Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PRESKAS DENGAN DIAGNOSA

MEDIS HEAD INJURY DI RUANG M4 RSUD DR. SOEKARDJO


TASIKMALAYA

Diajukan Sebagai Syarat Penyelesaian Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)


Profesi Ners

Di Susun Oleh :
Cuncun Amiludin, S.Kep Irna Nurlela, S.Kep
Deni Candra Ramadhan, S.Kep Resti Yanti, S.Kep
Yudi Supriyadi, S.Kep Euis Rahayu, S.Kep
Ayu Hoerunisa, S.Kep

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA TASIKMALAYA

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Konsep
dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Head Injury”. Penyusunan
makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah stase
Keperawatan Medikal Bedah (KMB) pada saat profesi ners.

Dalam penulisan laporan ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan, maupun pada materi.Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat kami harapkan agar penyusunan makalah selanjutnya jauh lebih baik.

Dalam penulisan laporan ini kami ucapkan banyak terimakasih kepada


dosen yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada kelompok
kami untuk menyelesaikan laporan ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Tasikmalaya, November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................4
TINJAUAN TEORITIS...........................................................................................4
A. Head Injury...................................................................................................4
1. Definisi....................................................................................................13
2. Anatomi Fisiologi........................................................................................
3. Cedera Kepala.............................................................................................
4. Etiologi....................................................................................................13
5. Manifestasi Klinis....................................................................................14
6. Klasifikasi Cedera Kepala.......................................................................14
7. Patofisiologi.............................................................................................18
8. Penatalaksanaan.......................................................................................18
9. Pemeriksaan diagnostik...........................................................................19
BAB III..................................................................................................................26
TINJAUAN KASUS..............................................................................................26
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS
HEAD INJURY..................................................................................................27
A. Pengkajian...............................................................................................27
B. Analisa Data............................................................................................33
C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas........................................35
D. Rencana Asuhan Keperawatan................................................................36
BAB IV..................................................................................................................40
PENUTUP..............................................................................................................40
A. Kesimpulan.................................................................................................40
B. Saran............................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................43
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis = head injury =
trauma kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik
terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif,
fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen. Statistik negara-
negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma kapitis mencakup 26%
dari jumlah segala macam kecelakaan, yang mengakibatkan seseorang tidak
bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka panjang. Kurang lebih
33% kecelakaan yang berakhir pada kematian menyangkut trauma kapitis. Di
luar medan peperangan lebih dari 50% dari trauma kapitis terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, selebihnya dikarenakan pukulan atau jatuh.
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering
mengalami fraktur daripada lakilaki yang berhubungan dengan meningkatnya
insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada monopouse
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001).

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari head injury?
2. Apa saja etiologi dari head injury?
3. Bagaimana manifestasi klinis pada head injury?
4. Bagaimana patofisiologi dari head injury?
5. Bagaimana penatalaksanaan untukj head injury?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk head injury?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari head injury.
2. Untuk mengetahui etiologi dari head injury.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada head injury.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari head injury.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk head injury.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk head injury.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Head Injury

1. Definisi
Head Injury atau cedera kepala merupakan cedera yang meliputi
trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak (Morton,2012).
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (Menembus melalui dura
mater) atau tertutup (Trauma tumpul, tanpa melalui penetrasi melalui
dura) (Corwin, 2011).

2. Anatomi fisiologi kepala


1. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP
yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan
penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective
tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.
2.  Tulang Tengkorak (skull )
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal,
temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah
tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk
tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak
akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi
atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media
tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagian bawah batang otak
dan serebelum.
3. Tengkorak Wajah
Tengkorak wajah letaknya di depan dan di bawah tengkorak otak.
Lubang-lubang lekuk mata dibatasi oleh lubang dahi, tulang pipi dan
tulang rahang atas. Dinding belakang lekuk mata juga dibentuk oleh
tulang baji (sayap besar dan kecil). Dinding dalamnya dibentuk oleh
tulang langitan, tulang lapisan dan tulang air mata. Selain oleh toreh
lekuk mata atas dan oleh lubang untuk saraf penglihat maka dinding
lekuk mata itu tembus oleh toreh lekuk mata bawah yang terletak antara
tulang baji, tulang pipi dan tulang rawan atas. Toreh itu mangarah ke
lekuk wajah pelipis. Tulang air mata mempunyai sebuah lekuk yang
jeluk, yaitu lekuk kelenjar air mata yang disambung ke arah bawah oleh
tetesan air mata yang bermuara di dalam rongga hidung.
4. Meningen
   Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu : 
a.  Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu
lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan
selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat
erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat
pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang
potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada
cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan
perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah
vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-
sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan
dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang
kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan
menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis (fosa media).
b.  Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam
dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini
dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium
subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi
oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya
disebabkan akibat cedera kepala.
c.   Piamater
Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak,
meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam.
Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan
epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak
juga diliputi oleh pia mater.
5. Otak
Otak terdiri dari atas 100 miliar lebih neuron dan serabut terkait.
Jaringan otak memiliki konsistensi seperti gelatin. Organ semisolid ini
memiliki berat 1,4 kg pada dewasa. Mesensefalon dan pons bagian atas
berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik. Serebelum bertanggungjawab dalam fungsi
koordinasi dan keseimbangan. Otak terdiri atas
1. Serebrum
Serebrum terbagi oleh suatu lekukan dalam (fisura
longitudinalis ) menjadi 2 bagian yang disebut dengan hemisfer
serebri. Suatu fisura berjalan transversal memisahkan serebrum
dari serebelum. Lapisan paling luar sebrum disebut korteks serebri
dengan ketebalan 2-5 mm. Dibawah ini terdapat traktus asosiasi
yang terletak diatas traktus komisura sebagai korpus kolosum.
Korteks serebri tersususun atas substansi girus (badan sel saraf dan
dendrit). Lekukan dangkal diantara girus (sulkus) membagi
korteks serebri menjadi lima lobus ; frontal, parietal, oksipital,
temporal, dan sentral (insula).
Kedua korteks serebri kanan dan kiri menginterpretasikan data
sensori, menyimpan memori, mempelajari dan membentuk konsep
akan tetapi hemisfer mendominasi hemisfer yang lain dalam
beberapa fungsi.
a. Area prefrontalis : mengontrol perhatian jangka panjang
(konsentrasi), motivasi, kemampuan memformulasikan atau
memilih tujuan, kemampuan perencanaan, kemampuan
inisiasi, mempertahankan dan mengakhiri aksi, kemampuan
monitor diri dan kemampuan menggunakan umpan balik serta
stabilitas emosi.
b. Lobus parietalis ; girus postsentralis dan bagian anterior lobus
parietalis merupakan area reseptif primer (interpretasi) untuk
sensasi taktil (suhu sentuhan tekanan)
c. Lobus oksipital ; mengandung area resptif primer
(interpretasi) dan area asosiasi visual. Memori visual disimpan
pada area ini yang memberikan kontribusi pada kemampuan
kita mengenali secara visual dan memahami lingkungan.
d. Lobus temporalis mengandung area reseptif auditori primer
(interpretasi) dan area asosiasi auditori.memori bahasa
disimpan di asosiasi auditori temporalis kiri. Semua memori
suara selain bahasa (musik, aneka binatang, suara lain)
disimpan di auditori temporalis kanan.
e. Lobus sentral (insula) terletak di dalam sulkus lateral dan
dikelilingi lobus frontalis, parietalis, dan temporalis. Serabut
saraf untuk pengecapan melalui lobus parietalis menuju lobus
insula.
2. Bangsal ganglia
Fungsi bangsal ganglia kerja samanya dengan bagian-bagian otak
yang lebih rendah dalam memberikan sirkuit unutk gerakan tubuh
sadar dan dibawah sadar.ganglia basal bersama dengan traktus
kortikospinal penting untuk mengontrol aktivitas motorik
komlpeks. Lesi pada basal ganglia ini akan menyebabkan berbagai
abnormalitas seperti chorea, hemibalismus, dan penyakit
parkinson.
3. Diansefalon
Terdapat dibagian bawah serebrum. Dibagian bawahnya terdapat
hipotalamus dan diabgian atasnya adalah epitalamus.Diansefalon
tersusun atas talamus dan hipotalamus. Area ini mengandung
ventrikel ketiga thalamus. Talamus menyalurkan semua informasi
asendens sensorik kecuali penghidu menuju sel kortikal.
Hipotalamus mengatur fungsi sistem saraf autonom seperti denyut
jantung, TD, keseimbangan air dan elektrolit, motilitas lambung
dan usus, suhu tubuh, lapar , BB, dan siklus tidur terjaga.

6. Batang otak
Batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medula oblongata.
1. Midbrain
Bidbrain terletak antara diensefalon dan pons dari batang otak.
Disinilah terdapat nucleus endinger westphal. Nukleus ini
menerima serabut-serabut dari retina melalui saraf kranial II
kemudian mengeluarkan impils motorik melalui serabut- serabut
simpatik dan parasimpatik ke otot polos iris. Kerusakan akomodasi
pupil menandakan sedikitnya terjadi kerusakan satu asupan atau
haluaran suatu midbrain sendiri karena mengalami tekanan. (sering
karena herniasi tentorial )
2. Serebelum
Serebelum terletak tepat pada posterior dan superior medula
oblongata. Serebelum mengirimkan pesannya sendiri ke basal
ganglia dan korteks, juga kebagian otak untuk melakukan 3 fungsi
bawah sadar.
Fungsi serebelum adalah menghasilakn kehalusan, keseimbangan,
keharmonisan, dan koordinasi gerak otot rangka,mempertahankan
keseimbangan tubuh, serta mengontrol postur tubuh tanpa kejang
atau gerakan tanpa kompensasi atau tanda beergoyang- goyang.
3. Medula oblongata
Medula oblongata terletak diantara pons, dan medulla spinalis.
Pada medula ini terdapat pusat- pusat otonom yang mengatur
fungsi- fungsi vital seperti pernapasan frekuensi jantung, tonus
vasomotor, juga pusat muntah, refleks batuk , dan prilaku refleks
bersin. Juga terdapat sel saraf kranial ke IX sampai XII.

7. Cairan serebrospinalis
Fungsi cairan serebrosfinal adalah sebagai penahan getaran serta
menjaga jaringan SPP yang sangat halus dari benturan terhadap
struktur tulang yang mengelilinginya dan dari cedera mekanik. Selain
itu juga berfungsi dalam pertukaran nutrien antara plasma dan
kompartemen seluler. Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh
plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam.
CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro
menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV.
CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah
dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan
intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume
CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
Pembentukan dan reabsorbsi CSS diatur oleh tekanan osmotik
koloid dan hidrostatik yang sama yang mengatur perpindahan cairan
dan partikel-partikel kecil antara plasma dan kompartemen cairan
interstisial tubuh. Secara singkat direview, kerja dari tekanan ini
adalah sebagai berikut : dua tim yang berlawanan dari tekanan
mendorong dan menarik mempengaruhi gerakan air dan partikel-
partikel kecil melalui membran kapiler semipermiabel. Satu tim terdiri
atas tekanan osmotik plasma dan tekanan hidostatik CSS. Ini
memudahkan gerakan air dari kompartemen CSS ke dalam plasma.
Gerakan air dari arah yang berlawanan dipengaruhi oleh tim dari
tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotik CSS. Tim yang
berpengaruh bekerja secara simultan dan kontinu. Dalam ventrikel,
aliran CSS menurunkan tekanan hidrostatik CSS. Hal ini
memungkinkan tim bersama mempengaruhi gerakan air dan partikel
kecil dari plasma ke ventrikel.

8. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan
inferior otak dan membentuk circulus Willisi. Vena-vena otak tidak
mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan
tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara
ke dalam sinus venosus cranialis
9. SPP (sistem saraf pusat )
Saraf motorik dipersarafi oleh beberapa percabangan saraf kranial, 12
pasang saraf kranial adalah :

1) Nervus I (Olfaktorius) 
Sifatnya sensorik mensarafi hidung membawa rangsangan aroma
(bau-bauan) dari aroma rongga hidung ke otak.
2) Nervus II (Optikus)
  Sifatnya sensorik, mensarafi bola mata membawa rangsangan
penglihatan ke otak
3) Nervus III (Okulomotorius) 
 Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola
mata) / sebagai pembuka bola mata.
4) Nervus IV (Trochlear)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital, sebagai pemutar bola
mata
5) Nervus V    (Trigeminus)
  Sifatnya majemuk (sensorik- motorik) bertanggung jawab untuk
pengunyah.
6) Nervus VI    (Abdusen)
Sifatnya motorik, sebagai pemutar bola mata ke arah luar
7) Nervus VII (Fasial) 
Sifatnya majemuk (sensorik- motorik), sebagai mimik wajah dan
menghantarkan rasa pengecap, asam, asin dan manis.
8) Nervus VIII (Vestibulokokhlearis)
Sifatnya sensorik, saraf kranial ini mempunyai dua bagian sensoris
yaitu auditori dan vestibular yang berperan sebagai penterjemah.
9) Nervus IX (Glosofharyngeal) 
Berperan dalam menelan dan respons sensori terhadap rasa pahit di
lidah.
10) Nervus X (Vagus)
Sifatnya majemuk (sensorik- motorik) mensarafi faring, laring dan
platum
11) Nervus XI (Asesoris)
Sifatnya motorik, saraf ini bekerja sama dengan vagus untuk
memberi informasi ke otot laring dan faring.
12) Nervus XII (Hipoglosal): 
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot lidah.
3. Cedera kepala
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak, tanpa terputusnya
kontinuitas otak. Trauma serebral adalah suatu bentuk trauma yang dapat
mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan aktivitas
fisik, intelektual, emosional, sosial, dan pekerjaan. (paula kristanty : 2014
hal. 64 ).yang termasuk cedera kepala adalah cedera kulit kepala,
tengkorak kepala, cedera otak dan kombinasi dari itu.

Klasifikasi cedera kepala adalah sebagai berikut :

1. Cedera kulit kepala


Cedera kulit kepala dapat menyebabkan laserasi, hematoma, dan
kontusi atau abrasi pada kulit. Cedera ini mungkin tidak enak dilihat
dan dapat berdarah deras. Karena kaya akan suplai darah di kulit
kepala. Perdarahan yang terjadi pada kulit dan mungkin menjadi
bingung pada pertama kita mencoba mengkaji pasien . keberadaan
perdarahan dibawah kulit lengkap bisa seperti cedera tengkorak. Klien
dengan cedera kulit kepala ringan yang tidak disertai dengan
kerusakan pada daerah lain tidak memerlukan hospitalisasi.
Laserasi pada kulit kepala cenderung menyebabkan perdarahan
hebat dan harus ditangani dengan pengaplikasian penekanan langsung.
Kegagalan mengontrol perdarahan dapat menyebabkan terjadinya
syok. Hal yang perlu dilakukan pada cedera kulit kepala adalah
memeriksa kulit kepala dengan menggunakan sarung tangan, sisihkan
rambut untuk menginspeksi. Palpasi tengkorak dan catat adanya
fragmen tulang namunjangan memberikan tekanan pada kepala atau
jaringan otak dan area sekitarya. Kemudian rambut disekitar laserasi
kepala harus dicukur dan luka dibersihkan, debridemen
2. Cedera / fraktur tengkorak
Karena tengkorak berbentuk bola dengan ketebalannya, umumnya
hanya fraktur jika mengalami trauma ekstrim. Fraktur kepala bisa
terbuka dimana sebuah luka/ robek pada kontinuitas kulit dan tulang
atau fraktur tertutup dengan kulit kepala lengkap.
Deformitas pada cedera tengkorak tidak menyebabkan kecacatan
atau kematian dari pada ini merusak dasar otak yang lebam dengan
akibat serius. Fraktur tengkorak sering disebabkan oleh kekuatan yang
cukup keras untuk menimbulkan fraktur pada tengkorak dan
menyebabkan cedera otak. Fraktur ini sendiri tidak menandai bahwa
cedera otak juga terjadi.tetapi fraktur otak sering kali menyebabkan
kerusakan otak yang serius. fraktur tengkorak depresi mencedrai otak
dengan menimbulkan memar (mengakibatkan kontusi) atau dengan
mengarahkan fragmen tulang kedalamnya (menyebabkan laserasi).
fraktur kalvaria (atap tengkorak ) apabila tidak terbuka, tidak
memerlukan perhatian segera. Yang lebih penting adalah keaadaan
intrakranial. Fraktur tengkorak tidak memerlukan tindakan
pengobatan istimewa apabila ada fraktur impresi tulang maka operasi
untuk mengembalikan posisi.
Pada fraktur basis kranium dapat berbahaya terutama karena
perdarahan yang ditimbulkan sehingga menimbulkan ancaman
terhadap jalan napas.
Ada 3 jenis fraktur tengkorak
a. Fraktur tengkorak linear muncul sebagai garis tipis pada foto
rontgen (sinar X) dan tidak memerlukan pengobatan, fraktur
penting hanya jika ada kerusakan otak signifikan yang mendasari
b. Fraktur tengkorak depresi dapat diraba dan terlihat pada foto
rontgen (sinar X )
c. Fraktur tengkorak basilar terjadi pada tulang- tulang yang berada
didasar lobus frontal dan temporal. Fraktur ini tidak terlihat di
rotgen tapi dimanifestasikan sebagai ekimosis disekitar mata atau
dibelakang telinga atau dengan darah atau css yang keluar dari
telinga.
3. Cedera otak
Cedera kepala terbuka adalah cedera yang menembus tengkorak,
cedera kepala tertutup berasal dari trauma tumpul. Seperti yang sudah
dijelaskan, otak itu sendiri tertutup oleh tengkorak -sebuah kasus yang
kaku dan pantang menyerah. Cedera bisa menyebabkan
pembengkakan jaringan otak atau perdarahan di dalam tengkorak.
Kedua kondisi tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada
tengkorak.
Cedera otak mungkin langsung (dari trauma tembus), tidak langsung
(dari pukulan ke tengkorak), atau sekunder (misalnya dari kekurangan
oksigen, pembentukan karbon dioksida, atau perubahan tekanan
darah). Cedera bisa tertutup atau terbuka.Dalam kasus cedera kepala
tertutup, kulit kepala mungkin terkoyak tapi tengkorak tetap utuh dan
tidak akan ada lubang ke otak. Kerusakan otak di dalam tengkorak
utuh bagaimanapun bisa menjadi luas. Jumlah luka dan kekuatan yang
terlibat. Secara umum jaringan otak rentan terhadap jenis luka yang
sama seperti jaringan lunak lainnya, terutama kontusi dan laserasi.
Cedera kepala terbuka melibatkan cela di tengkorak, seperti
disebabkan oleh benturan dengan kaca depan atau benda yang
tertusuk. Ini melibatkan kerusakan lokal langsung pada jaringan
terlibat, namun juga dapat menimbulkan kerusakan otak akibat
infeksi, laserasi jaringan otak, atau setelah menembus tengkorak.
Cedera pada otak akibat pangkasan, robek, dan peregangan
serabut saraf disebut cedera aksonal difus (DAI). jenis cedera ini
mengganggu komunikasi dan transmisi impuls saraf ke seluruh otak.
DAI paling umum dalam kecelakaan mobil dan pejalan kaki yang
ditabrak mobil. Akselerasi dan deselerasi yang parah menyebabkan
pencukuran, robek, dan peregangan. DAI dikategorikan ringan,
sedang, atau berat. Gegar otak adalah cedera aksonal ringan yang
menyerang. Cedera aksonal yang menyebar parah melibatkan batang
otak.
Tidak ada klasifikasi tunggal untuk cedera otak namun istilah
kontusi konkusi dan terbuka, tertutup.
a. konkusi
konkusi adalah trauma kepala yang dapat mengakibatkan
hilangnya kesadaran selama 5 menit atau kurang dan amnesia
retrograd. Tidak ada kerusakan pada tengkorak atau dura, serta tidak
ada kerusakan yang terlihat pada pemindaian CT atau MRI.
Penderita mungkin mengalami kebingungan, iritabilitas,
disorientassi, dan beberapa saat amnesia pasca trauma. Pasien
mungkinmengeluhkan sakit kepala, kelelahan, pusing,
katidakmampuan untuk kosentrasi dan gangguan ingatan. ( cynthia
lee terry dan aurora weaver : 2013)
b. kontusi
kontusi berhubungan dengan kerusakan yang lebih luas dari
konkusi. pasien mengalami lebam pada otak dengan sedikit
perdarahan parenkimal superfisial yang sebagian besar terjadi di area
temporal. kontusio bisa bertambah ukuranya dan derajat keparahannya
beberapa hari setelah cedera yang diiringi dengan perdarahan dan
edema otak yang terjadi, menimbulkan perburukan gejala dan
peningkatan tekanan intrakranial ekimosis eksterm tampak jelas pada
lokasi cedera.
c. Cedera aksonal yang menyebar
Ini adalah bentuk cedera kepala yang paling parah karena tidak
ada lesi fokal yang dihilangkan. Cedera ini melibatkan seluruh jarigan
otak dan terjadi pada tingkat mikroslopik. Pada cedera aksonal ringan
yang menyebar, kehilangan kesadaran berlangsung 6-24 jam. Pada
cedera aksonal sedang yang menyebar koma berlangsung < 24 jam .
cedera aksonal parah yang menyebar melibatkan cedera primer pada
batang otak cedera aksonal yang menyebar dimulai dengan hilangnya
kesadaran dengan cepat , koma berkepanjangan, postur fleksi atau
ekstensi yang abnormal, hipertensi dan demam.
d. Cedera fokal
1). Hematoma Epidural
ini terjadi karena adanya sekumpulan darah diantara tengkorak
bagian dalam dan lapisan terluar durameter yag tetarik keluar dari
tengkorak. Sering terjadi akibat jatuh, pukulan di kepala, atau
MVA yang menyebabkan tengkorak mengalami fraktur dan
goresan pada arteri meninges bagian tengah.
Tanda-tandanya meliputi hilangnya kesadaran singkat diikuti
dengan periode lusid yang berlangsung hingga 12 jam. Penurunan
tingkat kesadaran mulai terjadi disertai hemiparesis pada sisi tubuh
yang berlawanan dengan area otak yang terkena dan pupil dilatasi
terjadi pada mata disisi yang sama dengan bagian otak yang
terkena.

2). Hematoma Subdural

merupakan perdarahan yang terjadi diantara durameter dan


membran araknoid yang kemungkinan disebabkan oleh pecahnya
vena diantara otak dan dura meter. Gejalanya berdasarkan waktu
dan onset gejala, rentang hematoma subdural mulai dari akut (48
jam), subakut (2 hari hingga 2 minggu), hingga kronis (2 minggu
hingga 2 bulan).

3). Hematoma Intraserebral

Hematoma ini jarang terjaddi dibandingkan hematoma


subdural dan epidural. Hematoma intraserebral terjadi ketika ada
perdarahan aktual di dalam jaringan otak dan dapat terjadi diarea
cedera, sedikit lebih jauh atau sangat jauh didalam otak . akibat
fraktur tengkorak yang tertekan dan luka penetrasi. Derajat
perdarahan berbeda- beda secara signifikan dan intervensi bedah
diperlukan untuk mengontrol perdarahan. Manifestasinya mirip
dengan homatoma subdural dan epidural meskipun hemiplegia
lebih banyak terjadi dari hemiparesis.

4. Etiologi
Kecelakaan kenderaan bermotor merupakan penyebab utama
cedera kepala dan penyebab lainnya adalah penyerangan, jatuh, dan cedera
yang berhubungan dengan olahraga.

a. Menurut penyebabnya cedera tumpul dibagi atas


1. Trauma tumpul
Kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan menyebar,
berat ringannya cedera yang terjadi tergantung pada proses
akselerasi – deselerasi, kekuatan benturan dan kekuatan rotasi
internal. Rotasi internal dapat menyebabkan perpindahan cairan
dan perdarahan petekie karena pada saat otak bergeser akan terjadi
pergeseran antara permukaan otak dengan tonjolan- tonjolan yang
terdapat dipermukaan dalam tengkorak laserasi jaringan otak
sehingga mengubah integritas veskuler otak.
2. Trauma tajam
Disebbakan oleh pisau atau peluru, atau fragmen tulang pada
fraktur tulang tengkorak. Kerusakan tergantung pada keceatan
gerak (velocity) benda tajam tersebut menancap kekepal atau otak.
Kerusakan terjaddi hanya paada area dimana benda tersebut
merobek otak (lokal)
b. Menurut cynthia lee terry dan aurora weaver ( 2013 : hal. 292)
penyebab trauma kepala terdiri dari
1. Cedera primer
Cedera primer terjadi pada benturan, dan merupakan akibat
langsung dari benturan yang menyebabkan cedera ada daerah otak
dibawah sisi kontak. Biasanya terjadi fraktur tengkorak. misalnya
luka tembak, luka pukulan tongkat baseball , kecelakaan kendraan
bermotor
2. Cedera sekunder
Yaitu cedera yang muncul setelah peristiwa primer terjadi misalnya
ada beberapa cedera yang lebih berat, memerlukan pembedahan
mengangkat fragmen tulang atau mengevakuasi hematoma lewat
lubang burr atau kraniotomi.
c. Berdasarkan penyebab mekanisme cedera, maka cedera kepala terdiri
dari
1. Cedera akselerasi
Yaitu benda bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak,
contohnya pemukul baseball menghantam kepala atau peluru
ditembakan kekepala.
2. Cedera deselerasi
Cedera terjadi ketika kepala bergerak menghantam objek statis
seperti saat jatuh atau MVA ketika kepala menghantam dashboard
atau jendela
3. Cedera kup/ kont rakup
Ketika kepala terpukul otak bergerak atau berpindah maju mundur
didalam kranium. Jika cedera terjadi pada lokasi pukulan pertama
langsung dibawahnya disebut sebagai cedera kup, jika cedera terjadi
pada posisi yang berlawanan maka disebut cedera kontrakup
4. Rotasi terjadi ketika otak yang cedera berputar/ terpuntir didalam
tengkorak menyebabkan substansi putih otak dan pembulu darah
menjadi robek.

Ket gambar:
A. Cedera tembus yang dapat menimbilkan fraktur tengkorak
B. Cedera menyebar : dapat menyebabkan otak bergerak cukup
keras hingga merobek beberapa vena
C. Cedera contrecoup

5. Manifestasi Klinis
a. Fraktur tengkorak
Keluarnya cairan serebrospinal atau cairan lain dari hidung
( rhinorrhoe) dan telinga (otorhoe), kerusakan saraf kranial, serta
perdarahan di belakang membran timpani.
b. Komosio serebri
Muntah tanpa nausea, nyeri pada lokasi cedera, ketidak mampuan
untuk berkonsentrasi.
c. Kontusio serebri
Perubahan tingkat kesadaran, lemah, sulit berbicara,kejang,
kelumpuhan pada saraf kranial.
d. Hematoma epidural
Hilangnya kesadaran,gangguan penglihatan.
e. Hematoma subdural akut
Sakit kepala, peningkatan TIK , otot wajah melamah.
f. Hematoma subdural kronis
Gangguan mental, sakit kepala hilang timbul, dan perubahan pola
tidur.

6. Klasifikasi Cedera Kepala


a. Trauma kepala terbuka
1) Fraktur basic cranii
Tanda-tanda klinis yang mungkin muncul pada fraktur basic cranii
adalah:
- Battle sign (warna kehitaman dibelakang telinga)
- Hemotimpanum
- Periorbitalekimosis (pembengkakan disekitar mata)
- Otorea (keluar darah dari telinga)
- Rinorea (keluar darah dari hidung)
b. Trauma kepala tertutup
1) Kromosio serebri/gegar otak
Tanda dan gejala yang terdapat pada trauma ini adalah sebagai berikut:
1) Trauma kepala ringan
2) Pingsan <10 menit
3) Pusing
4) Amnesia retrograde
5) Amnesia anterograde
2) Kortosio serebri/memar otak
Beberapa tanda dan gejala yang dapat terlihat adalah sebagai berikut:
a. Perdarahan kecil/petekie jaringan otak
b. Oedem serebri
c. TIK meningkat
d. Gejala klinis sama dengan komosio serebri namun lebih berat
e. Gangguan neurologis vokal
c. Cedera Kepala berdasarkan jenisnya :
1) Hematoma epidural
Hematoma epidural adalah hematoma antara durameter dan tulang,
biasanya sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea
media, dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak daerah
inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena
arteri ini menyebabkan penekanan pada otak. Manifestasi klinis
dari hematoma epidural ini adalah biasanya menyebabkan
penurunan kesadaran .
2) Hematoma subdural
Hemaroma subdural adalah hematoma antara durameter dan otak,
dapat terjadi akut dan kronik.Terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah vena, pendarahan lambat dan sedikit.Manifestasi klinisnya
nyeri kepala, bingung, mengantuk, berpikir lambat, kejang, edema
pupil.
Hematoma subdural akut
menimbulkan gejala neurologis
penting dan serius dalam 24
sampai 48 jam setelah cedera.
Gangguan neurologis disebabkan
tekanan pada jaringan otak dan
herniasi batang otak dalam
foramen magnum yang selanjutnya menyebabkan tekanan pada
batang otak. Keadaan ini dengan cepat akan menimbulkan
berhentinya pernapasan dan hilangnya control atas denyut nadi
Hematoma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala
minor dan terliat paling sering pada lansia.Trauma merobek salah
satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi pendarahan
secara lambat dalam suangan subdural, dalam 7 sampai 10 hari
terjadi pendarahan, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa.
Dengan selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan
kedalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam
hematoma, pertambahan ukuran hematoma dapat menyebabkan
pendarahan lebih lanjut dengan merobek membrane atau pembuluh
darah disekitarnya.
3) Hemoragi subaraknoid
Hemoragi subaraknoid adalah akumulasi darah dibawah membrane
araknoid tetapi diatas pia meter.ruangan ini normalnya hanya berisi
cairan CSS, hemoragi subaraknoid biasanya terjafi akibatpecahnya
aneurisma intracranial, hipertensi berat atau cedera kepala,

darah yang berakumulasi diatas atau dibawah meningens


menyebabkan peningkatan tekanan di jaringan otak di bawahnya.

d. Cedera Kepala berdasarkan berat ringannya berdasarkan GCS


( Glasgown Coma Scale)
1) Cedera Kepala ringan
- GCS 14 – 15
- Dapat kehilangan kesadaran, tetapi kurang dari 30 menit
- Tidak ada fraktur tengkorak
2) Cedera kepala sedang
- GCS 9-13
- Kehilangan kesadaran lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cedera kepala berat
- GCS 3 – 8
- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
- Terjadi fraktur

7. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan
berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera
percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau
karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak,
seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi
secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak
langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi
pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada
substansi alba dan batang otak. Namun bila trauma mengenai tulang
kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera
kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan
kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf
kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
mobilitas (Brain, 2009)

8. Penatalaksanaan
a. Observasi dan tirah baring
b. Pembedahan dan evekuasi hematoma
c. Dekompresi melalui pengeboran lubang didalam otak
d. Ventilasi mekanis (ABC) dan cairan
e. Antibiotik
f. Pemberian diuretic (furosemid) untuk menurunkan tekanan pada
intrakranial dan antiinflamasi
g. Tindakan pada peningkatan TIK (pemberian manitol)
h. Terapi untuk mempertahankan homeostatis
i. Pertahankan kepatenan jalan napas
j. Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung ,telinga dan mulut
k. Pemberian obat – obatan analgetik
l. Pembedahan bila adanya indikasi

9. Pemeriksaan diagnostik
a. Radiograf
Dapat mengidentifikasi lokasi fraktur atau perdarahan atau bekuan
darah yang terjadi.
b. Angiografi serebral
dapat juga digunakandanmenggambarkan adanya hematoma
supratemporial, ekstraserebral dan intraserebral.
c. Pemeriksaan MRI dan CT Scan
CT-Scan atau MRI dapat dengan tepat menentukan ketak dan luas
cidera.
d. Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma
e. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak.
g. PET (Positron Emission Tomography)
Menunjukan perubahan aktifitas metabolisme pada otak.
h. Fungsi lumbal, CSS
Dapat menduka kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid.
i. GDA (Gas Darah Artery)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan
dapat meningkatkan TIK.
j. Kimia /elektrolit darah
Mengetahui ketidak seimbangan yang berperan dalam peningkatan
TIK/perubahan mental.
k. Pemeriksaan toksikologi
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap
penurunan kesadaran (Doenges, 1999)
26

BAB III
TINJAUAN KASUS

Tn.A dibawa ke UGD RSHS dengan keadaan tidak sadar. Menurut


pengantarnya, Tn.A mengalami kecelakaan lalu lintas yaitu pada saat
mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi dan tidak
menggunakan helm pelindung, tiba-tiba menabrak truk bagian belakang
karena truk tersebut mengerem mendadak sehingga dahi terbentur cukup
keras. Setelah menabrak kemudian terpental dan terjatuh ke arah kiri
sehingga kepalanya kembali membentur aspal. Sebelum pingsan pasien
sempat muntah 1 kali.

Hasil pemeriksaan fisik: nilai GCS 5 (E2M2V1), dahi robek dan


berdarah sekitar 9 cm horisontal, memar disekitar kedua pelipis dan
hidung, kedua kelopak mata pasien agak memar kebiruan, pupil anisokor,
diameter pupil sebelah kanan melebar 10cm refleks cahaya (-) dan sebelah
kiri 5 mm refleks cahaya (+). Dari telinga sebelah kiri keluar darah dan
sebagian sudah mengering.

Di bagian paha kiri terdapat luka hecting dengan 4 jahitan dan pada
lutut bagian kaki kiri terdapat luka terbuka ±4 cm. Terdapat
pembengkakan pada area fraktur femur sinistra. Kaki kiri dilakukan traksi
dengan beban ±5 kg. Pada area traksi pasien merasakan nyeri, ujung area
distal masih dapat digerakkan dengan gerakan sirkular. Kekuatan otot kaki
kanan dan kiri 5/1.

Pada pemeriksaan TTV: TD 160/110 mmHg, Nadi 60x/menit,


Respirasi 30x/menit. Dilakukan manajemen: posisi tidur head up 30o,
terpasang catheter, dan infus NaCL 0,9%, 15 gtt/menit kemudian diberi
cairan Manitol 200 cc guyur tiap 6 jam (4x200cc).
27

Hasil foto rontgent kepala tampak adanya hematom sub dural sebelah
kiri dan temporal. Selanjutnya pasien dirawat di Neurosurgical Intensif
Unit.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS


HEAD INJURY di Ruang Melati 4 RSUD dr. SOEKARDJO KOTA
TASIKMALAYA

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Data Biografi
1) Identitas Klien
Nama : An. S
Umur : 14 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Siswa
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Alamat : Kec. Ciponyo, Mangkubumi, Tasikmalaya
Tgl Masuk : 20 November 2022
Tgl Pengkajian : 22 November 2022
No. Medrec : 17082345
Diagnosa Medis : Head Injury
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. I
Umur : 38 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SLTA
28

Alamat : Kec. Ciponyo, Mangkubumi, Tasikmalaya


Hub. Dengan Klien: Ibu

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Nyeri
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang ke RSUD dr. Soekardjo diantar bersama
keluarganya pada tanggal 20 November 2022. Pada saat
dilakukan pengkajian pada tanggal 22 November 2022 klien
mengatakan nyeri dengan skala 7 (0-10) dan tampak meringis
kesakitan. Keluarga klien mengatakan kepala klien tertimpa buah
kelapa saat sedang bermain layang-layang dengan ayahnya.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada saat dilakukan pengkajian keluarga klien mengatakan
bahwa klien tidak mempunyai riwayat penyakit apapun.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada saat dilakukan pengkajian keluarga klien mengatakan
bahwa sebagian anggota keluarga mempunyai riwayat hipertensi.

c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Compos Mentis
GCS : (E: 4 M:6 V:5) = 15
2) Tanda tanda vital :
a) TD : 100/80 mmHg
b) Nadi : 72 x/mnit
c) Respirasi : 22 x/mnit
d) Suhu : 36,5°C
29

3) Pemeriksaan fisik
a) System pernafasan
- Inspeksi
Pengembangan dada simetris, tidak ada nafas cuping hidung,
tidak terdapat krepitasi, RR 22 x/menit.
- Palpasi
Tidak Terkaji
- Auskultasi
Suara vesikuler, tidak terdapat suara nafas tambahan
b) System kardiovaskuler
- Inspeksi
Konjungtiva merah muda
- Palpasi
Akral hangat, CRT < 2 detik, nadi 72 x/menit
- Auskultasi
Bunyi jantung S1 dan S2 reguler
c) System pencernaan
- Inspeksi
Abdomen simetris, mulut bersih, mukosa bibir lembab, tidak
terdapat asites atau luka di sekitar abdomen.
- Palpasi
Abdomen tidak ada masa
d) System musculoskeletal
- Inspeksi
Ekstermitas atas dan bawah simetris
Kekuatan otot :
5 5
5 5

e) System perkemihan-genital
- Inspeksi
30

Terpasang urine kateter


- Palpasi
Tidak teraba distensi kandung kemih, tidak terdapat massa

a. Pola Aktivitas Sehari-hari


No Jenis Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit
1 Pola nutrisi : - Saat sebelum sakit - Porsi makan klien
 Makan : porsi makan klien habis dengan makan
- Frekuensi habis. sedikit-sedikit
- Porsi - Saat sebelum sakit - Diit makanan cair
- Jenis frekuensi minum (bubur)
- Keluhan klien sering,
 Minum : apalagi setelah
- Frekuesi makan.
- Jenis
- Keluhan
2 Eliminasi - Frekuensi BAB 1 - Frekuensi BAB 1 x/ 2
 BAB x/hari hari
- Frekuensi - Konsistensi feces - Konsistensi feces
- Kosistensi padat padat
- Warna - Warna urine - Warna urine kuning
- Keluhan kuning

 BAK
- Frekuensi
- Warna
- Keluhan
3 Personal Hygine - Saat sebelum sakit - Saat sakit klien
- Mandi klien melakukan dibantu untuk washlap
mandi keramas
31

No Jenis Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit


- Keramas dan gosok gigi
- Gosok Gigi setiap hari
- Potong Kuku
4 Istirahat dan tidur - Saat sebelum sakit - Saat sakit pola tidur
- Siang pola tidur dan klien berkurang (3-4
- Malam istirahat klien jam) dikarenakan
- Keluhan cukup (6-7 jam mengeluh nyeri
sehari)

b. Data Penunjang
1) Hasil Laboraorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Metode


Hematologi        
Hemoglobin 12,4 14 - 18 g/dl Auto Analyzer
Hematokrit 37 40 - 50 % Auto Analyzer
Jumlah Leukosit 15.700 5000 - 10000 /mm3 Auto Analyzer
150000 -
Jumlah Trombosit 395.000 350000 /mm3 Auto Analyzer
Waktu Perdarahan
(bt) 1.30 1.00 - 3.00 DUKE
Waktu Pembekuan
(ct) 3.30 1.00 - 7.00   DUKE
Faal Ginjal        
UREASE KINETIK
Ureum 18 mg/dl UV
Kreatinin 0.65    mg/dl KINETIK JAFFE
Karbohidrat        
Glukosa Sewaktu  94   mg/dl GOD-POD
Elektrolit        
Natrium, Na 133 mmol/l ISE
Kalium, K 3.8 mmol/l ISE
Kalsium, Ca  1.21   mmol/l ISE
32

2) Hasil Radiologi
33

3) Terapi yang diberikan


Farmakologi

Nama Golongan Dosis Fungsi


Fentanyl Analgetik 75 mg Untuk meredakan nyeri
hebat seperti bekas operasi
Dexametason Antibiotik 25 mg Sebagai anti inflamasi
Nacl 0,9 % 15 ttm Untuk mengembalikan
keseimbangan elektrolit pada
dehidrasi

B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah

1. DS : Head Injury Nyeri Akut

- Klien mengatakan
nyeri, skala nyeri
Prosedur Pembedahan
7 (rentang 0-10)
DO :

- Klien tampak Insisi

meringis

Hematoma subdural

Respon Saraf ke Otak

Nyeri Akut

2. DS : - Head Injury Risiko Infeksi


34

Prosedur Pembedahan

DO:

- Adanya luka di Perawatan Luka Yang kurang


kepala Tepat

Masuknya Bakteri Ke Area Luka

Risiko Infeksi

3. DS : Head Injury Gangguan Pola


Tidur
- Keluarga klien
mengatakan An.
S keulitan untuk
tertidur Prosedur Pembedahan

DO :

-
Nyeri

Gangguan Pola Tidur


35

C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas

No Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut b.d Prosedur Infasif

2. Risiko Infeksi
3. Gangguan Pola Tidur
36

D. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji skala nyeri 1. Untuk mengukur dan
keperawatan selama 1x24 2. Lakukan manajemen nyeri memonitor skala nyeri
jam diharapkan : 3. Kolaborasi dengan dokter untuk 2. Untuk mengurangi rasa
- Skala nyeri dapat pemberian analgetik. nyeri yang dirasakan
berkurang dengan non-farmakologi
- Klien merasa nyaman 3. Untuk mengurangi nyeri
dengan farmakologi

2. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda-tanda infeksi 1. Melihat tanda-tanda
keperawatan selama 1x24 2. Lakukan perawatan luka infeksi terjadi atau tidak
jam diharapkan : 3. Kolaborasi dengan dokter untuk 2. Agar
pemberian antibiotik bakteri/mikroorganisme
- Infeksi tidak terjadi
tidak masuk
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24
jam diharapkan :
37

3. Gangguan Pola Tidur - Skala nyeri dapat 1. Mengurangi rasa nyeri


berkurang 1. Lakukan manajemen nyeri 2. Agar klien merasa nyaman
- Klien merasa nyaman 2. Atur pencahayaan dan dapat tertidur
3. Atur lingkungan pasien
4. Atur posisi tidur

E. Tindakan Keperawatan
No. Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi TTD
Dx
38

1. 22/11/2022, - Mengkaji skala nyeri S : Klien mengatakan nyeri (skala 7)


11.05 WIB Hasil : skala nyeri 7 (rentang 0-10) 0 : Klien tampak meringis
- Melakukan manajemen nyeri A : Masalah belum teratasi
- Berkolaborasi dengan dokter untuk P : Lanjutkan Intervensi
pemberian analgetik

2. 22/11/2022, - Mengkaji tanda-tanda infeksi S:-

11.10 WIB
- Melakukan perawatan luka O : Terdapat luka operasi

- Berkolaborasi dengan dokter dalam A : Masalah belum teratasi


pemberian antibiotik
P : Lanjutkan Intervensi

3. 22/11/2022, S : Keluarga klien mengatakan klien


- Melakukan manajemen nyeri
11.15 WIB - Mengatur pencahayaan susah untuk tidur
- Mengatur lingkungan
- Mengatur posisi tidur O : Lemas lesu

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi
39
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada
pasien dengan cedera kepala antara lain adalah penatalaksanaan
ABCDE ,pemberian obat-obatan serta observasi tanda-tanda vital seperti GCS
dan tingkat kesadaran. Untuk penatalaksanaan keperawatan terlebih dahulu
perawat harus melakukan pengkajian dengan metode primary survey sebelum
melanjutkan perawatan dengan penentuan diagnosa dan perencanaan tindakan
keperawatan.
Head Injury atau cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak, dan otak bersifat terbuka dan tertutup.
Etiologi nya adalah :
 Kecelakaan mobil
 Perkelahian
 Jatuh
 Cedera Olahraga
 Cedera kepala terbuka disebabkan oleh peluru atau pisau

40
41

Jenis Head Injury yaitu :


 Fraktur tengkorak
 Komosio serebri
 Kontusio serebri
 Hematoma epidural
 Hematoma subdural akut
 Hematoma subdural kronis
Penatalaksanaannya yaitu :
- Observasi dan tirah baring
- Pembedahan dan evekuasi hematoma
- Dekompresi melalui pengeboran lubang didalam otak
- Ventilasi mekanis (ABC) dan cairan
- Antibiotik
- Pemberian diuretic (furosemid) untuk menurunkan tekanan pada
intrakranial dan antiinflamasi

B. Saran
Penulis memberi saran pada mahasiswa keperawatan dapat menerapkan
asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala, dapat menilai batasan
GCS, lebih teliti dalam memberikan intervensi keperawatan kepada klien
dengan cedera kepala, dapat memberikan pendidikan kesehatan terhadap
keluarga maupun klien, baik di rumah sakit maupun di rumah dan semoga
apa yang disampaikan penulis bisa bermanfaat dan memberi pengetahuan
untuk pembaca.   
42

DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin.2008. Buku Ajar Asuhan keperawatan Klien dengan GangguanSistem


Persyarafan.Jakarta:Salemba Medika.
Barbara Engram.2009. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
Corwin,Elisabeth J.2009. Buku Saku Patofisiologi.Ed, 3 Revisi. Jakarta :EGC
Doenges, Marilynn.2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC
Irawan, Budi.2003.Pengamatan Fungsi hati Pada Penderita Penyakit.
NANDA NIC NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medi Jilid 3. Yogyakarta. Mediaction
NoorHelmi, Zairin. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Selemba
Medika.
Nurarif, A H. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Jakarta :
EGC
Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2. Jakarta :
EGC.
Sjamsuhidajat, R.dan Wim de jong.2005Buku.Ajar Ilmu Bedah, Ed.2. Jakarta:EGC.
Bulechek, M gloria. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). six edition.
Louis
: elsevier mosby
Damkliang, Jintana dkk. 2015. Journal Nurse Education in Practice 15. “ Using an
evidence-based care bundle to improve Thai emergency nurses' knowledge of care
for patients with severe traumatic brain injury” Australia : Elsevier.
Damkliang, Jintana dkk. 2013. Australasian Emergency Nursing Journal. “Thai
Emergency Nurses’ Management Of Patients With Severe Traumatic Brain
Injury: Comparison Of Knowledge And Clinical Management With Best
Available Evidence “ Australia : Elsevier
Herdman, T.H & Kamitsuru. 2014. Nursing Diagnoses: Definitions &
Classification (NANDA) 2015 – 2017. Tenth edition . Oxford : Willey Blackwell
43

Krisanty, paula dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : trans info
media ( hal. 19 -27 hal 63 – 81.)
Moorhead, sue. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth edition. Copy
raight Mosby . Elsivier
Nayduch, donna. 2014. Nurse to Nurse : Perawatan Trauma. Jakarta : Selemba
Medika (hal. 117, 120, 28-129).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : PPNI ( hal. 146 )
Terry, Cynthia lee & Aurora Weaver. 2013. Keperawatan kritis. Yogyakarta : Rapha
Publishing. (Hal. 292 – 299)
Saunders. 2014. Medical Surgical Nursing: Clinical Management For Positive
Outcomes. Singapore : Elsevier (hal 729 -740 )

Anda mungkin juga menyukai