Anda di halaman 1dari 19

ASKEP KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS

DENGAN CHILD ABUSE

OLEH :
KELOMPOK 6
(KELAS B12-C)

I MADE SUJANA (193223173)


NI MADE DWI YANI (193223189)
NI MADE RAI DIAH PURNAMA DEWI (193223190)
NI MADE SANTHI ASTUTI (193223191)
NI MADE SUWARTINI (193223192)
NI NYOMAN ANGGRENI (193223193)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2019
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia Beliaulah kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul
“Child Abuse” ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas dari mata kuliah Keperawatan Komunitas.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan
dari berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari
semua pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku
dan beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bisa terwujud. Oleh karena itu, melalui
media ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh
dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami
miliki. Maka itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang
dapat memotivasi saya agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Om Santih, Santih, Santih Om                                                  

Dnpasar, 6 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
BAB I.........................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan........................................................................................................................1

BAB II........................................................................................................................................2
A. Defenisi.......................................................................................................................................2

B. Klasifikasi Child Abuse............................................................................................................3

C. Penyebab Terjadinya Child Abuse...........................................................................................3

D. Akibat Terjadinya Child Abuse...............................................................................................6

E. Manifestasi klinis Child Abuse.................................................................................................7

F. Penanganan Dan Pencegahan Child Abuse.............................................................................8

G. Fasilitas Pelayanan Untuk Anak Child Abuse......................................................................11

H. ASKEP Keluarga Child Abuse..............................................................................................13

BAB III.....................................................................................................................................15
A. Kesimpulan...............................................................................................................................15

B. Saran..........................................................................................................................................15

DAFTAR PUSAKA.................................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah 24 tahun Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, tepatnya pada
tanggal 25 Agustus 1990 melalui Keppres R.I. No. 36 tahun 1990, Indonesia belum
mempunyai kebijakan dan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak
yang berorientasi pada Konvensi Hak-hak Anak. Baru pada tanggal 22 Oktober 2002,
Indonesia menetapkan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
yang berorientasi pada hak-hak anak seperti yang tertuang dalam Konvensi Hak-hak
Anak.
Situasi dan kondisi anak Indonesia saat ini, mencerminkan adanya penyalahgunaan
anak (abuse), eksploitatif, diskriminatif dan mengalami berbagai tindakan kekerasan
yang membahayakan perkembangan jasmani, psikologi, dan sosial anak. Keadaan ini,
tentunya sangat memprihatinkan bagi bangsa dan negara Indonesia, karena anak dari
aspek agama merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dijaga harkat dan martabatnya sebagai mahluk ciptaan–Nya. Dari aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara, anak adalah generasi penerus perjuangan bangsa dan penentu
masa depan bangsa dan negara Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya yang akan
memberikan perlindungan khusus kepada anak-anak Indonesia yang berada dalam
keadaan sulit tersebut, ke dalam suatu Program Nasional Bagi Anak Indonesia sebagai
tindak lanjut Sidang Umum PBB yang melahirkan deklarasi “ A World Fit For
Children“.

B. Rumusan Masalah
 Bagaimana konsep dasar child abuse?
 Bagaimana peran pelayanan kesehatan delam menghadapi atau menyikapi
masalah child abuse?

C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum

1
Untuk memenuhi tugas mata kuliah komunitas 1
b. Untuk menambah dan memperluas ilmu pengetahuan tentang child abuse

BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi
a. Menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare child abuse
merupakan tidakan kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan
penelantaran terhadap anak dibah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang
seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang terancam.
b. Menurut Harry Kempe dkk (1992), child abuse merupakan the battered child
syndrome yang hanya terbatas pada anak-anak yang mendapatkan perlakuan salah
secara fisik yang bersifat ekstrem atau membahayakan anak-anak.

Jadi child abuse merupakan suatu tidak kekerasan kekerasan (fisik dan/atau
mental), eksploitasi (ekonomi, seksual) dan diskriminasi dalam tulisan ini selanjutnya
disebut anak yang mengalami berbagai perlakuan salah. Kondisi dan situasi anak yang
sulit tersebut tergolong ke dalam anak yang memerlukan perlindungan khusus.

Pasal 59 Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


menyatakan bahwa perlindungan khusus diberikan kepada :

 anak dalam situasi darurat (anak pengungsi, anak korban kerusuhan,anak korban
bencana alam, anak dalam situasi konflik bersenjata)
 anak yang berhadapan dengan hukum,
 anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
 anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
 anak yang diperdagangkan,
 anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, akohol, psikotropika dan
zat adiktif lainnya (napza),
 anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan,
 anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,
 anak korban perlakuan salah,
 penelantaran

2
 anak yang menyandang cacat

Selain itu, dimasukkan pula kelompok anak rentan lainnya yakni anak jalanan
dan anak tanpa akta kelahiran. Dengan demikian terdapat berbagai jenis kondisi dan
situasi anak yang memerlukan perlindungan khusus dari perlakuan salah.yang dapat
dilakukan oleh orang perorang, keluarga, masyarakat bahkan oleh negara sekalipun.

B. Klasifikasi Child Abuse


Perlakuan salah terhadap anak dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Dalam keluarga
 Penganiayaan fisik contohnya seperti memukul anak.
 Kelalaian atau penelantaraan contohnya nak merasa kurang mendapatkan
kasih sayang dari orang tuanya, pengawasan yang kurang dari keluarga
anak sehingga anak rentan mengalami resiko trauma fisik maupun mental.
 Penganiayaan secara emosional contohnya mengucapkan kata-kata yang
tidak seharusnya didengar oleh anak seperti perkataan yang dapat
merendahkan anak atau perkataan yang membuat anak menjadi malu.
 Penganiayaa seksual, dimana anak mendapatkan pelecehan seksual seperti
pemerkosaan.
 Syndrom Munchausen dimana merupakan permintaan pengobatan
terhadap penyakit yang dibuat-buat dan pemberian keterangan palsu untuk
mendukung tuntutan.
b. Diluar Keluarga
 Dalam institusi atau lembaga
 Di tempat kerja
 Di jalan
 Di medan perang

C. Penyebab Terjadinya Child Abuse


Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang menyebabkan
child abuse, yaitu:
 Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Orang tua yang
memiliki kelainan mental, atau kurang kontrol diri daripada orang lain, atau
orang tua tidak memahami tumbuh kembang anak, sehingga mereka memiliki

3
harapan yang tidak sesuai dengan keadaan anak. Dapat juga orang tua
terisolasi dari keluarga yang lain, bisa isolasi sosial atau karena letak rumah
yang saling berjauhan dari rumah lain, sehingga tidak ada orang lain yang
dapat memberikan support kepadanya.
 Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. Hal ini
dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak
direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain yang
tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta anak dengan
berat lahir rendah (BBLR). Pada anak BBLR saat bayi dilahirkan, mereka
harus berpisah untuk beberapa lama, padahal pada beberapa hari inilah normal
bonding akan terjalin.
 Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi tidak terlalu
berpengaruh jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian yag sering
terjadi misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya anak yang
sakit, adanya tagihan, dll. Kejadian tersebut akan membawa pengaruh yang
lebih besar bila tidak ada orang lain yang menguatkan dirinya di sekitarnya
Karena stress dapat terjadi pada siapa saja, baik yang mempunyai tingkat
sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah, maka child abuse dapat terjadi pada
semua tingkatan.

Menurut Rusel dan Margolin, wanita lebih banyak melakukan kekerasan pada
anak, karena wanita merupakan pemberi perawatan anak yang utama. Sedangkan laki-
laki lebih banyak melakukan sex abuse, ayah tiri mempunyai kemungkinan 5 sampai
8 kali lebih besar untuk melakukannya daripada ayah kandung (Smith dan Maurer).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik


kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:

 Stress yang berasal dari anak.


a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik
anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah
anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda
dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.

4
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga
anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi
dengan lingkungan di sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung
mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang
memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang
memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan
dengan anak bertemperamen lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak
sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan
bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar
disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati
dari hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan
emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.

 Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat
yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini
berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan
dilakukan oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya
termasuk harus mengorbankan keluarga.
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga
berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab
lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk
kepribadian dan tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan
kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya
perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.

 Stress berasal dari orang tua

5
a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan,
sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan
orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami
perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap
orang lain atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang
pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan
membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu
memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan
anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan
kekerasan.

D. Akibat Terjadinya Child Abuse


Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan
menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari. Bahkan, Komnas PA mencatat,
seorang anak yang berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan, memiliki
keinginan untuk membunuh ibunya.
Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak
(child abuse), antara lain;
 Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang
tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan
berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak
yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi
agresif.
 Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering
dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru
perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan
makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk),
kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri.
 Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara
korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa
rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah
dewasa atau bahkan sudah menikah. Bahkan eksploitasi seksual yang dialami

6
semasa masih anak-anak banyak ditengarai sebagai penyebab keterlibatan
dalam prostitusi.
 Dampak penelantaran anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak
mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua
terhadap anak,  Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang
dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal
mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah
penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
E. Manifestasi klinis Child Abuse
Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka
bakar, patah tulang, perdarahan retinaakibat dari adanya subdural hematom dan
adanya kerusakan organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya
jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat
lainnya.
Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak
yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal,
yaitu:

a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang
tidak mendapat perlakuan salah.
b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
1. Kecerdasan
 Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
 Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga
karena malnutrisi.
 Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya
stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
2. Emosi
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang
positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan
sosial dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri.
3. Konsep diri

7
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak
dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu
menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
4. Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresif
terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan
orangtua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya
sebagai hasil miskinnya konsep diri.
5. Hubungan sosial
Pada anak yang sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya
atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka
mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu atau perbuatan-
perbuatan kriminal lainnya.
6. Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
 Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret
vagina, dan perdarahan anus.
 Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis,
enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
 Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan
umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakukan dengan memperhatikan
vulva, hymen, dan anus anak.

F. Penanganan Dan Pencegahan Child Abuse


Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan terjadinya
kekerasan pada anak dan di rumah tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan
dengan melakukan pendidikan kesehatan tentang child abuse dan mengidentifikasi
resiko terjadinya child abuse. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan
memberikan pendidikan kepada keluarga tentang pertumbuhan dan perkembangan
anak, serta cara menghadapi stress saat menjadi orang tua.
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak
adalah melalui:

8
1. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang
ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
a. Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
Individu
 Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat
ibadah, dan masyarakat
 Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian
konflik
 Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
 Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat
bayi
 Pelayanan referensi perawatan jiwa
 Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini
perilaku kekerasan.
Keluarga
 Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah,
institusi di masyarakat
 Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru
 Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk
tindak lanjut (follow up)
 Pelayanan sosial untuk keluarga
Komunitas
 Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam
keluarga
 Mengurangi media yang berisi kekerasan
 Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat,
seperti: pelayanan krisis, tempat penampungan
anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang dianiaya
 Kontrol pemegang senjata api dan tajam

b. Prevensi sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang


stress.
Individu

9
 Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan
pada keluarga pada tiap pelayanan kesehatan
 Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat
 Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan
dan perlindungan
 Tempat perawatan atau “Foster home” untuk korban
Keluarga
 Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
 Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-
help-group). Misalnya: kelompok pemerhati keluarga
sejahtera
 Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang
memberikan pelayanan pada korban.
Komunitas
 Semua profesi kesehatan terampil memberikan
pelayanan pada korban dengan standar prosedur dalam
menolong korban.
 Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi
respon, melaporkan, pelayanan kasus, koordinasi
dengan penegak hukum/dinas sosial untuk pelayanan
segera.
 Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera
khususnya bayi dan anak.
 Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan
pemerintah setempat.
 Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi.
 Kontrol pemegang senjata api dan tajam.

c. Prevensi tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan


kekerasan.
Individu
 Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi
korban
 Konseling profesional pada individu

10
Keluarga
 Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
 Konseling profesional bagi keluarga
 Self-help-group (kelompok peduli)

Komunitas
 “Foster home”, tempat perlindungan
 Peran serta pemerintah
 “follow up” pada kasus penganiayaan dan kekerasan
 Kontrol pemegang senjata api dan tajam

2. Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang
sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu
ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harud dijaga agar
tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di
sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi
aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda2 aniaya fisik dan
pengabaian perawatan pada anak.
3. Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan
secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan
dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas
perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
4. Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh
artikel2 pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka
pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan lebih
ditekankan.

G. Fasilitas Pelayanan Untuk Anak Child Abuse


Pelayanan fasilitas yang bisa digunakan untuk anak dengan child abuse adalah:

11
1. Pihak kepolisian
2. Rumah sakit
3. YPAI

Meningkatkan upaya-upaya perlindungan anak Indonesia dari berrbagai bentuk


penyalahgunaan atau tindakan salah melalui berbagai bidang kegiatan yang akan
dibagi kedalam:
a. Pencegahan
b. Perlindungan hukum
c. Pemulihan anak dan reinteraksi sosial atau keluarga
d. Peningkatan koordinasi dan kerja sama baik tingkat lokal, nasional, regional dan
internasional.
e. Peningkatan partisipasi anak

12
H. ASKEP Keluarga Child Abuse
a. Pengkajian
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa
keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
 Psikososial
 Melalaikan diri
 Gagal tumbuh
 Keterlambatan perkembangan koognitif, psikomotor dan
psikososial
 Memisahkan diri dari orang-orang dewasa
 Muskuloskeletal
 Dislokasi
 Sprain
 Fraktur
 Genital urinaria
 Luka pada vagina/penis
 Luka pada anus
 Infeksi saluran kemih

b. Diagnosa keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
memakan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena faktor psikologis.
NOC: setelah dilakukan tindaan keperawatan maka pasien menunjukkan
adanya perubahan status gizi; asupan makanan, cairan, dan gizi. Ditandai
dengan indikator berikut: rentang nilai 1-5: tidak adekuat, ringan, sedang, kuat
dan adekuat total.
Intervensi:
 Mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi nafsu makan pasien.
 Memantau hasil labotarium seperti hasil albumin dan elektrolit.

13
 Pengelolaan nutrisi dengan memantau kandungan nutrisi dan kalori asupan
gizi yang dikonsumsi pasien.
2. Kerusakan pengasuh berhubungan dengan usia muda, kurang pengetahuan
tentang perawatan kesehatan anak dan ketidakadekuatan pengaturan
perawatan anak.
NOC: setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga orang tua diharapkan
dapat menunjukkan kepada anak cara yang benar mengungkapkan marah,
perasaan yang tidak senang atau frustasi yang tidak membahayakan anak dan
orang tua berperan aktif dalam kegiatan konseling keluarga.
Intervensi:
 Berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
 Membantu orang tua untuk mengidentifikasi perubahan menjadi orang
tua.
 Memberikan kesempatan interaksi yang sering untuk orang tua atau anak.
 Memotivasi keluarga untuk menciptakan komunikasi yang terbuka
didalam keluarga.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka
beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun kekerasan psikis.
Dampak dari kekerasan terhadap anak antara lain; Kerusakan fisik atau luka fisik; Anak
akan menjadi individu yang kukrang percaya diri, pendendam dan  agresif; memiliki
perilaku menyimpang, Pendidikan anak yang terabaikan.
Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar,
patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom dan adanya
kerusakan organ dalam lainnya. Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan
perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari
anak yang normal, yaitu: Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan
terjadinya kekerasan pada anak dan di rumah tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan
dengan melakukan pendidikan kesehatan tentang child abuse dan mengidentifikasi resiko
terjadinya child abuse.

B. Saran
 Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang Asuhan Keperawatan Child Abuse. Kami selaku penulis sadar

15
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih
baik lagi.

DAFTAR PUSAKA

http://www.duniapsikologi.com/bentuk-bentuk-kekerasan-anak-child-abuse/

https://www.academia.edu/31003896/ASUHAN_KEPERAWAT_ANAK_PADA_CH
ILD_ABUSE

16

Anda mungkin juga menyukai