KEPERAWATAN KRITIS
“ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA”
Dosen Pembimbing : Suhaimi Fauzan, S.Kep.,Ners.,M.Kep.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA” dapat diselesaikan dengan
tepat waktu dan harapan kelompok semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan bagi pembaca untuk kedepannya. Kerena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman,
kelompok yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kelompok
mengharapkan saran kepada pembaca untuk membangun kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................3
1.4 Manfaat.............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi..............................................................................................................4
2.2 Etiologi..............................................................................................................5
2.3 Manifestasi Klinis.............................................................................................5
2.4 Patofisiologi dan Pathway.................................................................................6
2.5 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................9
2.6 Penatalaksanaan................................................................................................9
2.7 Komplikasi.......................................................................................................13
2.8 Konsep ICU......................................................................................................14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus................................................................................................................17
3.2 Pengkajian........................................................................................................18
3.3 Analisa Data.....................................................................................................23
3.4 Diagnosa Keperawatan....................................................................................25
3.5 Intervensi..........................................................................................................26
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................................29
4.2 Saran.................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................30
ii
i
BAB I
PENDAHULUA
N
1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat
engetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan kritis pada klien
dengan cedera kepala diruang ICU
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.2 Etiologi
Cedera kepala dapat diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja, trauma saat berolahraga, terjatuh, kejatuhan benda,
pukulan pada kepala, dan luka tembak. Umumnya, cedera kepala
merupakan akibat dari salah satu atau kombinasi daridua mekanisme dasar
yaitu kontak bentur dan guncangan lanjut. Cedera kontak bentur terjadi
bila kepala membentur atau menabrak sesuatu objek tertentu atau
sebaliknya,sedangkan cedera guncangan lanjut yang sering kali dikenal
sebagai cedera akselerasi deselerasi, merupakan akibat peristiwa
guncangan kepala yang hebat, baik yang disebabkan oleh pukulan
maupun bukan karena pukulan (Antou, Siwu, & Mallo, 2013).
2.4 Patofisologi
Patofisiologi cedera kepala dimulai setelah mengalami kerusakan otak
sekunder dapat berupagangguan sistemikakibat hipoksiahipotensi,
gangguan metabolisme energi, dan kegagalan otoregulasi hematom
traumatika epidural, subdural (akut dan kronis), dan intraserebraledema
serebral perifokal generalisata dan pergeseran otak (brain shift) yang
berakibatherniasi batang otak (Tarwoto, 2007).
Patofisiologi cedera kepala berasal dari berbagai faktor yang membuat
cedera pada otak primer dan sekunder. Sehingga terjadi edema serebral
merupakan keadaan yang serius karena dapat menimbulkan peningkatan
tekanan intrakranial dan perfusi jaringan erebralyang kemudian dapat
berkembang menjadi herniasi dan infark serebral. Peningkatan tekanan
intrakranial Tekanan intrakranial (TIK) adalah tekanan yang terjadi dalam
ruang atau ronggatengkorak. Cedara yang mengenai rongga otak merupakan
ruang tertutup yang terdiri atas darah dan pembuluh darah, cairan
cerebrospinalis, dan jaringan otak dengan komposisivolume yang relatif
konstan. Pasien dengan cedera kepala dapat mengalami edema serebri atau
perdarahan cerebral. Hal ini berarti akan terjadi penambahan volume otak
yang apabila melebihi ambang kompensasi, maka akan menimbulkan
desakan atau herniasi dan gangguan perfusi jaringan serebral. Keadaan
herniasi serebral merupakan kondisi yang akan mengancam kehidupan serta
menganggu fungsi organ-organ vital otak, seperti batang otak yang mengatur
kesadaran, pengaturan pernapasan maupun kardiovaskuler. Penatalaksanaan
cedera kepala sesuai dengan tingkat keparahannya, berupa cedera kepala
ringan, sedang, atau berat (Roberson, 2020).
Pathway
2.5 Pemeriksaan penunjang
Menurut Rendy & Margaret (2012), pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada pasien cedera kepala, yaitu:
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya
lesi,perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
2. Serial EEG: dapay melihat perkembangan gelombang yang patologis.
3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan edema), fragmen tulang.
4. BAER (Brain Auditory Evoked Respons): mengoreksi batas fungsi
korteks dan otak kecil.
5. PET (Positron Emission Tomography): mendeteksi perubahan aktivitas
metabolisme otak
6. CSF Lumbal Pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
7. ABGs: mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial.
2.6 Penatalaksanaan
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian terkait
trauma dan kecacatan di seluruh dunia. Adapun penanganan pada pasien
cedera kepala adalah dengan primary survey. Dasar dari pemeriksaan
primary survey adalah ABCD, yaitu Airway (jalan napas), Breathing
(pernapasan), Circulation (sirkulasi darah), dan Disability (status neurologi).
1. Airway (jalan napas)
Merupakan suatu hal yang terpenting dalam melakukan resusitasi dan
membutuhkan keterampilan khusus dengan penanganan keadaan gawat
darurat. Oleh sebab itu, hal yang pertama harus segera dinilai adalah
kelancaran jalan napas, meliputi pemeriksaan jalan napas yang dapat
disebabkan oleh benda asing, fraktur mandibula atau maksila, fraktur
laring (Setiawan & Maulida, 2015). Hal ini dapat dimulai dengan
melakukan chin lift atau jaw thrust. Pada pasien yang dapat berbicara,
dianggap bahwa jalan napasnya bersih walaupun penilaian terhadap
airway harus tetap dilakukan. Pasien dengan gangguan kesadaran atau
Glasgow Coma Scale <8 ini memerlukan pemasangan airway
definitive. Adanya gerakan motorik yang tidak bertujuan dalam
mengindikasikan diperlukan pada airway definitive.
2. Breathing (pernapasan)
Munculnya masalah pernapasan pada pasien trauma terjadi karena
kegagalan pertukaran udara, perfusi atau sebagai akibat dari kondisi
serius pada status neurologis pasien. Untuk menilai pernapasan,
perhatikan proses respirasi spontan dan catat kecepatan, kedalaman
serta usaha melakukannya. Periksa dinding dada untuk mengetahui
penggunaan otot bantu pernapasan dan gerakan naik turunnya dinding
dada secara simetris saat respirasi (Kartikawati, 2011).
3. Circulation (sirkulasi)
Menurut Kartikawati (2011), penanganan awal mengenai status
sirkulasi pasien cedera mencakup evaluasi adanya perdarahan, denyut
nadi, dan perfusi.
1) Perdarahan
Amati adanya tanda-tanda perdarahan eksternal yang masif dan
tekanan langsung daerah tersebut. jika memungkinkan, naikkan
daerah yang mengalami perdarahan sampai di atas ketinggian
jantung. Kehilangan darah dalam jumlah besar dapat terjadi di
dalam tubuh.
2) Denyut nadi
Denyut nadi diraba untuk mengetahui ada tidaknya nadi, kualitas,
kecepatan, dan ritme. Pada syok hipovolemik ini dibatasi dengan
tekanan darah kurang dari 90 mmHg dan dapat mengalami
penurunan tekanan darah yang dapat berpengaruh terhadap tingkat
kinerja otak (Arifin & Risdianto, 2013). Oleh sebab itu, hal yang
pertama harus segera dinilai adalah mengetahui sumber perdarahan
eksternal dan internal, tingkat kesadaran, nadi, dan periksa warna
kulit dan tekanan darah, yaitu:
a. Tingkat kesadaran, yaitu ketika volume darah menurun perfusi
otak juga berkurang yang dapat menyebabkan penurunan
tingkat kesadaran.
b. Warna kulit, yaitu berupa wajah yang keabu-abuan dan kulit
ekstremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia.
c. Nadi adalah pemeriksaan nadi yang dilakukan pada nadi
terbesar seperti arteri femoralis dan arteri karotis (kanan dan
kiri).
3) Perfusi kulit
Beberapa tanda yang tidak spesifik yaitu akral dingin, kulit basah,
pucat, sianosis atau bintik-bintik mungkin menandakan keadaan
syok hipovolemik. Cek warna dan suhu kulit.
4. Disability (status kesadaran)
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan
neurologis secara cepat. Selain itu, pemeriksaan neurologis secara
cepat, yaitu dengan menggunakan metode AVPU (Allert, Voice
respone, Pain respone, Unrespone). Hal yang dinilai yatu tingkat
kesadaran dengan memakai skor GCS, ukuran dan reaksi pupil. Dalam
hal ini penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh adanya penurunan
oksigenasi atau perfusi ke otak serta trauma langsung.
5. Exposure
Pada pemeriksaan exposure, perhatikan bagian tubuh yang terluka,
apakah ada jejas atau lebam pada tubuh akibat benturan. Setelah fungsi
vital stabil, ABCD stabil, baru dilakukan survey yang lain dengan cara
melakukan pemeriksaan sekunder.
Menurut Satyanagara (2010), penatalaksaan pada pasien cedera kepala
dapat dilakukan dengan tindakan keperawatan dan tindakan medis,
yaitu:
1. Tindakan Keperawatan
1) Observasi 24 jam.
2) Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih
dahulu. Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-
muntah, hanya cairan infus dextrose 5%, amnifusin, aminofel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
diberikan makanan lunak.
3) Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4) Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
2. Tindakan Medis
1) Terapi obat-obatan
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu
mannitol 20% atau glukosa 40% atau gliserol 10%.
c. Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin)
atau untuk infeksi anaerob diberikan metrodinasol.
2) Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar,
hematom subdural, cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1
diplo).
3) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT
Scan, dan MRI
2.7 Komplikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013), beberapa komplikasi cedera kepala
yang dapat muncul, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Kejang Pasca Trauma
Kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena
benturan yang dialami di kepala. Beberapa tahun kemudian setelah
terjadinyacedera kejang berulang bisa dapat terjadi kembali.
2. Afasia
Kerusakan yang terjadi pada otak bagian lobus temporalis dan otak
bagian lobus frontalis otak yang merupakan pengendalian dari fungsi
bahasa di area otak, sehingga dapat terjadi hilangnya kemampuan
untuk menggunakan bahasa.
3. Apraksia
Ketidakmampuan dalam melakukan tugas yang memerlukan ingatan
ataupun serangkaian gerakan. Komplikasi ini jarang terjadi kecuali
mengalami kerusakan pada lobus parietalis atau lous frontalis.
4. Agnosis
Penderita mengalai suatu kelainan yang dapat melihat dan merasakan
sebuah benda namun tidak dapat mengenali baik dari segi fungsinya
maupun perannya. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang
dulu dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum (misalnya
sendok atau pensil), meskipun penderita dapat melihat dan
menggambarkan benda-benda tersebut.
5. Amnesia
Merupakan hilangnya keseluruhan atau sebagian dalam mengingat
suatu peristiwa yang baru terjadi maupun yang sudah lama terjadi.
Amnesia. Amnesia dapatberlangsung selama beberapa menit hingga
beberapa jam (bergantung pada berat dan tidaknya cedera) dan dapat
menghilang dengan sendirinya, terkecuali cedera otak yang sangat
hebat, amnesia dapat bersifat menetap.
6. Kebocoran Cairan Serebrospinal
Kebocoran cairan ini dapat disebabkan karena rusaknya lapisan otak
dan sering terjadi pada pasien dengan cedera kepala tertutup.
7. Edema Serebral dan Herniasi
Komplikasi ini penyebab yang paling umum pada peningkatan tekanan
intra kranial (TIK), puncak edema terjadi 72 jam setelah cedera.
Perubahan tekanan darah, frekuensi nadi, pernapasan tidak teratur
merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK.
8. Defisit Neurologis dan Psikologis
Tanda awal penurunan fungsi neurologis yaitu perubahan tingkat
kesadaran, nyeri kepala hebat, mual/muntah proyektil (tanda dari
peningkatan TIK).
3. GCS
Menurut Penelitian yang dilakukan Baum, et al., (2015) memonitoring
tingkat kesadaran pasien dengan penurunan suplai oksigen dan
pengangkutan glukosa ke otak yang merupakan faktor utama prognosis
pada pasien cedera kepala. Tingkat kesadaran pasien cedera kepala
dengan skor total GCS kurang atau sama dengan 8 memiliki rata-rata
kematian sebesar 56%.
1. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Usia : 68 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat Asal : Jl. A. yani No. 14 Kepanjen
No. RM 1633350
Diagnosa Medik : Trauma kepala
Meninggal
G. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Klien lemah dengan kesadaran koma
2. Kesadaran : GCS 3 (E1V1M1)
3. Tanda-tanda vital :
- TD : 150/60 mmHg
- Nadi : 130 x/menit
- Suhu : 37,8 °C
- RR : 40 x/menit
4. BB dan TB : 90 Kg dan 170 cm
5. Sistem Pernapasan (Breathing-B1) :
Pola nafas klien tampak tidak teratur, bunyi nafas ronkhi, tipe pernafasan dada
dan perut, klien menggunakan jalan nafas buatan nasofaringeal tube (mayo),
pernafasan dibantu menggunakan ventilator jenis PSMIV dengan FiO2 100%,
bentuk dada klien normal, pergerakkan dinding dada tidak simetris, adanya
retraksi dada, terdapat pernafasan cuping hidung, terdapat pernafasan bibir,
terdapat produksi sekret pada jalan nafas.
6. Sistem Kardiovaskuler (Blood-B2)
Irama jantung irregular dan S1/S2 terdengar, CRT > 3 detik, akral klien dingin.
7. Sistem Neurologis (Brain-B3)
Kesadaran klien koma dengan GCS 3 ( E1V1M1), reflek pupil anisokor atau
negatif. Klien dalam kondisi undersedasi, klien tidak kejang maupun gelisah.
8. Sistem Perkemihan (Bladder-B4)
Klien terpasang DC (Dower Cateter) dengan jumlah produksi urine 350/7 jam,
warna kuning jernih dan memiliki bau khas amoniak, tidak terdapat
pembesaran pada kandung kemih klien.
9. Sistem Pencernaan (Bowel-B5)
Bibir klien tampak kering dan pecah-pecah, asupan nutrisi dibantu melalui
NGT, dengan diit diabetasol 200cc 5 x/hari, bising usus 40 x/menit, selama di
rawat di rumah sakit klien belum ada BAB.
10. Sistem Muskulosskeletal (Bone-B6)
Kemampuan pergerakkan sendi tidak ada. Kaku sendi (+), kekuatan otot
ekstermitas atas (+), ekstermitas bawah (+)
11. Sistem Integumen
Klien memiliki warna kulit pucat, turgor kulit sedang dan tidak adanya edema
dan tidak ada lesi.
12. Kepala
Tampak tanda hitam belakang telinga (bathel sign) di bagian sinistra, sclera
tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, terdapat tampon pada telinga kanan,
ada pengeluaran cairan, teraba hematoma pada daerah belakang kepala dan
maxilla sebelah kanan, adanya kebituan disekitar mata (jejas).
H. Aktivitas Dasar
Klien dalam melakukan aktivitasnya dibantu oleh perawat yaitu makan atau
minum, toileting, berpakaian serta mobilisasi.
I. Data Psikososial
Keluarga klien mengatakan klien dekat dengan istri dan anak-anaknya, klien
memiliki hubungan baik dengan orang lain.
J. Data Spiritual
Keluarga klien mengatakan biasanya klien beribadah setiap hari, dengan kondisi
klien yang belum sadar keluarga biasanya ketika bertemu dengan klien membaca
Al-Qur’an di dekat klien.
K. Data Penunjang
Hasil CT Scan Kepala dengan rekonstruksi, didapatkan hasil adanya fraktur maxilla
dextra, U.app frontalis sinistra, tampak lesi hiperdens luas pada lobus frontalis kiri
diserta perifocal edema sekitarnya, tampak pula lesi hiperdens mengisi ventrikel
lateralis terutama bagian kanan sampai ventrikel empat
2. Diagnosa keperawatan
- Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan jumlah
produksi sekret
- Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot nafas
- Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala
Analisa Data
- Klien menggunakan
ventilator PMSIV
- Terdapat produksi sekret
pada jalan nafas
- Klien terpasang
nasofaringeal tube
- Pergerakkan dinding dada
tidak simetris
- Adanya retraksi dada
- Adanya takipnea
- RR : 40 x/menit
- Menggunakan otot
bantu pernapasan
dada dan perut
- RR : 40 x/menit
(takipnea)
Data Subjektif : Cedera kepala Risiko Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Otak
- Keluarga klien
(Domain 4, Kelas 4,
mengatakan klien
Kode Diagnosis 00201,
mengalami kecelakaan
dan tidak sadarkan diri halaman 235)
Data Objektif :
- Kesadaran klien
koma
- GCS 3 (E1V1M1)
- Tanda hitam
belakang telinga (bathel
sign) di bagian sinistra
- Terpasang tampon pada
telinga kanan, ada
pengeluaran cairan
- Teraba hematoma pada
daerah belakang kepala
dan maxilla sebelah kanan
- Reflek pupil anisokor
/ negative
- RR : 44 x/menit
- Hasil CT Scan :
Fraktur maxilla
dextra, Uapp frontalis
sinistra
Tampak lesi
hiperdens luas
pada lobus
frontalis kiri
disertai perifocal
edema disekitarnya
Tampak pula lesi
hiperdens mengisi
ventrikel lateralis
terutama kanan
sampai
ventrikel empat
Intervensi Keperawatan
sebagaimana
mestinya
2. Ketidakefektifan pola Status Pernfasan (0415, Monitor Pernafasan (3350,
nafas halaman 634) halaman 236)
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan - Monitor kecepatan irama,
keletihan otot keperawatan selama 3 x 24 jam kedalaman dan kesulitan
pernafasan diharapkan keefektifan pola nafas bernafas
(Domain 4, Kelas klien meningkat dengan kriteria - Catat pergerakkan dada, catat
4, Kode hasil : ketidaksemimetrisan,
Diagnosis 00032,
- Frekuensi pernafasan penggunaan otot-otot bantu nafas
Halaman 228) normal dan retraksi pada otot
- Tidak ada penggunaan otot supraclavikula dan
bantu pernafasan interkosta
- Tidak ada pernafasan bibir - Monitor suara tambahan
4.1 Kesimpulan
Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan
kematian yang cukup tinggi dalam neurologi. Prevalensi nasional cedera
kepala menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%, meningkat 0,7% dibandingkan
tahun 2007. Menurut sebaran kelompok usia, cedera kepala lebih banyak
terjadi pada pasien dengan usia produktif. Cedera kepala berdasarkan
prgresivnya dibagi menjadi cedera kepala primer dan cedera kepala
sekunder.
Perawatan pasien cedera kepala setelah di IGD sebagian memerlukan
perawatan intensif. Pasien cedera kepala sedang dan berat memerlukan
ruang intensif berupa ruang Intensive Care Unit (ICU). Terbatasnya ruangan
intensif mengakibatkan beberapa paisen tidak dapat masuk ruangan ICU.
Kebutuhan fasilitas ICU pada sebuah rumah sakit sering tidak mampu untuk
menampung seluruh pasien yang memerlukan fasilitas tersebut.
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan cedera
kepala yaitu kejang pasca trauma, afasia, apraksia, agnosis, amnesia,
kebocoran cairan serebrospinal, edema serebral dan herniasi serta defisit
neurologis dan psikologis.
4.2 Saran
Diharapkan pembaca dapat menguasai materi secara singkat dalam
makalah ini dengan baik dan mengetahui bagaimana asuhan keperawatan
kritis yang diberikan pada klien dengan cedera kepala.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Antou, S. W., Siwu, J. F., & Mallo, J. F. (2018). Manfaat Helm Dalam mencegah
kematian Akibat Cedera Kepala Pada Kecelakaan Lalu Lintas. JURNAL
BIOMEDIK: JBM, 5(1).
Aprilia, H. (2017). Gambaran status fisiologis pasien cedera kepala di IGD RSUD
Ulin Banjarmasin tahun 2016. DINAMIKA KESEHATAN: JURNAL
KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN, 8(1), 237-249.
Cheristina. (2018). The Correlation Of Time Response In Nursing Actions With
Handling Head Injury Category 1,2, 3, In IGD Sawerigading Public Hospital
Palopo At Years 2017. Jurnal Fenomena Kesehatan. Vol 01;01.
Miranda. (2014). Gambaran Ct. Scan Kepala Pada Penderita Cedera Kepala
Ringan di BLU RSUP Prof . Dr. R. DKandau Manado Periode 2012-
2013.
Post Operasi Trepanasi ec Cedera Kepala dalam Masa Penyapihan
Ventilator Mekanik dengan Intervensi Inovasi Komunikasi Terapeutik
terhadap Disfungsi Respon Penyapihan Ventilator di Ruang ICU RSUD
Taman Husada Bontang Tahun 2016. Karya Tulis Ilmiah Ners Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Samarinda.
Roberson, S. W., Ely, E. W., & Wilson, J. E. (2020). Manifestations of Critical
Illness Brain Injury. In Annual Update in Intensive Care and Emergency
Medicine 2020 (pp. 457-467). Springer, Cham.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2018). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta:
Nuha Medika.Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press.