Anda di halaman 1dari 33

TUGAS KELOMPOK

KEPERAWATAN KRITIS
“ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA”
Dosen Pembimbing : Suhaimi Fauzan, S.Kep.,Ners.,M.Kep.

Disusun Oleh Kelompok 4 :


Eyda Febrianti Khadijah I1032181015
Nindy Laras Setyaningrum I1032181016
Wisna Permata I1032181017

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA” dapat diselesaikan dengan
tepat waktu dan harapan kelompok semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan bagi pembaca untuk kedepannya. Kerena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman,
kelompok yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kelompok
mengharapkan saran kepada pembaca untuk membangun kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, 19 Oktober 2021

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................3
1.4 Manfaat.............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi..............................................................................................................4
2.2 Etiologi..............................................................................................................5
2.3 Manifestasi Klinis.............................................................................................5
2.4 Patofisiologi dan Pathway.................................................................................6
2.5 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................9
2.6 Penatalaksanaan................................................................................................9
2.7 Komplikasi.......................................................................................................13
2.8 Konsep ICU......................................................................................................14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus................................................................................................................17
3.2 Pengkajian........................................................................................................18
3.3 Analisa Data.....................................................................................................23
3.4 Diagnosa Keperawatan....................................................................................25
3.5 Intervensi..........................................................................................................26
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................................29
4.2 Saran.................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................30

ii
i
BAB I
PENDAHULUA
N

1.1 Latar Belakang


Meningkatnya pembangunan dalam bidang ekonomi dan industri
pada era globalisasi seperti sekarang ini, memberikan dampak terhadap
adanya peningkatan mobilisasi. Mobilitas penduduk yang tinggi tentu saja
harus didukung oleh kemajuan dalam bidang transportasi. Peningkatan
mobilitas yang berbanding lurus dengan peningkatan sarana transportasi
inilah yang akan beresiko terhadap meningkatnya kasus cidera, salah
satunya adalah cedera kepala (Adhimarta & Islam, 2015).
Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan
kematian yang cukup tinggi dalam neurologi. Prevalensi nasional cedera
kepala menurut Riskesdas (2013) adalah 8,2%, meningkat 0,7%
dibandingkan tahun 2007. Menurut sebaran kelompok usia, cedera kepala
lebih banyak terjadi pada pasien dengan usia produktif (Kastilong,
Subrata, Tangkudung, & Khosama, 2018).
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala
ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan
cedera kepala atau askep cedera kepala baik cedera kepala ringan, cedera
kepala sedang dan cedera kepala berat harus segera ditangani secara serius.
Cedera pada otak dapat mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf pusat
sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu
dilakukan untuk mendeteksi adanya trauma dari fungsi otak yang
diakibatkan dari cedera kepala (Kastilong, Subrata, Tangkudung, &
Khosama, 2018).
Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi
korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal diruang gawat darurat
sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan
resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus
dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi
kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera
kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit
(Sjahrir, 2014).
Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO)
(2009) sekitar 16.000 orang meninggal di seluruh dunia setiap hari yang
diakibatkan oleh semua jenis cidera. Cidera mewakili 12% dari beban
keseluruhan penyakit, sehingga cidera penyebab penting ketiga kematian
secara keseluruhan. Kecelakaan lalu lintas di dunia pada tahun 2009 telah
merenggut satu juta orang setiap tahunnya sampai sekarang dan dari 50
juta orang mengalami luka dengan sebagian besar korbannya adalah
pemakai jalan yang rentang seperti pejalan kaki, pengendara sepeda motor,
anak-anak, dan penumpang (Kastilong, Subrata, Tangkudung, & Khosama,
2018).
Cedera kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih
kompleks bila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal
ini disebabkan karena struktur anatomi dan fisiologi dari isi ruang
tengkorak yang majemuk, dengan konsistensi cair, lunak dan padatnya itu
cairan otak, selaput otak, jaringan syaraf, pembuluh darah dan tulang.
Pasien dengan trauma kepala memerlukan penegakan diagnosa sedini
mungkin agar tindakan terapi dapat segera dilakukan untuk menghasilkan
prognosis yang tepat, akurat dan sistematis. Oleh karena tingginya angka
insidensi cedera kepala maka makalah ini ditulis untuk menerapkan asuhan
keperawatan kritis pada pasien dengan cedera kepala di ruang ICU.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa definisi dari cedera kepala?
2. Apa etiologi dari cedera kepala?
3. Apa saja manifestasi klinis dari cedera kepala?
4. Bagaimana patofisiologi dan pathway dari cedera kepala?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk cedera kepala?
6. Apa saja penatalaksanaan dari cedera kepala?
7. Apa saja komplikasi dari cedera kepala?
8. Bagaimana konsep ICU berkaitan dengan cedera kepala?

1.3 Tujuan Umum


Untuk mengetahui asuhan keperawatan kritis pada klien dengan cedera
kepala

1.4 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari permasalahan diatas yaitu untuk:
1. Mengetahui definisi dari cedera kepala
2. Mengetahui etiologi dari cedera kepala
3. Mengetahui manifestasi klinis dari cedera kepala
4. Mengetahui patofisiologi dan pathway dari cedera kepala
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk cedera kepala
6. Mengetahui penatalaksanaan dari cedera kepala
7. Mengetahui komplikasi dari cedera kepala
8. Mengetahui konsep ICU berkaitan dengan cedera kepala

1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat
engetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan kritis pada klien
dengan cedera kepala diruang ICU
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi cedera kepala


Cedera kepala merupakan sebuah proses dimana terjadi cedera
langsungatau deselerasi terhadap kepala yang dapat mengakibatkan
kerusakantengkorak dan otak (Pierce dan Neil, 2014)
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak dan otak. Cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara
langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka dikulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neorologis (Miranda, 2014).
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan atau
perlambatan (accelerasi decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk
dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan
penurunan kecepatan (Cheristina, 2018).
Cedera kepala berdasarkan progresivitasnya dibagi menjadi :
- Cedera Primer adalah kerusakan yang terjadi pada struktur kepala ,
jaringan otak serta pembuluh darah pada saat terjadinya cedera kepala.
Jika dilihat secara mikroskopik terjadi kerusakan pada sel-sel parenkim
otak (neuron, akson, sel gila) dan pembuluh darah kecil (arteriol, venula
dan pembuluh kapiler)
- Cedera sekunder adalah kerusakan otak yang timbul karena komplikasi
dari kerusakan primer. Meliputi hematoma intrakranial, edema serebri,
peningkatan tekanan intrakranial dan pada tahap yang lebih lanjut yaitu
hidrosefalus serta infeksi
- Secondary brain insult adalah peristiwa sistemik yang terjadi setelah
trauma kepala menambah kerusakan sel saraf, akson dan pembuluh
darah otak seperti hipoksia, hipotensi, hiperkarbia,
hiperpireksia,hiperglikemia, kejang dan ketidakseimbangan elektrolit
(Satyanegara, 2010).

2.2 Etiologi
Cedera kepala dapat diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja, trauma saat berolahraga, terjatuh, kejatuhan benda,
pukulan pada kepala, dan luka tembak. Umumnya, cedera kepala
merupakan akibat dari salah satu atau kombinasi daridua mekanisme dasar
yaitu kontak bentur dan guncangan lanjut. Cedera kontak bentur terjadi
bila kepala membentur atau menabrak sesuatu objek tertentu atau
sebaliknya,sedangkan cedera guncangan lanjut yang sering kali dikenal
sebagai cedera akselerasi deselerasi, merupakan akibat peristiwa
guncangan kepala yang hebat, baik yang disebabkan oleh pukulan
maupun bukan karena pukulan (Antou, Siwu, & Mallo, 2013).

2.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis cedera kepala menurut (Smeltzer & Bare (2006)
didalam Aprilia (2017) meliputi:
- Gangguan kesadaran
- Konfusi
- Abnormalitas pupil
- Awitan tiba-tiba defisit neurologik, dan perubahan tanda -tanda
vital.
- Gangguan penglihatan dan pendengaran,
- disfungsi sensori,
- kejang otot,
- sakit kepala,
- vertigo,
- gangguan pergerakan,
- kejang dan banyak efek lainnya juga mungkin terjadi pada pasien
cedera kepala
Menurut penelitian Roberson (2020) manifestasi yang terjadi pada
klien penyakit kritis cedera otak yaitu racoon eyes, echimosis pada bagian
periorbital akibat fraktur basis crani anterior, Otorea cerebrospinal, otore
keluarnya cairan dari telinga, Letargia, Pupil anisokor, selain itu Roberson
juga mengatakan terjadinya delirium dan koma, dan disfungsi otak yang
mungkin terlihat di ICU seperti catatonia.

2.4 Patofisologi
Patofisiologi cedera kepala dimulai setelah mengalami kerusakan otak
sekunder dapat berupagangguan sistemikakibat hipoksiahipotensi,
gangguan metabolisme energi, dan kegagalan otoregulasi hematom
traumatika epidural, subdural (akut dan kronis), dan intraserebraledema
serebral perifokal generalisata dan pergeseran otak (brain shift) yang
berakibatherniasi batang otak (Tarwoto, 2007).
Patofisiologi cedera kepala berasal dari berbagai faktor yang membuat
cedera pada otak primer dan sekunder. Sehingga terjadi edema serebral
merupakan keadaan yang serius karena dapat menimbulkan peningkatan
tekanan intrakranial dan perfusi jaringan erebralyang kemudian dapat
berkembang menjadi herniasi dan infark serebral. Peningkatan tekanan
intrakranial Tekanan intrakranial (TIK) adalah tekanan yang terjadi dalam
ruang atau ronggatengkorak. Cedara yang mengenai rongga otak merupakan
ruang tertutup yang terdiri atas darah dan pembuluh darah, cairan
cerebrospinalis, dan jaringan otak dengan komposisivolume yang relatif
konstan. Pasien dengan cedera kepala dapat mengalami edema serebri atau
perdarahan cerebral. Hal ini berarti akan terjadi penambahan volume otak
yang apabila melebihi ambang kompensasi, maka akan menimbulkan
desakan atau herniasi dan gangguan perfusi jaringan serebral. Keadaan
herniasi serebral merupakan kondisi yang akan mengancam kehidupan serta
menganggu fungsi organ-organ vital otak, seperti batang otak yang mengatur
kesadaran, pengaturan pernapasan maupun kardiovaskuler. Penatalaksanaan
cedera kepala sesuai dengan tingkat keparahannya, berupa cedera kepala
ringan, sedang, atau berat (Roberson, 2020).
Pathway
2.5 Pemeriksaan penunjang
Menurut Rendy & Margaret (2012), pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada pasien cedera kepala, yaitu:
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya
lesi,perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
2. Serial EEG: dapay melihat perkembangan gelombang yang patologis.
3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan edema), fragmen tulang.
4. BAER (Brain Auditory Evoked Respons): mengoreksi batas fungsi
korteks dan otak kecil.
5. PET (Positron Emission Tomography): mendeteksi perubahan aktivitas
metabolisme otak
6. CSF Lumbal Pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
7. ABGs: mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial.

2.6 Penatalaksanaan
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian terkait
trauma dan kecacatan di seluruh dunia. Adapun penanganan pada pasien
cedera kepala adalah dengan primary survey. Dasar dari pemeriksaan
primary survey adalah ABCD, yaitu Airway (jalan napas), Breathing
(pernapasan), Circulation (sirkulasi darah), dan Disability (status neurologi).
1. Airway (jalan napas)
Merupakan suatu hal yang terpenting dalam melakukan resusitasi dan
membutuhkan keterampilan khusus dengan penanganan keadaan gawat
darurat. Oleh sebab itu, hal yang pertama harus segera dinilai adalah
kelancaran jalan napas, meliputi pemeriksaan jalan napas yang dapat
disebabkan oleh benda asing, fraktur mandibula atau maksila, fraktur
laring (Setiawan & Maulida, 2015). Hal ini dapat dimulai dengan
melakukan chin lift atau jaw thrust. Pada pasien yang dapat berbicara,
dianggap bahwa jalan napasnya bersih walaupun penilaian terhadap
airway harus tetap dilakukan. Pasien dengan gangguan kesadaran atau
Glasgow Coma Scale <8 ini memerlukan pemasangan airway
definitive. Adanya gerakan motorik yang tidak bertujuan dalam
mengindikasikan diperlukan pada airway definitive.
2. Breathing (pernapasan)
Munculnya masalah pernapasan pada pasien trauma terjadi karena
kegagalan pertukaran udara, perfusi atau sebagai akibat dari kondisi
serius pada status neurologis pasien. Untuk menilai pernapasan,
perhatikan proses respirasi spontan dan catat kecepatan, kedalaman
serta usaha melakukannya. Periksa dinding dada untuk mengetahui
penggunaan otot bantu pernapasan dan gerakan naik turunnya dinding
dada secara simetris saat respirasi (Kartikawati, 2011).
3. Circulation (sirkulasi)
Menurut Kartikawati (2011), penanganan awal mengenai status
sirkulasi pasien cedera mencakup evaluasi adanya perdarahan, denyut
nadi, dan perfusi.
1) Perdarahan
Amati adanya tanda-tanda perdarahan eksternal yang masif dan
tekanan langsung daerah tersebut. jika memungkinkan, naikkan
daerah yang mengalami perdarahan sampai di atas ketinggian
jantung. Kehilangan darah dalam jumlah besar dapat terjadi di
dalam tubuh.
2) Denyut nadi
Denyut nadi diraba untuk mengetahui ada tidaknya nadi, kualitas,
kecepatan, dan ritme. Pada syok hipovolemik ini dibatasi dengan
tekanan darah kurang dari 90 mmHg dan dapat mengalami
penurunan tekanan darah yang dapat berpengaruh terhadap tingkat
kinerja otak (Arifin & Risdianto, 2013). Oleh sebab itu, hal yang
pertama harus segera dinilai adalah mengetahui sumber perdarahan
eksternal dan internal, tingkat kesadaran, nadi, dan periksa warna
kulit dan tekanan darah, yaitu:
a. Tingkat kesadaran, yaitu ketika volume darah menurun perfusi
otak juga berkurang yang dapat menyebabkan penurunan
tingkat kesadaran.
b. Warna kulit, yaitu berupa wajah yang keabu-abuan dan kulit
ekstremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia.
c. Nadi adalah pemeriksaan nadi yang dilakukan pada nadi
terbesar seperti arteri femoralis dan arteri karotis (kanan dan
kiri).
3) Perfusi kulit
Beberapa tanda yang tidak spesifik yaitu akral dingin, kulit basah,
pucat, sianosis atau bintik-bintik mungkin menandakan keadaan
syok hipovolemik. Cek warna dan suhu kulit.
4. Disability (status kesadaran)
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan
neurologis secara cepat. Selain itu, pemeriksaan neurologis secara
cepat, yaitu dengan menggunakan metode AVPU (Allert, Voice
respone, Pain respone, Unrespone). Hal yang dinilai yatu tingkat
kesadaran dengan memakai skor GCS, ukuran dan reaksi pupil. Dalam
hal ini penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh adanya penurunan
oksigenasi atau perfusi ke otak serta trauma langsung.
5. Exposure
Pada pemeriksaan exposure, perhatikan bagian tubuh yang terluka,
apakah ada jejas atau lebam pada tubuh akibat benturan. Setelah fungsi
vital stabil, ABCD stabil, baru dilakukan survey yang lain dengan cara
melakukan pemeriksaan sekunder.
Menurut Satyanagara (2010), penatalaksaan pada pasien cedera kepala
dapat dilakukan dengan tindakan keperawatan dan tindakan medis,
yaitu:
1. Tindakan Keperawatan
1) Observasi 24 jam.
2) Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih
dahulu. Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-
muntah, hanya cairan infus dextrose 5%, amnifusin, aminofel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
diberikan makanan lunak.
3) Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4) Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
2. Tindakan Medis
1) Terapi obat-obatan
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu
mannitol 20% atau glukosa 40% atau gliserol 10%.
c. Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin)
atau untuk infeksi anaerob diberikan metrodinasol.
2) Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar,
hematom subdural, cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1
diplo).
3) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT
Scan, dan MRI
2.7 Komplikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013), beberapa komplikasi cedera kepala
yang dapat muncul, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Kejang Pasca Trauma
Kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena
benturan yang dialami di kepala. Beberapa tahun kemudian setelah
terjadinyacedera kejang berulang bisa dapat terjadi kembali.
2. Afasia
Kerusakan yang terjadi pada otak bagian lobus temporalis dan otak
bagian lobus frontalis otak yang merupakan pengendalian dari fungsi
bahasa di area otak, sehingga dapat terjadi hilangnya kemampuan
untuk menggunakan bahasa.
3. Apraksia
Ketidakmampuan dalam melakukan tugas yang memerlukan ingatan
ataupun serangkaian gerakan. Komplikasi ini jarang terjadi kecuali
mengalami kerusakan pada lobus parietalis atau lous frontalis.
4. Agnosis
Penderita mengalai suatu kelainan yang dapat melihat dan merasakan
sebuah benda namun tidak dapat mengenali baik dari segi fungsinya
maupun perannya. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang
dulu dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum (misalnya
sendok atau pensil), meskipun penderita dapat melihat dan
menggambarkan benda-benda tersebut.
5. Amnesia
Merupakan hilangnya keseluruhan atau sebagian dalam mengingat
suatu peristiwa yang baru terjadi maupun yang sudah lama terjadi.
Amnesia. Amnesia dapatberlangsung selama beberapa menit hingga
beberapa jam (bergantung pada berat dan tidaknya cedera) dan dapat
menghilang dengan sendirinya, terkecuali cedera otak yang sangat
hebat, amnesia dapat bersifat menetap.
6. Kebocoran Cairan Serebrospinal
Kebocoran cairan ini dapat disebabkan karena rusaknya lapisan otak
dan sering terjadi pada pasien dengan cedera kepala tertutup.
7. Edema Serebral dan Herniasi
Komplikasi ini penyebab yang paling umum pada peningkatan tekanan
intra kranial (TIK), puncak edema terjadi 72 jam setelah cedera.
Perubahan tekanan darah, frekuensi nadi, pernapasan tidak teratur
merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK.
8. Defisit Neurologis dan Psikologis
Tanda awal penurunan fungsi neurologis yaitu perubahan tingkat
kesadaran, nyeri kepala hebat, mual/muntah proyektil (tanda dari
peningkatan TIK).

2.8 Konsep ICU


Intensive Care Unit (ICU) merupakan salah satu pelayanan sentral di
rumah sakit dimana bagian pelayanan ICU membutuhkan sumber daya
perawat yang terlatih. Perawat ICU bertanggung jawab untuk
mempertahankan homeostatis pasien untuk berjuang melewati kondisi kritis
atau terminal yang mendekati kematian. Karakteristik perawat ICU yaitu
memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik daripada
perawat lain dalam menangani pasien yang memiliki kondisi kritis. Perawat
ICU minimal memiliki sertifikat BTCLS (Basic Trauma Cardiac Life
Support).
Perawatan pasien cedera kepala setelah di IGD sebagian memerlukan
perawatan intensif. Pasien cedera kepala sedang dan berat memerlukan
ruang intensif berupa ruang Intensive Care Unit (ICU). Terbatasnya ruangan
intensif mengakibatkan beberapa paisen tidak dapat masuk ruangan ICU.
Kebutuhan fasilitas ICU pada sebuah rumah sakit sering tidak mampu untuk
menampung seluruh pasien yang memerlukan fasilitas tersebut (Sumarno,
Hidajat, & Rini, 2016).
Perawatan di ruang ICU pada pasien cedera kepala, di mana tenaga
medis akan melakukan pemeriksaan secara berkala, pemeriksaan tersebut
meliputi tingkat kesadaran, ukuran pupil mata dan reaksinya terhadap
cahaya, seberapa baik pasien menggerakkan tangan dan kaki, pernapasan,
denyut jantung, tekanan darah, suhu tubuh, dan kadar oksigen dalam darah.
Penatalaksanaan terapi intensif cedera kepala di ruang ICU terdiri dari
perawatan umum yang ketat dan perawatan lain yang bertujuan untuk
stabilisasi kondisi klien, optimalisasi oksigen dan hemodinamik otak,
mencegah dan melakukan terapi hipertensi intrakranial, mempertahankan
Cranial Perfusion Pressure (CPP) yang stabil dan adekuat, mencegah dari
cedera sekunder (Alpina, 2016).
Monitoring pasien dengan Cedera kepala di ICU
1. ONSD Monitoring
Menurut Husni (2019) bahwa monitoring TIK dapat meningkatkan
kualitas dan kelangsungan hidup pasien-pasien yang mengalami
peningkatan TIK pada cedera kepala. Metode pengukuran TIK non
invasif seperti pengukuran optical nerve sheath diameter (ONSD)
jarang dilakukan di Indonesia meskipun memiliki nilai manfaat yang
besar bagi penatalaksanaan serta monitoring pasien dengan cedera
kepala di ICU. Cara kerja monitoring dengan ONSD adalah dengan
adanya keterlibatan jalinan antara meningen di dalam kranium
dengan selaput mening yang menyelubungi bola mata
memungkinkan perpindahan LCS dan perubahan tekanan didalam
kranium akan sama dengan ruang subarachnoid di dalam bola
mata.
2. Saturasi Oksigen
Menurut Sumarno dan Rini (2016) memonitoring saturasi oksigen
pasien cedera kepala di ICU akan berhubungan dengan kerja otak
tergantung langsung kepada tekanan darah sistemik dan PaO2, pada
saat mekanisme autoregulasi otak terganggu maka hipotensi dan
hipoksia akan menyebabkan terganggunya CBF dan oksigenasi,
sedangkan pada saat autoregulasi baik maka hipotensi bersama
hipoksia yang berat dapat memicu vasodilatasi otak. Hal ini yang
berakibat meningkatnya volume otak dan tekanan intra kranial yang
diikuti menurunnya tekanan perfusi otak.

3. GCS
Menurut Penelitian yang dilakukan Baum, et al., (2015) memonitoring
tingkat kesadaran pasien dengan penurunan suplai oksigen dan
pengangkutan glukosa ke otak yang merupakan faktor utama prognosis
pada pasien cedera kepala. Tingkat kesadaran pasien cedera kepala
dengan skor total GCS kurang atau sama dengan 8 memiliki rata-rata
kematian sebesar 56%.
1. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Usia : 68 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat Asal : Jl. A. yani No. 14 Kepanjen
No. RM 1633350
Diagnosa Medik : Trauma kepala

B. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. C
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat Asal : Jl. A. Yani No. 14 Kepanjen
Hubungan dengan klien : Anak
C. Riwayat Kesehatan Klien
1. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Penyakit yang pernah diderita
Keluarga klien mengatakan klien memiliki riwayat hipertensi dan diabetes
mellitus
b. Riwayat alergi
Keluarga klien mengatakan klien tidak memiliki riwayat alergi
c. Tindakan operatif yang pernah didapat
Keluarga klien mengatakan klien tidak ada riwayat operasi
2. Riwayat Kesehatan Saat Ini
a. Alasan masuk RS
Keluarga klien mengatakan klien ditabrak mobil pick up dari arah belakang
dan didepan klien terdapat mobil, klien jatuh terpental ke depan dan
kepalanya terbentur mobil serta kondisi klien tidak sadar.
b. Keluhan utama saat ini (saat didata)
Klien dalam keadaan tidak sadar atau koma

D. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga klien mengatakan ibunya terdapat riwayat penyakit diabetes mellitus dan
ayahnya terdapat riwayat hipertensi.

E. Struktur Keluarga Genogram


Keterangan :
Perempuan Pasien

Laki laki Tinggal serumah

Meninggal

F. Pola Istirahat dan Tidur


Klien masih dalam keadaan tidak sadar atau koma

G. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Klien lemah dengan kesadaran koma
2. Kesadaran : GCS 3 (E1V1M1)
3. Tanda-tanda vital :
- TD : 150/60 mmHg
- Nadi : 130 x/menit
- Suhu : 37,8 °C
- RR : 40 x/menit
4. BB dan TB : 90 Kg dan 170 cm
5. Sistem Pernapasan (Breathing-B1) :
Pola nafas klien tampak tidak teratur, bunyi nafas ronkhi, tipe pernafasan dada
dan perut, klien menggunakan jalan nafas buatan nasofaringeal tube (mayo),
pernafasan dibantu menggunakan ventilator jenis PSMIV dengan FiO2 100%,
bentuk dada klien normal, pergerakkan dinding dada tidak simetris, adanya
retraksi dada, terdapat pernafasan cuping hidung, terdapat pernafasan bibir,
terdapat produksi sekret pada jalan nafas.
6. Sistem Kardiovaskuler (Blood-B2)
Irama jantung irregular dan S1/S2 terdengar, CRT > 3 detik, akral klien dingin.
7. Sistem Neurologis (Brain-B3)
Kesadaran klien koma dengan GCS 3 ( E1V1M1), reflek pupil anisokor atau
negatif. Klien dalam kondisi undersedasi, klien tidak kejang maupun gelisah.
8. Sistem Perkemihan (Bladder-B4)
Klien terpasang DC (Dower Cateter) dengan jumlah produksi urine 350/7 jam,
warna kuning jernih dan memiliki bau khas amoniak, tidak terdapat
pembesaran pada kandung kemih klien.
9. Sistem Pencernaan (Bowel-B5)
Bibir klien tampak kering dan pecah-pecah, asupan nutrisi dibantu melalui
NGT, dengan diit diabetasol 200cc 5 x/hari, bising usus 40 x/menit, selama di
rawat di rumah sakit klien belum ada BAB.
10. Sistem Muskulosskeletal (Bone-B6)
Kemampuan pergerakkan sendi tidak ada. Kaku sendi (+), kekuatan otot
ekstermitas atas (+), ekstermitas bawah (+)
11. Sistem Integumen
Klien memiliki warna kulit pucat, turgor kulit sedang dan tidak adanya edema
dan tidak ada lesi.
12. Kepala
Tampak tanda hitam belakang telinga (bathel sign) di bagian sinistra, sclera
tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, terdapat tampon pada telinga kanan,
ada pengeluaran cairan, teraba hematoma pada daerah belakang kepala dan
maxilla sebelah kanan, adanya kebituan disekitar mata (jejas).

H. Aktivitas Dasar
Klien dalam melakukan aktivitasnya dibantu oleh perawat yaitu makan atau
minum, toileting, berpakaian serta mobilisasi.
I. Data Psikososial
Keluarga klien mengatakan klien dekat dengan istri dan anak-anaknya, klien
memiliki hubungan baik dengan orang lain.

J. Data Spiritual
Keluarga klien mengatakan biasanya klien beribadah setiap hari, dengan kondisi
klien yang belum sadar keluarga biasanya ketika bertemu dengan klien membaca
Al-Qur’an di dekat klien.

K. Data Penunjang
Hasil CT Scan Kepala dengan rekonstruksi, didapatkan hasil adanya fraktur maxilla
dextra, U.app frontalis sinistra, tampak lesi hiperdens luas pada lobus frontalis kiri
diserta perifocal edema sekitarnya, tampak pula lesi hiperdens mengisi ventrikel
lateralis terutama bagian kanan sampai ventrikel empat

2. Diagnosa keperawatan
- Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan jumlah
produksi sekret
- Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot nafas
- Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala
Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH

Data : Peningkatan jumlah Ketidakefektifan Bersihan


produksi sekret Jalan Nafas (Domain
- Pola nafas klien
11, Kelas 2,
tampak tidak teratur
Kode Diagnosis 00081,
- Suara pernafasan
ronchi halaman 384)

- Klien menggunakan
ventilator PMSIV
- Terdapat produksi sekret
pada jalan nafas
- Klien terpasang
nasofaringeal tube
- Pergerakkan dinding dada
tidak simetris
- Adanya retraksi dada

- Adanya takipnea

- RR : 40 x/menit

Data Subjektif : Keletihan otot Ketidakefektifan Pola


pernafasan Napas (Domain 4,
- Pola nafas tidak
Kelas 4, Kode
teratur
Diagnosis 00032,
- Pernapasan cuping
halaman 228)
hidung
- Pernapasan bibir

- Menggunakan otot
bantu pernapasan
dada dan perut
- RR : 40 x/menit
(takipnea)
Data Subjektif : Cedera kepala Risiko Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Otak
- Keluarga klien
(Domain 4, Kelas 4,
mengatakan klien
Kode Diagnosis 00201,
mengalami kecelakaan
dan tidak sadarkan diri halaman 235)

Data Objektif :

- Kesadaran klien
koma
- GCS 3 (E1V1M1)

- Tanda hitam
belakang telinga (bathel
sign) di bagian sinistra
- Terpasang tampon pada
telinga kanan, ada
pengeluaran cairan
- Teraba hematoma pada
daerah belakang kepala
dan maxilla sebelah kanan
- Reflek pupil anisokor
/ negative

- Kebiruan sekitar mata


(jejas)
- Klien dalam keadaan
undersedasi
- Tekanan darah :
150/60 mmHg
- Nadi : 130 x/menit
- Suhu : 37,8°C

- RR : 44 x/menit

- Hasil CT Scan :

 Fraktur maxilla
dextra, Uapp frontalis
sinistra
 Tampak lesi
hiperdens luas
pada lobus
frontalis kiri
disertai perifocal
edema disekitarnya
 Tampak pula lesi
hiperdens mengisi
ventrikel lateralis
terutama kanan
sampai
ventrikel empat
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1. Ketidakefektifan Status Pernafasan : Manajemen Jalan Nafas (3140,


bersihan jalan Ventilasi (0403, halaman halaman 185)
nafas berhubungan 637) - Monitor status pernafasan dan
dengan peningkatan Setelah dilakukan tindakan oksigen
jumlah produksi keperawatan selama 5 x 24 jam - Posisikan pasien untuk
sekret (Domain diharapkan pasien akan memaksimalkan ventilasi
11, Kelas 2, Kode meningkatkan keefektifan bersihan - Buasng sekret dengan suction
Diagnosis 00081, jalan nafas dengan kriteria hasil :
- Lakukan penyedotan
Halaman 384) - Frekuensi pernafasan normal
melalui endotrakea atau
- Irama pernafasan normal nasotrakea
- Tidak ada suara - Auskultasi suara nafas, catat area
tambahan pernafasan yang ventilasinya menurun atau
- Pengembagan dinding tidak ada dan adanya suara
dada simetris tambahan
- Tidak ada akumulasi Penghisapan Lendir Pada Jalan
sputum Nafas (3160, halaman 319)
- Auskultasi suara nafas sebelum
dan setelah tindakan suksion
- Informasikan kepada
keluarga tentang
pentingnya tindakan
suksion
- Monitor dan catat warna,

jumlah dan konisstensi sekret

- Kirimkan sampel sekret untuk

tes kultur dan sensitivitas,

sebagaimana

mestinya
2. Ketidakefektifan pola Status Pernfasan (0415, Monitor Pernafasan (3350,
nafas halaman 634) halaman 236)
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan - Monitor kecepatan irama,
keletihan otot keperawatan selama 3 x 24 jam kedalaman dan kesulitan
pernafasan diharapkan keefektifan pola nafas bernafas
(Domain 4, Kelas klien meningkat dengan kriteria - Catat pergerakkan dada, catat
4, Kode hasil : ketidaksemimetrisan,
Diagnosis 00032,
- Frekuensi pernafasan penggunaan otot-otot bantu nafas
Halaman 228) normal dan retraksi pada otot
- Tidak ada penggunaan otot supraclavikula dan
bantu pernafasan interkosta
- Tidak ada pernafasan bibir - Monitor suara tambahan

- Tidak ada pernafasan cuping - Monitor pola nafas


hidung - Pantau sekresi pernafasan klien
- Gangguan kesadaran
- Pasang sensor pemantauan
menurun
oksigen non-invasif dengan
mengatur alarm pada pasien
berisiko tinggi
- Catat perubahan pada saturasi O2,
volume tidal akhir CO2 dan nilai
analisa gas darah
- Posisikan pasien miring ke
samping mencegah aspirasi
dengan teknik log roll
- Berikan bantuan resusitasi jika
diperlukan
- Berikan bantuan terapi nafas
3. Resiko Status Sirkulasi (6101, hal 638 ) Management sedasi perifer
ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan (2660 halaman 367)
perfusi jaringan otak keperawatan selama 5 x 24 jam - Monitor adanya parasthesia
berhubungan dengan diharapkan pasien akan dengan tepat
cedera kepala meningkatkan - Monitor kesadaran klien
(domain 3 kelas Perfusi jaringan serebral dengan
- Instruksikan keluarga pasien
4, kode diagnosis kriteria hasil :
untuk menjaga posisi tubuh
00201, halaman - Tekanan intrakranial
ketika mandi, duduk, berbaring
235) normal
atau mengubah posisi
- Tekanan darah
- Imobilisasi kepala, leher dan
- sistolik normal
punggung dengan tepat
- Tekanan darah
- Berikan obat analgesik,
diastolik normal
kortikosteroid,
- Sakit kepala dari deviasi antikonvulsan,antidepliresa m
berat ke sedang trisilik, atau anastesi lokal sesuai
- Penurunan tingkat kebutuhan
kesadaran dari - Monitor tromboplebitis dan
deviasi berat ke sedang tromboemboli pada vena
- Instruksikan pada keluarga dan
pasien untuk mengamati posiis
tubuh jika propriosepsis
terganggu
BAB IV
PENUTU
P

4.1 Kesimpulan
Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan
kematian yang cukup tinggi dalam neurologi. Prevalensi nasional cedera
kepala menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%, meningkat 0,7% dibandingkan
tahun 2007. Menurut sebaran kelompok usia, cedera kepala lebih banyak
terjadi pada pasien dengan usia produktif. Cedera kepala berdasarkan
prgresivnya dibagi menjadi cedera kepala primer dan cedera kepala
sekunder.
Perawatan pasien cedera kepala setelah di IGD sebagian memerlukan
perawatan intensif. Pasien cedera kepala sedang dan berat memerlukan
ruang intensif berupa ruang Intensive Care Unit (ICU). Terbatasnya ruangan
intensif mengakibatkan beberapa paisen tidak dapat masuk ruangan ICU.
Kebutuhan fasilitas ICU pada sebuah rumah sakit sering tidak mampu untuk
menampung seluruh pasien yang memerlukan fasilitas tersebut.
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan cedera
kepala yaitu kejang pasca trauma, afasia, apraksia, agnosis, amnesia,
kebocoran cairan serebrospinal, edema serebral dan herniasi serta defisit
neurologis dan psikologis.

4.2 Saran
Diharapkan pembaca dapat menguasai materi secara singkat dalam
makalah ini dengan baik dan mengetahui bagaimana asuhan keperawatan
kritis yang diberikan pada klien dengan cedera kepala.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

Antou, S. W., Siwu, J. F., & Mallo, J. F. (2018). Manfaat Helm Dalam mencegah
kematian Akibat Cedera Kepala Pada Kecelakaan Lalu Lintas. JURNAL
BIOMEDIK: JBM, 5(1).
Aprilia, H. (2017). Gambaran status fisiologis pasien cedera kepala di IGD RSUD
Ulin Banjarmasin tahun 2016. DINAMIKA KESEHATAN: JURNAL
KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN, 8(1), 237-249.
Cheristina. (2018). The Correlation Of Time Response In Nursing Actions With
Handling Head Injury Category 1,2, 3, In IGD Sawerigading Public Hospital
Palopo At Years 2017. Jurnal Fenomena Kesehatan. Vol 01;01.
Miranda. (2014). Gambaran Ct. Scan Kepala Pada Penderita Cedera Kepala
Ringan di BLU RSUP Prof . Dr. R. DKandau Manado Periode 2012-
2013.
Post Operasi Trepanasi ec Cedera Kepala dalam Masa Penyapihan
Ventilator Mekanik dengan Intervensi Inovasi Komunikasi Terapeutik
terhadap Disfungsi Respon Penyapihan Ventilator di Ruang ICU RSUD
Taman Husada Bontang Tahun 2016. Karya Tulis Ilmiah Ners Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Samarinda.
Roberson, S. W., Ely, E. W., & Wilson, J. E. (2020). Manifestations of Critical
Illness Brain Injury. In Annual Update in Intensive Care and Emergency
Medicine 2020 (pp. 457-467). Springer, Cham.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2018). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta:
Nuha Medika.Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press.

Anda mungkin juga menyukai