Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN SISTEM


PESRSYARAFAN DAN SISTEM KARDIOVASKULER

(TRAUMA KEPALA/TRAUMA KAPITIS)

Disusun untuk memenuh salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gadar 1

Dengan dosen pengampu bapak Ady waluya, S.Kep., Ners., M.Kep.

Disusun Oleh :

Bihuwe C1AA21027
Khoirina Azka Putri C1AA21060
Novi Putri Ramadhanti C1AA21102
Peri Irawan C1AA21108
Sehan Aditya Daffa C1AA21141
Wafa Nurfauziah Gunawan C1AA21141
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

Jl. Karamat No.36, Karamat, Kota Sukabumi, Jawa Barat 43122

2024

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah ta’ala yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN SISTEM
PESRSYARAFAN DAN SISTEM KARDIOVASKULER” mata kuliah
Keperawatan Gadar 1 . Shalawat serta salam mari kita curah limpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai
hari pembalasan.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Keperawatan gadar 1. Selain itu, makalah ini semoga bisa
untuk menambah wawasan tentang “penatalaksanaan kegawatdaruratan sistem
pesrsyarafan dan sistem kardiovaskuler bagi pembaca dan juga bagi penilis dalam
membangun khazanah keilmuan.

Penulis megucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membagi pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan yang belum sempurna, unruk itu kami berharap kritik dan saran yang
bersifat membangun kepada para pembaca guna perbaikan untuk langkah
selanjutnya.

Demikian yang dapat disampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat


bagi pembaca, akhirnya hanya kepada Allah ta’ala kita kembalikan semua, karena
kesempurnaan hanya milik Allah semata.

Sukabumi, Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................ii
BAB I....................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................1
BAB II...................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................2
A. Definisi trauma kapitis.................................................................2
B. Anatomi kepala............................................................................3
C. Klasifikasi cidera kepala..............................................................3
D. Morfologi cidera kepala...............................................................4
E. Pengelolaan cidera kepala............................................................7
F. Penanggulangan trauma kapitis akut...........................................9
BAB III................................................................................................12
PENUTUP...........................................................................................12
A. Kesimpulan................................................................................12
B. Saran..........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui
2. Untuk mengetahui
3. Untuk mengetahui
4. Untuk mengetahui
5. Untuk mengetahui
6. Untuk mengetahui

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi trauma kapitis


Menurut Centers For Disease Control and Prevention (CDC),
trauma kepala adalah suatu trauma kranioserebral, secara spesifik
terjadinya cedera kepala (akibat trauma tumpul atau tajam atau akibat
cedera tersebut seperti penurunan kesadaran, amnesia, abnormalitas
neurologi atau neuropsikologi lainnya, fraktur tengkorak, lesi intrakranisal
atau kematian.
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, oleh sebab itu
setiap tenaga medis diunit gawat darurat / di ambulans gawat darurat yang
pertama kali meendapatakan penderita tersebut diharpkan mempunyai
pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada penderita,
sebelum ahli bedah saraf dating atau sebelum melakukan rujukan /
medevac kerumah sakit yang mempunyai fasilitas bedah saraf.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. (Muttaqin, 2008), cedera
kepala biasanya diakibatkan salah satunya benturan atau kecelakaan.
Sedangkan akibat dari terjadinya cedera kepala yang paling fatal adalah
kematian.
Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi, perdarahan. Cedera
kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma-
trauma. Cedera kepala merupakan keadaan yang serius. Oleh karena itu,
diharapkan dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat menekan
morbiditas dan mortilitas penanganan yang tidak optimal dan terlambatnya
rujukan dapat menyebabkan keadaan penderita semakin memburuk dan
berkurangnya pemilihan fungsi (Tarwoto, 2007).
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan
berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.

2
Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak
membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda
tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak
bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin
terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar
dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi
pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada
substansi alba dan batang otak.

B. Anatomi kepala
C. Klasifikasi cidera kepala
Cedera kepala di klasifikasikan menjadi 3 hal yaitu:
a. Mekanisme cedera kepala
Cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala tumpul dan cedera kepala
tembus /tajam. Cedera tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
bermotor, jatuh dari ketinggian atau pukulan akibat benda tumpul.
Sedangkan cedera kepala luka tembus disebabkan oleh luka tembak
atau luka tusuk.
b. Berat ringannya cedera kepala
Secara umum untuk menetapkan berat ringannya cedera kepala
digunakan metode penilaian Glasgow Coma Scale (GCS), yaitu
menilai respon buka mata pasien, respon bicara / verbal pasien dan
respon motorik. Nilai normal GCS pada pasien cedera kepala ringan
adalah berkisar 15-14, sedangkan cedera kepala sedang nilai GCS
berkisar 9-13, dan untuk cedera kepala berat nilai GCS berkisar 3-8.
Dalam penilaian GCS jika ditemukan adanya asimetris ekstremitras
kanan dan kiri, maka yang dipergunakan adalah respon motoric yang
terbaik dan harus di catat.
Respon Buka Mata (Eye Opening)
- Membuka mata spontan :4
- Membuka mata terhadap suara / : 3
perintah

3
- Membuka mata terhadap rangsang : 2
nyeri
- Tidak ada respon :1

Respon Bicara (Verbal)


- Bicara jelas dan baik :5
- Bicara mengacau (bingung) :4
- Bicara tidak teratur (kacau) :3
- Bicara / suara tidak jelas : 2
(mengerang/merintih)
- Tidak ada respon :1

Respon Motorik (Motorik)


- Mengikuti perintah :6
- Melokalisir nyeri :5
- Fleksi Normal (menarik anggota : 4
yang dirangsang)
- Fleksi Abnormal (Dekortisasi) :3
- Ekstensi Abnormal (Desebrasi) :2
- Tidak ada respon / Flacid :1

D. Morfologi cidera kepala


1. Fraktur kranial
Fraktur kranial dapat terjadi pada bagian atas atau dasar
tengkorak, dapat berbentuk garis / linear,atau bintang atau terbuka
maupun tertutup. Adanya tanda klinis fraktur dasar tengkorak
merupakan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan
lebih rinci. Tanda -tanda tersebut antara lain adaya ekomosis
periorbital (Racoon eyes), ekomosis retroaurikuler (Battle Sign),
kebocoran Cairan Cerebrospinal (CSS) seperti Rhinorrhea dan
Otorrhea, paresis nervus facialis dan kehilangan pendengaran, yang
dapat timbul segera atau beberap hari setelah mengalami trauma.

4
Frakur kranial terbuka dapat mengakibatkan adanya
hubungan antara laserasikulit kepala dengan permukaan otak
karena robeknya selaput duramater. Adanya fraktur tengkorak tidak
dapat diremehkan, karena menunjukan adanya benturan yang
cukup hebat / keras.
2. Lesi intracranial
Lesi intrakranial diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi
difus, walaupun kedua jenis lesi ini sering terjadi secara
bersamaan. Yang termasuk lesi fokal adalah perdarahan epidural,
perdarahan subdural dan perdarahan intra serebral.
a. Cidera otak difus
Pada konkusi ringan penderita biasanya kehilangan
kesadaran dan mungkin mengalami amnesia retro /
anterograd.Cedera otak difus biasanya disebabkan oleh
hipoksia, iskemia dari bagian otak karena syok yang
berkepanjangan atau periode apneu yang segera setelah
mengalami trauma. Selama ini dikenal dengan istilah
Cedera Aksonal Difus (CAD) untuk mendefinisikan trauma
otak berat dengan prognosis yang buruk, yang menunjukan
adanya kerusakan pada akson yang terlihat pada
manifestasi klinisnya.
b. Pendarahan epidural
Perdarahan epidural relatif jarang ditemukan (0,5%)
dari semua penderita cedera kepala, dan yang mengalami
koma hanya 9% dari seua penderita cedera kepala.
Perdarahan epidual terjadi di luar duramater tetapi mash
berada didalam rongga tengkorak, dengan ciri berbentuk
Bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak
di area temporal atau tempoparietal yang biasanya
disebabkan oleh robenya arteri meningea media, akibat
terjadinya fraktur tulang tengkorak namun dapat juga
terjadi akibat robekan vena besar.

5
c. Pendarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi dari pada
perdarahan epidural (30% pada cedera otak berat).
Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil
dipermukaan kortek serebri. Perdarahan subdural biasanya
menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan
otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnyapun jauh
lebih buruk bila dibandingkan dengan perdarahan epidural.
d. Kontusio dan Perdarahan Intraserebral
Kontusio dan Perdarahan Intraserebral sering terjadi
(20% - 30% pada cedera otak berat). Sebagian besar terjadi
area lobus frontal dan lobus temporal, walaupun demikian
dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak. Kontusio
serebri didapat dalam waktu beberapa jam atau beberapa
hari setelah trauma, kemudian berubah menjadi perdarahan
intraserebral yang membutuhkan tindakan operasi segera.
Tanda tanda lateralisasi
Tanda lateralisasi disebabkan karena adanya suatu proses
pada satu sisi otak, seperti misalnya perdarahan intra-kranial.

Gambar 1 (A) pupil dilatasi; (B) pupil konstriksi; (C) An isokor pupil; (D) pupil normal

a) Pupil
Kedua pupil mata harus selalu diperiksa. Biasanya sama
lebar (3mm dan reaksi sama cepat. Apabila salah satu lebih

6
lebar (lebih dan 1mm), maka keadaan disebut sebagai
anisokoria.
b) Motoric
Dilakukan perangsangan pada kedua lengan dan
tungkai.Apabila salah satu lengan atau dan tungkai kurang
atau sama-sekali tidak bereaksi, maka disebut sebagai
adanya tanda lateralisasi.
Tanda tanda peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
a. Pusing dan muntah
b. Tekanan darah sistolik meninggi
c. Nadi melambat (bradikardia)
Tanda tanda peninggian tekanan intra-kranial tidak mudah
untuk dikenali, namun apabila ditemukan maka haraus sangat
waspada.

E. Pengelolaan cidera kepala


1) GCS Ringan (GCS=14-15)
Penderita dengan cedera kepala yang dibawa ke Unit Gawat
Darurat (UGD) RS kurang lebih 80% dikategorika dengan cedera
kepala ringan, penderita tersebut masih sadar namun dapat
mengalami amnesia berkaitan dengan cedera kepala yang
dialaminya. Dapat disertal dengan riwayat hilangnya kesadaran
yang singkat namun sulit untuk dibuktikan terutama pada kasus
pasien dengan pengaruh alcool atau obat-obatan.Sebagian besar
penderita cedera kepala ringan dapat sembuh dengan sempurna,
walaupun mungkin ada gejala sisa yang sangat kecil.
Pemeriksaan CT Scan idealnya harus dilakukan pada semua
cedera kepala ringan yang disertai dengan kehilangan kesadaran
lebih dari 5 menit, amnesia, sakit kepala hebat, GCS < dari 15 atau
adanya deficit neurologis fokal, foto servical juga harus dibuat bila
terdapat nyeri pada palpasi leher. Pemeriksaan foto polos dilakukan
untuk mencari Fraktur Linear atau depresi pada servical, fraktur
tulang wajah ataupun adanya benda asing di daerah kepala, akan

7
tetapi harus diingat bahwa pemeriksaan foto polos tidak boleh
menunda transfer penderita / Medevac ke RS yang lebih memadai.
Apalagi ditemukan adanya gejala neurologis yang abnormal, harus
segera dikonsulkan kepada ahli bedah syaraf.
Bila penderita cedera kepala mengalami asimtomatis, sadar,
neurologis normal, observasi diteruskan selama beberapa jam dan
dilakukan pemeriksaan ulang. Bila kondisi penderita tetap normal
maka dapat dianggap penderita aman. Akan tetapi bila penderita
tidak sadar penuh atau berorientasi kurang terhadap rangsang
verbal maupun tulisan, keputusan untuk memulangkan pendrita
harus ditinjau ulang
2) Cedera Kepala Sedang (GCS=9-13)
Dari seluruh penderita cedera kepala yang masuk ke UGD
RS hanya 10% yang mengalami cedera kepala sedang. Mereka
pada umumnya mash mampu menuruti perintah sederhana, namun
biasanya tampak bingung atau terlihat mengantuk dan disertai
dengan defisit neurologis fokal seperti hemiparese. Sebanyak 10%
- 20% dari penderita cedera kepala sedang mengalami perburukan
dan jatuh dalam keadaan koma, pada saat di akukan pemeriksaan di
UGD dilakukan anamnesa singkat dan stabilisasi kardiopulmoner
sebelum pemerikaan neurologis dilakukan. Penderita harus dirawat
diruang perawatan intensif yang setara, dilakukan observasi ketat
dan pemeriksaan neurologis serial selama 12 - 24 jam pertama.
3) Cidera kepala berat ( GCS 3-8)
penderita dengan cedera kepala berat tidak mampu
melakukan perintah sederhana walaupun status kardiopulmonernya
telah stabil, memiliki resiko morbiditas dan mortalitas cukup
besar." Tunggu dan Uhat" penderita dengan cedera kepala berat
adalah sangat berbahaya, karena diagnosis serta terapi yang
sangatlah penting. Jangan menunda transfer / Medevac karena
menunggu pemeriksaan penunjang seperti ST Scan.

8
F. Penanggulangan trauma kapitis akut
Pengelolaan korban gawat darurat di unit emergensi sesuai dengan
beratnya trauma kapitis yaitu ringan, sedang atau berat. Pengelolaan
korban dilakukan bererdasarkan urutan yaitu :
1. Primary Survey (survey primer) dan Resusitasi
Pada setiap cedera kepala harus selalu diwaspadai adanya fraktur
servikal. Cedera otak sering diperburuk akibat cedera sekunder.
Penderita cedera kepala berat dengan hipotensi mempunyai status
mortalitas 2 kali lebih besar dibandingkan engan penderita cedera
kepala berat tanpa hipotensi (60% vs 27%), adanya hipotensi akan
menyebabkan kematian yang cepat. Oleh karena itu Tindakan
stabilisasi dan resusitasi kardiopulmoner harus segara dilakukan.
a. Airway dan breathing
Terhentinya pernafasan sementra dapat terjadi pada
penderita cedera kepala berat dan dapat mengakibatkan
gangguan sekunder. Intubasi Endotrakeal (ETT) / Laryngeal
Mask Airway (LMA) harus segera dipasang pada penderita
cedera kepala berat yang koma, dilakukan ventilasi dan
oksigenisasi 100% dan pemasangan pulse oksimetri / monitor
saturasi oksigen. Tindakan hiperventilasi harus dilakukan
secara hati-hati pada penderita cedera kepala berat yang
menunjukan perburukan neurologis akut.
Gangguan airway dan breathing sangat berhahaya pada
trauma kapitis karena akan dapat menimbulkan hipoksia atau
hiperkarbia yang kemudian akan menyebabkan kerusakan otak
sekunder. Oksigen selalu diberikan, dan bila perafasan
meragukan, lebih baik memulai ventilasi tambahan.
b. Circulation (sirkulasi )
Hipotensi biasanya disebabkan oleh cedera otak itu sendiri,
kecuali pada stadium terminal yaitu bila medulla oblongata
mengalami gangguan. Perdarahan intracranial tidak dapat
menyebabkan syok Haemoragik pada cedera kepala berat, pada

9
penderita dengan hipotensi harus segera dilakukan stabilisasi
dan resusitasi untuk mencapai euvolemia.
Hipotensi merupakan tanda klinis kehilangan darah yang
cukup hebat, walaupun tidak selalu tampak jelas. Harus juga di
curigai kemugkinan penyebab syok lain seperti Syok
Neurologis (Trauma Medula Spinalis), kontusio jantung atau
Tamponade Jantung dan Tension Pneumothoraks.Penderita
hipotensi yang tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun
dapat memberi respon normal segera setelah tekanan darah
normal.
Gangguan circulation (syok) akan meyebabkan gangguan
perfusi darah ke otak yang akan menyebabkan kerusakan otak
sekunder. Dengan demikian syok dengan trauma kapitis harus
dilakukan penanganan dengan agresif.
c. Pemeriksaan Neurogis / Disability
Pemeriksaan neurologis harus segera dilakukan segera
setelah status kardiopulmoner stabil. Pemeriksaan ini terdiri
dari pemeriksaan GCS dan refleks cahaya pupil. Pada penderita
koma respon motorik dapat di lakukan dengan merangsang /
mencubit otot Trapezius atau menekan kuku penderita.
Pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pada pupil dilakukan
sebelum pemberian sedasi atau paralisis, karena akan menjadi
dasar pada pemeriksan berikutnya. Selama primary survey,
pemakaian obat-obatan paralisis jangka panjang tidak
dianjurkan, bila diperlukan analgesia sebaiknya digunakan
morfin dosis kecil dan diberikan secara intravena.
2. Secondary Survey (survey sekunder)
Meliputi pemeriksaan dan tindakan lanjutan setelah kondisi korban
gawat darurat stabil.
a. Exposure
 Pemeriksaan lanjut dapat dengan membuka pakaian atau
pemeriksaan laboratium ataupun radiologi. Pemeriksaan

10
laboratorium mencakup: Darah: Hb,leukosit,hitung jenis
lekosit,trombosit,ureum,keatinin,gula darah sewaktu,analisa
gas darah dan elektrolit.
 Urine: perdarahan (+)/(-)
 pemeriksaan radiologi dilakukan meliputi foto polos
kepala, posisi AP, lateral dan tangensial. CT scan otak serta
foto servikal.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ferrell, B.R. & Coyle, N. (2010). Oxford Textbook of palliative nursing 3nd ed.
New York : Oxford University Press Nugroho, Agung.(2011). Perawatan
Paliatif Pasien Hiv / Aids.
Menkes RI. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
812/Menkes/Sk/Vii/2007. Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri
Kesehatan Republik Indonesia. Di akses pada 21 Maret 2018 dari
Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC
Pendi. 2009.
Purbaningsih Sari, Endah & Ahmad Syaripudin. (2022). Keperawatan Paliatif
Care Konsep Dasar Dan Asuhan Keperawatan Paliatuf. Tangerang
Selatan : Pascal Books

13

Anda mungkin juga menyukai