Anda di halaman 1dari 42

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU BULLYING

PADA ANAK SEKOLAH DI SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2019

PROPOSAL

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Riset Kuantitatif


Dosen : Laili Rahayuwati, Dra., M.Kes, M.Sc., Dr.PH (LR)
Program Studi Magister Keperawatan
Konsentrasi Keperawatan Anak

Disusun Oleh :
FEMYTA EKO WIDIANSARI
220120180067

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena kehendak serta kasih
sayang-Nya saya diberi kemampuan untuk menyelesaikan proposal yang berjudul
“Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bullying Pada Anak Sekolah Di Sma
X Kota Bandung Tahun 2019”. Penulisan proposal ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Keperawatan
Universitas Padjajaran.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, perhatian, pengertian, bimbingan,
arahan, dan kesabaran dari berbagai pihak yang terkait akhirnya proposal ini dapat
terselesaikan. Oleh sebab itu, saya mengucapkan penghargaan dan terima kasih
kepada :
1. Laili Rahayuwati, Dra., M.Kes, M.Sc., Dr.PH selaku Koordinator Mata
Kuliah Riset Kuantitatif
2. Semua dosen pembimbing yang telah memberikan dorongan, semangat,
bimbingan, arahan dan nasehat dengan penuh kesabaran selama proses
pembuatan proposal
3. Kedua orangtua saya yang selalu memanjatkan doa dan menyemangati.
4. Adikku (Retno Dwi R) Sahabat terdekatku, dan Ian Agustin yang selalu
membantu memberi dukungan dalam membuat tugas ini
5. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah banyak
memberikan bantuan dan dorongan sekecil apapun.

Bandung, Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL. .....................................................................................


KATA PENGANTAR. ......................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................
1.2.Rumusan Masalah. ................................................................
1.3.Tujuan Penelitian. .................................................................
1. Tujuan Umum. ..................................................................
2. Tujuan Khusus. .................................................................
1.4.Manfaat Penelitian. ...............................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Kajian Pustaka.......................................................................
A. Bullying . .........................................................................
1) Definisi Bullying . .....................................................
2) Bentuk Bentuk Bullying . ..........................................
3) Ciri-ciri Perilaku Bullying . .......................................
4) Faktor-faktor Bullying . .............................................
B. Peserta Didik. ..................................................................
1) Definisi Peserta Didik . .............................................
2) Karakteristik Peserta Didik. ......................................
3) Fenomena Bullying di Kalangan Peserta Didik. ......
2.2. Kerangka Pemikiran. ............................................................
2.3. Hipotesis...............................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.Design Penelitian. .................................................................
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian. ..........................................
3.3.Setting dan Waktu Penelitian. ...............................................
3.4.Definisi Konseptual dan Operasional....................................
3.5.Instrumen Penelitian..............................................................
3.6.Teknik Pengumpulan Data. ...................................................
3.7.Analisis Data. ........................................................................
3.8.Pertimbangan Etika Penelitian. .............................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
LAMPIRAN ......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kekerasan merupakan suatu hal yang paling banyak ditakuti oleh
manusia. Baik kekerasan langsung maupun tidak langsung, baik kekerasan
verbal maupun nonverbal. Kekerasan bisa terjadi dimana saja. Di rumah, di
lingkungan kerja, bahkan di sekolah sekalipun. Menurut Bourdieu, kekerasan
berada dalam lingkup kekuasaan. Hal tersebut berarti kekerasan merupakan
pangkal atau hasil sebuah praktik kekuasaan. (Nanang Martono, 2012)
Bentuk kekerasan yang paling sering terjadi di sekolah adalah
Bullying . Umumnya orang lebih mengenalnya dengan istilah-istilah seperti
“penggencetan”, “pemalakan”, “pengucilan”, “intimidasi”, dan lain-lain.
Menurut penelitian yang dilakukan untuk pemerintah pada 2009, hampir
separuh anak-anak di Inggris (46 persen) berkata mereka pernah di-bully.
(Nicola Morgan, 2012)
Menurut Prestyo tahun 2011. Bullying merupakan perilaku agresif
yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap orang-orang atau
kelompok lain yang dilakukan secara berulang-ulang dengan cara menyakiti
secara fisik maupun mental. Bullying tidak memilih umur atau jenis kelamin
korban. Biasanya yang menjadi korban pada umumnya adalah anak yang
lemah, pemalu, pendiam, dan special (cacat, tertutup, pandai, cantik, atau
punya ciri tubuh tertentu), yang dapat menjadi bahan ejekan. (Ponny Retno
Astuti, 2008)
Pada survei tahun 2011 lebih dari 300.000 pelajar dari 48 negara
maju dan berkembang di dapatkan data World Health Organization (WHO)
menemukan 50% pelajar pernah mengalami Bullying di sekolah dan 33%
pelajar lainnya mengatakan bahwa mereka medapatkan prilaku Bullying
hampir setiap minggunya. Sedangkan data dari Department of Health and
Human Services di dapatkan data bahwa hampir 160.000 anak bolos sekolah
setiap harinya karena takut mendapatkan perlakuan Bullying . Bahkan di
Inggris 50% dari data anak dan remaja yang bunuh diri salah satu faktornya
disebabkan karena stress dan trauma yang di akibatkan oleh Bullying
(Oliveira, FR., 2017)
Di Indonesia sendiri, kasus Bullying di sekolah sudah merajalela.
Baik di tingkat sekolah dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Menurut
KPAI, saat ini kasus Bullying menduduki peringkat teratas pengaduan
masyarakat. Data KPAI bidang pendidikan, kasus anak pelaku kekerasan
dan Bullying yang paling banyak terjadi. Dari 161 kasus, 41 kasus di antaranya
adalah kasus anak pelaku kekerasan dan Bullying . Kasus terbanyak berasal
dari jenjang SD sebanyak 13 kasus (48%), disusul dari jenjang SMA/SMK
berjumlah 9 kasus (34,7 %), dan SMA sebanyak 5 kasus (17,3%). KPAI
mengungkapkan, daerah Jabodetabek menjadi daerah terbanyak yang
memberikan pengaduan kekerasan terhadap anak di bidang pendidikan yaitu
sebanyak 21% dari total laporan yang masuk. Kemudian diikuti oleh daerah
Bandung (Jawa Barat), Bali, Yogyakarta, Lombok Timur (NTB), dan Palu
(Sulawesi Tengah). (KPAI, 2018)
Jawa Barat menjadi daerah kasus Bullying di pendidikan terbanyak
setelah daerah Jabodetabek. Pada hasil laporan kasus kekerasan terhadap anak
di Kota Bandung juga mengalami peningkatan . Di tahun 2018 berdasarkan
rekap dari Januari-Juli, ada sekitar 71 laporan. Sejak 2017 justru banyak
laporan soal kekerasan anak, seperti Bullying , pemerkosan, sodomi, jadi
memang meningkat di tahun ini. (UPT P2TP2A, Kota Bandung, 2018).
Banyak faktor yang berhubungan dengan perilaku Bullying pada
anak sekolah, secara garis besar yaitu: faktor keluarga, teman sebaya, dan
media. Penelitian membuktikan bahwa gabungan faktor individu, sosial, resiko
lingkungan, perlindungan berinteraksi dalam menentukan etiologi tindakan
Bullying (Verlinden, Hersen dan Thomas 2015).
Ciri-ciri perilaku Bullying terjadi karena adanya ketidakseimbangan
kekuatan antara pihak yang terlibat, dapat terjadi dalam bentuk fisik, verbal
dan psikologis, dan dilakukan secara berulang-ulang hingga menyebabkan
ketakutan dan kecemasan. Bentuk perilaku Bullying yang didapatkan dari hasil
penelitian yakni Bullying verbal, Bullying fisik, Bullying elektronik dan
Bullying relasional. Bullying verbal mencakup mengejek, mengolok-olok
kekurangan fisik siswa lain dan menggunakan kata-kata yang tidak
menyenangkan, Bullying fisik seperti memukul, menendang, mendorong dan
mengambil paksa milik orang lain (Thomas 2015).
Dampak yang terjadi pada siswa ialah menurunnya kesejahteraan
psikologis dan penyesuaian sosial yang buruk yaitu merasakan banyak emosi
negatif seperti marah, dendam, kesal, tertekan, malu, sedih, tidak nyaman, dan
terancam namun tidak berdaya untuk menghadapinya, memungkinkan siswa
merasakan tidak nyaman dan prestasi akademis akan terganggu karena
kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial (Thomas 2015).
Di tingkat sosial salah satunya adalah sekolah merupakan salah satu
institusi pendidikan formal yang seharusnya mampu memberikan tempat yang
aman untuk anak-anak belajar seperti yang tercantum dalam pasal 54 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak bahwa:
“Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau temantemannya di
dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.”
(Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak)
Namun, beberapa tahun belakangan ini semakin banyak Bullying
yang dilakukan di sekolah. Hal ini dapat dilakukan oleh siapa saja, misalnya
teman sekelas atau kakak kelas kepada adik kelas. Sebuah riset yang dilakukan
oleh LSM Plan International dan International Center for Research on Women
(ICRW) yang dirilis awal bulan Maret 2015 lalu menunjukkan terdapat 84%
anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka tersebut lebih tinggi
dari tren di kawasan Asia yakni 70%. (Edupost, 2015)
Bullying antar siswa yang semakin marak terjadi di sekolah telah
menunjukkan tingkat yang memprihatinkan. Tingkat emosional siswa yang
masih labil, memungkinkan perilaku Bullying ini sering terjadi di kalangan
para siswa. Salah satu bentuk emosi yang diidentifikasikan oleh Daniel
Goleman (1995) adalah amarah. Amarah di dalamnya meliputi brutal,
mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit,
berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis.
(Mohammad Ali, 2011)
Bullying juga terjadi karena adanya kesenjangan kelas yang sangat
kentara. Menurut Bourdieu, bahwa selera gaya hidup serta konsepsi yang
dimiliki setiap kelas mengenai dirinya, terutama dalam masalah peran sosial
yang dimainkannya, Perbedaan kelas ini yang bisa memicu terjadinya Bullying
antar siswa, karena adanya perbedaan kepentingan serta gaya hidup yang
berbeda pula. (Nanang Martono, 2012)
Pada korban Bullying yang mendapat pengalaman negatif di
kehidupan sosial, akademik dan kehidupan pribadi akan berdampak terhadap
pertumbuhan dan perkembangan di kehidupan sosial di masyarakat dan ini
akan berpengaruh negatif juga terahadap pelaku Bullying tersebut. Pelaku
Bullying akan menderita efek jangka panjang jika perilaku tersebut tidak
diatasi. Jika masalah ini tidak diatasi dengan cepat dan tepat akan
menimbulkan perilaku remaja yang menjurus kepada perilaku kejahatan. Pada
tahap ini peran dari orang tua, guru dan teman sebaya dapat memberikan
pengaruhn hal ini juga merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi
perilaku seorang pelaku Bullying . Ada bukti empiris yang mengatakan pelaku
Bullying dua kali lebih beresiko dari teman sebayanya untuk melakukan
tindakan kejahatan dan empat kali lipat beresiko untuk melakukan suatu
pelanggaran (Ammara, 2016)
Bullying berdampak besar bagi keadaan psikologis korban. Oleh
karena itu, peran perawat sangat dibutuhkan dalam membantu korban Bullying
. Perawat selaku tenaga professional harus berkolaborasi baik dengan keluarga
maupun dengan pihak sekolah dalam megatasi masalah Bullying sehingga
dapat memaksimalkan perannya sebagai konselor dan edukator. Hal ini
berkaitan dengan peran dan fungsi perawat dalam upaya pelayanan kesehatan
utama yang berfokus pada preventif dan promotif tanpa meninggalkan peran
kuratif dan rehabilitatif yaitu melakukan penyuluhan dan memberikan
pendidikan untuk pengenalan dan pencegahan atau pengendalian masalah
kesehatan (Effendy, 1998 & MacKenzie & Ross, 2013)
Terkait kasus kekerasan termasuk Bullying di sekolah yang di dapat
dari salah satu media online siswi kelas XI SMA X Kota Bandung menjadi
korban baru-baru ini, Bullying yang dilakukan oleh alumninya sendiri, M (18)
dan A (17). A ini bukan alumni SMA 10 Bandung. Hal ini merupakan suatu
bentuk tindakan Bullying yang terjadi pada remaja. Informasi dihimpun, aksi
kekerasan tersebut dilakukan di belakang ruang laboratorium SMA X pada
Senin (27/7) kemarin pukul 12.00 WIB. Wajah korban dicengkram M, A
kemudian menampar korban. Terkait motif polisi masih mendalami.
Akan tetapi, belum diketahui secara pasti apa yang menjadi faktor
penyebab sehingga terjadinya Bullying tersebut dan hal ini diperkuat pula
dengan belum adanya penelitian yang secara khusus meneliti tentang “faktor
yang berhubungan dengan perilaku Bullying pada anak sekolah di SMAN X
Kota Bandung.”

1.2. Identifikasi Masalah


Bullying merupakan tindakan penggunaan kekuasaan untuk
menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun
psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa,
2008).
Banyak faktor yang berhubungan dengan perilaku Bullying pada
anak sekolah, secara garis besar yaitu: faktor keluarga, teman sebaya, dan
media. Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat
ditemukan dalam penelitian ini adalah “Faktor yang berhubungan dengan
perilaku Bullying pada anak sekolah di SMA X Kota Bandung Tahun 2019”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis Faktor yang berhubungan dengan perilaku
Bullying pada anak sekolah di SMA X Kota Bandung Tahun 2019.
13.2 Tujuan Khusus
1. Untuk menganalisis faktor keluarga sebagai penyebab timbulnya perilaku
Bullying yang terjadi pada anak sekolah di SMA X Kota Bandung Tahun
2019.
2. Untuk menganalisis faktor teman sebaya sebagai penyebab timbulnya
perilaku Bullying yang terjadi pada anak sekolah di SMA X Kota Bandung
Tahun 2019.
3. Untuk menganalisis faktor media massa sebagai penyebab timbulnya
perilaku Bullying yang terjadi pada anak sekolah di SMA X Kota Bandung
Tahun 2019.

1.4. Manfaat Penelitian


1) Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan atau
panduan dalam penelitian selanjutnya khususnya terkait analisis Faktor
faktor penyebab Bullying di kalangan siswa di sekolah, baik sekolah dasar,
menengah maupun perguruan tinggi.
2) Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Untuk dijadikan pedoman dalam menanggulangi masalah Bullying yang
dilakukan antar siswa yang terjadi di sekolah. Juga sebagai pengetahuan
agar siswa tidak melakukan atau mengalami Bullying .
b. Bagi Masyarakat & Orang Tua
Agar dapat membantu masyarakat dalam mengantisipasi kemungkinan
terjadinya Bullying yang dilakukan antara siswa. Dan sebagai acuan bagi
orangtua bagaimana cara menghindari anaknya agar tidak mengalami
atau melakukan Bullying .
e. Bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi petugas
kesehatan untuk memberi informasi kesehatan mengenai arti Bullying ,
dampak dan memberikan pengetahuan bagaimana cara menghindari
anaknya agar tidak mengalami atau melakukan Bullying .
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

1.2 Konsep Bullying


1.2.1 Definisi Perilaku Bullying
Penindasan (Bullying ) merupakan angka yang signifikan di dalam kehidupan
siswa. Bullying melibatkan perilaku agresif. Pengertian agresif sendiri adalah suatu
serangan, serbuan atau tindakan permusuhan yang ditujukan kepada seseorang atau
benda (Chaplin, 2015). Sedangkan, agresifitas (Chaplin, 2015) sendiri adalah
kecenderungan habitual (yang dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan,
dominasi sosial, kekuasaan sosial secara ekstrem. Olweus (Krahe, 2015)
mendefenisikan Bullying adalah perilaku negatif seseorang atau lebih kepada
korban Bullying yang dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke
waktu. Selain itu Bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak
seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu
mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterima
korban (Krahe, 2015). Walaupun perilaku agresif dengan Bullying memiliki
kesamaan dalam melakukan serangan kepada orang lain, akan tetapi ada perbedaan
antara Bullying dengan perilaku agresif yang terletak pada jangka waktu
melakukannya dimana Bullying terjadi secara berkelanjutan dengan jangka waktu
yang lama, sehingga menyebabkan korbannya terusmenerus berada dalam keadaan
cemas dan terintimidasi, sedangkan perilaku agresif serangan yang dilakukan hanya
dalam satu kali kesempatan dan dalam waktu yang pendek (Krahe, 2015). Bullying
dapat berbentuk tindakan langsung maupun tidak langsung berbeda dengan perilaku
agresif yang hanya berbentuk tindakan langsung (Krahe, 2015).
Bullying berasal dari kata Bully, yaitu suatu kata yang mengacu pada
pengertian adanya “ancaman” yang dilak yang menimbulkan gangguan
psikisbagikorbannyaberupa stress yang muncul dalam bentuk gangguan fisik atau
psikis,atau keduanya. Bullying dapat didefinisikan sebagai perilaku verbal dan fisik
yang dimaksudkan untuk mengganggu seseorang yang lebih lemah.
Ken Rigby mengatakan, Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti
orang lain. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang
lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan
senang. Definisi Bullying sendiri, menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak
adalah kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang
atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri. Dapat
dikatakan pula Bullying adalah tindakan yang dilakukan seseorang secara sengaja
membuat orang lain takut atau terancam sehingga menyebabkan korban merasa
takut, terancam, atau setidak-tidaknya tidak bahagia.
Bullying termasuk dalam perilaku menyimpang. Menurut James W. Van Der
Zanden perilaku menyimpang pada masyarakat dapat disebabkan beberapa faktor.
Pertama, kelonggaran aturan dan norma yang berlaku di wilayah tersebut. Kedua,
sosialisasi yang kurang sempurna sehingga sosialisasi yang terjadi cenderung
kepada subkebudayaan yang menyimpang.
Menurut Olweus, Bullying adalah Bentuk-bentuk perilaku dimana terjadi
pemaksaan atau usaha menyakiti secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang
atau sekelompok orang yang lebih 'lemah', oleh seseorang atau sekelompok orang
yang lebih 'kuat' (Djuwita, 2006).
Bullying juga memiliki pengaruh secara jangka panjang dan jangka pendek
terhadap korban Bullying . Pengaruh jangka pendek yang ditimbulkan akibat
perilaku Bullying adalah depresi karena mengalami penindasan, menurunnya minat
untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah yang diberikan oleh guru, dan menurunnya
minat untuk mengikuti kegiatan sekolah (Berthold dan Hoover, 2015). Sedangkan
akibat yang ditimbulkan dalam jangka panjang dari penindasan ini seperti
mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan baik terhadap lawan jenis, selalu
memiliki kecemasan akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari
teman-teman sebayanya (Berthold dan Hoover, 2015).
Menurut Peterson (Berthold dan Hoover, 2015) penindasan ini akan
mempengaruhi harga diri (self esteem) dan pengaruh ini merupakan pengaruh yang
ditimbulkan dari pengaruh jangka panjang. Menurut Olweus (Berthold dan Hoover,
2015) Penindasan (Bullying ) itu memiliki pengaruh yang besar hingga dewasa dan
saat masa sekolah akan menimbulkan depresi pada diri individu dan juga dapat
menimbulkan perasaan tidak bahagia saat mengikuti sekolah, karena dihantui oleh
perasaan cemas dan ketakutan.
Prilaku agresi pada masa kecil itu merupakan manifestasi dari gaya hidup
yang dikembangkan oleh orang tua dan akan terus berlanjut hingga masa remaja
dan dewasa (Berthold dan Hoover, 2015). Selain itu Olweus dan Alsaker juga
menyatakan bahwa penindasan merupakan perilaku anti-sosial yang dilakukan oleh
pelajar dan perilaku ini dapat menimbulkan resiko di lingkungan sekolah dan
kehidupan (Berthold dan Hoover, 2015).
Bullying dikategorikan sebagai perilaku antisosial atau misconduct behavior
dengan menyalahgunakan kekuatannya kepada korban yang lemah, secara individu
ataupun kelompok, dan biasanya terjadi berulang kali. Bullying dikatakan sebagai
salah satu bentuk delinkuensi (kenalakan anak), karena perilaku tersebut melanggar
norma masyarakat, dan dapat dikenai hukuman oleh lembaga hukum.
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Bullying adalah
perilaku menyimpang yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang lebih
kuat terhadap orang yang lemah dengan tujuan untuk mengancam, menakuti, atau
membuat korbannya tidak bahagia.

1.2.2 Bentuk Bullying


Bullying merupakan perilaku yang disengaja untuk menyakiti atau melukai
korbannya baik secara jasmani dan rohani. Menurut Bauman (seperti dikutip dari
Fitrian Saifullah), tipe-tipe Bullying adalah sebagai berikut:
1. Overt Bullying atau intimidasi terbuka yang meliputi Bullying secara fisik dan
secara verbal, misalnya dengan mendorong sampai jatuh, mendorong dengan
kasar, mengancam dan mengejek dengan tujuan untuk menyakiti.
2. Indirect Bullying atau intimidasi tidak langsung yang meliputi agresi
relasional, dimana pelaku bermaksud untuk menghancurkan hubungan yang
dimiliki oleh korban dengan orang lain, termasuk upaya pengucilan,
menyebarkan gossip dan meminta pujian atas perbuatan tertentu dalam
kompetensi persahabatan
3. CyberBullying atau intimidasi dunia maya. CyberBullying melibatkan
penggunaan e-mail, telepon atau peger, sms, website pribadi, atau media sosial
untuk menghancurkan reputasi seseorang.

1.2.3 Ciri – Ciri Prilaku Bullying


Menurut Parillo (2008) pelaku Bullying memiliki ciri-ciri memiliki harga diri
yang rendah serta citra diri yang buruk. Selanjutnya bahwa pelaku Bullying telah
memiliki peran dan pengaruh penting di kalangan teman-temannya di sekolah.
Biasanya ia telah mempunyai sistem sendiri untuk menyelesaikan masalahnya di
sekolah. Dapat dikatakan juga bahwa secara fisik para pelaku Bullying tidak hanya
didominasi oleh anak yang berbadan besar dan kuat, anak bertubuh kecil maupun
sedang yang memiliki dominasi yang besar secara psikologis di kalangan teman-
temannya juga dapat menjadi pelaku Bullying .
Alasan utama mengapa seseorang menjadi pelaku Bullying adalah karena
para pelaku Bullying merasakan kepuasan tersendiri apabila ia “berkuasa” di
kalangan teman sebayanya. Disebutkan juga ciri-ciri korban Bullying biasanya
pemalu, canggung, rendah harga diri dan kurang percaya diri.akibatnya, mereka
sulit bersosialisasi dan tidak mempunyai banyak teman. Selanjutnya menyebutkan
kemungkinan para korban juga tidak berani untuk melapor atas kejadian yang
mereka alami. Ciri pelaku Bullying antara lain:
1. Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah.
2. Menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah dan sekitarnya.
3. Seorang yang populer di sekolah.
4. Gerak-geriknya seringkali dapat ditandai: sering berjalan di depan, sengaja
menabrak, berkata kasar, menyepelekan atau melecehkan.
Ciri korban Bullying antara lain:
1. Pemalu, pendiam, penyendiri.
2. Bodoh atau dungu.
3. Mendadak menjadi penyendiri atau pendiam.
4. Sering tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak jelas.
5. Berperilaku aneh atau tidak biasa (marah tanpa sebab).
2.2 Faktor – Faktor Bullying
Menurut Andrew Mellor, Ratna Djuwita, dan Komarudin Hidayat dalam
seminar “Bullying : Masalah Tersembunyi dalam Dunia Pendidikan di Indonesia”
di Jakarta tahun 2009, mengatakan Bullying terjadi akibat faktor lingkungan
keluarga, sekolah, media massa, budaya dan peer group. Bullying juga muncul oleh
adanya pengaruh situasi politik dan ekonomin yang koruptif.
2.2.1 Faktor Keluarga
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap orang tua yang terlalu
berlebihan dalam melindungi anaknya, membuat mereka rentan terkena Bullying
(Masdin, 2013). Pola hidup orang tua yang berantakan, terjadinya perceraian orang
tua, orang tua yang tidak stabil perasaan dan pikirannya, orang tua yang saling
mencaci maki, menghina, bertengkar dihadapan anak-anaknya, bermusuhan dan
tidak pernah akur, memicu terjadinya depresi dan stress bagi anak. Seorang remaja
yang tumbuh dalam keluarga yang menerapkan pola komunikasi negatif seperti
sarcasm akan cenderung meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya (Irvan,
2013). Bentuk komunikasi negatif seperti ini terbawa dalam pergaulannya sehari-
hari, akibatnya remaja akan dengan mudahnya bekata sindiran yang tajam disertai
dengan kata-kata kotor dan kasar. Hal ini yang dapat memicu anak
2.2.2 Faktor Sekolah
Pada dasarnya sekolah menjadi tempat untuk menumbuhkan akhlak terpuji
dan berbudi pekerti yang baik. Namun, sekolah bisa menjadi tempat yang berbahaya
pula karena sekolah tempat berkumpulnya para peserta didik dari berbagai macam
karakter. Seperti yang kita ketahui bersama, biasanya Bullying antar peserta didik
terjadi di sekolah, baik itu di dalam maupun di luar sekolah. Hal ini dapat terjadi
secara turun menurun karena beberapa alasan. Menurut Setiawati (seperti dikutip
dari Usman), kecenderungan pihak sekolah yang sering mengabaikan keberadaan
Bullying menjadikan siswa yang menjadi pelaku Bullying semakin mendapatkan
penguatan terhadap perilaku tersebut.
Selain itu, Bullying dapat terjadi di sekolah jika pengawasan dan bimbingan
etika dari para guru rendah, sekolah dengan kedisiplinan yang sangat kaku,
bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten (Levianti, 2008).
Dalam penelitian oleh Adair, 79% kasus Bullying di sekolah tidak dilaporkan ke
guru atau orang tua. Siswa cenderung untuk menutup-nutupi hal ini dan
menyelesaikannya dengan teman sepermainannya di sekolah untuk mencerminkan
kemandirian.
2.2.3 Media Massa
Saripah mengutip sebuah survey yang dilakukan Kompas (seperti yang
dikutip dari Masdin) yang memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-
adegan film yang ditontonnya, umunya merek meniru gerakannya (64%) dan kata-
katanya (43%).Di Indonesia sendiri pernah terjadi kasus Bullying yang disebabkan
oleh tayangan sinetron televisi yang mengangkat kisah tentang kebrutalan,
kekerasan dan perkelahian yang secara tidak langsung memberikan dampak buruk
bagi masyarakat terutama remaja dan anak-anak yang masih duduk di bangku
sekolah. Hal ini dapat menciptakan perilaku anak yang keras dan kasar yang
selanjutnya memicu terjadi Bullying yang dilakukan oleh anak-anak terhadap
teman-temannya di sekolah.
2.2.4 Faktor Budaya
Budaya dan lingkungan sosial dapat menyebabkan timbulnya perilaku
Bullying . Faktor kriminal budaya menjadi salah satu penyebab munculnya perilaku
Bullying . Suasana politik yang kacau, perekonomian yang tidak menentu,
prasangka dan diskriminasi, konflik dalam masyarakat, dan ethnosentrime, hal ini
dapat mendorong anak-anak dan remaja menjadi seorang yang depresi, stress,
arogan dan kasar.
2.2.5 Peer group atau teman sebaya
Menurut Benites dan Justicia tahun 2006 (seperti dikutip dari Usman),
kelompok teman sebaya (genk) yang memiliki masalah di sekolah akan
memberikan dampak yang buruk bagi teman-teman lainnya seperti berperilaku dan
berkata kasar terhadap guru atau sesama teman dan membolos.Kemudian, menurut
penelitian Dara, dkk., berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis,
ditemukan fakta bahwa kelompok teman sebaya menjadi salah satu faktor penyebab
terjadinya perilaku Bullying .Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan
dengan teman di sekitar rumah, kadang kala terdorong utnuk melakukan Bullying .
Beberapa anak melakukan Bullying hanya untuk membuktikan kepada teman
sebayanya agar diterima dalam kelompok tersebut, walaupun sebenarnya mereka
tidak nyaman melakukan hal tersebut.

2.3 Perkembangan Usia Sekolah


Siklus kehidupan manusia berdasarkan fisik dari manusia itu sendiri
sedangkan Erikson melihatnya dari segi bagaimana individu tersebut mampu
berinteraksi dengan orang lain, dan berikut adalah tahap perkembangan menurut
Erikson dan Hurlock (2012)
1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.
2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua.
3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 – 6 tahun.
5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 – 10 atau 11 tahun.
6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 – 13 tahun
7. Masa Remaja Awal, umur 13 – 17 tahun.
8. Masa remaja akhir 17 – 21 tahun.
9. Masa Dewasa Awal, umur 21 – 40 tahun.
10. Masa Setengah Bayi, umur 40 – 60 tahun.
11. Masa Tua, umur 60 tahun keatas.
Pada usia 13-17 tahun para peserta didik mengalami periode remaja
transisi.yang dimaksud periode transisi di sini adalah periode dimana peserta didik
diantara masa anak-anak dan usia dewasa yaitu berada pada usia SMA . Di periode
ini seorang peserta didik akan mengalami perkebangan yang sangat besar, seperti :
pertumbuhan fisik, emosional, dan intelektualnya. Perkembangan dan perubahan
fisik sangat nyata pada peserta didik di usia sekolah SMA ini .baik dia laki-laki
ataupun perempuan. Dalam rentang waktu beberapa tahun ini pesrta didik
mempersiapkan diri menjadi anggota masyarakat dewasa yang mandiri dan
membaur serta berkontribusi dengan masyarakat.
Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami
makna yang sebelumnya tidak dimengerti, memperhatikan suatu rangsangan, dalam
jangka waktu yang lama, dan memutuskan ketegangan emosi pada satu objek.
Demikian pula kemampuan mengingat dan menduga mempengaruhi reaksi
emosional. Dengan demikian anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang
tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda. Peran Belajar
Kegiatan belajar turut menunjang pola perkembangan emosi pada anak. metode
belajar apa saja yang ada dan bagaimana metode tersebut menunjang
perkembangan emosi anak (Hurlock, 2012)
Perkembangan sosial mengikuti suatu pola, yaitu suatu urutan perilaku sosial
yang teratur, dan pola ini sama pada semua anak di dalam suatu kelompok budaya.
Umur sosialisasi yang benar dimulai dengan masuknya anak secara resmi ke
sekolah, yaitu ke kelas 1 sekolah dasar ataupun taman kanak-kanak.
Anak yang tadinya selalu berbuat atas dorongan hati sekarang berusaha
menggunakan tolak ukur orang dewasa untuk menilai orang atau situasi. Secara
normal, semua anak menempuh beberapa tahap sosialisasi pada umur yang kurang
lebih sama. Sebagaimana pada jenis perkembangan yang lain, anak yang pandai
mengalami percepatan, sedangkan yang tidak cerdas mengalami perlambatan.
Kurangnya kesempatan untuk melakukan hubungan sosial dan belajar bergaul
secara baik dengan orang lain juga memperlambat perkembangan yang normal.
Setelah anak memasuki sekolah dan melakukan hubungan yang lebih banyak
dengan anak lain dibandingkan dengan ketika masa prasekolah, minat pada
kegiatan keluarga berkurang. Pada saat yang sama permainan yang bersifat
individual menggantikan permainan kelompok (Hurlock, 2012)

2.3.1 Definisi Peserta Didik


Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran
ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang
mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan
arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses
pendidikan.
Menurut Abdul Mujid 2006, mengatakan berpijak pada paradigma “belajar
sepanjang masa”, maka istilah yang lebih tepat untuk menyebut individu yang
menuntut ilmu adalah peserta didik bukan anak didik. Lebih lanjut Abdul Mujib
mengatakan peserta didik cakupannya sangat luas, tidak hanya melibatkan anak-
anak tetapi mencakup orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya
mengkhususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak. Penyebutan peserta didik
mengisyaratkan tidak hanya dalam pendidikan formal seperti sekolah, madrasah
dan sebagainya tetapi penyebutan peserta didik dapat mencakup pendidikan non
formal seperti pendidikan di masyarakat, majlis taklim atau lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainya.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian peserta
didik adalah manusia yang memiliki potensi dan bakat namun belum dapat
dikatakan dewasa baik secara fisik maupun psikologis, yang memiliki sifat
ketergantungan terhadap pendidikan dan membutuhkan pendidikan tersebut untuk
menata kehidupannya di masa depan melalui pembelajaran dalam pendidikan
formal maupun non formal.

2.3.2 Fenomena Bullying di Kalangan Peserta Didik


Di zaman modern seperti saat ini, Bullying menjadi hal yang biasa terjadi di
kalangan peserta didik. Seperti yang kita ketahui, Bullying datang dengan berbagai
bentuk, salah satunya senioritas. Senioritas tidak hanya terjadi di sekolah selama
siswa baru mengikuti pelajaran. Senioritas bahkan terjadi di luar sekolah, bahkan di
mal.Seniortitas menjadi sangat populer di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi.
Bukan tidak mungkin di sekolah negeri dan swasta, PTN dan PTS kerap terjadi
senioritas dengan alasan untuk „menggembleng‟ junior agar tahan menta atau
perguruan tinggi tersebut.
Fenomena Bullying telah lama menjadi bagian dari dinamika sekolah.
Umumnya orang lebih mengenalnya dengan istilah-istilah seperti penggencetan,
pemalakan, pengucilan, intimidasi, dan lain-lain. Diperkirakan Bullying menjadi
semakin marak terjadi di sekolah karena orang tua atau orang dewasa lain tidak
menganggap serius atau bergeming atas terjadinya Bullying . Anak yang pernah
menjadi korban atau menyaksikan Bullying (bystander) cenderung akan menjadi
pelaku Bullying atau menganggap Bullying sebagai hal yang wajar terjadi.
Berdasarkan penelitian Halimah, dkk., terdapat pengaruh positif persepsi
pelaku Bullying pada bystander terhadap intensitas Bullying di SMA . Semakin
tinggi persepsi pada bystander, maka semakin intens siswa melakukan Bullying di
sekolah.Hal ini menunjukkan bahwa bystander secara tidak langsung bisa menjadi
pelaku atau menjadi korban Bullying . Maraknya fenomena Bullying di sekolah-
sekolah menimbulkan keinginan para siswa untuk melakukan tindakan Bullying .
Keinginan mereka dikarenakan adanya tindakan Bullying tersebut terjadi di
lingkungan terdekat mereka, yakni sekolah, teman pergaulan, dan keluarga.

2.4 Kajian Empiris


Tabel 2.1
Penelitian-Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Hasil Penelitian
Farisa Handini, Hubungan Konsep Diri Hasil uji korelasi didapatkan nilai r
mahasiswi dengan Kecenderungan hitung -0,058 yang signifikan pada
Fakultas Berperilaku Bullying level 0,05 dimana r tabel 0,312 maka
Psikologi UIN Siswa SMAN 70 Jakarta diperoleh kesimpulan ada hubungan
Syarif antara konsep diri dengan
Hidyataullah kecenderungan berperilaku Bullying
Jakarta pada siswa SMAN 70 Jakarta yang
tahun 2010 mengarah pada korelasi negative.
Artinya semakin tinggi (positif)
konsep diri siswa, maka semakin
rendah kecenderungan berperilaku
Bullying nya. Begitupun sebaliknya,
semakin rendah (negative) konsep diri
siswa, maka semakin tinggi
kecenderungan berperilaku Bullying
nya. Persamaan antara skripsi ini
dengan skripsi penulis terletak pada
pembahasan yang sama mengenai
perilaku Bullying di kalangan peserta
didik tingkat SMA/SMK/Sederajat
dan menggunakan jenis sumber data
yang sama yaitu data primer dan data
sekunder untuk menemukan jawaban
atas permasalahan Bullying ini.
Sedangkan, perbedaannya terletak
pada adanya variabel konsep diri,n
lokasi penelitian, dan metode
penelitian yang digunakan.

Dina Amalia, Hubungan Persepsi Hasil penelitian menyatakan nilai


mahasiswi Tentang Bullying dengan koefisien korelasi (r hitung) antara
Peneliti Judul Hasil Penelitian
Fakultas Intensi Melakukan
persepsi Bullying dengan intensi
Psikologi UIN Bullying Siswa SMA melakukan Bullying adalah (0,286) >
Syarif Negeri 82 Jakarta r tabel ((Sig. 5% ; N 50 = 0,279), maka
Hidayatullah hipotesis alternative (Ha) yang
Jakarta pada menyatakan bahwa terdapat
tahun 2010 hubungan yang siginifikan antara
persepsi Bullying dengan intensi
melakukan Bullying diterima. Arah
hubungan yang didapat juga
menunjukkan postif, yang bermakna
bahwa semakin positif persepsi
tentang Bullying maka akan semakin
tinggi intensi mereka melakukan
Bullying . Persamaan antara skripsi ini
dengan skripsi penulis terletak pada
pembahasan yang sama mengenai
perilaku Bullying di kalangan peserta
didik tingkatm SMA/SMK/Sederajat
dan menggunakan jenis sumber data
yang sama yaitu data primer dan data
sekunder untuk menemukan jawaban
atas permasalahan Bullying ini.
Sedangkan, perbedaannya terletak
pada adanya variabel persepsi, lokasi
penelitian, dan metode penelitian
yang digunakan.
Annisa, Hubungan Pola Asuh Ibu Hasil penelitian yang telah dilakukan
mahasiswi dengan Perilaku Bullying danm dianalisis terhadap data yang
Fakultas Ilmu Remaja didapatkan, diketahui bahwa
Keperawatan mayoritas responden berada pada
Universitas rentang 16-17 tahun, didominasi oleh
Indonesia pada responden yang berjenis kelamin laki-
tahun 2012 laki, mayoritas responden memiliki
ibu dengan tingkat pendidikan SMA,
didominasi oleh responden dengan
ibu tidak bekerja, dan mayoritas
responden diasuh secara otoriter serta
memiliki keterlibatan dalam perilaku
Bullying . Selain itu, berdasarkan hasil
perhitungan chi-square didapatkan
bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pola asuh ibu dengan
perilaku Bullying remaja (p: 0,001).
Artinya, perilaku Bullying remaja
dipengaruhi pola asuh ibunya.
Persamaan antara skripsi ini dengan
skripsi penulis terletak pada
pembahasan yang sama mengenai
perilaku Bullying di kalangan peserta
Peneliti Judul Hasil Penelitian
didik tingkat SMA/SMK/Sederajat
dan menggunakan jenis sumber data
yang sama yaitu data primer dan data
sekunder untuk menemukan jawaban
atas permasalahan Bullying ini.
Sedangkan, perbedaannya terletak
pada adanya variabel pola asuh ibu,
lokasi penelitian, dan metode
penelitian yang digunakan.
Rina Mulyani, Pendekatan Mengatasi Penelitian ini menggunakan teknik
mahasiswi Bullying (Kekerasan) analisis data Miles dan Huberman
Fakultas Dakwah Siswa di SMA Negeri 1 yaitu model interaktif sehingga
dan Komunikasi Depok Sleman Yogyakarta diperoleh hasil bahwa tipologi
UIN Sunan Bullying di SMA Negeri 1 Depok
Kalijaga terbagi dalam dua jenis yaitu Bullying
Yogyakarta pada fisik dan Bullying psikis. Sedangkan
tahun 2013 untuk jenis pendekatan konseling
spiritual, konselor SMA Negeri 1
Depok menggunakan intervensi
keagamaan, intervensi di dalam dan di
luar pertemuan konseling, intervensi
dengan merujuk kepada kitab suci,
dan intervensi dengan menggunakan
komunitas beragama, sedangkan
untuk peran konselor lebih banyak
mengadopsi sikap ekumenik yaitu
pemberian layanan yang tidak bersifat
doktrin dan tidak terikat dengan
teologis atau praktik-praktik
keagamaan yang dianut klien, tetapi
bersifat general atau universal.
Persamaan antara skripsi ini dengan
skripsi penulis terletak pada
pembahasan yang sama mengenai
perilaku Bullying di kalangan peserta
didik tingkat SMA/SMK/Sederajat,
menggunakan metode penelitian yang
sama, dan menggunakan jenis sumber
data yang sama yaitu data primer dan
data sekunder untuk menemukan
jawaban atas permasalahan Bullying
ini. Sedangkan, perbedaannya terletak
pada adanya variabel .
2.5 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana
landasan teori yang telah dijabarkan berhubungan secara logis dengan berbagai
faktor yang diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Sekaran, 2012:37).
Sebuah model yang baik dapat menjelaskan hubungan antar variabel penelitian,
yakni variabel independen yang variabel dependen (Ferdinand, 2012:68). Berikut
kerangka pemikiran yang disusun dalam penelitian ini :
Bullying merupakan perilaku yang disengaja untuk menyakiti atau melukai
korbannya baik secara jasmani dan rohani. Menurut Andrew Mellor, Ratna
Djuwita, dan Komarudin Hidayat dalam seminar “Bullying : Masalah Tersembunyi
dalam Dunia Pendidikan di Indonesia” di Jakarta tahun 2009, mengatakan Bullying
terjadi akibat faktor lingkungan keluarga, sekolah, media massa. Banyak faktor
yang berhubungan dengan perilaku Bullying pada anak sekolah, secara garis besar
yaitu: faktor keluarga, teman sebaya, dan media.
Faktor keluarga dengan tindakan Bullying pada anak usia sekolah. Keluarga
adalah lingkunga belajar yang pertama sekali dijumpai anak. Anak mulai
mengetahui mana yang benar dan salah adalah dari keluarga terutama orangtua,
dalam keluarga pula anak mendapatkan nilai dan norma yang dianut budaya dan
keyakinan masyarakat setempat. Oleh karena itu orangtua memegang peran penting
dalam pembentukan perilaku anak. Pentransferan nilai dan norma tersebut tidak
terlepas dari tipe pola asuh yang diterapkan orangtua pada anak, baik itu pola asuh
pemisif, otoriter maupun demokrasi. Setiap pola asuh memberikan andil dalam
pembentukan karakter anak.
Faktor teman sebaya yang terjadinya Bullying di sekolah merupakan suatu
proses dinamika kelompok, di mana ada pembagian-pembagian peran (Djuwita,
2006). Peranperan tersebut adalah: Bully, Asisten Bully, Reinforcer, Victim,
Defender dan Outsider. Bully, yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin,
yang berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku Bullying . Pada aspek perkembang
anak terdapat masalah dalam perkembangan emosional anak pelaku Bullying
ketika anak ingin mendapatkan kesenangan dengan membully temannya. Pada
penelitian ini sebagian besar pelaku Bullying (52,1%) melakukan tindakan Bullying
agar mendapatkan suasana yang menyenangkan. Pola asuh otoriter menimbulkan
tekanan dalam diri anak, sehingga anak mencari kepuasan dan perasaan senang
pada lingkungan lain seperti sekolah. Ini merupakan masalah dalam perkembangan
moral dan perilaku anak ketika anak belum mampu memahami emosi yang
kompleks yang terintegrasi dengan rasa tanggung jawab akibat dari perilakunya,
dan tidak mampu menunjukkan rasa empati pada korban Bullying (Santrock,2011).
Faktor media massa dengan tindakan Bullying pada anak usia sekolah dapat
berpengaruh intensitas menonton tayangan kekerasan di televisi dan intensitas
pemberian punishment dengan perilaku Bullying dikalangan pelajar, didapatkan
hasil terdapat pengaruh antara intensitas menoton tayangan kekerasan di televisi
terhadap perilaku Bullying dikalangan pelajar. Media informasi televisi memiliki
efek negatif pada anak seperti mengajari anak menjadi stereotip, mencontohkan
model agresi kekerasan, dan menyajikan pandangan yang tidak realistis tentang
dunia (Dubow, Huesmann, Greenwood, dan Murray (2007 dalam Santrock, 2011).
Anak laki-laki yang sering menonton tayangan kekerasan di televisi besar
kemugkinan untuk melakukan tindak pidana kekerasan, mengejek orang lain,
mengancam menggunakan kekerasan terhadap anak-anak lain, memecahkan
jendela, dan menuliskan slogan di dinding (Santrock, 2011).

Faktor Keluarga (X1)

Faktor Teman Sebaya (X2)


Perilaku Bullying
(Y)

Faktor Media Massa (X3)


2.6 Hipotesis
Berdasarkan studi pustaka dari kerangka konseptual yang telah diuraikan,
maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1 : Terdapat hubungan antara Faktor keluarga dengan prilaku Bullying
pada anak sekolah di SMA X Kota Bandung
H2 : Terdapat hubungan antara Faktor teman sebaya dengan prilaku
Bullying pada anak sekolah di SMA X Kota Bandung
H3 : Terdapat hubungan antara Faktor media massa dengan prilaku Bullying
pada anak sekolah di SMA X Kota Bandung
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain penelitian
analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional, dimana pengukuran variabel-
variablenya dilakukan hanya satu kali. Studi cross sectional mempelajari hubungan
antara variable bebas dengan variable tergantung dengan pengukuran sesaat
(Sastroasmoro & Ismael, 2010). Penelitian korelasi ini bertujuan untuk melihat faktor
yang berhubungan dengan perilaku Bullying pada anak sekolah.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian


1) Populasi
Populasi menurut Notoatmodjo (2010) populasi merupakan keseluruhan objek
yang diteliti. Populasi pada penelitian ini adalah anak sekolah kelas XI IPS di SMA
X Kota Bandung yang berjumlah 200 siswa.
2) Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki populasi (Sugiono,
2007). Sampel diambil di SMA X Kota Bandung. Besar sampel dalam penelitian
ini berdasarkan perhitungan dengan rumus Issac & Michael

0.25 . 200 . 0,5 .0,5


=0,25 .(200−1)+0,25 .0.5

= 127 siswa
Keterangan :
s = Jumlah sample
N = Jumlah populasi
λ2 = Chi Kuadrat, dengan dk = 1, taraf kesalahan 1%, 5% dan 10%
d = 0,05
P = Q = 0,5
Teknik Metode pengambilan sampel acak sistematis (Systematic Random
Sampling) adalah metode pengambilan sampel dengan interval tertentu dari
kearangka sampel yang telah ditentukan, memakai kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Siswa dalam kondisi sehat.
2. Tidak ada permasalahan akademik
3. Pernah mengalami atau melihat prilaku Bullying

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian


Jadwal dan lokasi penelitian merupakan rencana tentang tempat dan jadwal
yang akan dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitiannya, lokasi
yang dijadikan tempat penelitian adalah SMA X 10 Kota Bandung dan waktu
penelitian tahun dari minggu ke 4 bulan februari 2019 sampai minggu ke 4 April 2019.
Menurut (Notoatmodjo, 2012) Secara umum langkah-langkah yang harus ditempuh
dalam penelitian ini tidak berbeda dengan metode-metode penelitian yang lain, yakni
:
a. Tahap Persiapan Penelitian
Tahap persiapan terdiri dari :
1) Memilih masalah yang akan diteliti
2) Melakukan studi kepustakaan
3) Melakukan studi pendahuluan
4) Menyusun proposal penelitian dan instrumen penelitian
5) Bimbingan proposal dan seminar proposal

b. Tahap pelaksanaan penelitian


Tahap pelaksanaan penelitian terdiri dari :
1) Perizinan penelitian
2) Persetujuan responden untuk dijadikan sampel penelitian
3) Pengumpulan data
4) Pengolahan dan analisa data
5) Kesimpulan
c. Tahap akhir penelitian
Tahap akhir penelitian ini adalah :
1) Sidang dan pertanggung jawaban hasil penelitian
2) Penggandaan hasil penelitian

3.4. Definisi Konseptual dan Operasional


Definisi konseptual yaitu suatu definisi yang masih berupa konsep dan maknanya
masih sangat abstrak walaupun secara intuitif masih bisa dipahami maksudnya
(Azwar, 2007).
1. Bullying
Kata Bullying sendiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata bull
berarti banteng yang senang menyeruduk kesana kemari. Istilah ini akhirnya
diambil untuk menguraikan suatu tindakan destruktif. Berbeda dengan negara lain
seperti Norwegia, Finlandia, dan Denmark yang menyebut Bullying dengan istilah
mobbing atau mobbning. Istilah aslinya berasal dari bahasa Inggris, yaitu mob
yang menekankan bahwa biasanya mob adalah kelompok orang yang anonim dan
berjumlah banyak serta terlibat kekerasan (Wiyani, 2012).
2. Keluarga
Keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang yang masih
memiliki hubungan darah dan bersatu. Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan
orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai hubungan
kekerabatan/hubungan darah karena perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain
sebagainya. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anakanak yang belum
menikah disebut keluarga batih. Sebagai unit pergaulan terkecil yang hidup dalam
masyarakat, keluarga batih mempunyai peranan-peranan tertentu, yaitu (Soerjono,
2004).
3. Teman Sebaya
Menurut Santosa (2004), teman sebaya atau peer group adalah
“kelompok sebaya ialah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat
kematangan yang kurang lebih sama yang saling berinteraksi dengan kawankawan
sebaya yang berusia sama dan memiliki peran yang unik dalam budaya atau
kebiasaannya”.
4. Media Massa
Media massa adalah salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan
manusia akan informasi maupun hiburan. Media massa merupakan hasil produk
teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa. Merupakan salah satu
elemen penting dalam proses komunikasi massa. Saluran yang disebut media
massa tersebut diperlukan dalam berlangsungnya komunikasi massa. Berdasarkan
bentuknya, media massa dikelompokkan atas:
a. Media cetak (printed media), yang mencakup surat kabar, majalah, buku,
brosur, dan sebagainya.
b. Media elektronik, seperti radio, televisi, film, slide, video, dan lain-lain
(Vivian, 2008).
Bagan 3.1 Rancangan Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen

 Keluarga → Perilaku Bullying Pada


 Teman Sebaya Anak Sekolah
 Media Massa

Keterangan :
: Area yang diteliti → : Dihubungkan
Definisi Operasional, menurut Saifuddin Azwar (2007) adalah suatu definisi yang
memiliki arti tunggal dan diterima secara objektif bilamana indikatornya tidak tampak.
Suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik
variabel yang diamati. Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan
bagaimana cara menentukan variabel dan mengukur suatu variabel. (Setiadi, 2007).
Adapun dalam penelitian ini variabel yang akan didefinisikan operasional dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Alat Ukur Hasil ukur Skala


Ukur Ukur
Keluarga Bentuk komunikasi Mengisi Kuesioner Skor faktor keluarga Interval
negatif seperti ini Kuesioner (semakin tinggi nilai,
terbawa dalam menggunakan maka faktor keluarga
pergaulannya sehari- skala likert semakin erat)
hari, akibatnya 3= selalu
remaja akan dengan 2= sering
mudahnya bekata 1= jarang sekali
sindiran yang tajam 0= tidak pernah
disertai
dengan kata-kata
kotor dan kasar. Hal
ini yang dapat
memicu anak menjadi
pribadi yang terbelah
dan berperilaku bully,
sebab anak dan
remaja tersebut
terbiasa berada di
lingkungan keluarga
yang kasar. (Irvan
Usman, 2013)
Teman Peranan teman sebaya Mengisi Kuesioner Skor faktor teman Interval
Sebaya dalam proses Kuesioner sebaya (semakin
perkembangan social menggunakan tinggi nilai, maka
anak antara lain skala likert faktor teman sebaya
sebagai sahabat, semakin erat)
stimulasi, sumber 3= selalu
dukungan fisik, 2= sering
sumber dukungan 1= jarang sekali
ego, fungus 0= tidak pernah
perbandingan social
dan fungsi kasih
saying (Santrock,
2011)
Media Media adalah alat Mengisi Kuesioner Skor faktor media Interval
Massa atau sarana yang Kuesioner massa (semakin tinggi
digunakan untuk menggunakan nilai, maka faktor
menyampaikan pesan skala likert media massa semakin
dari komunikator erat)
kepada khalayak, 3= selalu
sedangkan pengertian 2= sering
media massa sendiri 1= jarang sekali
alat yang digunakan 0= tidak pernah
dalam penyampaian
pesan dari sumber
kepada khalayak
dengan menggunakan
alat-alat komunikasi
seperti surat kabar,
film, radio dan
televisi (Canggara,
2010)
Perilaku Tingkat emosional Mengisi Kuesioner Kuesioner yang berisi Interval
Bullying siswa yang masih Kuesioner aspek-aspek perilaku
pada anak labil, memungkinkan Bullying
sekolah. perilaku Bullying ini 3= selalu
sering terjadi di 2= sering
kalangan para siswa 1= jarang sekali
(Mohammad Ali, 0= tidak pernah
2011)

3.5. Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah. (Arikunto,
2010).
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data antara lain
penyusunan instrumen. Persyaratan pengumpulan instrument yaitu uji validitas dan uji
reabilitas, tapi dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji validitas dan reabilitas
dikarenakan instrumen yang digunakan adalah kuesioner.
1) Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk menguji ketepatan setiap item dalam
mengukur instrumenya. Teknik uji yang digunakan adalah Validitas teoritik, yaitu
validitas yang didasarkan pada pertimbangan para ahli. Validitas isi / validitas
kurikuler (content validity), yaitu ketepatan suatu istrumen ditinjau dari segi materi
yang diujikan (untuk tes) atau ditinjau dari segi dimensi dan indikator yang
ditanyakan (untuk angket).
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji reliabilitas dilakukan untuk
menguji kehandala/konsistensi instrument. Item-item yang dilibatkan dalam uji
reliabilitas adalah seluruh item yang valid atau setelah item yang tidak valid
disisihkan. Untuk mengukur reliabilitas secara statistik digunakan koefisien
reliabilitas alpha cornbach yang dirumuskan sebagai berikut :
𝑘 1 − ∑ 𝑠2 − 𝑗
𝛼=[ ]− [ ]
𝑘−1 𝑠2 − 𝑥
Keterangan :
𝛼 = Koefisien reliabilitas alpha
K = Banyaknya item pernyataan
𝑠 2 𝑗 = Varians skor setiap item
𝑠 2 𝑥 = Varians skor total
(Notoatmodjo, 2012)
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Sebelum melakukan penelitian, peneliti membuat surat permohonan izin
penelitian dari pihak institusi, selanjutnya peneliti memberikan surat kepada Kepala
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL), peneliti menyerahkan surat
rekomendasi penelitian dari KESBANGPOL ke Dinas Kesehatan Kota Bandung
dengan semua persyaratan lengkap. Surat dan kelengkapan langsung diserahkan
kepada kepala sekolah SMA X Bandung.
Setelah mendapatkan ijin penelitian, peneliti dapat melakukan penelitian
untuk pengumpulan data, dalam melakukan pengumpulan data peneliti dibantu oleh
pihak dari SMA X Kota Bandung. Pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan
mengumpulkan data sekunder dengan studi dokumentasi dengan data yang diperoleh
dari SMA X Bandung.
Untuk pengambilan data, peneliti bekerjasama dengan pihak SMA X Kota
Bandung untuk memberikan sebuah kuesioner yang sudah diuji konten untuk diisi oleh
responden. Penentuan sampel menggunakan purposive sampling yaitu sampel diambil
dari populasi dengan menggunakan rumus dan dipilih memakai kriteria inklusi.
Setelah mendapatkan sampel. Dan responden memenuhi kriteria, peneliti memulai
dengan meminta kepada responden untuk mengisi lembar persetujuan menjadi
responden (informed consent) sebelum siap untuk mengisi kuesioner, kemudian
peneliti mewawancarai nama, umur. Setelah itu peneliti berterima kasih karena sudah
bersedia menjadi responden. Dan peneliti mengakhiri pertemuan dengan responden.

3.7. Analisis Data


Analisis data dilakukan dengan komputer menggunakan program statistik dan
komputer.
3.7.1 Univariat
Analisa pada data numerik, peringkasan data dapat dilakukan dengan
melaporkan ukuran tengah dan sebarannya. Ukuran yang digunakan adalah mean,
median dan modus. Sedangkan ukuran sebaran (Variasi) yang digunakan adalah
range, standar deviasi, minimal dan maksimal.
3.7.2 Bivariat
Analisis bivariat yaitu untuk melihat adanya hubungan antara faktor-fakror yang
berhubungan dengan Perilaku Bullying . Pada penelitian ini analisis bivariat yang
digunakan adalah uji korelasi dengan alasan bentuk skala ukur data Interval-Interval.
Langkah-langkah uji bivariat yaitu sebagai berikut :
a) Uji Normalitas
Uji normalitas data yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Kolmogorov-
Smirnov karena jumlah sampel penelitian ≥dari 50. Digunakan rumus sebagai
berikut :

Keterangan :
Xi = Angka ke i pada data
X = Rata-rata data.
Perlu kita ketahui bahwa uji korelasi harus dilakukan uji normalitas dulu bertujuan
untuk melihat data normal atau tidaknya yaitu jika α≥0,05=data berdistribusi
normal dan jika α≤0,05=data berdistribusi tidak normal.
Dimana :
1) Jika data normal, maka rumus yang digunakan adalah korelasi Pearson (r)
dirumuskan:
𝑛∑𝑋𝑌 − (∑𝑋) (∑𝑌)
𝑟=
√[𝑛∑𝑋 2 − (∑𝑋)2 ] [𝑛∑𝑌 2 − (∑𝑌)2 ]
Keterangan :
r : koefisien korelasi Pearson
X : variabel bebas
Y : variabel terikat
Keeratan hubungan/korelasi antar variabel dapat ditentukan dengan
menggunakan nilai-nilai :
H0>0,05 adanya korelasi antar hubungan
H1<0,05 tidak adanya korelasi antar hubungan (Sopiyudin, 2013)
2) Jika data tidak normal maka menggunakan rumus Spearman rank sebagai
berikut :
6 ∑𝑑𝑖 2
𝑟𝑠 = 1
𝑛(𝑛2 − 1)
Keterangan :
rs = koefisien korelasi Spearman rank
Σ = notasi jumlah
di = perbedaan rangking antara pasangan data
n = banyaknya pasangan data (Sopiyudin, 2013)
Setelah diketahui hasil data, maka perlu memberikan penafsiran
terhadap koefisien korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil korelasi
atau berhubungan, maka dapat berpedoman pada ketentuan yang tertera pada
tabel sebagai berikut:

Tabel 3.2 Interprestasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan


Korelasi, Nilai P, Dan Arah Korelasi
No Parameter Nilai Interprestasi
1. Kekuatan 0,0 - <0,2 Sangat lemah
Korelasi (r) 0,2 - <0,4 Lemah
0,4 - <0,6 Sedang
0,6 - <0,8 Kuat
0,8 - 1 Sangat kuat
2. Nilai p p<0,05 Terdapat korelasi yang bermakna
antara dua variabel yang diuji
Tidak terdapat korelasi yang bermakna
p>0,05 antara dua variabel yang diuji

3. Arah korelasi + (Positif) Searah, semakin besar nilai satu


vaiabel semakin besar pula nilai
variabel lainnya
- (negatif) Berlawanan arah semakin besar nilai
satu variabel, semakin kecil nilai
variabel lainnya.

3.8. Pertimbangan Etika Penelitian


Etik penelitian adalah suatu norma atau aturan yang mengacu pada perilaku
peneliti mengenai tindakan baik atau buruk yang merupakan kewajiban dan tanggung
jawab peneliti. Penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek, oleh karena itu
harus dihormati dan dilindungi hak sebagai responden dengan meminta izin dan
menggunakan etika sebagai berikut :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity). Sebelum
mengisi kuesioner responden akan lebih dulu dijelaskan bahwa keterlibatannya
dalam penelitian ini bersifat sukarela. Bila ternyata saat mengisi kuesioner
responden merasa tidak nyaman dan ingin mengundurkan diri, responden dapat
langsung menghentikan keterlibatannya dalam penelitian ini tanpa dikenakan
sanksi apapun. Jadi, sebelum melakukan pengisian kuesioner, peneliti sudah
memberikan informasi terkait hal ini.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and
confidentiality).Pada dasarnya penelitian akan membuka informasi tentang
individu termasuk yang bersifat pribadi. Oleh sebab itu peneliti tidak akan
menampilan informasi apapun mengenai identitas subjek dalam kuesioner dan
alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan. Kuesioner yang
akan diberikan hanya akan diberikan nomor kode.
3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness). Sebelum
memutuskan untuk menjadi responden, subjek menandatangani inform consent
sebagai bentuk persetujuan menjadi responden yang dibuat oleh peneliti. Subjek
juga berhak untuk bertanya bila ada prosedur penelitian yang dirasakan belum
jelas.
4. Memperhatikan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harmsand
benefits). Walaupun keterlibatan dalam penelitian ini tidak memberikan
keuntungan langsung pada responden, namun hasil dari penelitian ini dapat
bermanfaat untuk menganalisis factor yang berhubungan dengan prilaku Bullying
di SMA X kota Bandung. Pada penelitian ini juga, peneliti menganggap tidak ada
kerugian atau dampak negatif yang dapat ditimbulkan ketika menjadi subjek
penelitian ini, baik itu berdampak negatif terhadap fisik, material, ataupun
psikologis.
LAMPIRAN
I. DATA DEMOGRAFI

No responden :
Tanggal Pengisian :
Jenis Kelamin :………………………………
Usia :………………………………
Agama :………………………………
Suku :………………………………

II. KUESIONER TENTANG PRILAKU BULLYING


Petunjuk pengisian lembar kuesioner :
Berikut ini terdapat 25 pertanyaan. Baca dan pahami baik-baik setiap
pertanyaan, lalu berilah tanda ceklis (√ ) pada pertanyaan yang paling
sesuai dengan diri anda, pada salah satu jawaban yang tersedia, yaitu :
S : Selalu
SR : Sering
JS : Jarang Sekali
TP : Tidak Pernah

NO PERNYATAAN S SR JS TP
1. Anda suka mendorong teman ketika mengikuti
upacara bendera
2. Anda merasa dengan memukul orang lain anda akan
di takuti
3. Anda sering menjaili teman dengan cara mendorong
dan menampar
4. Anda akan menendang teman yang menhalangi
jalan anda ketika bel istirahat berbunyi
5. Ketika anda menghadapi suatu permasalahan, anda
ingin menyelesaikannya dengan perkelahian atau
dengan cara memukul
6. Anda suka memukul orang lain dalam situasi dan
kondisi apapun
7. Anda selalu memberikan ancaman kepada teman,
yang tidak mau mematuhi perintah anda
8. Anda suka mengambil uang saku teman secara
paksa
9. Anda sering memaksa teman untuk membuat tugas
sekolah
10. Anda pernah mengurung teman di toilet
III. KUESIONER PENGARUH KELUARGA TERHADAP PRILAKU
BULLYING
Petunjuk Pengisisan :
Saudara diharapkan :
Menjawab setiap pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda cheklist
(√ ) pada pertanyaan yang paling sesuai dengan diri anda, pada salah satu
jawaban yang tersedia, yaitu :
S : Selalu
SR : Sering
JS : Jarang Sekali
TP : Tidak Pernah
Semua pertanyaan harus dijawab
Tiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban
Bila ada yang kurang mengerti dapat ditanya kepada peneliti
Bila sudah selesai, periksalah kembali jawaban anda, jangan
sampai ada nomor yang terlewati.

NO PERTANYAAN S SR JS TP
1. Apakah orang tua selalu memanjakan anda, dan
membrikan apapun yang anda minta
2. Apakah anda sering dipukul oleh ayah dan ibu
3. Apakah anda emosi dan marah ketika melihat ayah
dan ibu anda bertengkar
4. Apakah anda selalu disalahkan oleh orang tua
walaupun anda trelah melakukan hal yang baik.
5. Apakah anda kurang mendapatkan perhatian dari
orang tua

IV. KUESIONER PENGARUH TEMAN SEBAYA TERHADAP PRILAKU


BULLYING
NO PERTANYAAN S SR JS TP
1. Apakah anda sering di ajak teman untuk menjahili
teman yang lain
2. Apakah anda ikut-ikutan ketika teman melakukan
kekerasan terhadap teman lain
3. Apakah anda mempunyai kelompok atau geng
disekolah yang ditakuti oleh anak lain
4. Apakah anda sering disuruh oleh teman sekelompok
anda untuk mengejek teman lain
5. Apakah anda sering ikut teman untuk memalak
teman lain
V. KUESIONER PENGARUH MEDIA TERHADAP PRILAKU BULLYING
NO PERNYATAAN S SR JS TP
1. Anda sering menonton film pertarungan atau
perkelahian dan mempraktekan nya kepada teman
2. Anda suka meniru adegan kekerasan yang ada di
TV dan melakukan kepada teman
3. Anda suka memainkan game-game yang
menyajikan tentang pertarungan
4. Anda suka mendownload video-video pertarungan
dari handphone dan komputer
5. Anda suka mengoleksi DVD tentang kekerasan dan
penganiayaan
LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN

Kepada Yth.
Responden / Siswa/i
Di SMA X Kota Bandung

Saya Femyta, mahasiswa Program S2 Magister Keperawatan di Universitas


Padjajaran. Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul Faktor Yang
Berhubungan Dengan Perilaku Bullying Pada Anak Sekolah Di Sma X Kota
Bandung Tahun 2019. Yang mana penelitian ini merupakan salah satu kegiatan
dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Padjajaran.
Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan siswa/i untuk
berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini, partisipasi siswa/i dalam
penelitian ini bersifat sukarela dan tidak akan memberi dampak yang
membahayakan. Jika siswa/i bersedia, saya akan memberikan lembar kuesioner
berupa pernyataan yang telah disediakan untuk diisi dengan kejujuran dan apa
adanya. Peneliti menjamin kerahasiaan jawaban dan identitas siswa/i. Jawaban
yang siswa/i berikan digunakan hanya untuk kepentingan penelitian ini.
Demikian lembar persetujuan ini saya buat, atas bantuan dan partisipasinya
saya ucapkan terima kasih.

Bandung,………….2019

Peneliti

(Femyta Eko Widiansari)


LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Telp/HP :

Setelah mendapat penjelasan dari penelitian “Faktor Yang Berhubungan


Dengan Perilaku Bullying Pada Anak Sekolah Di Sma X Kota Bandung
Tahun 2019“ maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan
menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian tersebut.

Demikian surat penyataan ini untuk dapat digunakan seperluannya.

Bandung,…………..2019

Responden

Anda mungkin juga menyukai