Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

TRAUMA KEPALA

OLEH :
KELOMPOK 5 / B12-C

NAMA : NIM:
1. Ida Bagus Ananda Manuaba 193223178
2. I Gusti Made Amerta Yasa 193223179
3. Ni Made Dharma yanhi 193223188
4. Ni Made Dwi Yani 193223189
5. Ni Made Rai Diah Purnama Dewi 193223190
6. Ni Made Santhi Astuti 193223191
7. Ni Made Suwartini 193223192
8. Ni Putu Rusmiathi 193223197

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Keperawatan Gawat Darurat dengan judul TRAUMA KEPALA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Gawat Darurat
sebagai syarat untuk memenuhi kriteria penilaian. Makalah ini dibuat berdasarkan
beberapa referensi buku maupun internet. Dan makalah ini berisikan tentang
pengertian TRAUMA KEPALA, etiologi, gejala, faktor resiko, patofisiologi,
penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan TRAUMA KEPALA..
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca agar
mereka dapat mengetahui dan mendapatkan pengetahuan yang lebih baik tentang
TRAUMA KEPALA. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan.

   Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.................................................................       
B.     Rumusam Masalah...........................................................       
C.     Tujuan ...............................................................................     
BAB II PEMBAHASAN
A.    Konsep Trauma Kepala…................................................       
B.     Asuhan Keperawatan Trauma Kepala..............................       
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan......................................................................       
B. Saran……………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma kepala meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. Trauma
kepala paling sering terjadi dan merupakan penyakit neurologis yang serius
diantara penyakit neurlogis lainnya serta mempunyai proporsi epidemik
sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Lebih dari setengah dari semua pasien
dengan trauma kepala berat mempunyai signifikansi terhadap cedera bagian
tubuh lainnya. Adanya shock hipovolemik pada pasien trauma kepala
biasanya karena adanya cedera bagian tubuh lainnya.
Sekitar 10% pasien dengan penurunan kesadaran yang dikirim ke
Instalasi Gawat Darurat akibat kecelakaan lalu lintas selalu menderita cedera
servikal, baik cedera pada tulang servikal, jaringan penunjang, maupun cedera
pada cervical spine. Trauma servikal sering terjadi pada pasien dengan
riwayat kecelakaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi, trauma pada
wajah dan kepala, terdapat defisit neurologis, nyeri pada leher, dan trauma
multiple (Grundy, 2002; Weishaupt N., 2010).
Lebih dari 80% penderita trauma yang datang ke rumah sakit selalu
disertai cedera kepala. Sebagian besar penderita trauma kepala disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan
penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh jatuh dari
ketinggian, tertimpa benda (ranting pohon, kayu dll) olahraga, korban
kekerasan (misalnya: senjata api, golok, parang, batang kayu, palu dll)
Kontribusi paling banyak terhadap trauma kepala serius adalah ada
kecelakaan sepeda motor dan sebagian besar diantaranya tidak menggunakan
helm atau menggunakan helm yang tidak memadai (>85%). Dalam hal ini
dimaksud dengan tidak memadai adalah helm yang terlalu tipis dan
penggunaan helm tanpa ikatan yang memadai, sehingga saat penderita terjatuh
helm sudah terlepas sebelum kepala membentur lantai.Trauma medula
spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung maupun tidak
langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan
gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian
(PERDOSSI, 2006).

B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada trauma kepala.

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum :
a. Untuk mengetahui gambaran konsep asuhan keperawatan trauma kepala.
2. Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui dan memahami tentang trauma kepala, proses penyakit
dan penatalaksanaan yang diberikan.
b. Untuk mengetahui memahami mengenai asuhan keperawatan trauma
kepala.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Trauma Kepala


1. Pengertian
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan
perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik
dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan interstisial
dalam substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif
Muttaqin, 2008)

Gambar 1.1 : trauma tulang kepala


2. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
1) Minor
a. SKG 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2) Sedang
a. SKG 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3) Berat
a. SKG 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan dalam suatu tabel Skala
Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale).

Table 2.1 Skala Koma Glasgow


Eye Opening
RESPON
MATA ≥ 1 TAHUN 0-1 TAHUN
Mata terbuka dengan
4 spontan Membuka mata spontan
Mata membuka setelah
3 diperintah Membuka mata oleh teriakan
Mata membuka setelah
2 diberi rangsang nyeri Membuka mata oleh nyeri
1 Tidak membuka mata Tidak membuka mata
Best Motor Response
RESPON
MATA ≥ 1 TAHUN 0-1 TAHUN
6 Menurut perintah Belum dapat dinilai
5 Dapat melokalisir nyeri Melokalisasi nyeri
4 Menghindari nyeri Menghindari nyeri
3 Fleksi (dekortikasi) Fleksi abnormal (decortikasi)
2 Ekstensi (decerebrasi) Eksternal abnormal
1 Tidak ada gerakan Tidak ada respon
Best Verbal Response
RESPON
MATA >5  TAHUN 2-5 TAHUN 0-2 TAHUN
Orientasi baik danMenyebutkan kata-kata
5 mampu berkomunikasi yang sesuai Menangis kuat
Disorientasi tapi mampuMenyebutkan kata-kata
4 berkomunikasi yangtidak sesuai Menangis lemah
Menyebutkan kata-kata
yang tidak sesuai (kasar, Kadang-kadang menagis
3 jorok) Menangis dan menjerit / menjerit
Mengeluarkan suara Mengeluarkan suara
2 Mengeluarkan suara lemah lemah
1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon

3. Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga
e. Benturan langsung pada kepala.
f. Kecelakaan industri.

4. Patofisiologis
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera
percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena
kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila
kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan
mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi
bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan
trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya
meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

5. Manifestasi Klinis
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b. Kebungungan
c. Iritabel
d. Pucat
e. Mual dan muntah
f. Pusing kepala
g. Terdapat hematoma
h. Kecemasan
i. Sukar untuk dibangunkan
j. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

6. Pathway
Trauma kepala
Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak
vaskuler jaringan tulang (kontusio, laserasi)

Gangguan suplai darah -Perubahan outoregulasi


Resiko Nyeri -Odem cerebral
7. infeksi
-Perdarahan
8. Iskemia
-Hematoma Kejang
Perubahan
Hipoksia
perfusi jaringan

Perubahan sirkulasi CSS Gangg. fungsi otak 1. Bersihan


Gangg. Neurologis jln. nafas
fokal 2. Obstruksi
9. jln. nafas
Peningkatan TIK Mual – muntah 3. Dispnea
Papilodema 4. Henti nafas
Pandangan kabur Defisit Neurologis 5. Perub. Pola
Penurunan fungsi nafas
10. pendengaran
Girus medialis lobus Nyeri kepala
11.
temporalis tergeser Gangg. persepsi Resiko tidak
sensori efektifnya jln. nafas
Resiko kurangnya
12. volume cairan
Herniasi unkus
Tonsil cerebelum tergeser Kompresi medula oblongata

Mesesenfalon tertekan Resiko injuri


Resiko gangg.
integritas kulit
Immobilisasi
Gangg. kesadaran Kurangnya
7. Komplikasi Cemas perawatan diri

Komplikasi lain secara traumatic :


a. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
b. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,
ventikulitis, abses otak)
c. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
Komplikasi lain:
a. Hemorrhagie
b. Infeksi
c. Edema
d. Herniasi
e. Kegagalan nafas
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
b. Rotgen Foto
c. CT Scan
d. MRI
9. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma
kepala adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.

B. Asuhan Keperawatan Trauma Kepala


1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas klien : meliputi nama, tanggal lahir, alamat, pendidikan,
pekerjaan, umur, suku/bangsa.
2) Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan
segera setelah kejadian.
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya : Apakah pasien pernah menderita, Stroke,
Infeksi Otak, DM, Diare/muntah, Tumor Otak, Trauma kepala.

b. Pemeriksaan fisik
1) Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene
stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
2) Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
3) Sistem saraf :
Kesadaran  GCS.
Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang
otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.
4) Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Jika pasien sadar  tanyakan pola makan?
Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
5) Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik 
hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
6) Pemeriksaan 6B :
a. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan
irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas,
kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne
Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b. Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
c. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan
kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas.
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan
terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental, Perubahan dalam penglihatan, seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang,
foto fobia.

d. Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
e. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami
perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan
terganggunya proses eliminasi alvi.
f. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,
paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur
karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi
karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak
dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.

2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
dan peningkatan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan
menurunnya kesadaran.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola
nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi
pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.

C. Intervensi Keperawatan
DX Tujuan Intervensi Rasional

1 Setelah dilakukan tindakan 1. Atur posisi nyaman dan latih 1. Posisi nyaman dan
keperawatan selama 2 X 24 nafas dalam nafas dalam dapat
jam klien mampu mengontrol 2. Latih teknik relaksasi dan membantu mengurangi
nyeri distraksi rasa nyeri
3. Observasi status nyeri (skala, 2. Teknik relaksasi dan
kriteria hasil :
lokasi,dan waktu) distraksi dapat digunakan
1)    Melaporkan nyeri hilang 4. Berikan terapi obat analgetik untuk mengalihka
atau terkontrol sesuai order dokter perhatian terhadap nyeri
3. Mengetahui
2)    Mengikuti program 5. Berikan penkes mengenai
perkembangan klien dan
pengobatan yang diberikan proses perjalanan nyeri
sebagai bahan evaluasi
keefektifan intervensi
yang diberikan
4. Analgetik dapat
mengurangi atau bahkan
mengurangi nyeri
5.Menambah
pengetahuan klien

2 1. Perfusi jaringan serebral 1. Bila akan memiringkan , harus 1.Bedrest bertujuan


adekuat yang ditandai menghindari adanya tekukan mengurangi kerja tisik, beban
dengan tidak ada pusing pada anggota badan, fleksi kerja jantung; mengatasi
hebat, kesadaran tidak (harus bersamaan). keadaan high output, yang
menurun 2. Berikan pelembek tinja untuk disebabkan oleh tiroksin,
mencegah adanya valsava anemia, beri-beri, dan
2. Tidak terdapat tanda-tanda
maneuver. lainnya.
peningkatan tekanan
3. Ciptakan lingkungan yang 2. memberikan rasa
intrakranial.
tenang, gunakan sentuhan nyaman dan mencegah
therapeutic, hindari ketegangan.
percakapan yang emosional.
3. Membantu drainase
4. Pemberian obat-obatan untuk vena untuk mengurangi
mengurangi edema atau konges serebrovaskular.
tekanan intrakranial sesuai
4. Mencegah resiko
program.
ketidakseimbangan cairan
5. Pemberian terapi cairan
intravena dan antisipasi
kelebihan cairan karena dapat
meningkatkan edema serebral.
6. Monitor intake dan out put.
3 1. Kebutuhan sehari-hari anak 1. Bantu dalam memenuhi 1. Memandikan klien
terpenuhi yang ditandai kebutuhan aktivitas, makan – merupakan, salah satu
dengan berat badan stabil cara memperkecil infeksi
minum,
atau tidak menunjukkan nosokomial.
penurunan berat badan mengenakan pakaian, BAK
2. Membersihkan mulut
dan BAB, membersihkan
2. tempat tidur bersih, tubuh dan gigi klien,
anak bersih tempat tidur, dan kebersihan perawat dapatmenemukan
perseorangan. berbagai kelainan seperti
3. tidak ada iritasi pada kulit, adanya gigi palsu, karies
buang air besar dan kecil Berikan makanan via
gigi, krusta, gusi berdarah,
dapat dibantu. parenteral bila ada indikasi. bau aseton sebagai ciri
2. Perawatan kateter bila khas penderita DM, serta
adanya tumor.
terpasang.
3. Kaji adanya konstipasi, bila 3. Kolonisasi bakteri pada
kulit segera dimulai
perlu pemakaian pelembek
setelah lahir, walaupun
tinja untuk memudahkan mikroorganisme tersebut
BAB. tidak patogen
4. Libatkan orang tua dalam
perawatan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari dan
demonstrasikan, seperti
bagaimana cara memandikan.
4 1. Tidak ditemukan tanda- 1. Kaji intake dan out put. 1. Kebiasaan makan
tanda kekurangan volume 2. Kaji tanda-tanda dehidrasi: klien akan memengaruhi
cairan atau dehidrasi yang keadaan nutrisinya.
turgor kulit, membran
ditandai dengan membran
mukosa lembab mukosa, dan ubun-ubun 2. Makanan yang telah
disediakan disesuaikan
atau mata cekung dan out put
2. Integritas kulit baik dengan kebutuhan klien.
urine.
3. Nilai elektrolit dalam batas 3. Pemberian makanan
3. Berikan cairan intra vena
normal. pada klien disesuaikan
sesuai program. dengan kebutuhan nutrisi
4. Kaji intake dan out put. dan diagnosis penyakit.

5 1. Pola nafas dan bersihan 1. Kaji Airway, Breathing, 1. Hipoventilasi biasanya


jalan nafas efektif yang Circulasi. terjadi atau menyebabkan
ditandai dengan tidak ada
2. Kaji anak, apakah ada fraktur akumulasi/atelektasis
sesak atau kesukaran
bernafas cervical dan vertebra. Bila ada atau pneumonia
hindari memposisikan kepala (komplikasi yang sering
2. Jalan nafas bersih
ekstensi dan hati-hati dalam terjadi).
3. Pernafasan dalam batas
mengatur posisi bila ada 2. Menggambarkan akan
normal.
cedera vertebra. terjadinya gagal napas
3. Pastikan jalan nafas tetap yang memerlukan
terbuka dan kaji adanya sekret. evaluasi dan intervensi
Bila ada sekret segera lakukan medis dengan segera.
pengisapan lendir. 3.Berikan oksigen
4. Kaji status pernafasan dengan cara yang tepat
kedalamannya, usaha dalam seperti dengan kanul
bernafas. oksigen, masker,intubasi
5. Pemberian oksigen sesuai
program.

D. Evaluasi
Setelah mendapatkan intervensi keperawatan, maka pasien dengan
trauma kepala diharapkan sebagai berikut :
1. Rasa nyeri berkurang
2. Pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.
3. Tidak ada dekubitus
4. Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cairan atau
dehidrasi
5. Jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau
kesukaran bernafas

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma kepala meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. Trauma kepala
paling sering terjadi dan merupakan penyakit neurologis yang serius diantara
penyakit neurlogis lainnya serta mempunyai proporsi epidemik sebagai hasil
kecelakaan jalan raya. Lebih dari setengah dari semua pasien dengan trauma
kepala berat mempunyai signifikansi terhadap cedera bagian tubuh lainnya.
Adanya shock hipovolemik pada pasien trauma kepala biasanya karena
adanya cedera bagian tubuh lainnya.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyarankan beberapa hal
diantaranya :
1. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
trauma kepala.
2. Mahasiswa dapat mengaplikasikan teori yang ada dalam paraktik
keperawatan pada pasien dengan trauma kepala.
3. Mahasiswa diharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan pada
klien dengan trauma kepala dengan baik

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika

Brunner & Suddarth, 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 vol 3.
Jakarta : EGC
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. alih bahasa : I Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati, Edisi : 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai