Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KEPERAWATAN KELUARGA
Child Abuse Di Rumah Tangga
Dosen Pembimbing : Ns. Tri Wahyuni, M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 4:


1. Bonny Christian. SR SNR22226063
2. Tri Melani SNR22226103
3. Mika Sepriyana SNR22226052
4. Albert Donald Pangidoan SNR22226076

PROGRAM STUDI NERS REGULER B KHUSUS


KELAS KARYAWAN KABUPATEN BENGKAYANG
INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN MUHAMMADIYAH KALBAR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis Panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena Atas
Berkah, Rahmat Dan Karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah
kelompok Mata Kuliah Keperawatan Keluarga Child Abuse Di Rumah Tangga
Dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan namun
berkat bimbingan dan bantuan serta saran, kerja sama dari berbagai pihak
khususnya dosen, fasilitator dan anggota kelompok segala hambatan tersebut
akhirnya dapat dilalui dengan baik.

Harapan penulis bahwa kedepannya makalah ini dapat menjadi referensi


dalam meningkatkan kualitas ilmu keperawatan pada umumnya dan khususnya
ilmu tentang Asuhan Keperawatan Keluarga semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak. Terimakasih.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................……. i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Tujuan............................................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 5


A. Definisi .......................................................................................................... 6
B. Klasifikasi…………………………………………………. ........................ 7
C. Penyebab ....................................................................................................... 7
D. Penanganan………………………………………………………………… 12
E. Asuhan Keperawatan…………………………………………………. ....... 14

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 18


A. Kesimpulan ................................................................................................... 18
B. Saran .............................................................................................................. 18

Daftar Pustaka

iii
17

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah aset suatu bangsa. Anak yang berusia kurang dari 18 tahun
termasuk yang berada dalam kandungan merupakan definisi anak berdasarkan
undang-undang tentang perlindugan anak no 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak.

Child abuse adalah segala bentuk penyiksaan fisik, emosional, pelecehan


seksual, atau kelalaian terhadap anak. Child abuse akan menimbulkan berbagai
akibat yang berbahaya bagi anak itu sendiri maupun masa depan bangsa.
(Huraerah, A. 2012).

Child abuse didefinisikan sebagai suatu perbuatan disengaja yang dapat


menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik ataupun
emosional. lstilah child abuse dapat mencakup berbagai macam bentuk tingkah
laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orangtua atau orang
dewasa lainnya sampai dengan penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak.

Child abuse meliputi physical abuse (kekerasan fisik), sexual abuse


(Kekerasan seksual), emotional abuse (Kekerasan Emosional), Neglect
(Penelantaran). Efek child abuse dapat berdampak pada perubahan fisik dan
perilaku seorang anak. Perubahan fisik dapat diakibatkan dari kekerasan fisik
(memukul, menggigit, mencekik dan lain sebagainya) yang mengakibatkan
luka, kebiruan, trauma fisik yang nyata. Dampak perilaku emosional dan
kesulitan berdaptasi dengan lingkungan merupakan salah satu wujud nyata dari
efek jangka panjang child abuse. Barker (dalam Huraerah, 2007).

Hasil survei yang dilakukan oleh WHO (2016) menunjukkan data bahwa
sekitar seperempat dari sejumlah orang dewasa di dunia mengalami kekerasan
ketika masih berusia kurang dari 18 tahun, sejumlah 22,6% pernah mengalami
kekerasan fisik, 36,3% mengalami kekerasan emosional, dan 16,3% mengalami
pengabaian anak. Sejumlah kasus perilaku kekerasan pada anak di Indonesia

1
2

pada berbagai tatanan, baik di rumah, sekolah, dan di masyarakat beberapa


tahun terakhir ini juga mengalami peningkatan.

Sebagaimana data perilaku kekerasan pada anak yang diungkap oleh


Komisi Perlindungan Anak (KPAI) dalam Kawulusan (2018) dijumpai data:
tahun 2012 terjadi 2.626 kasus, tahun 2013 terdapat 4.311 kasus, tahun 2014
dijumpai 5.066 kasus, tahun 2015 terdapat 6.066, tahun 2016 terjadi
penambahan pengaduan perilaku kekerasan anak di KPAI sejumlah 4620, pada
tahun 2018 mencapai 25.954 kasus. Dari sejumlah kasus tersebut terdapat 9.226
kasus kekerasan anak yang berhadapan dengan hukum, baik sebagai pelaku
maupun korban.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menerima 4.683 aduan


kekerasan terhadap anak selama 2022. Aduan yang diterima KPAI mulai dari
kekerasan seksual hingga perundungan terhadap anak.

Child abuse dalam keluarga merupakan masalah serius yang dapat


memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan dan kesejahteraan anak. Child
abuse dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, seksual,
psikologis, dan pengabaian. Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, pada tahun 2020 terdapat 11.000 kasus
kekerasan terhadap anak yang dilaporkan di Indonesia. Namun, angka
sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi karena banyak kasus yang tidak
dilaporkan.

Selama tahun 2022 Komisi Perlindungan dan Pengawasan


Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalimantan Barat menerima pengaduan
sebanyak 201 Kasus pelanggaran hak anak. Kasus perlindungan anak baik
pengaduan maupun pemantauan (Non-Pengaduan) yang tertinggi adalah klaster
kasus bidang Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) dengan jenis kasus
kejahatan seksual sebanyak 71 kasus, kedua klaster Keluarga dan Pengasuhan
Alternatif dengan jenis kasus Anak Korban Perbutan Hak Asuh sebanyak 19
kasus, ketiga klaster Hak Sipil dan Partisipasi dengan jenis kasus Pernikahan
Usia Anak sebanyak 29 kasus. (KPPAD KALBAR, 2023).
3

Bilamana ditilik dari dimensi tempat kejadian perilaku kekerasan pada


anak dapat terjadi pada area lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
ingkungan masyarakat, bahkan pada lingkungan media sosial. Dimanapun
kejadian tindakan kekerasan berimplikasi pada terjadinya dampak serius, tidak
hanya pada dampak fisik melainkan juga dampak pada psikologis, sosial,
kultrual, dan bahkan dampak spiritual anak. Dampak yang di ditimbulkannya
tidak hanya pada terganggunya tumbuh kembang pada saat kejadian namun juga
berdampak pada terganggunya tugas perkembangan pada tahap berkutnya,
termasuk ketika anak tersebut mulai beranjak dewasa.

Hal tersebut sejalan dengan pandangan Endaryono (2017) yang


memaparkan bahwa perilaku kekerasan merupakan peristiwa traumatik akibat
dari kejadian yang tidak menyenangkan yang dialami oleh anak yang dapat
memicu munculnya berbagai masalah emosional seperti rasa takut, cemas dan
perasaan khawatir yang berlebihan sehingga menganggu hidup keseharian anak.
Implikasi yang buruk adalah berupa ketidakmampuan anak melupakan
peristiwa kekerasan selama masa anak-anak yang dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan psikologis yang biasa disebut Posttraumatic Stress
Disorder (PTSD).

Asuhan keperawatan keluarga dalam kasus child abuse sangat penting


untuk membantu mengatasi masalah ini. Asuhan keperawatan keluarga dapat
membantu mengidentifikasi kasus child abuse, memberikan intervensi yang
tepat, serta memberikan dukungan dan edukasi kepada keluarga untuk
mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.

Dalam asuhan keperawatan keluarga, peran perawat sangat penting dalam


melakukan assessment terhadap keluarga dan anak yang mengalami child
abuse. Perawat dapat melakukan pemeriksaan fisik dan psikologis, serta
mengidentifikasi tanda-tanda dan gejala yang muncul pada anak yang
mengalami kekerasan. Selain itu, perawat juga dapat memberikan dukungan
emosional dan edukasi kepada keluarga mengenai cara mengatasi masalah child
abuse dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
4

Dalam penanganan kasus child abuse, perawat juga dapat bekerja sama
dengan tim medis lainnya, seperti dokter, psikolog, dan pekerja sosial. Hal ini
bertujuan untuk memberikan intervensi yang komprehensif dan terkoordinasi,
serta memastikan bahwa anak dan keluarga mendapatkan perawatan yang tepat
dan sesuai dengan kebutuhan mereka.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah keperawatan tentang child abuse dalam
keluarga adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang child abuse dan
pentingnya asuhan keperawatan dalam penanganan kasus-kasus child
abuse.

2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahua untuk memahami karakteristik dan
klasifikasi child abuse serta dampaknya terhadap anak dan keluarga.
b. Peningkatan kesadaran dalam mengetahui tanda-tanda dan gejala child
abuse, serta cara-cara pencegahan yang dapat dilakukan dalam
lingkungan keluarga.
c. Pengembangan keterampilan dalam hal memahami pendekatan asuhan
keperawatan yang tepat dalam menangani kasus child abuse, termasuk
intervensi fisik, psikologis, dan sosial.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
a. Menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare child abuse
merupakan tidakan kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan
penelantaran terhadap anak dibah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang
yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang
terancam.
b. Menurut Harry Kempe dkk (1992), child abuse merupakan the battered
child syndrome yang hanya terbatas pada anak-anak yang mendapatkan
perlakuan salah secara fisik yang bersifat ekstrem atau membahayakan
anak-anak.
Jadi child abuse merupakan suatu tidak kekerasan kekerasan (fisik
dan/atau mental), eksploitasi (ekonomi, seksual) dan diskriminasi dalam
tulisan ini selanjutnya disebut anak yang mengalami berbagai perlakuan
salah. Kondisi dan situasi anak yang sulit tersebut tergolong ke dalam anak
yang memerlukan perlindungan khusus.
Pasal 59 Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
menyatakan bahwa perlindungan khusus diberikan kepada :
➢ anak dalam situasi darurat (anak pengungsi, anak korban
kerusuhan,anak korban bencana alam, anak dalam situasi konflik
bersenjata)
➢ anak yang berhadapan dengan hukum,
➢ anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
➢ anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
➢ anak yang diperdagangkan,
➢ anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, akohol,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza),
➢ anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan,
➢ anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,
➢ anak korban perlakuan salah,

5
6

➢ penelantaran
➢ anak yang menyandang cacat.
Selain itu, dimasukkan pula kelompok anak rentan lainnya yakni
anak jalanan dan anak tanpa akta kelahiran. Dengan demikian
terdapat berbagai jenis kondisi dan situasi anak yang memerlukan
perlindungan khusus dari perlakuan salah.yang dapat dilakukan oleh
orang perorang, keluarga, masyarakat bahkan oleh negara sekalipun.

B. Klasifikasi Child Abuse


Perlakuan salah terhadap anak dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Dalam Keluarga
a. Penganiayaan fisik contohnya seperti memukul anak.
b. Kelalaian atau penelantaraan contohnya nak merasa kurang
mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, pengawasan yang kurang
dari keluarga anak sehingga anak rentan mengalami resiko trauma fisik
maupun mental.
c. Penganiayaan secara emosional contohnya mengucapkan kata-kata
yang tidak seharusnya didengar oleh anak seperti perkataan yang dapat
merendahkan anak atau perkataan yang membuat anak menjadi malu.
d. Penganiayaa seksual, dimana anak mendapatkan pelecehan seksual
seperti pemerkosaan.
e. Syndrom Munchausen dimana merupakan permintaan pengobatan
terhadap penyakit yang dibuat-buat dan pemberian keterangan palsu
untuk mendukung tuntutan.
2. Diluar Keluarga
a. Dalam institusi atau lembaga
b. Di tempat kerja
c. Di jalan
d. Di medan perang.
7

C. Penyebab Terjadi Child Abuse


Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang menyebabkan
child abuse, yaitu:
1. Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Orang tua yang
memiliki kelainan mental, atau kurang kontrol diri daripada orang lain,
atau orang tua tidak memahami tumbuh kembang anak, sehingga mereka
memiliki harapan yang tidak sesuai dengan keadaan anak. Dapat juga
orang tua terisolasi dari keluarga yang lain, bisa isolasi sosial atau karena
letak rumah yang saling berjauhan dari rumah lain, sehingga tidak ada
orang lain yang dapat memberikan support kepadanya.
2. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. Hal
ini dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak
direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain
yang tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta
anak dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada anak BBLR saat bayi
dilahirkan, mereka harus berpisah untuk beberapa lama, padahal pada
beberapa hari inilah normal bonding akan terjalin.
3. Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi tidak
terlalu berpengaruh jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian yag
sering terjadi misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya
anak yang sakit, adanya tagihan, dll. Kejadian tersebut akan membawa
pengaruh yang lebih besar bila tidak ada orang lain yang menguatkan
dirinya di sekitarnya Karena stress dapat terjadi pada siapa saja, baik
yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah,
maka child abuse dapat terjadi pada semua tingkatan.
Menurut Rusel dan Margolin, wanita lebih banyak melakukan
kekerasan pada anak, karena wanita merupakan pemberi perawatan anak
yang utama. Sedangkan laki-laki lebih banyak melakukan sex abuse,
ayah tiri mempunyai kemungkinan 5 sampai 8 kali lebih besar untuk
melakukannya daripada ayah kandung (Smith dan Maurer).
8

Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami


kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya
adalah:
a. Stres yang berasal dari anak
1) Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah
kondisi fisik anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh
yang bisa dilihat adalah anak mengalami cacat fisik. Anak
mempunyai kelainan fisik dan berbeda dengan anak lain yang
mempunyai fisik yang sempurna.
2) Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental
sehingga anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit
berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.
3) Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah
cenderung mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan
dengan anak yang memiliki temperamen keras. Hal ini
disebabkan karena anak yang memiliki temperamen keras
cenderung akan melawan bila dibandingkan dengan anak
bertemperamen lemah.
4) Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang
tidak sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak
berperilaku dan bertingkah aneh di dalam keluarga dan
lingkungan sekitarnya.
5) Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan
kasar disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat
bukanlah buah hati dari hasil perkawinan sendiri, sehingga secara
naluriah tidak ada hubungan emosional yang kuat antara anak
angkat dan orang tua.
b. Stres keluarga
1) Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan
faktor terkuat yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada
anak, sebab kedua faktor ini berhubungan kuat dengan
kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan dilakukan oleh
9

orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya


termasuk harus mengorbankan keluarga.
2) Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor
ini juga berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada
anak, sebab lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar
dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku anak.
3) Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab
anak akan kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
4) Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan
munculnya perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan
fisik, lemah mental, dsb.
c. Stres yang berasal dari orang tua
1) Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan
kekerasan, sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan
selalu mengecewakan orang lain.
2) Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami
perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama
terhadap orang lain atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan
atas kejadian yang pernah dialaminya.
3) Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak
realistis akan membuat orangtua mengalami stress berat sehingga
ketika tidak mampu memenuhi memenuhi kebutuhan anak,
orangtua cenderung menjadikan anak sebagai pelampiasan
kekesalannya dengan melakukan tindakan kekerasan.

D. Manifestasi Klinis Child Abuse


Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka
bakar, patah tulang, perdarahan retinaakibat dari adanya subdural hematom dan
adanya kerusakan organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma,
misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan
mata dan cacat lainnya.
10

Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak


yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang
normal, yaitu:
1. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya
yang tidak mendapat perlakuan salah.
2. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
a. Kecerdasan
1) Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
2) Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala,
juga karena malnutrisi.
3) Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya
stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
b. Emosi
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang positif,
atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan
sosial dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri.
c. Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak
dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu
menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
d. Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresif
terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru
tindakan orangtua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada
teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri.
e. Hubungan Sosial
Pada anak yang sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya
atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka
mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu atau
perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
f. Akibat dari penganiayaan seksual
11

Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:


1) Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal,
sekret vagina, dan perdarahan anus.
2) Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis,
enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai
dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakukan dengan
memperhatikan vulva, hymen, dan anus anak. (Huraerah, A. 2012).

E. Dampak Child Abuse


Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan
menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari. Bahkan, Komnas PA
mencatat, seorang anak yang berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan,
memiliki keinginan untuk membunuh ibunya.
Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap
anak (child abuse), antara lain;
1. Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang
tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan
berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-
anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang
menjadi agresif.
2. Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering
dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung
meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa
(memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia
(takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan
bunuh diri.
3. Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003)
diantara korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah,
merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini
mereka sudah dewasa atau bahkan sudah menikah. Bahkan eksploitasi
12

seksual yang dialami semasa masih anak-anak banyak ditengarai sebagai


penyebab keterlibatan dalam prostitusi.
4. Dampak penelantaran anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak
mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua
terhadap anak, Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang
dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal
mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah
penyesuaian diri pada masa yang akan datang. (Huraerah, A. 2012).

F. Penanganan dan Pencegahan Child Abuse


Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan terjadinya
kekerasan pada anak dan di rumah tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan
dengan melakukan pendidikan kesehatan tentang child abuse dan
mengidentifikasi resiko terjadinya child abuse. Hal yang dapat dilakukan oleh
perawat adalah dengan memberikan pendidikan kepada keluarga tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak, serta cara menghadapi stress saat
menjadi orang tua.
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak
adalah melalui:
1. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang
ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
a. Individu
1) Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan
masyarakat
2) Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
3) Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
4) Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
5) Pelayanan referensi perawatan jiwa
6) Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku
kekerasan.
13

b. Keluarga
1) Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di
masyarakat
2) Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru
3) Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut
(follow up)
4) Pelayanan sosial untuk keluarga
c. Komunitas
1) Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
2) Mengurangi media yang berisi kekerasan
3) Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti:
pelayanan krisis, tempat penampungan anak/keluarga/usia
lanjut/wanita yang dianiaya
4) Kontrol pemegang senjata api dan tajam
2. Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang
sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi.
Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harud
dijaga agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan
keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu
diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat
membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik dan pengabaian perawatan
pada anak.
3. Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan
secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk
penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak
berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya
secara wajar.
14

4. Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh
artikel-artikel pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik
jangka pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program
pencegahan lebih ditekankan.

G. Fasilitas Pelayanan Untuk Anak Child Abuse


Pelayanan fasilitas yang bisa digunakan untuk anak dengan child abuse adalah:
1. Pihak kepolisian
2. Rumah sakit
3. YPAI
Meningkatkan upaya-upaya perlindungan anak Indonesia dari berrbagai
bentuk penyalahgunaan atau tindakan salah melalui berbagai bidang
kegiatan yang akan dibagi kedalam:
a. Pencegahan
b. Perlindungan hukum
c. Pemulihan anak dan reinteraksi sosial atau keluarga
d. Peningkatan koordinasi dan kerja sama baik tingkat lokal, nasional,
regional dan internasional.
e. Peningkatan partisipasi anak.

H. Asuhan Keperawatan Keluarga Child Abuse


1. Pengkajian
Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali menemui adanya tanda
adanya kekerasan pada anak (lihat indicator fisik dn kebiasaan pada macam-
macam child abuse di atas). Saat abuse terjadi, penting bagi perawat untuk
mendapatkan seluruh gambarannya, bicaralah dahulu dengan orang tua
tanpa disertai anak, kemudian menginterview anak.
a. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di
rumah orang lain atau saudaranya untuk beberapa waktu
b. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu,
depresi, atau masalah psikiatrik.
15

c. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse


d. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan
ketergantungan tinggi (seperti prematur, bayi berat lahir rendah,
intoleransi makanan, ketidakmampuan perkembangan, hiperaktif,
dan gangguan kurang perhatian).
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa
keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
a. Psikososial
1) Melalaikan diri (neglect),
2) Baju dan rambut kotor, bau
3) Gagal tumbuh dengan baik
4) Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan
psikososial
5) With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
b. Muskuloskeletal
1) FrakturDislokasi
2) Keseleo (sprain)
c. Genito Urinaria
1) Infeksi saluran kemih
2) per vagina
3) pada vagina/penis
4) Nyeri waktu miksi
5) Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
d. Integumen
1) Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
2) Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
3) Tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
4) Bengkak.
e. Pemeriksaan Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan
salah pada anak, yaitu untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi,
16

Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya


dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun
hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam
pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan
tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.
1) CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan
kronik, hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang
bayi yang mengalami trauma kepala yang berat.
2) MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang
subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
3) Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral
4) Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami
penganiayaan seksual.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekerasan
b. Isolasi social
c. Koping keluarga inefektif
d. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan
3. Intervensi Keperawatan

18
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Child abuse atau kekerasan terhadap anak, merupakan perilaku yang salah
dari orang tua, pengasuh, dan lingkungan dalam bentuk perlakuan kekerasan
fisik, psikis, maupun mental terhadap anak.
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak meliputi kekerasan fisik,
kekerasan verbal, kekerasan seksual, dan kekerasan sosial. Faktor penyebab
kekerasan terhadap anak meliputi faktor internal dan eksternal.
Dampak dari kekerasan terhadap anak dapat berdampak secara fisik,
psikis, dan sosial pada anak yang mengalaminya.
Penanganan dan pencegahan child abuse dalam keluarga dapat dilakukan
melalui berbagai upaya, termasuk pemberdayaan keluarga, layanan konseling
dan psikologis, serta pengawasan yang ketat terhadap anak dan lingkungan
keluarga.

B. Saran
1. Masyarakat
a. Peningkatan Kesadaran
Masyarakat perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya
perlindungan anak dan pencegahan child abuse melalui program-
program edukasi dan sosialisasi.
b. Pelaporan Kasus
Masyarakat perlu didorong untuk melaporkan kasus-kasus child abuse
yang terjadi di sekitar mereka agar tindakan penanganan dapat
dilakukan secara cepat dan tepat.
2. Pelayanan Kesehatan
a. Layanan Konseling
Pelayanan kesehatan perlu menyediakan layanan konseling dan
psikologis bagi anak dan keluarga yang mengalami dampak dari child
abuse.

18
19

b. Pencegahan dan Penanganan


Pelayanan kesehatan perlu melakukan upaya pencegahan dan
penanganan kasus child abuse secara komprehensif, termasuk intervensi
medis dan psikologis.
3. Pendidikan
a. Pendidikan Keluarga
Program pendidikan keluarga perlu ditingkatkan untuk memberikan
pemahaman mengenai cara-cara mengasuh anak yang baik dan aman,
serta tanda-tanda dan gejala child abuse.
b. Pendidikan Sekolah
Sekolah perlu menyediakan program pendidikan mengenai
perlindungan anak dan pencegahan child abuse agar anak-anak dapat
memahami hak-hak mereka dan cara melindungi diri dari kekerasan.
Dengan implementasi saran-saran tersebut, diharapkan dapat tercipta
lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak serta keluarga dalam
mencegah dan menangani kasus child abuse.
DAFTAR PUSTAKA

Aeni, N.W. (2019). Pengaruh fungsi pengarahan ketua tim terhadap kinerja
perawat di Kabupaten Indramayu. Jurnal Kesehatan Indra Husada, 7(1), 20-
26.

Ardinata, M., Soetjiningsih, S., Windiani, I. G. A. T., Adnyana, I. G. A. N. S., &


Alit, I. B. P. (2019). Karakteristik anak yang mengalami child abuse dan
neglect di RSUP Sanglah, Denpasar, Indonesia tahun 2015-2017. Intisari
Sains Medis, 10(2).

Huraerah, A. (2012). Child abuse. Bandung: Nuansa.

Irmawati, I., & Khusnal, E. (2016). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Child
Abuse Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Dengan Anak Usia 0-
13 Tahun Di Dusun Sanggrahan Tirtoadi Mlati Sleman Yogyakarta.
(Doctoral Dissertation, Universitas' Aisyiyah Yogyakarta).

Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik


Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 Tentang
Sistem Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak. Jakarta:
KEMENPPPA.

Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Jakarta: Pemerintah Republik
Indonesia.

Soetjiningsih, S. (2012). Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja .Edisi
ketiga. Jakarta: Sagung Seto.

Sumartiningsih, M. S., & Prasetyo, Y. E. (2019). Literature Review: Pengaruh


Cognitive Behavior Therapy terhadap Posttraumatic Stress Disorder Akibat
Kekerasan pada Anak. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 5(2),
167-176.

Suchi, Era. 2015. Skripsi hubungan kekerasan verbal orang tua terhadap konsep
diri anak SDN 03 Purus Padang tahun 2015. Padang. Universitas Andalas.

Sugijokanto, S. (2014). Cegah kekerasan pada anak. Jakarta: Gramedia.

UNICEF. (2018). Child Marriage: Latest Trends and Future Prospect [laporan].
NewYork: Data and Analytics Section, Division of Data, Research and
Policy of UNICEF.

Yutika. (2014). Hubungan kekerasan pada anak terhadap kepercayaan diri anak
sekolah. Skripsi.

Anda mungkin juga menyukai