Anda di halaman 1dari 19

PENGARUH BULLYING TERHADAP KESEHATAN

MENTAL REMAJA

Makalah yang Disusun untuk Melengkapi


Tugas Mata Kuliah
PSIKOLOGI KESEHATAN VII/2020

Oleh :
Kelompok 8

Emilianus Biffel (175050006)


Esti Praptami A S (175050035)

Dosen Pengampu :
Dr.dr.Yongky,SPKJ,MM.,M.Kes
Jurusan Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Respati Indonesia
Jakarta
PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Rahmat dan Karunia-Nya kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pengaruh Bullying Terhadap Kesehatan Mental Remaja” ini dengan tepat waktu.

Makalah tentang “Pengaruh Bullying Terhadap Kesehatan Mental


Remaja” ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi nilai dalam mata kuliah
Psikologi Kesehatan. Dan diharapkan melalui makalah ini, kami selaku penulis
dapat lebih memahami tentang Dinamika Kelompok dengan baik.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosen
Dinamika Kelompok, Ibu Mardiani, Dra, MM yang telah bersedia membimbing
dan mengarahkan kami dalam penyusunan makalah ini.

Semoga penyusunan makalah ini dapat memberikan inspirasi bagi penulis


yang ada di luar sana dan manfaat bagi pembaca.

Jakarta, 05 November 2020

Kelompok VIII

i
DAFTAR ISI

PRAKATA.........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................6
1.3 Tujuan.................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................8
2.1 Pengertian Bullying............................................................................................8
2.2 Bentuk-bentuk Bullying .....................................................................................9
2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Bullying...............................................................10
2.4 Ciri-ciri Pelaku dan Korban Bullying................................................................11
2.5 Dampak Bullying...............................................................................................11
2.6 Pengaruh Bullying terhadap Kesehatan Mental.................................................12
2.7 Solusi untuk Bullying.......................................................................................13
BAB III...........................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan........................................................................................................14
3.2 Saran..................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekerasan merupakan salah satu perilaku yang membuat diri
seseorang, baik itu diri sendiri maupun orang lain yang mengalami kesakitan
baik itu sakit secara fisik, psikis, mental maupun spiritual orang yang
mengalami kekerasan tersebut. Banyak tempat yang bisa dijadikan sebagai
lokasi tindak kekerasan baik itu di tempat umum, di rumah, di tempat kerja,
di arena bermain, bahkan sampai ke tempat pendidikan seperti di sekolah. Di
luar negeri, isu bullying sudah dianggap sebagai isu penting. Sejumlah
selebriti bahkan tak segan lagi terlibat dalam kampanye antibullying.
Contohnya adalah aktris yang bermain di film The Devil Wears Prada, Anna
Hathaway, serta penyanyi fenomenal Lady Gaga yang mendirikan yayasan
Born This Way yang khusus menangani isu bullying di kalangan remaja.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama bahkan mengusung isu anti-
bullying dalam kampanye pencalonan presidennya dan mendapat dukungan
luas berkat isu tersebut.
Sebagai lembaga pendidikan, sebagaimana halnya dengan keluarga,
sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat di samping mengajar berbagai keterampilan dan kepandaian
kepada para siswanya. Akan tetapi, seperti halnya juga dengan keluarga,
fungsi sekolah sebagai pembentuk nilai dalam diri anak sekarang ini banyak
menghadapi tantangan. Khususnya karena sekolah berikut segala
kelengkapannya tidak lagi merupakan satu-satunya lingkungan setelah
lingkungan keluarga, sebagaimana yang pernah berlaku di masa lalu.
Dari sekian banyak kasus, peneliti lebih dominan meneliti tentang
kekerasan yang berada di lingkungan pendidikan atau yang biasa disebut
dengan sekolah. Kekerasan yang terjadi di sekolah biasanya disebut dengan
bullying yang mana perilaku tersebut menimpa peserta didik baik itu antara
teman sebaya, antara junior dan senior, bahkan ada berapa kasus antara
tenaga pendidik dengan peserta didik, seperti yang terjadi di SMP 10

1
Pangkal Pinang, yang mana guru memukul murid dikarenakan murid
memanggil guru tersebut dengan nama Muin tanpa menyebutkan kata “Pak”.
Hal itu dianggap tidak sopan sehingga guru tersebut menampar pipi siswa
tersebut sebanyak tiga kali sebagai hukuman. Menurut Kepala Sekolah
instansi tersebut membantah video tersebut, bahkan pihak sekolah siap
melaksanakan pemeriksaan terkait video tersebut. Kepala Sekolah SMP 10
Pangkal Pinang Muhamad Kadar mengatakan pada awak media
“Sehubungan dengan beredarnya dan viralnya video tersebut. Kami tegaskan
itu terjadi bukan di SMP Negeri 10 Pangkal Pinang”. 2 Yang mana
seharusnya di lingkungan sekolah, peserta didik mendapatkan ilmu yang
bermanfaat tanpa adanya kekerasan yang terjadi menimpa salah satu peserta
didik tersebut. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak, pada pasal 54 ayat (1) Anak di dalam dan di lingkungan
satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan
fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh
pendidik, tenaga ke pendidikan, sesama peserta didik, dan /atau pihak lain.
Sejalan dengan undang-undang di atas, maka peneliti menemukan fakta di
lapangan saat ini karena kurangnya perlindungan anak, terutama peserta
didik yang merupakan masa transisi dari remaja menjadi dewasa, maka di
perlukan pengawasan baik itu dari orang tua, guru, teman sebaya dan pihak
lain. Jika di lihat dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
dalam kurun 2011 sampai September 2017 telah menerima 26 ribu kasus
pengaduan terkait masalah tersebut. Laporan yang di terima KPAI tertinggi
adalah anak yang berhadapan dengan hukum. Berdasarkan catatan KPAI,
kasus anak berhadapan dengan hukum berada di peringkat atas, yang paling
banyak diadukan sebanyak 1209 kasus, aduan datang dari masalah keluarga
dan pengasuhan alternatif sebanyak 593 kasus, pornografi dan cybercrime di
peringkat ketiga (514), kasus mengenai pendidikan (358), dan kasus
traffiking dan eksploitasi (293), ujar ketua KPAI Susanto.
Menyadari hal tersebut peneliti merasa perlu untuk mengatasi
permasalahan perilaku menyimpang peserta didik dengan mengetahui lebih

2
dalam bagai mana kesehatan mental serta tingkat spiritual peserta didik
setelah mengalami kejadian tersebut yang menimpa dirinya. Dengan
demikian peneliti bisa mengurangi beban mental spiritual yang dialami oleh
peserta didik di kemudian hari. Mental yang sehat merupakan karunia dari
Allah SWT, yang mana dengan mental yang sehat peserta didik mampu
mengamalkan ilmu yang di berikan oleh tenaga pendidik serta dapat
direalisasikan di masa yang akan datang, mampu mempertanggung jawabkan
apa yang telah didapat dari pelajaran di sekolah. Kesehatan pun perlu dijaga
agar pikiran yang merusak sedikit demi sedikit bisa menghilang. Dengan
mental yang sehat pula mampu menenangkan dan membahagiakan hidup.
Spiritual merupakan salah satu bagian dari kehidupan manusia yang tentunya
dapat menenangkan jiwa manusia baik itu ruh, naf dan lainlain. Yang mana
dengan spiritual yang mumpuni manusia mampu mendekatkan diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Pendidikan merupakan salah satu unsur kebutuhan manusia yang
memiliki manfaat untuk meningkatkan taraf hidup manusia, serta sangat
berperan dalam membentuk perilaku manusia menurut ukuran normatif (baik
atau buruk). Dengan terciptanya pendidikan yang baik maka diharapkan akan
muncul generasi penerus bangsa berkualitas dan mampu menyesuaikan diri
untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemenuhan hak atas
pendidikan juga menjadi salah satu indikator apakah suatu negara dapat
dikategorikan sebagai negara maju, berkembang atau bahkan negara miskin.
Sekaya apapun sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara tanpa
didukung dari sumber daya manusianya yang berpendidikan tinggi, maka
negara tersebut tidak akan bisa mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam
tersebut dengan sebaik-baiknya.
Dewasa ini sudah banyak terjadi kasus bullying di lingkungan
sekolah dan kasus ini sudah banyak mendapat perhatian terutama dari orang
tua pelaku dan korban, pihak sekolah, bahkan dari pemerintah. Hal ini perlu
dibahas dan diketahui lebih lanjut, karena kita ada dalam lingkaran
pendidikan yang akan menemukan banyak masalah dari anak didik kita.

3
Sebagai bahan pertimbangan itu, saya mengambil kasus ini sebagai pokok
permasalahan dari makalah ini.
Sebagai sebuah hak yang hakiki maka pengaturan mengenai hak atas
pendidikan diatur dalam Alinea Keempat Pembukaan dan Pasal 31 Undang-
Undang Dasar 1945 Amandemen Ke-4. Berdasarkan hal tersebut maka
ditegaskan bahwa, salah satu tujuan dari pembentukkan negara Indonesia
adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan kehidupan
berbangsa dan bernegara baru dapat tercapai melalui pemberian suatu
pendidikan yang terintegrasi dan disesuaikan dengan kebutuhan setiap warga
negara. Pengaturan hak atas pendidikan telah diatur dalam Pasal 31 Undang-
Undang Dasar 1945 ayat (1) dimana disebutkan bahwa, “Setiap orang berhak
untuk mendapatkan pendidikan”. Pasal tersebut bermakna bahwa negara
berkewajiban memenuhi hak atas pendidikan bagi setiap warga negaranya,
tanpa terkecuali atau membedakan suku, ras, agama, atau bahkan keadaan
sosial dan ekonominya. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa setiap anak di
Indonesia  memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang
layak, dan berhak mengembangkan diri sebebas-bebasnya.
Namun dalam kenyataannya pemenuhan hak atas pendidikan justru
menjadi sulit diperoleh atau cenderung tidak terlaksana dengan baik, karena
sejumlah faktor. Salah satunya masih terjadinya praktek penindasan
(bullying), yang sering terjadi di sekolah, baik pada tingkatan Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas
(SMA). Sebagai sebuah institusi pendidikan maka sekolah seharusnya
menjadi tempat teraman dan nyaman bagi anak didik untuk bisa
mengembangkan dirinya, serta menjadikan pelajar yang mandiri, berilmu,
berprestasi dan berakhlak mulia. Namun yang terjadi justru sebaliknya
dimana sekolah kini hanya dijadikan tempat bagi anak-anak nakal untuk
melampiaskan hobinya menggunakan kekerasan, menindas antar sesama,
hingga menimbulkan ketakutan bagi pelajar lainnya yang justru ingin
mengemban ilmu.
Melihat kompleksnya kasus-kasus bullying yang ada, maka Indonesia
sudah masuk kategori darurat bullying di sekolah. Hampir di setiap sekolah

4
terjadi bullying verbal dan psikologis atau mental. Bullying verbal seperti
membentak, meneriaki, memaki, menghina, mencela, hingga mengejek.
Sedangkan bullying psikologis atau mental, seperti memandang sinis,
memelototi, mencibir, mendiamkan. Jika pemerintah tidak serius menangani
dan mencegah bullying di sekolah, bangsa Indonesia akan kehilangan
generasi unggul. Bagaimana tidak, anak terlihat sekolah tetapi mereka tidak
nyaman dan bertumbuh dengan baik. Ini terjadi karena siswa sekolah
terdampak budaya bullying yang masif.
Ironisnya praktek bullying yang terjadi di sekolah ternyata tidak
hanya dilakukan oleh oknum siswa sebagai pelakunya, namun tindakan
tersebut juga melibatkan guru yang tidak mengambil tindakan tegas saat
anak didiknya menjadi korban bullying, atau sengaja melakukan perilaku
tersebut sehingga menimbulkan gangguan psikologis pada siswanya.
Pernyataan tersebut didasarkan atas hasil penelitian yang dilakukan Warouw,
dimana diberikan hasil bahwa salah satu bentuk bullying yang dilakukan
oknum guru kepada muridnya adalah secara verbal, yaitu dengan menyebut
kata-kata kotor atau tidak pantas seperti “monyet kecil” atau “monyet
betina”. Sebagai remaja putri yang dalam tahap perkembangan psikologis
tentunya sangat mengutamakan penampilannya, maka penyebutan kata-kata
binatang tersebut tentunya akan melukai harga diri dan derajatnya dihadapan
teman-temannya. Mengingat yang melakukannya adalah gurunya sendiri
maka siswi tidak berani melawan atau membantah dan sengaja
memendamnya, hingga akhirnya membentuk sikap yang minder, malu,
merasa diasingkan, dan lain sebagainya. Adanya kondisi tersebut dapat
mempengaruhi aktivitasnya dalam menimba ilmu di sekolahnya.
Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa kontrol sosial di sekolah
mempunyai peran penting, dalam mengikat perilaku anak (pelajar). Hal ini
bertujuan agar anak tersebut tidak melakukan delinkuensi, atau perilaku yang
menyimpang. Iklim sekolah sangat turut mendukung agar kontrol sosial
dapat berjalan dengan baik, dan terhindar dari praktek bullying. Sebaliknya
jika kontrol sosial tidak bisa diterapkan dengan baik, maka praktek bullying
akan mudah terjadi sehingga merugikan psikologis bagi anak yang menjadi

5
korban. Penelitian dari Cunningham pada tahun 2007 menyebutkan bahwa
bullying di sekolah merupakan masalah perilaku seorang pelajar yang
dipengaruhi oleh kontrol sosial pelajar dengan lingkungan di sekolahnya,
seperti interaksi dengan guru, teman-teman sebayanya, ketaatan pada
peraturan dan norma-norma, metode pendisiplinan, dan ikli, yang ada pada
sekolah tersebut.
Tragisnya anak-anak (pelajar) yang menjadi korban bullying,
nantinya akan masih merasakan dampak kesehatan psikis dan mental lebih
dari 40 tahun. Pernyataan ini didasarkan atas hasil penelitian Kings’s College
London, dimana disebutkan bahwa anak-anak yang mengalami  gangguan
atau bullying ketika masa anak-anak memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami depresi dan kecemasan, dan kemungkinan memiliki kualitas
hidup yang lebih rendah pada usia 50 tahun. Selain itu efek membahayakan
dari bullying akan bertahan ketika faktor lain termasuk masalah IQ di masa
anak-anak, emosional dan tingkah laku serta status ekonomi orangtua
dimasukan dalam hitungan. Atas dasar inilah maka bullying merupakan
peristiwa traumatik dan menyakitkan bagi anak-anak usia dini yang
mengalaminya dan dampak jangka panjangnya dapat bertahan sampai
beberapa tahun.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bullying?
2. Bagaimana bentuk-bentuk bullying?
3. Apa faktor penyebab bullying?
4. Bgaimana ciri-ciri pelaku dan korban bullying?
5. Bagaimana dampak bullying?
6. Bagaimana pengaruh bullying terhadap kesehatan mental?
7. Bagaimana solusi untuk bullying?

1.3 Tujuan
1. Pengertian umum bullying
2. Beberapa jenis bullying
3. Solusi terhadap kasus bullying
4. Penyebab dan dampak bullying

6
5. Dampak bullying
6. Solusi untuk bullying
7. Perarturan UU yang mengatur kekerasan terhadap anak

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bullying


Kata bullying berasal dari bahasa Inggris, yaitu bull yang berarti
banteng yang senang menyeruduk kesana kemari. Istilah ini diambil untuk
menggambarkan suatu tindakan destrukstif. Secara terminologi menurut
Tattum, bullying adalah “...the willful, conscious desire to hurt another and
put him/her under stress” (Wiyani, 2014:12). Maksud pernyataan tersebut,
bullying terjadi apabila dilakukan karena adanya kemauan, dan secara sadar
ingin menyakiti orang lain dan menjadikannya tertekan.

Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak dalam Chakrawati


(2015:11), bullying adalah kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang
yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak
mampu mempertahankan diri. Olweus menyatakan bahwa, bullying adalah
perilaku negatif yang membuat seseorang dalam keadaan tidak
nyaman/tersakiti dan biasanya dilakukan secara berulang-ulang (Wiyani,
2014:12). Rigby (1998) dalam Astuti (2008:3) menyatakan bahwa, bullying
adalah sebuah hasrat untuk menyakiti orang lain. Aksi ini dilakukan secara
langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung
jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan senang.

Suryani (2016:47) menyatakan bahwa, bullying adalah penggertakan


yang kerap kali memicu pada sebuah perbuatan buruk yang mengundang
tindakan kejahatan. Mereka yang mengalami hal bullying mendapatkan
memori terburuk yang sulit untuk dilupakan. Bullying merupakan “learned
behaviours” karena manusia tidak terlahir sebagai penggertak dan
pengganggu yang lemah. Bullying merupakan perilaku tidak normal, tidak
sehat, dan secara sosial tidak bisa diterima. Hal yang sepele pun kalau
dilakukan secara berulang kali pada akhirnya daapt menimbulkan dampak
serius dan fatal (Wiyani, 2014: 13). Dari pendapat para ahli tersebut, dapat

8
disimpulkan bahwa bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan berulang
kali dengan tujuan menyakiti seseorang, dilakukan secara perorangan
maupun kelompok dan terjadi di lingkungan sekolah.

2.2 Bentuk-bentuk Bullying


Menurut Sullivan dalam Astuti (2008:22) menjelaskan ada dua bentuk
bullying. Uraian selengkapnya sebagai berikut:
1. Fisik, contohnya menggigit, menarik rambut, memukul, menendang, dan
mengintimidasi korban di ruangan atau dengan mengitari, memelintir,
menonjok, mendorong, mencakar, meludahi, dan merusak kepemilikan
korban, penggunaan senjata tajam, dan perbuatan kriminal.
2. Non-fisik, contohnya meledek, pemalakan, pemerasan, mengancam,
menyebarluaskan kejelekan korban, mengasingkan, mengirim pesan
menghasut, hentakan mengecam atau menakuti, dan menatap dengan
tajam.

Wardhana (2015:11-14) menjelaskan ada empat bentuk bullying. Uraian


selengkapnya sebagai berikut:
1. Bullying verbal, contohnya celaan, fitnah, atau penggunaan kata-kata
yang tidak baik untuk menyakiti orang lain.
2. Bullying fisik, contohnya pukulan, menendang, menampar, meludahi,
atau segala bentuk kekerasan yang menggunakan fisik.
3. Bullying Relasional, contohnya pengabaian, pengucilan, cibiran, dan
segala bentuk tindakan untuk mengasingkan seseorang dari
komunitasnya.
4. Cyber Bullying, segala bentuk tindakan yang dapat menyakiti orang lain
dengan sarana media elektronik (rekaman video intimidasi, pencemaran
nama baik lewat media sosial).

9
Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, secara umum
bullying dikelompokkan menjadi dua macam yaitu bullying langsung
dan bullying tidak langsung. Tindakan yang dikategorikan sebagai
bullying langsung bisa berupa kekerasan fisik, maupun verbal yang
dapat diamati dengan panca indera. Tindakan bullying tidak langsung
berupa kekerasan yang tidak dapat diamati dengan panca indera, berupa
kekerasan psikis.

2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Bullying


Wardhana (2015:17-18) menjelaskan bahwa bullying disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain:
1. Permusuhan, permusuhan dan rasa kesal diantara pertemanan biasa
memicu seseorang melakukan tindakan bullying.
2. Rasa kurang percaya diri dan mencari perhatian, seseorang yang kurang
percaya diri seringkali ingin diperhatikan, salah satunya adalah dengan
melakukan bullying. Dengan mem-bully orang lain, mereka akan merasa
puas, lebih kuat dan dominan.
3. Perasaan dendam, seseorang yang pernah disakiti atau ditindas biasanya
menyimpan rasa dendam yang ingin disalurkan kepada orang lain
sehingga orang lain merasakan hal yang sama, salah satunya adalah
dengan melakukan bullying.
4. Pengaruh negatif dari media, semakin banyaknya gambaran kekerasan di
media baik televisi, internet, dan sebagainya menjadi contoh buruk yang
bisa meginspirasi seseorang untuk melakukan kekerasan tanpa alasan
yang jelas.

Suryani (2016:94-97), menjelaskan ada tiga faktor penyebab terjadinya


bullying, antara lain:
1. Keluarga;
2. Teman sebaya;
3. Pengaruh media.

10
Chakrawati (2015:12-13), menjelaskan ada 4 tanda-tanda bullying, antara
lain:
1. Terdapat ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan target;
2. Terdapat keinginan untuk melukai;
3. Cenderung berulang;
4. Ancaman dan teror.

2.4 Ciri-ciri Pelaku dan Korban Bullying


Menurut Astuti (2008:55) menjelaskan ciri pelaku dan korban bullying,
yaitu:
Ciri pelaku bullying, yaitu:
1. Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah;
2. Menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah atau di sekitarnya;
3. Merupakan tokoh populer di sekolah; dan
4. Gerak geriknya seringkali dapat ditandai, seperti sering berjalan di
depan, sengaja menabrak, berkata kasar, menyepelekan atau
melecehkan.

Ciri korban bullying, yaitu:


1. Pemalu/pendiam/penyendiri;
2. Bodoh/dungu;
3. Mendadak menjadi penyendiri/pendiam;
4. Sering tidak masuk sekolah dengan alasan tak jelas;
5. Berperilaku aneh atau tidak biasa, seperti takut, marah tanpa sebab,
mencoret-coret, dan sebagainya.

2.5 Dampak Bullying


Chakrawati (2015:15) menjelaskan ada beberapa dampak yang ditimbulkan
dari bullying, yaitu:
1. Depresi;
2. Minder;
3. Malu dan ingin menyendiri;

11
4. Luka fisik;
5. Sering sakit tiba-tiba, seperti sakit perut dan pusing;
6. Merasa terisolasi dari pergaulan;
7. Prestasi akademik merosot;
8. Kurang bersemangat;
9. Ketakutan; dan
10. Bunuh diri.

Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, bullying


memberikan dampak negatif yang di terima oleh pelaku maupun korban
bullying. Dampak tersebut bisa berlangsung singkat maupun berlangsung
lama. Rata-rata dampak tersebut berhubungan dengan emosional dan mental
anak, baik sebagai pelaku maupun korban.

2.6 Pengaruh Bullying terhadap Kesehatan Mental


Menurut Suryani (2016:108-109) seseorang yang di bully takut
melapor dan tidak ada keberanian diri karena rasa takut yang jauh lebih besar
menyebabkan kejadian buruk itu terulang terus menerus. Bahkan kepada
orang tua pun mereka takut untuk menceritakan kejadian buruk tersebut.
Musnahlah keberanian dirinya, para korban bullying menjadi pribadi yang
diam, murung dan takut jika harus pergi ke sekolah. Baginya sekolah adalah
neraka jahanam yang kapan saja bisa membahyakan mereka. Adanya
perubahan drastis yang dialami oleh korban bullying yang tadinya biasa-
biasa saja menjadi tidak percaya diri, tidak percaya pada orang sekitar, selalu
was-was, cenderung menyalahkan diri sendiri dan orang sekitar,
berprasangka tidak baik kepada orang lain, sedih dan terluka hatinya yang
sangat sulit bahkan tidak dapat disembuhkan.

Wiyani (2014:16) berpendapat korban bullying mengalami berbagai


macam gangguan yang meliputi kesejahteraan psikologis yang rendah (low
psychological well-being) di mana korban akan merasa tidak nyaman, takut,
rendah diri, serta tidak berharga, penyesuaian sosial yang buruk di mana
korban merasa takut ke sekolah bahkan tidak mau ke sekolah, menarik diri

12
dari pergaulan, prestasi akademik menurun karena mengalami kesulitan
untuk berkonsentrasi dalam belajar, bahkan berkeinginan untuk bunuh diri
daripada harus menghadapi tekanantekanan berupa hinaan dan hukuman.

2.7 Solusi untuk Bullying


Upaya mencegah dan mengatasi bullying di sekolah bisa dimulai dengan:
1. Menciptakan Budaya Sekolah yang Beratmosfer Belajar yang Baik.
Menciptakan budaya sekolah yang beratmosfer belajar tanpa rasa takut,
melalui pendidikan karakter, menciptakan kebijakan pencegahan
bullying di sekolah dengan melibatkan siswa, menciptakan sekolah
model penerapan sistem anti-bullying, serta membangun kesadaran
tentang bullying dan pencegahannya kepada stakeholders sampai ke
tingkat rumah tangga dan tempat tinggal.
2. Menata Lingkungan Sekolah Dengan Baik.
Sekolah dengan baik, asri dan hijau sehingga anak didik merasa nyaman
juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan akan membantu
untuk pencegahan bullying.
3. Dukungan Sekolah terhadap Kegiatan Positif Siswa.
Sekolah sebaiknya mendukung kelompok-kelompok kegiatan agar
diikuti oleh seluruh siswa. Selanjutnya sekolah menyediakan akses
pengaduan atau forum dialog antara siswa dan sekolah, atau orang tua
dan sekolah, dan membangun aturan sekolah dan sanksi yang jelas
terhadap tindakan bullying.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tidak ada anak yang pantas menjadi korban bullying dan anak yang
pantas menjadi pelaku bullying. Dalam alasan apapun, bullying tidak
dibenarkan dilakukan dalam area sekolah ataupun dimana saja, dalam
keadadaan dan situasi apapun. Maka dari itu, STOP BULLYING! Bullyng
hanya akan mengakibatkan hal-hal negative terhadap korban dan pelakunya.
Bullying relasional terjadi di dalam maupun di luar kelas, berupa penolakan
untuk masuk kelompok belajar, dan pengucilan dalam bermain. Faktor yang
menyebabkan bullying diantaranya yaitu rasa dengki, kurang perhatian dari
guru kelas maupun keluarga, sikap ingin terlihat kuat dan keren, dan 113 rasa
balas dendam yang ia miliki. Kejadian di masa lalunya sangat berpengaruh
terhadap perubahan sikap dan emosi anak. Anak dapat berubah menjadi
orang lain setelah mengalami bullying baik sebagai korban maupun pelaku.
Pengaruh yang ditimbulkan oleh bullying terhadap kecerdasan emosi dan
kesehatan mental adalah anak menjadi pribadi yang pemurung, pesimis,
apatis terhadap lingkungan sekitar, penurunan nilai akademik dan mudah
menangis jika anak tersebut sebagai korban. Sedangkan pribadi yang senang
diatas penderitaan orang lain, merasa kuat, dan mudah marah jika
keinginannya tidak terkabul jika anak tersebut sebagai pelaku.
Bullying bisa dicegah, ditanggulangi dan diperbaiki menurut cara-
cara yang sudah dipaparkan diatas. Hal yang paling penting adalah, kita
sebagai calon pengajar ataupun calon orang tua, sedini mungkin
menanamkan nilai-nilai moral pada anak agar tidak melakukan hal-hal
negative seperti bullying terhadap anak lain. Juga, anak harus dibekali
keberania agar berani mengatakan TIDAK pada tekanan-tekanan negative
yang ia terima.

14
3.2 Saran
Saran Berdasarkan hasil penelitian serta simpulan yang telah dipaparkan
pada bagian sebelumnya, peneliti memberikan saran sebagai berikut.
Hendaknya guru lebih mewaspadai ejekan atau bentuk kekerasan lain yang
dilakukan oleh siswa. Melakukan pengawasan pada situasi sosial siswa,
merupakan sikap yang tepat untuk memutus mata rantai perilaku bullying.
Pengawasan juga penting berkaitan dengan perubahan sikap yang ada pada
siswa. Apabila ada perubahan negatif pada sikap siswa, hendaknya guru
mencari tahu penyebab hal tersebut terjadi. Informasi tentang penyebab
perubahan sikap, sangat berguna dalam menyusun strategi yang digunakan
untuk meminimalisir, atau untuk menghilangkan dampak negatif perubahan
tersebut. Hendaknya siswa dan seluruh warga sekolah lainnya menghentikan
secara langsung saat menyaksikan perilaku bullying. Tindakan menghentikan
dapat dilakukan dengan mengomentari, menasehati, atau memisah korban
dengan pelaku. Dukungan dari orang lain, terutama dukungan dari teman
sebaya terbukti dapat menurunkan, bahkan menghentikan perilaku bullying.
Jika takut ikut menjadi sasaran pelaku, maka cara yang paling sederhana dan
mudah adalah melapor kepada guru, kepala sekolah, atau ke orang dewasa
yang dianggap mampu melindungi. Hendaknya mahasiswa calon guru
menjadikan temuan dalam penelitian ini sebagai bahan kajian dalam
merumuskan strategi yang lebih tepat untuk memutus mata rantai school
bullying. Hendaknya Orang tua lebih memperhatikan perkembangan perilaku
anak. Apabila terdapat perubahan sikap, orang tua hendaknya mencari tahu
penyebabnya, dan berkonsultasi dengan guru di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

15
Abdullah, Nandiyah. 2013. Meminimalisasi Bullying di Sekolah. Magistra, 27
(83): 50-55. http://download.portalgaruda.org/article (diakses 12/06/2018).

Adilla, Nissa. 2009. Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar
di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Kriminologi Indonesia, 5 (1): 56-66.
https://ejournal.ui.ac.id/index.php/jki/index (diakses 20/04/2018).

Aini, D., F., N., 2018. Self Esteem Anak Usia Sekolah Dasar Untuk Pencegahan
Kasus Bullying. Jurnal Pemikiran dan Pengembangan SD, 6 (1): 36-46.
https://jurnal.umm.ac.id/index.php/jp2sd/article/view/5901 (diakses 16/06/2018).

Ali, Mohammad. 2011. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:


PT. Bumi Aksara.

Andika, Dimas. 2016. Perilaku School Bullying pada Siswa Sekolah Dasar
Negeri Panggung 7 Kecamatan Tegal Timur Kota Tegal. Skripsi.
http://lib.unnes.ac.id (diakses 22/02/2018).

Fithria, & Auli, Rahmi. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Peilaku
Bullying. Idea Nursing Journal, 7 (3): 9-17.
http://jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/view/6440 (diakses 08/02/2018).

Brown, Casey & Patterson T. Steven. 2012. Bullying and School Crisis
Intervention. International Journal of Humanities and Social Science, 2 (7): 1-5.
www.ijhssnet.com. (diakses 18/01/2018).

Dwipayanti, I., A., & Indrawati, K., R. 2014. Hubungan antara Tindakan
Bullying dengan Prestasi Belajar Anak Korban Bullying pada Tingkat Sekolah
Dasar. Jurnal Psikologi Udayana, 1 (2): 251-260.
http://simdos.unudac.id/uploads/file_penelitian_1_dir (diakses 10/05/2018).

16

Anda mungkin juga menyukai