Anda di halaman 1dari 24

CIDERA KEPALA

DISUSUN OLEH :
CHAIRUNNISA FITRIA ROMADHONI ( 183112420150149)
A1

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat rahmat
ALLAH SWT dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal
Bedah 3 dengan judul makalah “Cidera Kepala”. Semoga dengan membaca makalah ini,
para pembaca akan lebih memahami materi tentang “Cidera kepala”.
Dalam kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya
kepada berbagai pihak yang mendukung yang telah membantu proses penyusunan makalah
ini. Sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Mohon maaf atas kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami mohon
kritik dan saran yang membangun penyempurnaan penyusunan makalah pada masa akan
datang.

Jakarta, 5 November 2021

Chairunnisa Fitria R

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... 2
BAB I ................................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................................ 6
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................... 6
2.1 Definisi Trauma Kepala ........................................................................................................ 6
2.2 Anatomi dan Fisiologi kepala ................................................................................................ 7
2.3 Etiologi Trauma Kepala ...................................................................................................... 11
2.4 Manifestasi Klinis Trauma Kepala ..................................................................................... 11
2.5 Pemeriksaan penunjang Trauma Kepala ......................................................................... 12
2.6 Komplikasi Trauma Kepala ................................................................................................ 13
2.7 Patoflow Cidera Kepala ....................................................................................................... 14
2.8 Penatalaksanaan Medis Trauma Kepala............................................................................ 15
2.9 Askep keperawatan ( SDKI ,SLKI,DAN SIKI PPNI 2016 ) ............................................. 19
BAB III ............................................................................................................................................ 21
PENUTUP ....................................................................................................................................... 21
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 21
3.2 Saran ..................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 23

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera kepala bisa menyebabkan otak mengalami benturan dengan tulang kepala bagian
dalam yang memicu terjadinya perdarahan, memar jaringan, hingga terjadinya kerusakan
pada serabut saraf. Pada beberapa kondisi trauma kepala ringan, darah bisa saja keluar dalam
volume yang cukup banyak. Tulang tengkorak memiliki fungsi utama untuk melindungi otak
dari kerusakan akibat cedera. Saat terjadi benturan yang menyebabkan cedera, fungsi otak
akan mengalami gangguan tanpa diikuti dengan gejala yang bisa dilihat dari luar1
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama di kalangan usia produktif
khususnya di negara-negara berkembang hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di
kalangan usia tersebut Sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih
rendah di samping penanganan pertama terhadap korban kecelakaan yang belum tepat serta
rujukan yang terlambat. Sendiri dapat mengakibatkan suatu komplikasi baik komplikasi akut
maupun kronis penegakan diagnosis secara cepat dan tepat dapat membantu dalam
penentuan pilihan terapi yang akan diambil dan mencegah terjadinya komplikasi yang
berbahaya pilihan terapi meliputi terapi konservatif dan pembedahan tergantung dari
manifestasi klinis serta temuan dari pemeriksaan penunjang prognosa pasien cedera kepala
akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat2.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2013) 50% kematian akibat kecelakaan lalu
lintas mengalami cedera kepala. Cedera kepala merupakan masuk dalam 3 penyakit
penyebab kematian terbanyak di Indonesia juga masuk kedalam 5 penyakit terbanyak
dirawat di rumah sakit di Indonesia (Depkes RI, 2007). Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013
prevalansi cedera mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2007 dari 7,5% menjadi 8,2
% (Riskesdas Indonesia, 2013). Advance Life Trauma Support (ATLS) tahun 2004
menunjukkan dari 500.000 kasus pasien cedera setiap tahunnya sebanyak 80% mengalami
CKS dan 20% lagi mengalami CKS dan CKB. 3
Cedera kepala masih merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan, dan memerlukan
perawatan Intensive Care Unit (ICU). Cedera kepala disebabkan oleh massa mekanik dari
luar tubuh yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dan psikososial, dapat terjadi
sementara atau permanen, dan dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui profil pasien cedera kepala sedang dan berat yang dirawat pada
ICU dan HCU, menggunakan metode penelitian deskriptif retrospektif yang dilakukan pada
September sampai dengan November 2016 di Instalasi Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou, Manado. Besar sampel ditentukan dengan metode non probability sampling yaitu

1
http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JAM/article/view/1931

2
,Tjokorda G.B.2017.Pegangan Praktis Bedah Praktis.Jakarta;CV.Sagung Seto.

3
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/681/2/BAB%20I...pdf
3
purposive sampling. Sampel penelitian adalah pasien ICU dan HCU dengan diagnosa cedera
kepala sedang dan berat yang memenuhi kriteria inklusi pada data Rekam Medik periode
September 2015 sampai dengan Agustus 2016. Hasil penelitian didapatkan jumlah sampel
40 pasien, dengan jenis kelamin terbanyak laki-laki 33 orang (83%). Komplikasi SIRS
ditemui pada 23 kasus (57,5%). Paling banyak pasien dirawat pada 1–7 hari dan pasien yang
meninggal dunia terbanyak pada lama rawat 1–7 hari. Pasien meninggal dunia berjumlah 25
orang (62,5%) dan terbanyak meninggal dunia setelah > 48 jam (72%); dari 25 orang yang
meninggal dunia pasien dengan cedera kepala berat sebanyak 18 orang (45%). Simpulan:
Angka mortalitas tertinggi ada pada cedera kepala berat, dan pasien meninggal dunia paling
banyak setelah > 48 jam di ICU dan HCU.4

Asuhan keperawatan adalah proses kegiatan pada praktik keperawatan yang secara langsung
ditujukkan kepada klien atau pasien di berbagai pelayanan kesehatan.setelah itu, keperawatan akan
melaksanakan profesinya namun berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan dan ilmu serta kiat
keperawatan yang bersifat humanistic dan juga berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk
menyelesaikan masalah yang sedang di hadapi klien.Proses keperawatan adalah salah satu metode
yang efektif untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan perawat terhadap klien dengan
pendekatan metodologi ilmiah. 5
Jadi dapat artikan proses keperawatan adalah sebagai alat bagi perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan kepada pasien yang mana memiliki arti penting bagi kedua belah pihak yaitu perawat
dan klien.
Sebagai seorang perawat, proses keperawatan tersebut dapat digunakan sebagai pedoman dalam
menyelesaikan masalah klien dengan menunjukkan profesionalitas yang tinggi dan dapat
memberikan kebebasan pada klien untuk mendapatkan pelayanan yang cukup sesuai dengan
kebutuhan.

1.2 Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud cidera kepala ?


Bagaimana Anatomi Fisiologi kepala?
Bagaiaman Etiologi dari cidera kepala?
Bagaimana Manifestasi klinis dari cidera kepala?
Apa saja Pemeriksaan Penunjang dari cidera kepala ?
Apa Komplikasi yang muncul pada cidera kepala ?
Bagaimana Penatalaksanaan medis cidera kepala?
Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien cidera kepala?

4
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/14481/14054
5
https://mhomecare.co.id/blog/apa-itu-asuhan-keperawatan/
4
1.3 Tujuan

Mahasiswa mampu memahami pengertian cidera kepala.


Mahasiswa mampu memahami Anatomi Fisiologi kepala.
Mahasiswa mampu memahami etiologi dari cidera kepala.
Mahasiswa mampu memhami manifestasi klinis dari cidera kepala.
Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang dari cidera kepala.
Mahasiswa mampu memahami komplikasi yang muncul pada cidera kepala.
Mahasiswa mampu memahami penatalaksaan medis dari cidera kepala.
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien cidera
(Diagnosa,Luaran,Intervensi ,( SDKI,SLKI,dan SIKI PPNI 2016 )

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Trauma Kepala

Trauma kepala yang menyebabkan cedera otak adalah salah satu bentuk cedera otak non
degenerative yang disebabkan oleh benturan, pukulan, ataupun hentakan mendadak pada
kepala atau suatu luka tembus di kepala yang mengganggu fungsi otak normal 6
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang dapat menyebabkan
adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau garis pada tulang tengkorak dan
disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam substansi otak7
Benturan pada kepala dapat mengakibatkan pendarahan dan pembengkakan otak yang
meningkatkan tekanan di dalam kepala. Peningkatan tekanan di dalam kepala tersebut
menyebabkan otak terdesak sehingga saraf-saraf di dalamnya rusak dan mengalami
gangguan.otak dapat mengalami kerusakan secara langsung jika terjadi trauma tembus atau
penetrasi pada kepala, misalnya karena luka tusuk atau luka tembak.8

Klasifikasi trauma kepala dilakukan untuk menentukan tatalaksana dan meramalkan hasil
luarannya. Klasifikasi terdiri dari beberapa jenis tergantung aspek yang mendasarinya.
Berdasarkan derajat keberatannya, trauma kepala diklasifikasikan menjadi trauma kepala
ringan, sedang dan berat. Klasifikasi trauma kepala berdasarkan etiologinya dibagi menjadi
cedera primer dan cedera sekunder. Klasifikasi lain berdasarkan dari tingkat keparahan
trauma kepala, adanya luka diluar kepala, gangguan kesadaran atau memori pasca trauma,
trauma kepala dibagi menurut GCS yang sudah dimodifikasi (Malec, 2007)6
Kerusakan jaringan akibat cedera pada kepala dibedakan menjadi dua yaitu secara primer
dan sumber sekunder sejarah primer tersebut contohnya kontusio laser pendarahan
intrakranial dan axonal injury yang terjadi pada saat Ramadan hanya bisa dicegah dengan
mengurangi pengaruh kekuatan trauma misalnya dengan menggunakan sabuk pengaman dan
pemakaian helm cedera kepala akibat trauma yang merupakan ciri primer diklasifikasikan
menjadi cedera kepala dan tajam dan cedera kepala dengan trauma tumpul kemudian
diklasifikasi kembali menjadi kerusakan vokal dan difus di mana pembagian sendiri tumpang
tindih2

6
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(2) : 42-58, September 2019
7
Jurnal Akurasi Revised Trauma Score Sebagai Prediktor Mortality
8
http://rsp.unand.ac.id/artikel/cidera-kepala

2
Tjokorda G.B.2017.Pegangan Praktis Bedah Praktis.Jakarta;CV.Sagung Seto.

6
2.2 Anatomi dan Fisiologi kepala

1. Kulit kepala ( scalp )

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yaitu ;


-skin atau kulit
-connective tissue
-apeneurosis
-looseareolar tissue
-perikranium

Kulit kepala banyak memiliki pembuluh darah sehingga bila terjadi pendarahan akibat
laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah

2. Jaringan pelindung di system saraf pusat (otak dan sumsum tulang belkang ) adalah
Meningen yang terdiri dari 3 lapisan ,yaitu :

a. Dura meter
Lapisan terluar yang merupakan lapisan yang tebal ,keras ,fleksibel dan terdiri dari dua
lapisan.lapisan periostel luar pada durameter melekat di permukaan dalam cranium dan
berperan sebagai periosterium dalam pada tulang tengkorak.ruang subdural memisahkan
durameter dariaraknoid pada regio kranial dan sumsum tulang belakang,sedangkan ruang
epidural adalah ruang potensial antara peritoneal luar dan lapisan meningeal dalam pada
durameter di regio sumsum tulang belakang9

b. Araknoid
Terletak dibawah lapisan durameter berongga-rongga dan mengandung sedikit pembuluh
darah.Rongga arachnoid memisahkan lapisan arachnoid dari piameter dan mengandung
cairan serebrospinalis pembuluh darah jaringan penghubung serta selaput yang
mempertahankan posisi arachnoid terhadap diameter di bawahnya2

c. Pia meter
Jaringan pelindung yang terletak pada lapisan paling bawah (paling dekat dengan otak
sumsum tulang belakang dan melindungi jaringan jaringan saraf lainnya). Lapisan ini
mengandung Pembuluh darah yang mengalir di otak dan sumsum tulang belakang .antara

9
Hatten M. Central Nervous System Neuronal Migration,Annual Review of Neuroscience.2010
7
piameter dan membran arachnoid terdapat bagian yang disebut subarachnoid space yang di
penuhi oleh cairan cairan serebrospinl (CSF).

3. Otak (Brain)

Otak merupakan organ tubuh yang paling penting karena merupakan pusat dari semua organ
tubuh, otak terletak didalam rongga tengkorak (kranium) dan dibungkus oleh selaput otak
(meningen) yang kuat.

a. cerebrum

Cerebrum atau otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk
telur terbagi menjadi dua hemisperium yaitu kanan dan kiri dan tiap hemisperium dibagi
menajdi empat lobus yaitu lobus frontalis, parietalis, temporalis dan oksipitalis. Dan bagian
tersebut mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak.
-Lobus frontalis
Lobus frontalis pada bagian korteks cerebri dari bagian depan suklus sentralis dan di dasar
suklus lateralis. Pada bagian ini memiliki area motorik dan pramotorik. Lobus frontalis
bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan keputusan moral, dan pemikiran
yang kompleks. Lobus frontalis memodifikasi dorongan emosional yang dihasilkan oleh
sistem limbik dan reflek vegetatif dari batang otak.

-Lobus parietalis
Lobus Parietalis adalah bagian korteks yang gterletak di belakang suklus sentralis, diatas
fisura lateralis dan meluas belakang ke fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan area
sensorik primer otak untuk sensasi raba dan pendengaran.

-Lobus oksipitalis Lobus oksipitalis teletak disebelah posterior dari lobus parietalis dan
diatas fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkan dari serebelum. Lobus ini merupakan
pusat asosiasi visual utama yang diterima dari retina mata

-Lobus Temporalis
Lobus Temporalis mencakup bagian korteks serebrum. Lobus temporalis merupakan asosiasi
primer untuk audiotorik dan bau.

8
b. Cerebelum

Cerebellum atau otak kecil merupakan bagian terbesar dari otak belakang. Cerebelum
menempati fosa kranialis posterior dan diatapi tentorium cerebri yang merupakan lipatan
duramater yang memisahkan dari lobus oksipitalis serebri. Bentuknya oval, bagian yang
mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada bagian lateral disebut
hemisfer. Cerebelum berhubungan dengan batang otak melalui pedunkulus cerebri inferior
(corpus retiform). Permukaan luar cerebelum berlipat-lipat seperti cerebrum tetapi lebih
lipatanya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan cerebelum ini mengandung zat kelabu.
Korteks cerebelum dibentuk oleh substansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular
luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang keluar
dari cerbrum harus melewati cerebelum.

c. Batang otak
Batang otak terdiri dari otak tengah (diensfalon)pons varoli dan medula oblongata. Otak
tengah merupakan merupakan bagian atas batang otak akuaduktus cerebri yan
menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintasi melalui otak tengah ini. Otak tengah
mengandung pusat-pusat yang mengendalikan keseimbangan dan gerakan-gerakan bola
mata.

d. Syaraf Kranial

Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan pada saraf kranial jika mengenai batang otak
karena edema otak atau perdarahan pada otak.
Macam saraf kranial antara lain :
a) Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I) Berfunsi sebagai saraf pembau yang keluar dari
otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak;
b) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II) Mensarafi bola mata, membawa rangsangan
penglihatan ke otak;
c) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III) Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital
(otot pengerak bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani
otot siliaris dan otot iris;
d) Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV) Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital.
Saraf ini berfunsi sebagai pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf
penggerak mata
e) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V) Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini
mempunyai tiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan
saraf otak besar, sarafnya yaitu :
1) Nervus oftalmikus sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata
atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata
9
2) Nervus maksilaris sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, batang
hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris;
3) Nervus mandibula sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot-otot
pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan
dagu.
f) Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI) Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital
Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata;
g) Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII) Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-
serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf
ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala
fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap;
h) Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII) Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar,
membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar;
i) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX) Sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X) Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris)
mengandung sarafsaraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paruparu,
esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya
sebagai saraf perasa;
k) Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI), Saraf ini mensarafi muskulus
sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan;
l) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII) Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya
sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung

perhatikan gambar berikut anfis otak dibawah!

10
2.3 Etiologi Trauma Kepala

1. Trauma tajam

Trauma oleh benda tajam menyebabkan trauma setempat dan menimbulkan trauma lokal kerusakan
lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan
perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.

2. Trauma tumpul

Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan trauma menyeluruh kerusakannya menyebar secara
luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembekakan otak
menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer
serebral, batang otak atau kedua-duanya.
3. Lokasi benturan
4. Rotasi /pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma
5. Depresi fraktur yaitu kekuatan yang mendorong frgmen tulang turun menekan otak lebih
dalam yang mengakibatkan CSS mengalir keluar ke hidung,telinga

2.4 Manifestasi Klinis Trauma Kepala

1. Perdarahan epidural / hematoma epidural

a. Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan
meningen paling luar.
b. Gejala penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis, kacau mental sampai
koma
c. Peningkatan tekanan intracranial yang mengakibatkan gangguan pernafasan,
bradikardi, penurunan ttv.
d. Herniasi otak yang menimbulkan dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang, isokor dan
anisokor, ptosis.

2. Hematoma subduralakumulasi darah antara durameter dan araknoid karena robekan


dengan gejaka sakit kepala letargi dan kejang.

11
3. Hematoma subdural akut dengan gelaja 24- 48 jam setelah cedera, sub akut gejala
terjadi 2 hari sampai 2 minggu , kronis 2 minggu sampai denagn 3-4 bulan setelah
trauma

4. Hematoma intrakranial
a. Pengumpulan darah lebih dari 25 ml dalam parenkim otak
b. Penyebab fraktur depresi tulang tengkorak, trauma penetrasi peluru, gerakan
akselerasi dan deselerasi secara tiba – tiba.
5. Fraktur tengkorak
a. Fraktur liner melibatkan os temporal dan parietal, jika garis fraktur meluas
kearah orbita / sinus paranasal.
b. Fraktur basilerr pada dasar tengkorak bisa menimbulkan CSS dengan sinus
dan memungkinakan bakteri masuk

2.5 Pemeriksaan penunjang Trauma Kepala

1. Pemeriksaan diagnostik

a. CT scan
b. MRI dengan / tanpa menggunakan kontras
c. Angiografi serebral menunjukan kelainan sirkulasi serebral
d. EEG memperlihatkan keadaan atau berkembangnya gelombang patologis
e. BAER menentukan fungsi korteks dan batang otak
f. PET menunjukan perubahan aktivitas metabolisme pada otak

2. Pemeriksaan laboratorium

a. AGD (PO²,PH,HCO³) untuk mengkaji keadekuatan ventilisasi agar AGD dalam


rentang normal untuk menjamin aliran darah serebral adekuat atau dapat juga untuk
melihat masalah oksigenasi yang dapat meningkatkan tekanan intrakrnial
b. Elektrolit serum

c. Hematologi meliputi leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum

12
13

d. CSS untuk menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid (warna,


komposisi, tekanan)

e. Pemeriksaan toksikologi untuk mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan


kesadaran
Kadar antikonvulsan darah untuk mengetahui tingkat terapinyang cukup efektif untuk mengatasi
kejang

2.6 Komplikasi Trauma Kepala

1. Defisit neurologi lokal


2. Kejang
3. Pneumonia
4. Perdarahan gastrointestinal
5. Disritmia jantung
6. Syndrom of inappropriate secretion of antidiuretic hormone
7. Hidrosepalus
8. Kerusakan kontrol respirasi
9. Inkontinensiabladder dan bowel
14

2.7 Patoflow Cidera Kepala


BENTURAN BENDA TUMPUL
/JATUH

CIDERA KEPALA

EKSTRAKRANIAL INTRAKRANIAL

Jaringan otak
TD
rusak,kontatio liserasi
Terputusnya
kontuinitas jaringan
otot,kulit
Rangsangan simpatis

Peningkatan Tekanan Gangguan Autoregulasi


Tahanan
intracranial otak
vaskuler,siskemik

Aliran darah ke otak Tek pembulu.darah


pulmonal
Peregangan doramen dan
Pembuluh darah
O2 (Gangguan
metabolism) Tekanan hidrotastik

TD : sesak Asam laktat Kebocoran cairan


MK : NYERI AKUT nafas,sianosis kapiler
,hilang
kesadaran
Edema otak Edema paru

MK : Resiko gangguan MK : pola nafas tidak


perfusi jaringan cerebral efektif
15

2.8 Penatalaksanaan Medis Trauma Kepala

Penatalaksanan pasien dengan cedera kepala di tentukan atas derajat berat ringannya
cedera dan menurut urutan prioritas. Idealnya penatalaksanaan ini dilakukan secara komprehensif
oleh suatu tim medis yang terdiri dari para medis terlatih dokter ahli saraf bedah saraf radiologi
anastesi dan rehabilitasi medik pasien dengan gejala kepala harus ditangani dan dipantau terus
sejak dari tempat kecelakaan Selama perjalanan dari tempat kejadian tak hingga sampai rumah
sakit dirawat dirawat gawat darurat Rama radiologi sampai ke ruang operasi dan ruang perawatan
ICU (intervensi care unit ) Untuk mencegah jika sewaktu-waktu keadaan pasien memburuk akibat
aspirasi hipotensi kejang dan sebagainya3
Jadi urusan prioritas tindakan pada pasien dengan cedera kepala ditentukan dengan
mempergunakan:

1. Glasglow Coma Scale ( CGS ) yang pertama kali diperkenalkan oleh Teasdale dan Janet
pada tahun 1974 dan digunakan sebagai standar internasional dalam menentukan status
mental pasien secara cepat dan dalamnya koma berdasarkan observasi terhadap pembukaan
mata bicara dan pergerakan jika pasien dengan tingkat koma paling dalam maka pasien
tidak akan merespon tidak berbicara dan tidak dapat membuka mata dengan spontan
maupun dengan rangsangan nyeri

Berikut Tabel Glasglow coma scale normal ;

Nilai normal Glasgow Coma Scale

No Komponen Nilai Hasil


1 Verbal 1 Tidak berespon
2 Suara tidak dapat dimengerti
3 Bicara kacau atau kata-kata tidak
tepat Bicara membingungkan
4
Orientasi baik
5

3
Pegangan praktis bedah saraf
16

2 Motorik 1 Tidak berespon Ekstensi abnormal


Flexi abnormal Menarik area nyeri
2
Melokalisasi nyeri
3
Dengan perintah
4
5
6
3 Reaksi membuka 1 Tidak berespon Rangsang nyeri
mata
2 Dengan perintah Spontan
3
4

2. Pemeriksaan ABC

a. Airway (jalan nafas)

Bebaskan jalan nafas dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi namun
pastikan terlebih dahulu bahwa pasien tidak mengalami cedera cervical dengan memasang collar
brace. Bersihkan sisa muntahan darah lendir atau dipalsu kalau perlu sebaiknya dipasang pipa
orofaring atau pipa endotrakeal isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk
menghindari aspirasi muntahan

b. Breathing (pola nafas)

Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan Sentral atau perifer dan Sentral adalah
depresi pernafasan pada Lesi medula oblongata pernapasan cheyne stokes ,ataksik dan central
neurogenic hyperventilation. Kelainan perifer adalah aspirasi trauma dada edema paru emboli
paru atau infeksi akibat dari gangguan pernapasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia
17

tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari dan diatasi faktor penyebab dan kalau perlu
memakai ventilator

c. Circulation
Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder kebanyakan
oleh faktor eksternal yakni berupa syok hipovolemik akibat pendarahan luar atau ruptur alat
dalam trauma dada disertai tamponade jantung atau toraks dan syok septik tindakannya adalah
menghentikan sumber perdarahan perbaikan fungsi jantung dan mengganti darah yang hilang
dengan cairan elektronik plasma koloid atau darah

3. Pemeriksaan fisik
Setelah ABC tertangani dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran pemeriksaan
mata tht-kl jantung paru abdomen ekstremitas defisit vokal cerebral dan cedera ekstrakranial
hasil pemeriksaan fisik pertama ini dicatat sebagai data dasar dan jika terjadi perburukan dari
salah satu komponen di atas dapat di dipikirkan adanya kerusakan sekunder dan harus segera
dicari dan ditanggulangi penyebabnya.

4. Pemeriksaan penunjang
Dibuat foto polos kepala dan leher sedangkan foto anggota gerak dada dan abdomen dibuat
atassdasar indikasi CT scan kepala dilakukan bila dicurigai adanya fraktur tulang tengkorak dan
bila secara klinis diduga ada hematom intracranial.

5. Awasi terjadinya peningkatan tekanan intracranial

Peningkatan tekanan intracranial Peningkatan tekanan intra kranial bisa disebabkan oleh edema
serebri, vasodilatasi, hematoma intrakranial atau hidrosefalus.untuk mengukur TIK. sebaiknya
dipasang monitor TIK.TIK yang normal adalah berkisar 0,15 mmHg,jika diatas 20 mmHg sudah
harus diturunkan.

6. Terapi Diuretik
Tujuan terapi ini adalah menurunkan tekanan intrakranial dengan menarik air dari jaringan otot
normal melalui sawar otak yang masih utuh ke dalam ruang intravaskuler
18

7. Posisi tidur pasien

Dengan cedera kepala berat dimana tekanan intrakranial yang tinggi sehingga posisi tidurnya
ditinggikan pada bagian kepala sekitar 20 sampai 30 derajat dengan kepala dan dada pada satu
bidang jangan posisi fleksi atau letter fleksi supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit
sehingga drainase otak menjadi lancer

8. Pertahanankan Keseimbangan Cairan Elektrolit


9. Mencegah Komplikasi
19

2.9 Askep keperawatan ( SDKI ,SLKI,DAN SIKI PPNI 2016 )

NO Diagnosa Luaran intervensi

1. Resiko perfusi serebral Perfusi Serebral ( L.02014 ) Intervensi utama :


tidak efektif b.d cedera Manajemen peningkatan
kepala (D.0017 ) Setelah dilakukan Tindakan 1 24 jam tekanan intracranial :
diharapkan ekspetasi meningkat Observasi
,dengan kriteria hasil : -identifikasi penyebab TIK
Tekanan intracranial menurun -Monitor tanda/gejla
Sakit kepala menurun peningkatan TIK
-Monitor CPP
( Cerebral Perfusion Pressure)
Terapeutik
-meminimalisir stimulus dengn
menyediakan lingkungan yang
tenang
-cegah terjadi kejang

Kolaborasi
-pemberian sedasi dan anti
konvulsan,jika perlu

Intervensi utama :

Tingkat nyeri ( L.08066) Manajemen nyeri


2. Nyeri akut b.d cedera Observasi
traumatis ( D.007) Setelah di lakukan Tindakan - Identifikasi lokasi
keperawatan 1x24 jam di harapkan karakteristik durasi frekuensi
ekspetasi menurun,dengan kriteria kualitas intensitas nyeri
hasil : -identifikasi skala nyeri
1.Keluhan nyeri menurun
2.diaforesis menurun Terapeutik
3.tekanan darah membaik - Berikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
misalnya suhu ruangan
pencahayaan kebisingan
20

Edukasi
-jelaskan strategi meredakan
rasa nyeri
-anjurkan monitor nyeri secara
mandiri

Intervensi utama :
-pemantauan respirasi
1. Observasi
-Monitor
frekuensi,irama,kedalaman,
Dan upaya nafas
Pola Napas L.01004 -Monitor saturasi oksigen
Setelah dilakukan Tindakan -Auskultasi bunyi nafas
3. Pola nafas tidak efektif b.d keperawatan 1 x24 jam diharapkan
gangguan neurologis yaitu ekspetasi membaik dengan kriteria 2.Terapeutik
cedera kepala ( D.0005) hasil: -Atur Interval waktu
1.pola nafas membaik pemantauan respirasi sesuai
2.dispnea menurun kondisi pasien
3.pernafasan cuping hidung menurun -Dokumentasi Hasil
pemantauan

3.Edukasi
-jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
-informasikan hasil
pemantauan,jika perlu
21

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Cedera kepala adalah cedera apapun yang mengakibatkan luka (trauma) pada otak atau tengkorak.
Berdasar literatur kedokteran, istilah “cedera kepala” dan “cedera otak traumatis” dapat digunakan
secara bergantian. Cedera kepala adalah istilah yang dapat digunakan pada banyak kategori cedera,
termasuk cedera pembuluh darah (vaskuler) dan saraf, serta perdarahan dan subdural hygroma
(penumpukan cairan diluar otak). Cedera kepala, yang dapat berupa tertutup atau tembus (terbuka),
digolongkan berdasarkan keadaan tengkorak pasien mengalami kerusakan atau tidak.
Di Amerika Serikat, 1.7 juta orang per tahun menderita cedera kepala dan sekitar tiga persen dari
mereka meninggal disebabkan cedera yang berkelanjutan. Seringkali, cedera kepala lebih sedikit
terlihat daripada cedera di bagian tubuh yang lain, dan gejalanya seperti muntah, nyeri kepala yang
memberat, mengantuk, kebiasaan abnormal, hilang kesadaran, ukuran pupil yang tidak sama, dan
kelumpuhan pada beberapa bagian tubuh dapat terlihat.
Kategori cedera kepala menjadi tipe terbuka dan tertutup adalah salah satu dasar penggolongan.
Pada cedera kepala tertutup, duramater atau lapisan terluar dari otak, tetap utuh. Tengkorak pasien
dapat mengalami keretakan (fraktur). Di sisi lain, cedera terbuka atau tembus seringkali
melibatkan suatu objek yang menusuk ke dalam tengkorak pasien, dimana akan menembus
duramater.
Cedera kepala dapat menyebabkan berbagai masalah pada pasien. Keretakan (fraktur) tengkorak
cukup umum, dan juga kulit kepala yang robek dan perdarahan akan terlihat pada kulit. Ketika
duramater ditembus atau terkena dampak dari cedera, terdapat kemungkinan perdarahan lambat
dibawah selaput (membran). Seorang pasien yang menderita cedera kepala dapat juga menderita
memar di otak, gegar otak, koma, atau bahkan meninggal.
Gegar otak, juga bisa disebut sebagai cedera kepala traumatis, sebenarnya adalah cedera otak jenis
ringan disebabkan oleh pukulan pada kepala pasien. Ini dapat menyebabkan perubahan pada
kognitif , emosional, dan kebiasaan fisik seseorang. Gejala umum yang tampak pada seseorang
yang menderita gegar otak adalah mual, nyeri kepala, kelelahan, keanehan atau kurangnya
koordinasi/penyesuaian pergerakan, kebingungan, dan pandangan kabur. Ketika gegar otak lebih
berat, seseorang dapat menderita amnesia retrogade atau anterograde. Gegar otak merupakan tipe
paling umum dari cedera kepala yang didapatkan pada anak-anak. Anak-anak usia 0 hingga 4 tahun
adalah yang paling rentan, begitu juga dengan dewasa usia 65 tahun ke atas
22

3.2 Saran

Untuk menjadikan makalah ini menjadi makalah yang sempurna maka harus disertai saran-saran
yang bersifat mendorong dan membangun, saran - saran itu antara lain :

Bagi Klien dan Keluarga

Sebaiknya keluarga meningkatkan pengetahuan tentang klien Trauma Kepala sehingga keluarga
bisa menimalisir atau mengurangi kejadian yang dapat menimbulkan cidera kepala

Bagi Perawat

Dapat meningkatkan mutu pelayanan pada kasus Trauma Kepala dan bisa memperhatikan
kondisi serta kebutuhan pasien Trauma Kepala dengan intervensi dan Tindakan yang tepat.
23

DAFTAR PUSTAKA

http://rsp.unand.ac.id/artikel/cidera-kepala

https://www.docdoc.com/id/info/condition/cedera-kepala
http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JAM/article/view/1931
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/681/2/BAB%20I...pdf

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/14481/14054

https://mhomecare.co.id/blog/apa-itu-asuhan-keperawatan/

Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(2) : 42-58, September 2019

Jurnal Akurasi Revised Trauma Score Sebagai Prediktor Mortality

Tjokorda G.B.2017.Pegangan Praktis Bedah syaraf.Jakarta;CV.Sagung Seto.

Hatten M. Central Nervous System Neuronal Migration,Annual Review of Neuroscience.2010


SDKI,SLKI,SIKI PPNI

Anda mungkin juga menyukai