Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN KLINIK VIII

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SEKSUAL PADA ANAK

MAKALAH

Oleh:
Kelompok 26

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016
2

KEPERAWATAN KLINIK VIII


ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SEKSUAL PADA ANAK

MAKALAH

disusun guna memenuhi tugas pemicu mata kuliah Keperawatan Klinik VIII
Dosen Pembimbing: Ns. Muhamad Zulfatul Ala, M.Kep.

oleh:
Kelompok 26
Nailul Aizza Rizqiyah NIM 132310101032
Popi Dyah Putri Kartika NIM 132310101035

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

PRAKATA
3

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Gangguan
Seksual pada Anak yang diajukan sebagai tugas pemicu mata kuliah Keperawatan
Klinik VIII. Dalam proses pembuatan makalah ini, penulis didukung oleh berbagai
pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep, Sp.Kep.J, selaku penanggung jawab
matakuliah (PJMK) Keperawatan Klinik VIII;
2. Ns. Muhamad Zulfatul Ala, M.Kep., selaku pembimbing mata kuliah
Keperawatan Klinik VIII;
3. teman-teman angkatan 2013, yang selalu memberikan dorongan semangat dan
dukungan, sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari para
pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.

Jember, 12 Maret 2016


Penulis
4

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PRAKATA ............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 Contoh Kasus ......................................................................................... 3
2.2 Pengertian ................................................................................................ 3
2.3 Psikopatologi/Psikodinamika.................................................................. 6
2.4 Diagnosa Medis dan Diagnosa Keperawatan ..................................... 11
2.4.1 Diagnosa Medis ........................................................................... 11
2.4.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 11
2.5 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan .......................................... 11
2.5.1 Penatalaksanaan Medis ............................................................... 11
2.5.2 Penatalaksanaan Keperawatan ................................................... 12
BAB III. PENUTUP .............................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 13
3.2 Saran ....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 14
5

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan seksual merupakan kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi
perasaan dua orang individu secara pribadi yang saling menghargai,
memerhatikan, dan menyayangi sehingga terjadi sebuah hubungan timbal balik
antara dua individu. Perilaku seks juga merupakan salah satu kebutuhan pokok
yang senantiasa mewarnai pola kehidupan manusia dalam masyarakat. Perilaku
seks sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang berlaku
dalam masyarakat. Setiap golongan masyarakat memiliki persepsi dan
batas kepentingan tersendiri terhadap perilaku seks.
Pada masa anak-anak dalam usia todler, prasekolah, dan sekolah.
Perkembangan seksual pada masa ini diawali secara biologis atau fisik, sedangkan
perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah tahap oedipal/phalik ,terjadi
pada umur 3-5 tahun. Kepuasan anak terletak pada rangsangan otoerotis, yaitu
meraba-raba, merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya. Anak juga
menyukai lain jenis. Seperti anak laki-laki cenderung suka pada ibunya daripada
ayahnya sebaliknya anak perempuan lebih suka pada ayahnya. Pada tahap laten
terjadi pada umur 5-12 tahun. Kepuasan anak mulai terintregrasi, mereka
memasuki masa pubertas dan berhadapan langsung pada tuntutan sosial, seperti
suka hubungan dengan kelompoknya atau teman sebaya. Pada masa sekolah ini,
anak sudah banyak bertanya tentang hal seksual melalui interaksi dengan orang
dewasa. Pada masa ini penyimpangan seksual sangat rentan terjadi dan menjadi
masalah. Penyimpangan seksual sebabkan oleh beberapa faktor baik dari dalam
dirinya ataupun dari lingkungan sekitar. Sehingga diperlukan sosialisasi edukasi
deteksi dini pada orangtua, hal ini agar bisa memperhatikan perkembangan
anaknya dengan lebih baik.

1.2 Tujuan
1.2.1 untuk mengetahui pengertian gangguan seksual.
6

1.2.2 untuk mengetahui psikopatologi atau psikodinamika gangguan seksual


pada anak.
1.2.3 untuk mengetahui diagnosa medis dan diagnosa keperawatan dari
gangguan seksual pada anak.
1.2.4 untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan dari
gangguan seksual pada abak.

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Contoh Kasus


Seorang anak laki-laki (An. T) berusia 12 tahun merupakan anak tunggal
dan sejak 3 tahun yang lalu orang tua nya bercerai. An. T hanya tinggal bersama
ayah nya. Satu tahun terakhir dia mulai memperlihatkan ketertarikannya pada
benda-benda mati seperti pakaian dalam wanita dan gambar-gambar wanita yang
berpakaian mini di majalah yang dia gunakan untuk masturbasi. Kejadian awal
yang membuatnya seperti itu yaitu sejak dia menonton sebuah film dewasa di
rumah temannya. Rasa keingintahuannya terus mendorongnya untuk memenuhi
kepuasan seksual nya.

2.2 Pengertian
Seksualitas merupakan suatu keinginan untuk menjalin hubungan, suatu
kehangatan, kemesraan atau cinta meliputi berpegangan tangan, berpelukan,
berciuman, memandang dan berbicara serta bersama-sama menimbulkan orgasme
(Stuart, 2006). Tiga teori yang sering digunakan menurut Hamid, Achir Yani S,
(2008). diantaranya:
1. Teori biologis
Perbedaan seks ditentukan oleh kromosom Y. Berdasarkan penelitian,
maskulinitas bergantung pada androgen fetal dan paranatal (Birkhead,
1989;Taylor, Lillis dan Le Mone, 1997) dalam Hamid Achir Yani S, (2008).
2. Teori Psikoanalitik
7

Menurut Freud, seksualitas adalah salah satu kunci kekuatan dalam


kehidupan manusia dan berkembang sebelum pubertas serta sebagai pilihan
individu dalam mengekspresikan seksualitas bergantung pada peran factor
keturunan, biologi dan social.

3. Teori Perilaku
Perilaku seksual merupakan suatu respons yang dapat diukur, baik
dengan komponen fisiologis maupun psikologis. Bantuan yang dapat
diberikan dalam mengatasi masalah gangguan seksual yaitu dengan
pemberian intervensi untuk mengubah pola perilaku tanpa mengidentifikasi
penyebab dan psikodinamik nya.

DSM-IV (APA, 1994) dalam Townsend (2009) membagi gangguan seksual


menjadi 3 kategori yaitu:
1. Parafilia
Merupakan dorongan pengulangan fantasi, perilaku seksual yang intens
dan berulang serta melibatkan objek maupun aktivitas yang berlangsung
sedikitnya 6 bulan. Jenis parafilia diantaranya:
a. Eksibisionisme
Gangguan ini umumnya terjadi sejak remaja hingga dewasa. Kasus ini
kebanyakan pada kaum pria dengan wanita sebagai korbannya, yaitu
dengan cara memamerkan alat kelamin kepada orang yang tidak dikenal
yang tidak waspada. Masturbasi dapat terjadi saat eksibisionisme.
b. Fetisisme
Merupakan kepuasan seks yang didapat dari suatu objek mati dengan
cara memakai atau menyentuhnya. Objek fetisisme meliputi celana dalam,
bra, stoking, sepatu, sepatu boot atau pakaian lain milik wanita. Objek
tersebut digunakan untuk masturbasi atau diikutsertakan dalam aktivitas
seksual dengan pasangannya untuk menimbulkan gairah seksual.
c. Froteurisme
8

Gairah seksual didapatkan dari sentuhan atau rabaan yang dilakukan


pada orang lain tanpa izin.
d. Pedofilia
Gangguan ini umumnya dilakukan karena dorongan untuk melakukan
aktivitas seksual dengan anak-anak prapubertas. Umumnya pelaku berusia
16 tahun keatas dan minimal 5 tahun diatas usia korban.
e. Masokisme seksual
Aktivitas masokis ini dapat difantasikan, dilakukan sendiri atau dengan
pasangan meliputi tindakan diikat, dipukul contohnya terangsang secara
seksual dengan menyakiti diri sendiri, diperkosa atau dipukul oleh
pasangan seksual.
f. Sadisme seksual
Aktivitas sadistik ini dapat difantasikan, dilakukan sendiri atau dengan
pasangan yang mau atau tidak mau melakukannya meliputi tindakan nyata
yang membangkitkan gairah seksualnya jika korban menderita baik secara
fisik maupun psikis. Seperti perkosaan, pemukulan, penyiksaan atau
bahkan pembunuhan.
g. Veyorisme
Tindakan mengobservasi orang yang tidak menaruh curiga seperti
sedang telanjang, menanggalkan pakaian atau melakukan senggama.
Aktivitas seksual didapat dengan hanya melihat tanpa kontak dengan
orang yang dilihat.
2. Disfungsi seksual
Merupakan gangguan atau kerusakan pada setiap fase siklus respond
seksual meliputi gangguan hasrat, orgasme atau pengalaman nyeri genitalia
selama senggama yang terjadi secara menetap atau berulang. Jenis disfungsi
seksual diantaranya:
a. Gangguan hasrat seksual
b. Gangguan rangsangan seksual
c. Gangguan orgasmus
d. Gangguan nyeri seksual
9

3. Gangguan Identitas Gender


Identitas gender merupakan gangguan lain yang dapat terjadi pada
anak-anak atau remaja. Identitas gender adalah keadaan saat seseorang
merasa tidak menjadi dirinya sendiri, tidak cocok dengan anatomi seks dan
identitas gender nya namun merasa sebagai lawan jenisnya atau bersikeras
bahwa dia termasuk individu bergender sebaliknya.

Gangguan yang terdapat pada kasus diatas merupakan salah satu jenis dari
parafilia yaitu fetisisme. Fetisisme adalah kelainan seksual seksual untuk
berfantasi dengan menggunakan objek benda mati seperti pakaian, stoking, high
hills atau benda-benda lainnya.
Menurut Halgin (2010), Fetisisme merupakan suatu yang dipuja, sehingga
aktivitas seksual penderita fetisisme disalurkan melalui masturbasi dengan benda-
benda seperti BH (Breast holder), celana dalam, kaos kaki atau benda lain yang
meningkatkan dorongan seksualnya, sehingga orang tersebut akan mendapatkan
kepuasannya. Penderita fetisisme terkadang lebih menyukai melakukan aktivitas
seksual dengan objek fisik daripada manusia/pasangan. Beberapa tingkatan
fetitisme menurut tingkat keparahannya yaitu:
1. Tingkat pertama (Pemuja/Desire)
2. Tingkat kedua (Pecandu/Cravers)
3. Tingkat ketiga (Fethisist tingkat menengah)
4. Tingkat keempat (Fethisist tingkat tinggi)
5. Tingkat kelima (Fethisist murderes)

2.3 Psikopatologi/ Psikodinamika


1. Faktor predisposisi pada fetisisme, diantaranya:
a. Faktor biologi
Fetisisme terbentuk karena pengaruh rangkaian tertentu dalam
genetik/kromosom, otak, hormon dan susunan syaraf. Fetisisme ada
karena faktor dari otak penderita yang secara alami mengingat terus-
menerus objek atau kegiatan yang disukai.
10

b. Faktor psikologi
Faktor psikologis seperti broken home, kurangnya perhatian dari
keluarga atau orang tua dapat menjadi penyebab seseorang mencari
kesenangan lain diluar.
c. Faktor social budaya
Kebiasaan yang terjadi di sekitar kehidupan seseorang menjadi kebiasaan
diri orang tersebut, karena pengaruh social menjadi lebih berpengaruh
dibandingkan dengan faktor lainnya.

2. Faktor presipitasi pada fetisisme meliputi:


a. Nature
1) Stressor social budaya
Gangguan fetisisme ini tidak sesuai dengan norma agama dan adat
sehingga tidak diterima di kalangan masyarakat.
2) Stressor psikologis
Gangguan ini terjadi karena adanya stressor yang mengganggu
seseorang dari sisi psikologis seperti seseorang yang kehilangan sosok
yang sangat dicintainya atau sedang rindu dengan sosok tersebut, hal
tersebut akan selalu terbayang dipikirannya yang lama kelamaan dapat
menjadi fetisisme.
b. Origin
Internal: rasa keingintahuan yang tinggi setelah melihat gambar dan video
Eksternal: dipicu oleh adanya gambar atau video yang dilihatnya dari
gadget kakaknya.
c. Timing
Ketertarikannya bermula sejak kira-kira satu tahun yang lalu.
d. Number
Stressor berjumlah satu, yaitu berasal dari tontonan yang dilihat dari
gadget kakaknya tanpa sengaja.
3. Penilaian terhadap stressor
a. Respon kognitif
11

Seorang individu tidak dapat membedakan fungsi seksualnya sehingga


merasa tidak puas.
b. Respon afektif
Seorang individu terkadang merasa salah dan berdosa sehingga
mengganggu ketenangan batinnya.
c. Respon perilaku
Seorang individu cenderung menyukai aktivitas seksual dengan
menggunakan objek fisik dibanding dengan manusia.
d. Respon social
Individu menjadi lebih sering menyendiri dan jarang bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar, karena malu jika kebiasaanya diketahui oleh
orang lain.

4. Sumber koping
a. Kemampuan personal
Kemampuan meningkatkan rasa percaya diri pada fungsi dorongan
seksualnya secara normal.
b. Dukungan social
Dukungan yang diperoleh dari keluarga, teman atau lingkungan sekitar
dalam membantu memperoleh fngsi dorongan seksual secara normal.
c. Asset material
Tersedianya materi seperti akses pelayanan kesehatan, dana/finansial yang
memadai, serta jaminan pelayanan kesehatan dan lain-lain.
d. Keyakinan positif
Keyakinan seperti spiritual dan gambaran positif yang menjadi dasar
harapan dalam mempertahankan koping yang adaptif meskipun dalam
kondidi stressor yang penuh.

5. Mekanisme koping
a. Fantasi, untuk meningkatkan kepuasan seksual
b. Denial, untuk tidak mengakui adanya konflik atau ketidakpuasan seksual
12

c. Rasionalisasi, untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan tentang


motif, perilaku, perasaan dan dorongan seksual
d. Menarik diri, untuk mengatasi perasaan lemah, ambivalensi terhadap
hubungan intim yang belum terselesaikan secara tuntas.

2.4 Diagnosa Medis dan Keperawatan


2.4.1 Diagnosa Medis
Fetisisme
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul diantaranya, yaitu:
1. Disfungsi seksual
2. Perubahan pola seksualitas

2.5 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


2.5.1 Penatalaksanaan medis
a. Pengobatan esterogen (eastration)
Estrogen digunakan untuk lebih mengontrol dorongan seksual, dengan
cara memotong tingkat steroid seks, sehingga hasrat dapat berkurang dan
klien dapat mengontrol fetish serta memproses pikirannya tanpa
terganggu oleh rangsangan seksual.
b. Pengobatan neuroleptik
1) Phenothiazine
Obat diberikan secara oral. Kerja obat yaitu memperkecil
dorongan seksual dan mengurangi kecemasan
2) Fluphenazine enanthate
Preparat modifikasi phenothiazine diberikan IM dosis 1cc 25mg.
efektif dalam jangka waktu 2 pekan. Obat dapat mengurangi
dorongan seksual lebih dari 2/3 kasus dengan efek yang sangat cepat.
3) Transquilizer
13

Diazepam dan lorazepam dapat mengurangi gejala-gejala


kecemasan dan rasa takut. Pemberian harus hati-hati karena jumlah
dosis besar dapat menghambat fungsi seksual secara menyeluruh.

2.5.2 Penatalaksanaan keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1. Disfungsi seksual Setelah dilakukan 1. Kaji riwayat seksual dan tingkat
tindakan keperawatan kepuasan sebelumnya
selama 3x kunjungan 2. Kaji persepsi klien terhadap
dalam seminggu masalah
klien dapat 3. Bantu klien menetapkan dimensi
mempersepsikan waktu yang berhubungan dengan
dengan baik dengan awitan masalah dan diskusikan
masalah seksual, apa yang terjadi dalam situasi
dengan kriteria hasil: kehidupannya pada waktu itu
a. Klien dapat 4. Kaji alam perasaan dan tingkat
mengidentifikasi energi klien
stressor yang 5. Tinjau aturan pengobatan,
berperan dalam observasi efek samping
penurunan fungsi 6. Dorong klien menanyakan hal-hal
seksual dalam 1 yang berkenaan dengan seksual
minggu dan fungsi yang mungkin
b. Klien akan menyusahkan dirinya
mendiskusikan 7. Bantu keluarga untuk
14

patofisiologi mengungkapkan dan mengatasi


proses permasalahan pada anak.
penyakitnya yang
menimbulkan
disfungsi seksual
dalam 1 minggu
2. Perubahan pola Setelah dilakukan 1. Kaji riwayat seksual, perhatikan
seksualitas tindakan keperawatan ekspresi area ketidakpuasan klien
selama 3x kunjungan terhadap pola seksual
dalam seminggu klien 2. Kaji area stress dalam kehidupan
dapat memperlihatkan klien
kepuasan dengan pola 3. Catat faktor-faktor budaya, social,
seksualitas nya etnik dan religious yang mungkin
dengan kriteria hasil: menambah konflik yang
Klien dapat berkenaan dengan praktik seksual
mengatakan aspek- yang berbeda
aspek seksualitas 4. Terima dan jangan menghakimi
yang ingin diubah 5. Bantu terapi dengan perencanaan
modifikasi peilaku untuk
membantu klien yang berhasrat
untuk menurunkan perilaku-
perilaku seksual yang berbeda
Bab 3. Penutup

3.1 Kesimpulan
Fetisisme adalah kelainan seksual seksual untuk berfantasi dengan
menggunakan objek benda mati seperti pakaian, stoking, high hills atau benda-
benda lainnya. Fetisisme merupakan suatu yang dipuja, sehingga aktivitas seksual
penderita fetisisme disalurkan melalui masturbasi dengan benda. Ada beberapa
tingkatan dari fetitisme menurut keparahannya. Penatalaksanaannya medis dengan
obat-obatan dan penatalaksanaan keperawatan dengan terapi, dorongan keluarga.
15

3.2 Saran
Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat diharapkan mampu untuk
memberikan pelayanan yang optimal dan dapat membina hubungan yang baik
dengan klien maupun keluarga klien. Diharapkan perawat mampu memberikan
solusi permasalah bagi klien seperti pengobatan secara optimal, terapi dan perawat
mampu memberikan arahan bagi keluarga untuk memberikan dukungan sosial
bagi klien.

Daftar Pustaka

Halgin, Ricard P Whitbourne Susan, krauss. 2010. Psikologi Abnormal Perspektif Klinis
pada Gangguan Psikologis. Jakarta: Salamba Humanika
Hamid, Achir Yani S. 2008. Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: EGC
Haryanto, Sri. 2009. Terapi Seks. Yogyakarta: Kanisius
Townsend, Mary C. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri: Rencana
Asuhan dan Medikasi Psikotropik. Jakarta: EGC
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Agustian, Ginanjar Ary. 2006. ESQ Emotional Spiritual Quatient. Jakarta: Arga.
Akdon H, Wahyudi. 2006. Manajemen Konflik dalam Organisasi. Bandung: Alfabeta,
Anggota IKAPI.
Capernito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis
Edisi 9 alih bahasa Kusrini Semarwati Kadar. Jakarta: EGC.
Kartono, Kartini & Gulo, dali. 2000. Kamus Psikologi. Bandung: CV. Pionir Jay.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai