadap perkembangan kesehatan pada
diri korban kedepannya?
2. Bagaimana metode yang dapat dilakukan bagi para korban untuk memulihkan diri
dari kekerasan seksual?
3. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual
di Indonesia?
D. Tujuan Penelitian ............................................................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian ........................................................................................................... 6
F. Kajian Teori ..................................................................................................................... 7
1. Pengertian Kekerasan Seksual ................................................................................... 7
2. Jenis-Jenis Kekerasan Seksual ................................................................................... 8
3. Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual ............................................................................ 9
4. Dampak Kekerasan Seksual Terhadap Korban .......................................................... 13
5. Metode Pemulihan Diri Korban ................................................................................. 13
6. Hukum Kekerasan di Indonesia ................................................................................. 16
G. Metodologi Penelitian ...................................................................................................... 16
1. Metode Penelitian ...................................................................................................... 16
2. Bentuk Penelitian ....................................................................................................... 17
3. Sumber Data dan Data ............................................................................................... 17
4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data .......................................................................... 17
5. Teknik Analisis Data ................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 19
LAMPIRAN.................................................................................................................................20

ii
PROPOSAL PENELITIAN
A. Judul
Metode Pemulihan Diri Pada Korban Kekerasan Seksual
B. Latar Belakang
Kekerasan seksual merupakan semua tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh tindakan seksual atau tindakan lain yang diarahkan pada seksualitas
seseorang dengan menggunakan paksaan tanpa memandang status hubungannya
dengan korban. Pelecehan seksual biasanya terjadi karena adanya keinginan dari pelaku
dan adanya kesempatan untuk melakukan pelecehan serta adanya stimulus dari korban
yang memancing terdorongnya perilaku melecehkan Pelecehan seksual terjadi ketika
pelaku mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada korban.
Biasanya, pelecehan seksual bentuknya dilakukan secara lisan, simbol, atau
perilaku yang bersifat seksual,” ucap Ikhsan. “Kalau kekerasan seksual sifatnya
memaksa ke korban. kekerasan sudah pasti melakukan kontak fisik kepada korban dan
bersifat memaksa. Kasus kekerasan seksual di Indonesia merupakan kasus tertinggi
dalam kekerasan terhadap perempuan, yakni sebanyak 962 kasus yang terdiri dari
166 kasus pencabulan, 299 kasus permerkosaan, 181 kasus pelecehan seksul, dan
sebanyak 5 kasus persetubuhan.
Kekerasan seksual terhadap anak dan inses. Pemaksaan hubungan seksual terhadap
pasangan, termasuk istri atau suami dan pacar. Menyentuh atau melakukan
kontak seksual tanpa persetujuan. Menyebarkan foto, video, atau gambar
organ seksual atau tubuh telanjang seseorang kepada orang lain tanpa persetujuan yang
bersangkutan. Adapun bentuk kasus kekerasan seksual di Indonesia yaitu pemerkosaan,
intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan pemerkosaan, pelecehan seksual,
eksploitasi seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, prostitusi paksa,
perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi,
pemaksaan kontrasepsi, penyiksaan seksual.
Kasus kekerasan seksual ini, tentunya lebih banyak menimpa perempuan yakni
mencapai 87 persen. Sedangkan, untuk pria yang mengalami kekerasan seksual sekitar

1
13 persen. Akibatnya, kondisi ini sangat dipandang perlu membuat edukasi seksual
sejak dini sangat dipeilukan. Selain kekerasan seksual seperti pemerkosaan,
perkawinan anak di usia dini pun menjadi salah satu tindak kekerasan seksual. Sekjen
Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartika Sari raengatakan, masih banyak kasus
dimana orang tua menikahkan anak yang baru berusia 10 tahun.
Kasusnya pun variatif dan sangat kompleks, bahkan modusnya pun makin canggih.
Belum lagi tuntas membicarakan kasus kekerasan seksual pada anak yang menjadi
korban pedofil, justru sejumlah kasus pemerkosaan terhadap anak terus terungkap.
Kondisi ini pun semakin menguatkan asumsi bahwa Indonesia memang benarbenar
dalam kondisi darurat kekerasan seksual. Adapun dampaknya yaitu, pertama, dampak
psikologis korban kekerasan dan pelecehan seksual akan mengalami trauma yang
mendalam, selain itu stres yang dialami korban dapat menganggu fungsi dan
perkembangan otaknya. Kedua, dampak fisik. Kekerasan dan pelecehan seksual pada
anak merupakan faktor utama penularan Penyakit Menular Seksual (PMS). Selain itu,
korban juga berpotensi mengalami luka internal dan pendarahan. 
Ketiga, dampak sosial. Korban kekerasan dan pelecehan seksual sering dikucilkan
dalam kehidupan sosial, hal yang seharusnya dihindari karena korban pastinya butuh
motivasi dan dukungan moral untuk bangkit lagi menjalani kehidupannya. Salah satu
penyebab utama semakin tingginya kasuskasus kekerasan seksual adalah, semakin
mudahnya akses pornografi di dunia maya, dengan situs yang sengaja ditawarkan dan
disajikan kepada siapa saja dan di mana saja.
Bentuk Pelecehan seksual dapat berupa pelecehan verbal, non-verbal atau fisik.
Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001- 2012), sedikitnya ada 35
perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap hari. Pada 2012, setidaknya telah
tercatat 4,336 kasus kekerasan seksual, di mana 2,920 kasus di antaranya terjadi di
ranah publik/komunitas, dengan mayoritas bentuknya adalah perkosaan dan
pencabulan.
Sedangkan pada tahun 2013, kasus kekerasan seksual bertambah menjadi 5.629
kasus. Ini artinya dalam 3 jam setidaknya ada 2 perempuan mengalami kekerasan
seksual. Usia korban yang ditemukan antara 13-18 tahun dan 25-40 tahun. Kekerasan
Seksual menjadi lebih sulit untuk diungkap dan ditangani dibanding kekerasan

2
terhadap perempuan lainnya karena sering dikaitkan dengan konsep moralitas
masyarakat.
Perempuan dianggap sebagai simbol kesucian dan kehormatan, karenanya ia
kemudian dipandang menjadi aib ketika mengalami kekerasan seksual, misalnya
perkosaan. Korban juga sering disalahkan sebagai penyebab terjadinya kekerasan
seksual. Ini membuat perempuan korban seringkali bungkam.
Maka bagaimana perkembangan anak ketika ia mendapatkan kekerasan seksual?
Menurut Erlinda (2014; dalam Ningsih & Sri, 2018) dampak kekerasan seksual pada
anak sendiri dapat menyebabkan kerusakan pada cerebral cortex dan frontal cortex.
Jika bagian ini rusak maka akibat atau dampak yang ditimbulkan pada anak adalah
matinya karakter. Dampak yang paling parah, 70% korban kekerasan seksual rawan
menjadi pelaku. Efek dari kekerasan seksual tersebut dapat berupa depresi, fobia,
mimpi buruk, maupun kecurigaan jangka panjang kepada orang lain, sehingga korban
selalu membatasi diri terhadap lingkungan. Bagi korban perkosaan yang mengalami
trauma psikologis yang parah, merekamemiliki keinginan yang kuat untuk bunuh diri.
Menurut Komisioner KPAI Retno Listyartimenyebutkan setidaknya ada 16 dampak
kekerasan terhadap anak yaitu sebagai berikut: (1)Membentuk mental sebagai korban;
(2) melakukan kekerasan, anak yang juga menjadi korban kekerasan justru bisa
berubah menjadi pelaku kekerasan tersebut;(3) Rendahnya kepercayaan diri disebabkan
oleh ketakutan akan melakukan sesuatu yang salah dan ia akan mengalami kekerasan
lagi;(4) Mengalami trauma;(5) Perasaan tidak berguna;(6) Bersikap murung;(7) Sulit
mempercayai orang lain;(8) Bersikap agresif;(9) Depresi;(10) Sulit mengendalikan
emosi;(11) Sulit berkonsentrasi;(12)Luka, cacat fisik atau kematian;(13) Sulit tidur;(14)
Gangguan kesehatan dan pertumbuhan;(15) Kecerdasan tidak berkembang; (16)
Menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.
Dampak kekerasan pada anak tidak hanya berasal dari kekerasan fisik semata,
melainkan juga berasal dari kekerasan emosional. Keduanya sama buruknya karena
dapat mengganggu perkembangan emosional serta fisik anak. Juga mengganggu proses
tumbuh kembang termasuk mengganggu perkembangan kecerdasannya. Oleh karena
itu, sudah seharusnya sekolah yang merupakan lembaga pendidikan zero kekerasan.

3
Lalu upaya pemulihannya dengan Pendampingan korban dilakukan oleh tenaga
kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan pembimbing rohani Dengan cara
memberikan konseling, terapi bimbingan rohani dan advokasi guna penguatan dan
pemulihan diri korban. Pemberian konseling dilakukan oleh pekerja sosial, relawan
pendamping dengan mendengarkan secara empati dan menggali permasalahan secara
psikologis korban. Melakukan praktek konseling profesional yang merupakan aplikasi
kesehatan mental, prinsip-prinsip psikologis atau perkembangan manusia melalui
intervensi kognitif, afektif perilaku atau sistemik strategi untuk menangani
kesejahteraan, pertumbuhan pribadi atau perkembangan karir serta kelainan.
Ada lima tahap dalam melakukan proses konseling antara lain perkenalan,
identifikasi, penerapan, evaluasi dan tindak lanjut serta pengakhiran. Dalam
memberikan pelayanan pemulihan kepada korban pekerja sosial juga melakukan upaya
untuk menggali permasalahan korban untuk membantu pemecahan masalahnya,
memulihkan korban dari kondisi traumatis melalui terapi psikososial, melakukan
rujukan ke rumah sakit atau rumah aman atau pusat pelayanan tempat alternatif lainnya
sesuai dengan kebutuhan korban.
Kemudian mendampingi korban dalam upaya pemulihan melalui pendampingan
dan konseling kemudian melakukan resosialisasi agar korban dapat kembali
melaksanakan fungsi sosialnya di dalam masyarakat.
Tahapan pemulihan Establishing safety tahapan dimana melibatkan langkah-
langkah yang tujuannya adalah membuat individu merasa nyaman dan aman menjalani
kehidupan selanjutnya. Salah satu sasaran dalam tahapan ini adalah mengajarkan
individu untuk memilih lingkungan yang terjamin keamanannya.
Remembrance and mourning pada tahap ini individu diperkenankan mengeluarkan
semua cerita dan perasaannya mengenai kekerasan seksual yang dialami, memaknainya
serta bersedih sebebasnya. Setelah mengenali dan memahami apa yang terjadi pada
dirinya nya dan melepaskan bebannya individu diarahkan untuk dapat mengelola
perasaan-perasaan negatif yang menjadi dampak kekerasan seksual. Reconnection yang
bertujuan untuk memberikan makna baru dalam diri partisipan setelah ia
mengembangkan kepercayaan yang salah akibat kekerasan seksual.

4
Individu juga membangun hubungan-hubungan baru serta menciptakan diri dan
masa depan yang baru. Pemulihan trauma pada penyimpan sangat dipengaruhi oleh
hubungan dengan orang lain yang sportif sehingga diperlukan peran significant aders
dalam proses pemulihan.
Ada 5 tahap kesedihan yang umum digunakan sebagai teori pemulihan diri pada
korban. Yaitu sebagai berikut: Denial (penyangkalan) Di mana korban menyangkal
bahwa mengalami tindak kekerasan seksual telah terjadi kepada dirinya. Hal ini
merupakan reaksi utama dari penyakit yang tidak tertolong lagi.
Anger (kemarahan) Korban mengalami tindak kekerasan seksual menyadari
bahwa penolakan tidak dapat dipertahankan lagi. Akan muncul dan rasa marah, benci
dan iri. Hal ini terjadi karena individu menyadari kenapa dirinya yang mengalami
tindak kekerasan seksual bukan orang lain. Kemarahan itu diproyeksikan kepada
perawat, dokter, keluarga dan juga Tuhan.
Bergaining (penawaran) Mengembangkan harapan sebagai mekanisme pertahanan
diri. Individu melakukan tawar-menawar dalam arti berharap bahwa trauma ini bisa
hilang dengan sendirinya. Depression (depresi) Suatu periode depresi atau perubahan
mood yang terus-menerus. Korban dalam fase ini menjadi pendiam, menolong orang
lain dan banyak merenung.
Acceptance (penerimaan) Korban mulai mengembangkan rasa damai dan
menerima takdir. Pada fase ini perasaan sakit pada fisik akan menghilang karena sikap
kepasrahan individu atas pemahaman yang telah terjadi. Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui dan
meneliti secara mendalam tentang metode pemulihan diri pada korban kekerasan
seksual di Indonesia.

5
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:

1. Bagaimana faktor pendorong bagi seseorang dalam melakukan kekerasan seksual?


2. Bagaimana tanggapan dari para ahli tentang kasus kekerasan seksual di Indonesia?
3. Bagaimana proses penerimaan diri korban kekerasan seksual?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diambil tujuan penelitian ini
sebagai berikut:

1. Mengetahui faktor pendorong bagi seseorang dalam melakukan kekerasan seksual.


2. Mengetahui tanggapan dari para ahli tentang kasus kekerasan seksual di Indonesia.
3. Mengetahui proses penerimaan diri korban kekerasan seksual.

E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian tersebut terdapat beberapa manfaat, adapun manfaat tersebut dapat
dibagi menjadi dua manfaat, yakni sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu dalam bidang
psikologis yang berkaitan dengan macam macam metode dalam pemulihan diri bagi
korban kekerasan seksual. Khususnya dalam proses penanganan dan pemulihan
kesehatan mental korban kekerasan seksual serta penelitian ini dapat dijadikan
landasan dalam pengembangan studi sosial yang saling berkaitan dengan sikap atau
pandangan masyarakat dan orang tua dalam memelihara karakter anak maupun diri
sendiri. Selain itu dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi penelitian sejenis yang
lebih mendalam.

6
2. Manfaat Praktis
Adapun beberapa manfaat praktis yang dapat ditarik berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh penulis adalah:
a. Manfaat praktis bagi peneliti
yaitu untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam
menerapkan pengetahuan terhadap masalah yang sering terjadi secara nyata.
b. Manfaat praktis bagi orang tua
yaitu meningkatnya kesadaran dalam pengawasan serta dukungan agar anak
mampu melewati masa pemulihan diri.
c. Manfaat praktis bagi masyarakat
yaitu menambah pengetahuan bagaimana pemulihan diri akibat kekerasan
seksual serta memiliki kesadaran untuk selalu waspada terhadap ancaman
kekerasan seksual.

F. Kajian Teori

1. Pengertian Kekerasan Seksual


Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan,
dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena
ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat
penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi
seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan
optimal. Kekerasan seksual didefinisikan sebagai tindakan seksual, termasuk
komentar dan rayuan seksual yang tidak diinginkan, tindakan perdagangan
manusia, atau tindakan secara langsung untuk memaksa hubungan seksual. Dimana
saja kekerasan seksual dapat terjadi? Jawabannya: di mana pun. Kekerasan seksual
bisa saja terjadi dalam situasi apa pun, meskipun sering terjadi di rumah dan tempat
kerja, namun tidak terbatas pada tempat itu saja. Peristiwa kekerasan ini tentu akan
menimbulkan trauma bagi siapa saja yang mengalaminya, terutama bagi anak-anak
dan perempuan yang menjadi kelompok paling rentan dan paling banyak menjadi
korban kekerasan seksual. Berbeda dengan stres, peristiwa traumatik akibat

7
kekerasan seksual adalah peristiwa yang sangat mengagetkan, menyakitkan, dan
bahkan mengancam keselamatan jiwa, yang pada umumnya lebih sulit diatasi
daripada stres sehari-hari dan perlu ditangani segera agar tidak mengganggu
kehidupan orang yang bersangkutan.

Siapa saja yang rentan menjadi korban kekerasan seksual? Lagi-lagi, jawabannya:
siapapun.

2. Jenis-Jenis Kekerasan Seksual


Pelecehan seksual bisa saja terjadi pada berbagai kesempatan, pelaku bisa siapa
saja, misalnya supervisor, klien, teman kerja, guru, dosen, murid, atau mahasiswa/i,
teman, atau orang asing. Pelaku pelecehan mungkin saja tidak sadar bahwa
perilakunya menganggu 16 korban, atau tidak sadar bahwa perilaku-nya dianggap
sebagai pelecehan seksual (Artaria, 2012). Menurut Myrtati D Artaria (2012)
mengutip Dzeich & Weiner, jenis-jenis pelecehan seksual antara lain:

1. Pemain-kekuasaan atau “liqud pro quo”, dimana pelaku melakukan pelecehan


ditukar dengan benefit yang bisa mereka berikan karena posisi (sosial) nya,
misalnya dalam memperoleh atau mempertahankan pekerjaan, mendapat nilai
bagus, rekomendasi, proyek, promosi, order, dan kesempatan-kesempatan lain.
2. Berperan sebagai figur Ibu/Ayah, pelaku pelecehan mencoba untuk membuat
hubungan seperti mentor dengan korbannya, sementara itu intensi seksualnya
ditutupi dengan pretensi berkaitan dengan atensi akademik, profesional, atau
personal. Ini digunakan oleh guru yang melecehkan muridnya.
3. Anggota Kelompok (geng), dianggap sebagai anggota dari dari suatu kelompok
tertentu. Misalnya, pelecehan dilakukan pada seseorang yang ingin di anggap
sebagai anggota kelompok tertentu, dilakukan oleh anggota-anggta kelompok yang
lebih senior.
4. Pelecehan di tempat tertutup, pelecehan ini dilakukan oleh pelaku secara
tersembunyi, dengan tidak ingin terlihat oleh siapapun, sehingga tidak ada saksi.
5. Groper, pelaku yang suka memegang-megang anggota tubuh korban. Aksi
memegang-megang tubuh ini dapat dilakukan di tempat umum atau ditempat yang
sepi.

8
6. Opurtunis, yaitu pelaku mencari kesempatan adanya kemungkinan untuk
melakukan pelecehan. Misalnya di tempat umum yang penuh sesal, pelaku akan
mempunyai kesempatan mendaratkan tangannya di bagian-bagian tubuh tertentu
korban.
7. Confidante, yaitu pelaku yang suka mengarang cerita untuk menimbulkan simpati
dan rasa percaya diri korban. Sebagai contoh, korban mula-mula terbawa perasaan
karena pelaku membawa korban pada situasi dimana sikorban dipaksa untuk
menjadi pelipur lara atas penderitaan yang diceritakannya.
8. Incompetent, yaitu orang yang secara sosial tidak kompeten dan ingin mendapatkan
perhatian dari seseorang yang tidak mempunyai perasaan yang sama terhadap
pelaku pelecehan, kemudian setelah ditolak, pelaku balas dendam denga cara
melecehkan si penolak.
9. Lingkungan, yaitu dianggap sexualized environmet, lingkungan yang mengandung
obsenitas, gurauan-gurauan berbau seks, gratifiti yang ekspilist menampilkan hal-
hal yang seksual dan sebagainya. Biasanya hal ini tidak ditujukan secara personal
pada seseorang, tetapi bisa menyebabkan lingkungan yang ofensif terhadap orang
tertentu.

3. Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual

Komnas Perempuan mengenali 14 bentuk kekerasan seksual, yaitu:

1. Perkosaan, yaitu serangan yang diarahkan pada bagian seksual dan seksualitas
seseorang dengan menggunakan organ seksual (penis) ke organ seksual (vagina),
anus atau mulut, atau dengan menggunakan bagian tubuh lainnya yang bukan organ
seksual atau pun benda-benda lainnya. Serangan dilakukan dengan kekerasan,
ancaman kekerasan, ataupun dengan pemaksaan sehingga mengakibatkan rasa takut
akan kekerasan, dibawah paksaan, penahanan, tekanan psikologis, atau
penyalahgunaan kekuasaan atau dengan mengambil kesempatan dari lingkungan
yang koersif, atau serangan atas seseorang yang tidak mampu memberikan
persetujuan yang sesungguhnya.
2. Pelecehan seksual, yaitu tindakan seksual yang disampaikan melalui kontak fisik
maupun non fisik yang menyasar pada bagian tubuh seksual atau seksualitas

9
seseorang, termasuk dengan menggunakan siulan, main mata, komentar atau
ucapan bernuasa seksual, mempertunjukkan materi-materi pornografi dan keinginan
seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat
seksual sehingga mengakitbatkan rasa tidak nyaman, tersinggung merasa
direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan
dan keselamatan.
3. Eskploitasi seksual, yaitu aksi atau percobaan penyalahgunaan kekuatan yang
berbeda atau kepercayaan, untuk tujuan seksual namun tidak terbatas untuk
memperoleh keuntungan dalam bentuk uang, sosial maupun politik dari eksploitasi
seksual terhadap orang lain. Termasuk di dalamnya adalah tindakan mengiming-
imingi perkawinan untuk memperoleh layanan seksual dari perempuan, yang kerap
disebut oleh lembaga pengada layanan bagi perempuan korban kekerasan sebagai
kasus “ingkar janji”. Iming-iming ini menggunakan cara pikir dalam masyarakat
yang mengaitkan posisi perempuan dengan status perkawinannya sehingga
perempuan merasa tidak memiliki daya tawar, kecuali dengan mengikuti kehendak
pelaku, agar ia dinikahi.
4. Penyiksaan seksual, yaitu perbuatan yang secara khusus menyerang organ dan
seksualitas perempuan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa
sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani, rohani, maupun seksual pada
seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan darinya, atau dari orang
ketiga, dengan menguhukumnya atas suatu perbuatan yang telah atau diduga telah
dilakukan olehnya ataupun oleh orang ketiga, untuk mengancam atau memaksanya
atau orang ketiga, dan untuk suatu alasan yang didasarkan pada diskriminasi atas
alasan apapun. Apabila rasa sakit dan penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas
hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat pemerintahan.
5. Perbudakan seksual, yaitu sebuah tindakan penggunaan sebagian atau segenap
kekuasaan yang melekat pada “hak kepemilikian” terhadap seseorang, termasuk
akses seksual melalui pemerkosaan atau bentuk-bentuk lain kekerasan seksual.
Perbudakan seksual juga mencakup situasisituasi dimana perempuan dewasa dan
anakanak dipaksa untuk menikah, memberikan pelayanan rumah tangga atau

10
bentuk kerja paksa yang pada akhirnya melibatkan kegiatan seksual paksa termasuk
perkosaan oleh penyekapnya.
6. Intimidasi/serangan bernuansa seksual termasuk ancaman atau percobaan
perkosaan, yaitu tindakan yang menyerang seksualitas untuk menimbulkan rasa
takut atau penderitaan psikis pada perempuan. Serangan dan intimidasi seksual
disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui surat, sms, email, dan
lain-lain.
7. Prostitusi paksa, situasi di mana perempuan dikondisikan dengan tipu daya,
ancaman maupun kekerasan untuk menjadi pekerja seks. Pengondisian ini dapat
terjadi pada masa rekrutmen maupun untuk membuat perempuan tersebut tidak 5
berdaya untuk melepaskan dirinya dari prostitusi, misalnya dengan penyekapan,
penjeratan hutang, atau ancaman kekerasan. Prostitusi paksa memiliki beberapa
kemiripan, namun tidak selalu sama dengan perbudakan seksual atau dengan
perdagangan orang untuk tujuan seksual.
8. Pemaksaan kehamilan, yaitu ketika perempuan melanjutkan kehamilan yang tidak
ia kehendaki akibat adanya tekanan, ancaman, maupun paksaan dari pihak lain.
Kondisi ini misalnya dialami oleh perempuan korban perkosaan yang tidak
diberikan pilihan lain kecuali melanjutkan kehamilannya akibat perkosaan tersebut.
Pemaksaan ini berbeda dimensi dengan kehamilan paksa dalam konteks kejahatan
terhadap kemanusiaan, sebagaimana dirumuskan dalam Statuta Roma, yaitu
pembatasan secara melawan hukum terhadap seorang perempuan untuk hamil
secara paksa, dengan maksud untuk membuat komposisi etnis dari suatu populasi
atau untuk melakukan pelanggaran hukum internasional lainnya.
9. Pemaksaan aborsi, yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya
tekanan, ancaman, maupun paksaan dari pihak lain.
10. Pemaksaan perkawinan, yaitu situasi dimana perempuan terikat perkawinan di luar
kehendaknya sendiri, termasuk di dalamnya situasi perempuan merasa tidak
memiliki pilihan lain kecuali mengikuti kehendak orangtuanya agar ia menikah,
sekalipun bukan dengan orang yang ia inginkan atau dengan orang yang tidak ia
kenali, untuk tujuan mengurangi beban ekonomi keluarga maupun tujuan lainnya.
Pemaksaan perkawinan juga mencakup situasi dimana perempuan dipaksa menikah

11
dengan orang lain agar dapat kembali pada suaminya setelah dinyatakan tiga talak
dan situasi dimana perempuan terikat dalam perkawinannya sementara proses
perceraian tidak dapat dilangsungkan karena berbagai alasan baik dari pihak suami
maupun otoritas lainnya. Tidak termasuk dalam perhitungan jumlah kasus,
meskipun merupakan praktik kawin paksa.
11. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, yaitu tindakan perekrutan,
pangangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang
dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, atau penerimaan seseorang
dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan
hutang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atau orang lain tersebut, baik didalukan di dalam
negara maupun antar negara, untuk tujuan prostitusi atau eskploitasi seksual
lainnya.
12. Kontrol seksual termasuk pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan lewat
aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama. Mencakup berbagai tindak
kekerasan secara langsung maupun tidak langsung, dan tidak hanya melalui kontak
fisik, yang dilakukan untuk mengancam atau memaksakan perempuan mengenakan
busana tertentu atau dinyatakan melanggar hukum karena cara ia berbusana atau
berelasi sosial dengan lawan jenisnya. Termasuk di dalamnya adalah kekerasan
yang timbul akibat aturan tentang pornografi yang melandaskan diri lebih pada
persoalan moralitas daripada kekerasan seksual.
13. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, yaitu cara menghukum
yang menyebabkan penderitaan, kesakitan, ketakutan, atau rasa malu yang luar
biasa yang tidak bisa tidak termasuk dalam penyiksaan. Termasuk dalam
penghukuman tidak manusiawi adalah hukuman cambuk dan hukuman yang
merendahkan martabat manusia yang ditujukan bagi mereka yang dituduh
melanggar normannorma kesusilaan.
14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi
perempuan. Kebiasaan berdimensi seksual yang dilakukan masyarakat, terkadang
ditopang dengan alasan agama dan atau budaya, yang dapat menimbulkan cidera

12
secara fisik, psikologis, 6 maupun seksual pada perempuan atau dilakukan untuk
mengontrol seksualitas perempuan dalam perspektif yang merendahkan perempuan.

4. Dampak Kekerasan Seksual Terhadap Korban

Pelecehan seksual menimbulkan beberapa dampak terhadap korban. Adapun


dampak tersebut sebagai berikut.

a. Dampak psikologis, antara lain menurunnya harga diri, menurunnya


kepercayaan diri, depresi, kecemasan, ketakutan terhadap perkosaan,
meningkatkan ketakutan terhadap tindakan-tindakan kriminal lainnya, rasa tidak
percaya, merasa terasing, mudah marah, penyalahgunaan zat adiktif, merasa
marah pada pelaku, namun merasa ragu untuk melaporkan pelaku, adanya
bayangan masa lalu, hilangnya rasa emosi yang mempengaruhi hubungan wanita
dengan pria lain, perasaan terhina, terancam dan tidak berdaya , menurunnya
motivasi dan produktifitas kerja dan mudah marah.
b. Dampak perilaku, antara lain gangguan tidur, gangguan makan, dan
kecenderungan bunuh diri.
c. Dampak fisik, antara lain: sakit kepala, gangguan pencemaran (perut), rasa mual,
menurun atau bertambahnya berat badan, mengigil tanpa sebab yang jelas dan
nyeri tulang belakang.

5. Hukum Kekerasan di Indonesia

Istilah pelecehan seksual memang tidak dikenal dalam hukum positif kita terlebih di
KUHP. Melainkan hanya mengenal istilah perbuatan cabul.  Perbuatan cabul dalam
KUHP diatur dalam Buku Kedua tentang Kejahatan, Bab XIV tentang Kejahatan
Kesusilaan (Pasal 281 sampai Pasal 303). Perbuatan tersebut diartikan sebagai
segala perbuatan yang dianggap melanggar kesopanan/kesusilaan dapat dimasukkan
sebagai perbuatan cabul. Misalnya, perbuatan cabul yang dilakukan laki-laki atau
perempuan yang telah kawin (Pasal 284), Perkosaan (Pasal 285), atau membujuk
berbuat cabul orang yang masih belum dewasa (Pasal 293). Jadi, di Indonesia,

13
pelecehan seksual dapat dijerat dengan pasal percabulan yakni Pasal 289 hingga
Pasal 296 KUHP dengan hukuman paling lama 5 tahun penjara.

G. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan penulis gunakan adalah metode deskriptif. Menurut
Nazir (1988: 63) dalam “Buku Contoh Metode Penelitian”, metode deskriptif
merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,
suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifatsifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Menurut Whitney (1960: 160) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat. Dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan
penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa yang terjadi pada
saat sekarang atau masalah aktual.
Penulis memilih metode deskriptif, karena menurut penulis, berdasarkan pengertian
di atas, metode deskriptif merupakan metode yang cocok dan efisien untuk
menjelaskan dan menganalisis data yang akan dicari, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki oleh penulis.

2. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang akan penulis gunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut
Sugiono (2005) yang mengartikan bahwa penelitian kualitatif lebih cocok
digunakan untuk jenis penelitian yang memahami tentang fenomena sosial dari
perspektif partisipan. Secara sederhana, dapat pula diartikan sebagai penelitian
yang lebih cocok digunakan untuk meneliti kondisi atau situasi si objek penelitian.

Penulis memilih bentuk penelitian kualitatif karena menurut penulis, bentuk


kualitatif ini lebih menonjolkan aspek dari data dibanding dengan angka, sehingga
bentuk kualitatif ini sangat cocok digunakan dalam proposal ini.

14
3. Sumber Data dan Data
a) Sumber Data
Studi literatur tentang macam macam metode Pemulihan diri pada korban
kekerasan seksual.
b) Data
Data diperoleh dari buku, artikel, catatan tahunan tentang kekerasan terhadap
perempuan, maupun beberapa jurnal dan proposal penelitian yang berkaitan
dengan macam macam pemulihan diri pada korban kekerasan seksual.

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data


a) Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data, penulis menggunakan studi literatur atau
yang sering kita sebut sebagai studi pustaka. Seperti yang kita ketauhi teknik
pengumpulan data ini juga banyak digunakan oleh para peneliti. Penulis
memilih menggunakan teknik pengumpulan data ini karena datanya bersifat
tetap, autentik dan mudah ditemukan. Selain itu studi pustaka juga dapat
memporelah banyak sumber informasi tanpa memakan banyak biaya,
memerlukan banyak waktu dan tenaga. Teknik pengumpulan data studi pustaka
dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang relevan atau sesuai yang
dibutuhkan untuk penelitian dari buku, artikel ilmiah, surat kabar atau majalah,
jurnal penelitian, serta ensiklopedia dan sumber-sumber tertulis baik tercetak
maupun elektronik (internet) lain dan juga sesuai dengan topik penelitian yang
dilakukan.

b) Alat Pengumpulan Data

1) Manusia
2) Internet
3) Buku
4) Laptop
5) Handphone
6) Aplikasi pengolah kata

15
5. Teknik Analisis Data
Analisis data didasarkan pada prosedur atau langkah-langkah tertentu. Adapun
langkah-langkah dalam menganalisis data, diantaranya yaitu:
a) Pengumpulan Data, Hal ini merupakan langkah awal untuk memulai analisis
data oleh karena itu berdasarkan pada tujuan penelitian yang akan dicapai,
maka dimulai dengan menelaah atau mengumpulkan seluruh data yang sudah
tersedia dari berbagai sumber baik menggunakan media massa maupun media
elektronik.
b) Tahap pengujian, dalam tahap ini dimana semua data yang telah terkumpul
diuji kualitas datanya, baik dari sisi validitas maupun realibilitas dari
pengumpulan data.
c) Melakukan analisis dari beberapa pilihan jurnal penelitian, proposal, buku serta
ensiklopedia dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik
(internet) yang sesuai dengan topik penelitian yang dilakukan untuk menjawab
rumusan masalah yang diteliti.
d) Setelah menguji dan menganalisis semua data yang terkumpul kemudian
dilanjutkan dengan menyusun hasil pengujian data agar menjadi sebuah
proposal penelitian.

16
DAFTAR PUSTAKA

Yandri Daniel Damaledo. 2019. Bentuk-Bentuk Pelecehan Seksual, Rayuan Hingga


Perkosaan. https://tirto.id/bentuk-bentuk-pelecehan-seksual-rayuan-hingga-perkosaan-
elTB (diakses Rabu, 23 Februari 2022, pukul 09:27)

Anonymous. 2020. Instrumen Modul & Referensi Pemantauan.


https://komnasperempuan.go.id/instrumen-modul-referensi-pemantauan-detail/15-
bentuk-kekerasan-seksual-sebuah-pengenalan (diakses Rabu, 23 Febriari 2022, pukul
09:36)

Anonymous. 2019. 16 Dampak Kekerasan Terhadap Anak.


https://www.jpnn.com/news/16-dampak-kekerasan-terhadap-anak (diakses Rabu, 23
Februari 2022, pukul 09:44)

Joseph Ginting. 2021. Pemulihan Psikologis Pada Korban Kekerasan Seksual.


https://www.riauonline.co.id/riau/read/2021/12/06/pemulihan-psikologis-pada-korban-
kekerasan-seksual (diakses Rabu, 23 Februari 2022, pukul 10:03)

Alivia Salina. 2021. Perkembangan Anak Korban Kekerasan Seksual (Studi Pada Poli
Psikologii RSUD dr. Fauziah Bireuen).
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/37946/170902047.pdf?sequen
ce=1&isAllowed=y (diakses Rabu, 23 Februari 2022, pukul 10:15)

KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI. 2022.


Apa itu Kekerasan Seksual?
https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/kekerasan-
seksual/#:~:text=Kekerasan%20Seksual%20adalah%20setiap%20perbuatan,menggang
gu%20kesehatan%20reproduksi%20seseorang%20dan (diakses Selasa, 22 Februari
2022, Pukul 15. 28)

WM NIM.2020 Institut Agama Islam Negeri Kendari. 2017. Pemulihan Psikologis Pada
Korban Kekerasan Seksual. http://digilib.iainkendari.ac.id/2706/3/BAB%202.pdf
(diakses Selasa, 22 Februari 2022, pukul 15:39)

17
Dr. Gina Anindyajati. 2013. Kekerasan Seksual. https://angsamerah.com/pdf/Angsamerah-
Handout_Kekerasan_Seksual.pdf (diakses Selasa, 22 Februari 2022, pukul 15:55)

Heylaw Edu. 2021. Penegakkan Hukum Pelecehan Seksual di Indonesia Lemah:


Bagaimana Negara Lain? https://heylawedu.id/blog/penegakkan-hukum-pelecehan-
seksual-di-indonesia-lemah-bagaimana-negara-lain (diakses Senin, 28 Februari 2022,
pukul 11:10)

18
LAMPIRAN

Jurnal yang digunakan :

Bentuk-Bentuk Pelecehan Seksual; Yandri Daniel Damelado; Jurnalisme dan Advertising


Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Perkembangan Anak Korban Kekerasan Seksual; Alivia Salina; Studi Poli Psikologi RSUD dr.
Fauziah Bireuen (2021); Universitas Sumatera Utara

Pemulihan Psikologis Pada Korban Kekerasan Seksual; Joseph Ginting; Laporan Riau Online
Blog Oleh Linda Mandasari

Kekerasan Seksual (2013); Dr. Gina Anindyajati; Dokter Spesialis Jiwa Universitas Indonesia
(2017)

Penegakkan Hukum Pelecehan Seksual Di Indonesia Lemah : Bagaimana Negara Lain ?; Irfan
Syahroni, S.H; Heylaw Edu (2021)

Instrumen Modul & Referensi Pemantauan; 15 Bentuk Kekerasan Seksual : Sebuah Pengenalan;
Komnas Perempuan; JL Latuharhary 4B, Jakarta, Indonesia

16 Dampak Kekerasan Seksual Terhadap Anak; Retno Listyarti; Komisioner KPAI Bidang
Pendidikan

19

Anda mungkin juga menyukai