Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA Tn.G DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG


DI IGD RUMAH SAKIT UMUM DAAH WANGAYA
A TANGGAL : 03 OKTOBER 2018

NAMA KELOMPOK :

1. I. A NYOMAN PRAMESTI D KP.09.16.014


1. I MADE GEMPA ANDI P KP.09.16.015
2. NI PUTU NOVELIA TREANA KP.09.16.032
3. ANNISA PUSPITA DEWI KP.09.16.033
4. KADEK SILIADEWI KP.09.16.064
5. NI NENGAH NIKAWATI KP.09.16.072
6. PUTU EKA DIANTARI KP.09.16.076
7. NI KOMANG AYU PRASTIKA PUTRI KP.09.16.100
8. NURMA TYAS PURNAMA SARI KP.09.16.108
9. I GEDE WIKA PRATAMA KP.09.16.111
10. NI KOMANG AYU SUARDIANI KP.09.16.112

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IX/UDAYANA


DENPASAR
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat, kasih, dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Dasar Penyakit dan Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan “Cedera Kepala Sedang”
ini tepat waktu dan semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada
kita nantinya.
Makalah yang berjudul “Konsep Dasar Penyakit dan Konsep Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan “Cedera Kepala Sedang” ini mengandung beberapa pokok bahasan yang akan
membahas tentang poin-poin penting dari makalah ini.
Terima kasih kepada dosen pembimbing akademik (CT) dan pembimbing praktek (CI),
teman-teman, dan juga orang tua kami, atas dorongan yang telah diberikan kepada kami
sehingga makalah ini dapat terbentuk.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
bersedia menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk perbaikan di
kemudian hari.

Denpasar, Oktober 2018

Penulis

DAFTAR ISI

i
Kata Pengantar........................................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan........................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi.........................................................................................................4
2.2 Klasifikasi.....................................................................................................4
2.3 Etiologi.........................................................................................................6
2.4 Patofisiologi..................................................................................................7
2.5 Tanda dan Gejala..........................................................................................8
2.6 Pathway........................................................................................................9
2.7 Komplikasi...................................................................................................10
2.8 Pemeriksaan Diagnostik...............................................................................10
2.9 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan.............................................................11
2.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan..........................................................12
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Tianjauan Kasus...........................................................................................21
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan..................................................................................................36
BAB V
5.1 Kesimpulan...................................................................................................43
5.2 Saran.............................................................................................................45
DAFTAR PUSTAK………………………………………………………………46

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cedera kepala adalah deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis
pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-decelerasi) yang merupakan
perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan
penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Musliha, 2010). Ketika otak mengalami
cedera fungsi otak akan terganggu sehingga otak tidak dapat mempertahankan oksigen dan
nutrisi yang dibutuhhan oleh fungsi-fungsi otak. Hal tersebut dapat menyebabkan kejang,
gangguan aktivitas neurologis, koma dan bahkan kematian. Selain itu cedera kepala sangan
berbahaya karena dapat menyebabkan hematoma, terjadinya hematoma pada cedera kepala
dapat mempengaruhi peningkatan tekanan intracranial. Jika peningkatan tekanan intracranial
tidak diatasi maka dapat berakibat fatal salah satunya adalah menyebabkan terjadinya
penurunan kesadaran dan kematian.
Di negara maju, seperti Amerika Serikat cedera kepala merupakan penyebab kematian
terbanyak untuk kelompok usia 15-44 tahun. Dan angka kejadian cedera kepala pada laki-laki
50% lebih banyak dibandingkan perempuan hal ini disebabkan karena mobilitas yang tinggi
dikalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan dijalan masih
rendah disamping penanganan pertama yang belum benar-benar rujukan yang terlambat
(Smeltzer & Bare, 2002). Kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai
500.000 kasus dan lebih dari 100.000 penderita cedera kepala mengalami berbagai tingkat
kecacatan sesuai dengan daerah yang terkena. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum
tiba di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk
cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB) (Wilkinson,
2007). Pada tahun 2011 di Indonesia mencapai 108.696 jumlah kecelakaan dengan 26,69%
korban meninggal dan 32,45% mengalami luka berat, dan 55,1% dari data tersebut
mengalami cedera kepala (Lumandung, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan di RSUD Wangaya Denpasar kasus trauma khususnya cedera kepala sedang (CKS)
mencapai 185 kasus pada tahun 2017 dan 104 pada bulan januari sampai dengan oktober
tahun 2018.
Pada kasus-kasus trauma salah satunya trauma kepala yang disebabkan suatu sentakan
traumatic pada kepala, sentakan biasanya tiba-tiba dan kekuatan penuh seperti jatuh,
kecelakaan bermotor, atau kepala terbentur. Jika sentakan menyebabkan suatu trauma

1
akselerasi-diselerasi atau coup-countercoup, maka kontusio serebri dapat terjadi. Trauma
akserelasi dapat terjadi langsung dibawah sisi yang terkena ketika otak terpantul kearah
tengkorak dari kekuatan suatu sentakan (satu pukulan benda tumpul sebagai contoh), ketika
kekuatan sentakan mendorong otak terpantul kearah sisi berlawanan tengkorak atau ketika
kepala terdorong kedepan dan terhenti seketika. Otak terus bergerak dan terbentur kembali ke
tengkorak (akselerasi) dan terpantul (diserelasi) ( Krisanty, dkk, 2009). Manifestasi cedera
kepala sendiri yaitu gangguan kesadaran, konfusi abnormalitas pupil, perubahan tanda-tanda
vital, kejang dan sakit kepala. Salah satu komplikasi yang terjadi dari manifestasi tersebut
yaitu peningkatan tekanan intrakranial yang dapat memperburuk keadaan pasien (Smeltzer,
2002). Komplikasi lain yang dapat terjadi pada trauma kepala adalah perdarahan, infeksi,
edema dan herniasi melalui tontronium. Infeksi selalu menjadi ancaman yang berbahaya
untuk cedera terbuka dan edema dihubungkan dengan trauma jaringan (Wong, D.L. et al.,
2009).
Dengan tanda gejala dan komplikasi yang menyebabkan terjadinya masalah yang begitu
kompleks yang dapat menyebabkan kematian, maka penanganan cedera kepala harus
dilakukan dengan segera karena jika tidak segera ditangani maka dapat menyebabkan
kematian. Pasien yang datang dengan cedera kepala di Instalasi Gawat Darurat (IGD) penting
dilakukan pengkajian dan penatalaksanaan ABCDE (Airway, Breathimg, Circulation,
Disability, Exphosure) agar dapat segera tertangani. Tindakan gawat darurat dilakukan
dengan pemeriksaan menyeluruh meliputi : pemeriksaan fisik, tanda vital, darah, EKG, foto
thoraks, dan CT-scan. Penanganan kegawatdaruratan juga dilakukan dengan pemasangan
servical collar terutama pada klien yang tidak sadar, pemberian O 2, sesak nafas diberi posisi
yang nyaman Head Up 300̊, penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul
terutama pada peningkatan intrakranial (Musliha, 2010).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan Cedera Kepala disebabkan oleh beberapa faktor
salah satunya yaitu adanya trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak serta memiliki
komplikasi yang berat sampai kematian. Penanganan yang tepat dalam pemberian asuhan
keperawatan dapat membantu dan mencegah agar pasien cedera kepala dapat terobati atau
meminimalisir agar keadaan tidak memburuk. Oleh karena itu penulis tertarik untuk
mengangkat kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada pasien dengan
Cedera Kepala Sedang (CKS) di Instalasi Gawat Darurat RSUD Wangaya Denpasar”.

1.2 Rumusan Masalah

2
Bagaimana asuhan keperawatann gawat darurat pada pasien dengan Cedera Kepala
Sedang (CKS) di instalasi gawat darurat RSUD Wangaya Denpasar?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan Cedera Kepala
Sedang (CKS) di instalasi gawat darurat RSUD Wangaya Denpasar
1.3.2 Tujuan Khusus
(1) Mengidentifikasi pelaksanaan pengkajian keperawatan gawat darurat pada pasien dengan
Cedera Kepala Sedang (CKS) di instalasi gawat darurat RSUD Wangaya Denpasar.
(2) Mengidentifikasi perumusan diagnosa keperawatan gawat darurat pada pasien dengan
Cedera Kepala Sedang (CKS) di instalasi gawat darurat RSUD Wangaya Denpasar.
(3) Mengidentifikasi penyusunan perencanaan keperawatan gawat darurat pada pasien
dengan Cedera Kepala Sedang (CKS) di instalasi gawat darurat RSUD Wangaya
Denpasar.
(4) Mengidentifikasi pelaksanaan implementasi keperawatan gawat darurat pada pasien
dengan Cedera Kepala Sedang (CKS) di instalasi gawat darurat RSUD Wangaya
Denpasar.
(5) Mengidentifikasi pelaksanaan evaluasi pada pasien dengan Cedera Kepala Sedang (CKS)
di instalasi gawat darurat RSUD Wangaya Denpasar.
1.4 Manfaat
(1) Menambah wawasan terkait dengan cara penanganan pada pasien dengan Cedera Kepala
Sedang (CKS) di instalasi gawat darurat RSUD Wangaya Denpasar.
(2) Memfasilitasi alur pasien melalui IGD dalam proses penangulangan atau pengobatan.
(3) Meningkatkan penanganan pasien dalam hal menentukan prioritas pelayanan.
(4) Menjadikan penanganan di IGD lebih instensif.
(5) Meningkatkan standar dan kualitas IGD.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian

3
Cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai

atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya

kontinuitas otak (Muttaqin, 2008). Cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan pada

ekstrakranial, tulang kranial serta intrakranial. Pada ekstrakranial cedera kepala dapat

menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vesikuler sehingga terjadi

perdarahan. Perdarahan tersebut dapat mempengaruhi perubahan Glasgow Coma Scale

(GCS) sehingga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Musliha, 2010).

Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit pada ekstrakranial, cedera

kepala dapat menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vesikuler sehingga

terjadi perdarahan, trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan

penyakit neorologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya

(Smeltzer & Bare 2001).

2.2 Klasifikasi

Cedera Kepala dapat diklasifikasikan dari berbagai aspek penting. Menurut

Satyanegara (2010), klasifikasi cedera kepala dapat dibagi menjadi tiga, yaitu berdasarkan

patologi, jenis cedera dan berat ringannya. Berdasarkan patologi cedera kepala dapat dibagi

menjadi cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan

kerusakan yang terjadi pada masa akut (terjadi saat benturan) dan cedera kepala sekunder

merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut yang terjadi setelah trauma

sehingga meningkatkan tekanan intrakranial yang tidak terkendali, meliputi respon fisiologis

cedera otak, edema serebral dan perubahan biokimia.

Menurut jenis cedera klasifikasi cedera kepala dapat dibagi menjadi cedera kepala

terbuka dan cedera kepala tertutup. Cedera kepala terbuka merupakan cedera yang

menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater, cedera ini biasanya sampai

menembus tengkorak dan jaringan otak. Sedangkan cedera kepala tertutup merupakan cedera

4
yang dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan dengan cedera serebral yang

luas.

Berdasarkan berat ringannya cedera yang dapat dinilai dengan cara kuantitatif yaitu

dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Berdasarkan penilaian tersebut cedera kepala dapat

dibagi menjadi tiga, yaitu cedera kepala ringan (CKR) yang mempunyai GCS (14-15), cedera

ini dapat menyebabkan kehilangan kesadaran, amnesia kurang dari 30 menit, tidak ada

fraktur tengkorak dan contusio serebral. Cedera kepala sedang (CKS) yang mempunyai GCS

(9-13), cedera ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran, amnesia lebih dari 30 menit

tetapi kurang dari 24 jam dan diikuti dengan contusio serebral, laserasi serta hematoma

intrakranial. Terakhir yaitu Cedera kepala berat (CKB) yang mempunyai GCS (3-8), cedera

ini juga dapat menyebabkan penurunan kesadaran, amnesia lebih dari 24 jam, adanya

contusio serebral, laserasi dan hematoma intrakranial.

Penilaian tingkat kesadaran dapat dilakukan dengan cara kuantitatif yaitu Glasgow

Coma Scale (GCS). Pada tabel 2.1 dapat dilihat indikator yang diperiksa, yaitu reaksi

membuka mata, reaksi verbal, dan reaksi motorik.


Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale (GCS)

Dewasa Respon Bayi Dan Anak-Anak

Buka Mata (Eye)

 Spontan 4  Spontan

 Berdasarkan perintah verbal 3  Berdasarkan suara

 Berdasarkan rangsang nyeri 2  Berdasarkan rangsang nyeri

 Tidak memberi respon 1  Tidak memberi respon

Respon Verbal

 Orientasi baik 5  Senyum, orientasi terhadap obyek

 Percakapan kacau 4  Menangis tetapi dapat ditenangkan

 Kata-kata kacau 3  Menangis dan tidak dapat ditenangkan

 Mengerang 2  Mengerang dan agitatif

 Tidak memberi respon 1  Tidak memberi respon

Respon Motorik

 Menurut perintah 6  Aktif

5
 Melokalisir rangsang nyeri 5  Melokalisir rangsang nyeri
 Menjauhi rangsang nyeri 4  Menjauhi rangsang nyeri

 Fleksi abnormal 3  Fleksi abnormal


 Ekstensi abnormal 2  Ekstensi abnormal

 Tidak memberi respon 1  Tidak memberi respon

Sumber : Satyanegara (2010)

2.3 Etiologi
Penyebab edera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, dan cedera

olah raga, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru. Cedera kepala

merupakan salah satu penyebab terbesar kematian dan kematian utama oleh usia produktif

dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan dilokasi

kejadian dan transportasi korban kerumah sakit, penilaian dan tindakan awal diruang gawat

darurat sangat menentukan pelaksanaan dan prognosis selanjutnya (Corwin, 2000).

Cedera kepala menurut Satyanegara (2010), mempunyai lima mekanisme cedera,

meliputicedera acceleration, deceleration, acceleration-deceleration, coup-countre coup dan

cedera rotasional. Cedera acceleration merupakan cedera yang terjadi jika benda bergerak

membentur kepala yang diam, misalnya pada orang diam kemudian terpukul atau terlempar

batu. Cedera deceleration merupakan cedera yang terjadi jika kepala yang bergerak

membentur obyek diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala

membentur kaca depan mobil.

Cedera acceleration-deceleration, cedera ini sering terjadi dalam kasus kecelakaan

kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik. Cedera coup-countre coup merupakan

cedera yang terjadi jika kepala terbentur menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan

dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama

kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang kepala. Cedera Rotasional,

cedera ini terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak,

6
yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya

pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

2.4 Patofisiologi

Cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan pada ekstrakranial, tulang kranial serta

intrakranial. Pada ekstrakranial cedera kepala dapat menyebabkan terputusnya kontinuitas

jaringan kulit, otot dan vesikuler sehingga terjadi perdarahan. Perdarahan tersebut dapat

menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Musliha, 2010). Cedera kepala juga

menyebabkan perdarahan hematoma, terputusnya jaringan kontinuitas jaringan kulit, otot dan

vesikuler dapat juga menyebabkan gangguan suplai darah sehingga menyebabkan iskemia

dan hipoksia (Nurhidayat, 2009). Pada saat otot mengalami hipoksia tubuh berusaha

memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan

dilatasi pembuluh darah. Jika terjadi dilatasi pembuluh darah akan menyebabkan edema pada

otak yang menyebabkan terjadinya ketidakefektifan perfusi jaringan otak (Musliha, 2010).

Apabila cedera kepala menyebabkan kerusakan pada tulang kranial maka dapat

menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dapat menyebabkan nyeri akut

(Musliha, 2010). Sedangkan jika terjadi trauma pada intrakranial dapat menyebabkan

kerusakan sel otak sehingga dapat menyebabkan autoregulasi dan edema serebral sehingga

penderita mengalami kejang (Nurhidayat, 2009). Kejang merupakan gangguan pada fungsi

otak normal sebagai akibat dari aliran elektrik yang abnormal, gangguan ini juga dapat

menyebabkan hilangnya kesadaran. Saat penderita mengalami penurunan kesadaran akan

timbul sumbatan jalan nafas berupa snoring, gurgling, dan yang menyebabkan jalan nafas

tidak efektif dan pola nafas tidak efektif (Musliha, 2010). Pada gambar 2.1 dapat dilihat

pathway dari cedera kepala.

2.5 Tanda dan Gejala

7
Menurut Musliha (2010), tanda dan gejala yang timbul antara lain sakit kepala berat,

adanya obstruksi pada jalan nafas berupa pangkal lidah jatuh kebelakang dan adanya

penumpukan cairan, adanya suara nafas tambahan (snoring, gurgling), perubahan irama

nafas, pola nafas tidak teratur, adanya penggunaan otot bantu nafas, adanya peningkatan nilai

respirasi, muntah proyektil, gelisah, perubahan tipe kesadaran, tekanan darah menurun,

bradikardia, unisokor, suhu tubuh yang sulit dikendalikan, hilangnya kesadaran kurang dari

30 menit atau lebih, sianosis, kebingungan/kecemasan, iritabel, pucat, terdapat hematoma,

sukar untuk dibangunkan dan bila fraktur, adanya darah yang keluar dari hidung (rhinorrhea)

dan telinga (otorrhoea) bila fraktur tulang temporal, dislokasi, laserasi. Sedangkan menurut

Emergency Nurses Association (2000), tanda dan gejala yang muncul yaitu kesulitan

berbicara, kesulitan mendengar, kesulitan memahami, kelemahan, kelumpuhan, kehilangan

kordinasi, tremor, diplopia, nyeri, alergi, amnesia. Untuk memastikan pasien mengalami

cedera kepala adalah dengan melakukan pemeriksaan diagnostik berupa rontgen,

laboratorium, ataupun melakukan CT scan.

2.6 Pathway

Cedera kepala

Ekstra Kranial Tulang Kranial Intrakranial

Terputusnya Kerusakan sel


kontinuitas jaringan Terputusnya otak
kulit, otot dan vaskuler kontinuitas
tulang
Perubahan
Perdarahan autoregulasi,
edema serebral
Nyeri Akut

Peningkatan TIK 8 Kejang


Dispnea ,perubahan pola
Kerusakan nafas,perubahan irama nafas Penurunan
Nyeri Akut
integritas Kesadaran
kulit

Gangguan suplai
darah pada otak Ketidakefektifan Obstruksi jalan
pola nafas nafas (snoring,
gurgling)

Iskemia,hipoksia

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Dilatasi pembuluh darah

Risiko Ketidakefektifan
Odema pada otak perfusi jaringan otak

Gambar 2.1 Pathway Cedera Kepala (NANDA NIC-NOC, 2013;Musliha,2010)

2.7 Komplikasi

Menurut Corwin (2009), ada beberapa komplikasi dari Cedera Kepala Sedang (CKS),

berikut beberapa komplikasi yang muncul, yaitu: Perdarahan di dalam otak, yang disebut

hematoma intraserebral, dapat menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering,

cedera kepala terbuka. Pada perdarahan di otak, tekanan intrakranial meningkat dan sel

neuron dan vaskuler tertekan, ini adalah jenis cedera otak sekunder. Pada hematoma,

kesadaran dapat menurun setelahnya ketika hematoma meluas dan edema interstisial

memburuk. Perubahan perilaku yang tidak kentara dan defisit kognitif dapat terjadi dan tetap

ada.

9
2.8 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut ENA (2000), pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada pasien dengan

cedera kepala meliputi :

(1) CT scan (Computerized Tomography Scanner)

Mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan

jaringan otak.

(2) MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Digunakan sebagai gambaran pencitraan bagian badan yang diambil dengan

menggunakan daya magnet yang kuat mengelilingi anggota badan tersebut.

(3) Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)


Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.

(4) Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)

Analisa gas darah (AGD/Astrup) adalah salah satu tes diagnostik untuk menentukan status

respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah

status oksigenasi dan status asam basa.

2.9 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan

Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor

mempertahankan fungsi ABC (Airway, Breathing, Circulation) dan menilai status neurologis

(Disability, Ekposure), maka faktor yang harus diperhitungkan adalah mengurangi

sistematika serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen. Selain

itu bisa dilakukan tindakan meninggikan kepala 300̊ untuk menghindari peningkatan tekanan

intrakranial (ENA, 2000). Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh perawat yaitu :

(1) Monitor airway, breathing, dan circulation.

(2) Atur pemberian oksigen tambahan.

(3) Lakukan pembersihan jalan nafas pasien.

10
(4) Monitor ventilasi pasien.

(5) Kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk mengurangi peningkatan tekanan

intrakranial.

(a) Diuretik untuk mengurangi cairan yang terdapat di otak.


(b) Tingkatkan aliran vena dengan cara menginggikan posisi kepala dari tempat tidur,

posisikan kepala dan leher dengan tepat.


(c) Hiperventilasi untuk mengurangi aliran darah ke otak: tidak adanya ukuran

tekanan intrakranial, hiperventilasi harus dilakukan untuk klien yang menunjukan

tanda-tanda spesifik dari tekanan intrakranial seperti herniasi otak dan kerusakan

neurologis progresif.
(6) Memastikan tekanan perfusi jaringan serebral yang memadai (tujuannya untuk

meningkatkan tekanan arteri rata-rata untuk mengkompensasi kenaikan tekanan

intrakranial.
(a) Monitor tekanan darah.
(b) Tekanan darah didukung oleh pemberian cairan intravena (untuk mencegah

terjadinya penurunan tekanan darah).


(7) Menurunkan kebutuhan metabolisme otak dengan
(a) Mempertahankan normothermia.
(b) Mencegah kejang.
(c) Gunakan obat lidocain untuk mengurangi respon saat penghisapan.
(8) Monitor status neurologis pasien.
(9) Siapkan untuk melakukan tindakan operasi
(10) Kolaborasi untuk mencegah komplikasi yang terjadi (jika ada komplikasi)
(a) Inisiasi antikonvulsan.
(b) Inisiasi anti inflamasi (steroid).

2.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Sedang (CKS)


2.10.1 Pengkajian
Menurut ENA (2000), pengkajian dibagi menjadi dua tahapan, yaitu pengkajian

primer dan pengkajian sekunder. Pengkajian primer merupakan data dasar dari seluruh

intervensi kegawatdaruratan yang diberikan dalam perawatan pasien, sedangkan pengkajian

sekunder merupakan data kelanjutan dari pengkajian primer yang bertujuan untuk

menemukan seluruh abnormalitas atau cedera (ENA, 2000; Iyer, 2004; Depkes, 2005).

Berikut pengkajian primer dan sekunder berdasarkan uraian diatas.

(1) Pengkajian Primery Survey

11
Semua faktor yang dikaji dalam pengkajian primer adalah semua kondisi yang kritis atau

mengancam nyawa dan menyimpang dari normal yang membutuhkan tindakan segera.

Pengkajian primer termasuk pengkajian airway (jalan nafas), breathing (pernafasan),

circulation (sirkulasi), disability (ketidakmampuan), dan exposure (gambaran tubuh). Secara

teori, data yang tedapat pada pasien dengan cedera kepala, yaitu :

(a) Airway

Pada airway, ditemukan adanya obstruksi jalan nafas berupa pangkal lidah jatuh

kebelakang, adanya penumpukan cairan dan ditandai adanya suara nafas tambahan

(snoring dan gurgling), kesulitan berbicara, adanya sianosis.

(b) Breathing
Pengkajian pola nafas ditemukan sesak atau meningkatnya usaha dalam bernafas, irama

nafas cepat, pola nafas tidak teratur, adanya penggunaan otot bantu pernafasan dan

adanya peningkatan nilai respirasi.


(c) Circulation
Pada pemeriksaan circulation, didapatkan data berupa tekanan darah menurun,

bradikardi, pucat, hematoma, suhu tubuh sulit dikendalikan.


(d) Disability
Pada pemeriksaan disability didapatkan data unisokor, hilangnya kesadaran kurang dari

30 menit atau lebih, kebingungan atau kecemasan, sukar untuk dibangunkan, nyeri,

diplopia.
(e) Eksposure
Pada pemeriksaan eksposure inspeksi umum tubuh akan memperlihatkan adanya fraktur,

dislokasi, laserasi.
(2) Pengkajian Sekundary Survey
Menurut ENA (2000), pengkajian sekunder meliputi :
(a) SAMPLE (Sign and Syntom, Allergi, Medication, Past Medical History, Last Oral

Intake, Event Leading).


 Sign and Symtom
Nyeri pada bagian yang mengalami cedera, kesulitan berbicara, kesulitan

mendengar, kelemahan, kelumpuhan, kehilangan kordinasi, bradikardi, tekanan

darah menurun, amnesia, pucat, hematoma.


 Allergi
Dikaji apakah pasien memiliki alergi terhadap obat, makanan, binatang atau

lingkungan.
12
 Medication
Dikaji adanya riwayat pengobatan sebelum ke rumah sakit.
 Past Medical History
Ditanyakn adanya riwayat penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi dan

status imunisasi tetanus.


 Last Oral Intake
Tanyakan kapan terakhir makan, mencegah terjadinya muntah dan untuk

keperluan anastesi.
 Event Leading
Mekanisme terjadinya cedera.
(b) Pemeriksaan fisik terfokus
Pada pemeriksaan fisik terfokus, dilakukan pemeriksaan head to toe dengan

metode inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi yang memprioritaskan pada bagian-

bagian tubuh yang berkaitan dengan cedera kepala pasien (Musliha, 2010). Pada

pemeriksaan cedera kepala difokuskan pada inspeksi ada tidaknya luka pada kepala,

perdarahan dikepala baik itu rhinorrhea dan otorhea, fraktur atau dislokasi. Pada

palpasi ada atau tidaknya nyeri tekan dikepala.


(c) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium merupakan analisis biokimia terhadap perubahan

fungsi yang timbul sebagai akibat dari penyakit tertentu (Gunawan, 2009). Pada

cedera kepala pemeriksaan laboratorium terfokus yaitu pemeriksaan Analisa Gas

Darah (AGD), untuk mengetahui adanya masalah ventilasi perfusi atau oksigenasi

yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

2.1.2.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut NANDA International (2015), diagnosa yang mungkin muncul pada cedera

kepala adalah :

(1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang b.d obstruksi jalan nafas (benda asing

dalam jalan nafas) d.d dispnea, perubahan frekuensi nafas, perubahan pola nafas,

suara nafas tambahan (gurgling, snoring).


(2) Ketidakefektifan pola nafas b.d gangguan neurologis (trauma kepala) d.d dipsnea,

penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas abnormal (irama nafas cepat).
(3) Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d suplai darah ke otak d.d penurunan

kesadaran, trauma kepala, perubahan frekuensi nafas.

13
(4) Nyeri akut b.d agen cedera fisik (trauma kepala) d.d dilatasi pupil, perubahan

parameter fisiologis (frekuensi pernafasan cepat), perubahan posisi untuk

menghindari nyeri.

2.1.2.3 Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan didefinisikan sebagai berbagai perawatan, berdasarkan

penilaian klinis dan pengetahuan, yang dilakukan oleh seorang perawat untuk meningkatkan

status pasien. Dengan menggunakan pengetahuan keperawatan, perawat melakukan dua

intervensi yaitu mandiri/independen dan kolaborasi/interdisipliner (misal ; dokter, terapi

fisik) (NANDA, 2015). Berikut prioritas diagnosa keperawatan pada kasus Cedera Kepala.

(1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang b.d obstruksi jalan nafas (benda asing

dalam jalan nafas) d.d dispnea, perubahan frekuensi nafas, perubahan pola nafas,suara

nafas tambahan (gurgling, snoring).


(2) Ketidakefektifan pola nafas b.d gangguan neurologis (trauma kepala) d.d dipsnea,

penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas abnormal (irama nafas cepat).
(3) Risiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan suplai darah ke otak d.d

penurunan kesadaran, trauma kepala, perubahan frekuensi nafas.


(4) Nyeri akut b.d agen cedera fisik (trauma kepala) d.d dilatasi pupil, perubahan

parameter fisiologis (frekuensi pernafasan cepat), perumahan posisi untuk

menghindari nyeri.

Berdasarkan prioritas diagnosa keperawatan tersebut maka dapat disusun rencana

keperawatan. Pada tabel 2.2 dapat dilihat rencana keperawatan pasien dengan Cidera Kepala.

Tabel 2.2 Perencanaan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dengan Cedera Kepala

No Dx Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


1 2 3 4
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan Mandiri :
bersihan jalan nafas keperawatan selama 1 1. Kaji keadaan jalan
yang b.d obstruksi x …jam diharapkan jalan nafas
nafas paten dengan R/ Obstruksi mungkin
jalan nafas (benda
Kriteria Hasil : disebabkan oleh
asing dalam jalan 1. Jalan nafas paten akumulasi, sisa cairan
nafas) d.d dispnea, 2. Cairan dapat dan perdarahan
perubahan frekuensi dikeluarkan melalui 2. Lakukan penghisapan
nafas, perubahan pola suction cairan dengan suction,
nafas, suara nafas 3. Tidak terdapat suara batasi durasi

14
tambahan (gurgling nafas tambahan penghisapan dengan
dan snoring). (gurgling, snoring) 15 detik
R/ Untuk mengurangi
secret, cairan dan
perdarahan yang
terjadi jalan nafas.

Kolaborasi
3. Kolaborasi dalam
pemasangan
orofaringeal airway
(OPA)
R/ Pemasangan
OPAdilakukan untuk
membuka jalan nafas
dan memudahkan
melakukan
penghisapan cairan di
mulut
2. Ketidakefektifan pola Setelah diberikan asuhan Mandiri :
nafas b.d gangguan keperawatan selama 1 1. Kaji tanda-tanda vital
neurologis(trauma x … jam diharapkan pola R/ sebagai data dasar
kepala) d.d dipsnea, nafas efektif dengan untuk implementasi
penggunaan otot Kriteria Hasil : selanjutnya
bantu pernafasan, 1. Sesak berkurang 2. Kaji frekuensi
pola nafas abnormal 2. TTV dalam batas pernafasan, pola
(irama nafas cepat). normal pernafasan
TD : 100-140/80- R/menentukan terapi
90mmHg yang akan diberikan
S : 36,5-37,5oC
N : 60-100x/menit Kolaborasi :
RR : 16-20x/menit 3. Kolaborasi pemberian
terapi O2 sesuai
indikasi
R/membantu
meringankan sesak
nafas

3. Risiko Setelah diberikan asuhan Mandiri


ketidakefektifan keperawatan selama 1 1. Kaji status neurologis
perfusi jaringan x …jam diharapkan terutama yang
otak b.d gangguan perfusi jaringan ke otak berhubungan dengan
kembali efektif dengan GCS
suplai darah ke otak
Kriteria Hasil : R/sebagai data akurat
d.d penurunan 1. Peningkatkan untuk mengetahui
kesadaran, trauma kesadaran,GCS
kepala, perubahan tingkat kesadaran
meningkat
frekuensi nafas. pasien
(E4,V5,M6)
2. Monitor tanda-tanda
2. TTV dalam rentang vital setiap jam
normal
sampai pasien sadar
TD : 100-140/80-90 R/memantau
mmHg perkembahan kondisi
N : 60-100x/menit
S : 36,5-37,5oC pasien
3. Berikan posisi Head

15
RR : 16-20x/menit Up dengan sudut 300̊
3. Frekuensi nafas tanpa bantal.
kembali normal R/memberikan posisi
(RR: 16-20x/menit) yang tepat untuk
mencegah perdarahan
lebih lanjut dan
membantu
memudahkan
ventilasi untuk
peningkatan
kesadaran
4. Kaji frekuensi
pernafasan pasien
R/mengetahui berapa
kecepatan pernafasan
pasien

Kolaborasi
5. Kolaborasi
pemberian O2 sesuai
indikasi
R/membantu
meringankan sesak
nafas
6. Kolaborasi
pemberian obat-
obatan anti edema
sesuai indikasi
R/membantu
memperbaiki jaringan
otak

4. Nyeri akut b.d agen Setelah di berikan Mandiri


cedera fisik (trauma asuhan keperawatan 1. Atur posisi pasien
kepala) d.d dilatasi selama 1 x …jam R/memberikan posisi
pupil, perubahan diharapan nyeri yang tepat untuk
parameter fisiologis berkurang dengan mencegah perdarahan
(frekuensi pernafasan Kriteria Hasil : lebih lanjut
cepat), perubahan 1. Frekuensi nafas
2. Kaji skala nyeri pasien
posisi untuk kembali normal (RR R/data dasar untuk
menghindari nyeri. :16-20x/menit)
2. Nyeri berkurang dilakukan
3. Mampu mengontrol implementasi
nyeri selanjutnya
3. Kaji frekuensi
pernafasan pasien
R/mengetahui
bagaimana frekuensi
nafas

Kolaborasi
4. Kolaborasi pemberian
analgetik
R/ tindakan
farmakologi untuk

16
mengurangi nyeri

2.1.2.4 Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan adalah rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap

pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukan kepada nursing order

untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Tahap pelaksanaan terdiri dari

tindakan mandiri, dan kolaborasi. Tujuan daripelaksanaan adalah membantu pasien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan

penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan

akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika pasien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi

dalam pelaksanaan tindakan keperawatan (Nursalam, 2009). Tindakan keperawatan yang

difokuskan pada masing-masing diagnosa, yaitu: untuk masalah bersihan jalan nafas tidak

efektif difokuskan tindakan mandiri seperti mengkaji keadaan jalan nafas, melakukan suction

dan untuk tindakan kolaboratif, seperti ; kolaborasi pemasangan orofaringeal airway (OPA).

Masalah problem kolaboratif peningkatan tekanan intrakranial difokuskan tindakan

mandiri, yaitu ; memonitor tanda-tanda vital, mengobservasi tingkat kesadaran dengan GCS,

kolaborasi pemberian O2. Masalah Risiko Gangguan Perfusi Jaringan Otak, yaitu ; kaji status

neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, terutama

GCS, monitor tanda-tanda vital setiap jam sampai klien stabil, berikan posisi Head Up

dengan sudut 300̊ tanpa bantal. Kolaborasi ; berikan O2 tambahan dan obat-obatan anti edema

sesuai indikasi. Tindakan untuk masalah nyeri akut difokuskan tindakan kolaborasi, yaitu ;

memberikan penjelasan tentang penyakitnya dan dorong pasien atau keluarga untuk

menanyakan pertanyaan.

2.1.2.5 Evaluasi Keperawatan

17
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi merupakan tindakan

intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosis

keperawatan, rencana keperawatan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam,

2009). Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan tingkat kegawatdaruratan pasien, dilakukan

paling sedikit setiap 4 jam sekali atau pasien dengan kondisi gawat darurat setiap 15 menit

(Depkes, 2005).

BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian

18
Merupakan langkah awal dalam proses keperawatan. Pengkajian data dasar klien
dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2018 pada pukul 16.00 Wita di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Wangaya Denpasar dengan diagnosa medis Cedera Kepala Sedang dengan luka robek
di temporalis kiri, perdarahan di batangotak dan terdapat luka laserasi pada kaki kanan, lutut
dan di tangan kanan dengan triage Kuning.

(1) Identitas Pasien


(a) Tanggal/ jam MRS : 3 Oktober 2018/15.59 Wita
(b) Nama : Tn.G
(c) No. RM : 674617
(d) Jenis Kelamin : Laki-laki
(e) Umur : 16 Tahun
(f) Agama : Hindu
(g) Status perkawinan : Belum menikah
(h) Pendidikan : SMA
(i) Pekerjaan : Pelajar
(j) Alamat : Jl. Gajah sura gg taman sari Denpasar
(k) Sumber informasi : Keluarga pasien, rekam medik dan pengkajian
objektif kepada pasien.
Tn.G mendapatkan pemeriksaan di Instalasi Gawat Darurat yang dibagi menjadi dua
pemeriksaan yaitu :
(1) Primary Survey
Pemeriksaan primer adalah pemeriksaan pertama kali untuk mendeteksi
kegawatdaruratan pada Tn. G Pemeriksaan yang dilakukan yaitu :
(a) Airway
Pada pemeriksaan airway tidak ditemukan sumbatan jalan napas, tidak ditemukan
adanya suara tambahan seperti gargling, snoring dan stidor, dan jalan nafas pasien
paten.

(b) Breathing
Pada pemeriksaan breathing, ditemukan nafas spontan, gerakan dada simetris, irama
nafas normal, pola nafas teratur, sesak nafas tida ada , respirasi 28x/menit, SPO2 :
96%.

19
(c) Circulation
Pada pemeriksaan circulation, nadi teraba, tidak tampak adanya sianosis, CRT < 2
detik, akral hangat, turgor kulit elastis, N:75x/menit, TD: 150/70 mmHg, S: 36C,
terdapat perdarahan pada temporal dextra, perdarahan tidak aktif, volume darah tidak
terkaji, dan pendarahan melalui hidung, perdarahan tidak aktif, volume darah tidak
terkaji.
(d) Disability
Pada pemeriksaan disability, respon pasien dengan rangsang nyeri (pain respon)
dengan tingkat kesadaran delirium, GCS 10 (Eye respon 2, Verbal respon 4, Motorik
respon 4), pupil isokor, dengan refleks pada cahaya ada, pasien tampak meringis dan
gelisah.
(e) Exprosure
Pada pemeriksaan exprosure, tidak ada deformitas, tidak terdapat fraktur , luka robek
di temporal dextra, warna dasar luka merah, luas luka 2 x 0,5x 1cm dengan dan luka
abrasi di sekitar ekstremitas.

(2) Secondary Survey


Pengkajian secondary pada pasien dapat mencakup pemeriksaan menyeluruh meliputi
pengkajian nyeri dengan pendekatan PQRST, history (SAMPLE), pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Adapun pemeriksaan sekunder yang didapatkan pada pasien
Tn.G yang sebagai berikut:
a) Keluhan utama: kesadaran menurun setelah mengalami kecelakaan motor.
b) Mekanisme cedera: keluarga pasien mengatakan pasien terjatuh dari sepeda motor
karena ditabrak dari belakang dijalan ahmad yani sekitar 30 menit yang lalu sebelum
masuk rumah sakitdan kepala bagian kanan mengalami benturan dengan aspal
mengkibatkan luka robek pada kepala bagian kanan, pasien menggunakan helm
namun tidak terkunci sehingga pada saat kecelakaan terjadi, helm terlepas dan tidak
bisa melindungi kepala pasien.
(a) SAMPLE
S : Pasien mengalami penurunan kesadaran, dengan tingkat kesadaran delirium
GCS 10 (Eye respon 2, Verbal respon 4, Motorik respon 4).
A : Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki riwayat alergi obat,
makanan dan binatang.
M : Keluarga pasien mengatakan pasien sebelumnya tidak mengkonsumsi obat
obatan apapun.

20
P : Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit apapun, seperti
jantung, hipertensi, diabetes melitus, asma dan lain sebagianya.
L : Keluarga pasien mengatakan setelah kecelakaan pasien sempat diberikan air
putih oleh temanya pada pukul 15.25 Wita
E : Keluarga pasien mengatakan pasien terjatuh dari sepeda motor karena
ditabrak dari belakang dijalan ahmad yani sekitar 30 menit yang lalu dan
kepala bagian kanan mengalami benturan dengan aspal mengkibatkan luka
robek pada kepala bagian kanan, pasien menggunakan helm namun tidak
terkunci sehingga pada saat kecelakaan terjadi helm terlepas dan tidak bisa
melindungi kepala pasien. Pasien dibawa ke IGD wangaya oleh temanya pada
pukul 15.59 Wita hari

(b) Pemeriksaan fisik terfokus


 Kepala
Inspeksi : Tampak adanya luka laserasi pada temporal dextra dengan diameter 2
x 0,5x 1cm, lebam pada mata kanan, refleks pupil isokor, tampak
keluar darah dari hidung. Terdapat hematome pada kepala bagian
belakang 3 x 3 cm, tidak ada perdarahan.
Palpasi : Terdapat hematome dengan diameter 3 x 3 cm pada kepala bagian
belakang

 Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak adanya pembesaran vena
jugularis dan kelenjar tiroid, tidak ada deviasi trakea.
Palpasi : Tidak adanya pembesaran vena jugularis dan tidak adanya
pembesaran kelenjar tiroid.
 Dada
Inspeksi : Bentuk simetris, pergerakan dada simetris, tampak tidak adanya jejas,
tidak ada otot bantu nafas.
Palpasi : Tidak ada massa dan tidak ada remuk tulang
Perkusi : Suara paru sonor

Auskultasi: Vesikuler
 Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris tidak adanya distensi dan jejas.
Auskultasi : Bising usus 10 x/menit.
Perkusi : Suara perut tympani.
Palpasi : Tidak teraba benjolan , tidak ada massa, dan penumpukan cairan.
 Pelvis
Inspeksi : Bentuk simetris tidak ada deformitas, lesi danjejas.
Palpasi : Tidak adanya edema pada pelvis.

21
 Ekstremitas
- Ekstremitas Atas
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada deformitas, terdapat luka abrasi pada
tangan kanan dengan diameter luka 3 x 0.1 x 2 cm
Palpasi : Akral hangat,dan tidak ada edema

- Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Bentuk simetris, tampak tidak adanya deformitas, terdapat luka
abrasi pada kaki kanan dengan diameter 2 x 0,1 x 4 cm.
Palpasi : Akral hangat dan tidak ada edema

(c) Pemeriksaan Laboratorium


(e) Terapi yang didapat pada tanggal 3 oktober 2018 pukul 16.10 wita di
RSUD Wangaya Denpasar
 IVFD RL : 20 tpm
 Tranexamic acid : injeksi 500 ml IV/set
 Cefotaxime : injeksi 3x1 gram
 Ketorolac : 1 ampul 3x250 ml IV/set

3.1.1 Analisa Data

Setelah data pengkajian kegawatdaruratan pada Tn. G terkumpul maka dilanjutkan ke analisa
data. Pada tabel 2.4 dapat dilihat analisa data pada Tn. G

Tabel 2.4 Analisa Data pada Tn.G dengan Cedera Kepala Sedang

No Symptom Etiologi Problem


1. DS: Teman pasien mengatakan Ekstra kranial Risiko ketidakefektifan
pasien tidak sadarkan diri perfusi jaringan otak
kecelakaan Gangguan suplai
DO: pasien sadar setelah darah dalam otak
diberikan rangsangan nyeri pasien
mengalami penurunan kesadaran
delirium GCS 10 (E2V4M4) Iskemia, hipoksia
E2 : Berdasarkan Rangsangan
Nyeri
V4 : Percakapan kacau Oedema pada otak
M4 : Menjauhi rangsangan nyeri
- Vital sign
TD : 100/70
S : 36 °C Risiko
N : 75 x/menit ketidakefektifan
RR: 20x/menit perfusi jaringan otak
- Hasil CT-Scan Terdapat
perdarahan di otak
- Terdapat hematoma 3 x 3

22
cm
- Tampak keluar darah dari
hidung
- Pasien tampak gelisah

2. DS: Teman pasien mengatakan Faktor mekanik Kerusakan integritas


pasien mengalami luka pada (gesekan pada aspal kulit
dahi kanan dan tangan dan benturan)
kanan dan pegelangan kaki
sebelah kanan.
DO: Terdapat luka pada Terputusnya
temporalis dekstra diameter kontinuitas jaringan

2 x 0,5x 1cm, dan luka kulit, otot dan

abrasi pada ekstremitas atas vaskular

dengan diameter luka 3


x 0.1 x 2 cm dan bawah 2
Kerusakan integritas
x 0,1 x 4 cm. . kulit
3. DS : pasien mengatakan sakit Agen cedera fisik Nyeri akut
pada dahi , tangan dan kaki. (luka laserasi dan
Teman pasien mengatakan pasien abrasi pada kepala
mengalami kecelakaan dan dan ekstremitas)
terbentur di aspal.

DO :
Terputusnya
- Pasien tampak meringis kontinuitas jaringan
- pasien teriak-teriak kulit, otot dan
vaskular
mengeluh kesakitan
- Pasien menghindar ketika
luka nya disentuh oleh Perdarahan

dokter.

23
- Pasien tampak gelisah Peningkatan TIK
- Pasien tampak meringis saat
lukanya disentuh
Nyeri akut

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b/d agen cedera fisik (luka laserasi dan abrasi pada kepala dan ekstremitas)
d/d pasien mengeluh sakit, pasien tampak menghindar saat lukanya disentuh, pasien
tampak meringis, pasien tampak gelisah.
2. Kerusakan integritas kulit b/d factor mekanik d/d Terdapat luka pada temporalis
dekstra dan luka abrasi pada ekstremitas atas dan bawah. Diameter luka temporal 2 x
0,5x 1cm, dan luas Luka di ekstermitas atas 3 x 0.1 x 2 cm dan luka ekstremitas
bawah 2 x 0,1 x 4 cm.
3. Risiko ketidakefektifan jaringan otak b/d trauma kepala d/d pasien sadar setelah
diberikan rangsangan nyeri pasien mengalami penurunan kesadaran delirium GCS 10
(E2V4M4), Vital sign, TD : 100/70, S : 36, N : 75 x/menit, RR: 20x/menit, Hasil
CT-Scan Terdapat perdarahan di otak, Tampak keluar darah dari hidung, Pasien
tampak gelisah, terdapat hematoma pada kepala bagian belakang diameter 3 x 3cm

3.3 Perencanaan Keperawatan


Prioritas diagnosa pada kasus Cedera Kepala Sedang (CKS) pada Tn. G yaitu ;
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, kerusakan integritas kulit, dan nyeri akut . Pada tabel 2.5 dapat
dilihat perencanaan keperawatan pada Tn. G.
Tabel 2.5 Perencanaan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Tn.G dengan Cedera Kepala Sedang
RSUD Wangaya Denpasar
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Dx Hasil

24
1. Setelah diberikan asuhan 1. Kaji status neurologis 1. data akurat untuk
keperawatan terutama yang mengetahui tingkat
kegawatdaruratan selama berhubungan dengan kesadaran pasien
2 x 15 menit diharapkan GCS
perfusi jaringan serebrak
kembali efektif dengan 2. Monitor tanda-tanda 2. Memantau
kriteria Hasil : vital setiap jam sampai perkembahan kondisi
1. Peningkatkan pasien sadar pasien
kesadaran,GCS
meningkat (E4,V5,M6) 3. Kaji frekuensi 3. Mengetahui berapa
pernafasan pasien kecepatan pernafasan
E2 : Berdasarkan
pasien
Rangsangan Nyeri 4. Mengetahui kadar
4. Pantau status SPO2
V4 : Percakapan kacau oksigen dalam darah
M4 : Menjauhi
rangsangan nyeri 5. Membantu
5.Kolaborasi pemberian
meringankan sesak
2. TTV dalam rentang O2 dengan nasal kanul
nafas
normal (3Lpm)
TD : 100-140/80-90
mmHg
N : 60-100x/menit
S : 36,5-37,5oC
RR : 16-20x/menit

3. Frekuensi nafas kembali


normal (RR: 16-
20x/menit)

2. Setelah diberikan asuhan 1. Monitor karakteristik 1.Untuk membantu perawat


keperawatan luka, meliputi warna, dalam menentukan perawatan
kegawatdaruratan selama ukuran, bauan luka dan penaganan yang
2 x 30 menit diharapkan pengeluran pada luka. sesuai untuk pasien
integritas jaringan tidak 2.Bersihkan luka dengan
2.Normal salin merupakan
mengalami kerusakan normal salin, bethadin
cairan fisiologis yang mirip
lebih jauh dengan kriteria dan supratul
dengan cairan tubuh sehingga
hasil
aman digunakan utnuk
1.Kerusakan integritas
membersihkan dan merawat
kulit dapat diatasi.
luka
2. pasien mengatakan luka 3. Lakukan pembalutan 3. Pembalutan luka dilakukan
tampak bersih, terawat, pada luka sesuai untuk mempercepat proses
dan tertutup dengan kasa dengan kondisi luka pembentukan luka
4. Menghindari pasien dari
steril. 4. Pertahankan teknik
infeksi.
3.Tidak terjadi steril dalam perawatan
pendarahan. luka

25
3 Setelah diberikan asuhan 1. Kaji keluhan nyeri 1. Mengidentifikasi skala
keperawatan gawat darurat (PQRST) nyeri, lokasi, intensitas,
selama 2x15 menit dan frekuensi nyeri
2. Untuk mengetahui
diharapkan nyeri 2. Pantau vital sign
keadaan umum pasien
terkontrol/hilang dengan
3. Ajarkan teknik 3. Untuk mengontrol rasa
Kriteria Hasil :
nonfarmakologi nyeri yang dirasakan
1. Keluhan nyeri 4. Untuk mengurangi nyeri
(relaksasi nafas
berkurang (skala melalui pemberian obat
dalam).
nyeri 0-2) 4. Kolaborasi injeksi
2. Tidak meringis, Tidak
pemberian analgetik
gelisah
(ketorolac injeksi 1
3. Vital sign dalam
ampul (3x250ml)
bartas normal
TD : 100-140/80-90 IV/set.
mmHg
N : 60-100x/menit
S : 36,5-37,5oC
RR : 16-20x/menit

3.4 Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan merupakan pelaksanaan rencana keperawatan yang telah


disusun. Pada tabel 2.6 dapat dilihat implementasi yang telah dilakukan pada Tn.G Cedera
Kepala Sedang

Tabel 2.6 Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Tn. G dengan cedera
kepala sedang RSUD Wangaya Denpasar

Tgl/jam No. Implementasi Respon klien TTD


Dx
1 2 3 4 5
3 oktober 1

26
2018/ 1. Mengkaji status S : pasien mengatakan namanya Tn. G, Perawat
14.10 neurologis terutama dan berada di rumah sakit
yang berhubungan
O : kesadaran pasien menurun, delirium
dengan GCS
GCS 10 (E2V4M4)
E2 : Berdasarkan Rangsangan Nyeri
V4 : Percakapan kacau
14.15
M4 : Menjauhi rangsangan nyeri

S: Pasien mengatakan sakit pada Perawat


pelipis, tangan kanan dan kaki kanan
O: vital sign
2. Memonitor tanda-
TD: 100/70
tanda vital setiap S:36
N: 75 x/menit
jam sampai pasien
RR:20 x/menit
14.20 sadar S: Pasien mengatakan sakit pada
pelipis, tangan kanan dan kaki kanan
O: Pernapaasan pasien normal respirasi
20x/menit
3. Mengkaji frekuensi Perawat
14.25 pernafasan pasien S: keluarga pasien mnegatakan pasien
tidak mengeluh pusing.
O: hasil pemeriksaan SPO2 yaiti 96%

4. Memantau status S: keluarga pasien mngeatakan pasien


14.30 SPO2 tidak mempunyai sesak nafas dan Perawat
pasien tidak mengeluh sesak.
O: pasien diberikan oksigen 3 lpm,
5. Memberikan O2 pasien tampak nyaman Perawat
nasal kanul 3 lpm

3 oktober 2 1.Memonitor S: Pasien mengatakan sakit pada Perawat


2018/ karakteristik
luka, pelipis, tangan kanan dan kaki kan
O: Luka tampak berwarna merah,
14.20 meliputi warna,
ukuran pada pelipis dengan diameter 2
ukuran, bau dan
x 0,5x 1cm, ekstremitas tangan kanan
pengeluran pada
dengan diameter luka 3 x 0.1 x 2 cm,
luka.

27
kaki kanan 2 x 0,1 x 4 cm.

S: keluarga pasien mengatakan merasa


tenang karena sudah dilakukan
14.40 2. Membersihkan Perawat
perawatan untuk pasien.
luka dengan normal O: Luka pasien telah dibersihkan
salin dan ditutup. dijahit 3 jaritan, dan ditutup
menggunakan has steril dan hypapik

Perawat

Perawat

14.50 3 1. Mengkaji keluhan S: pasien mengeluh nyeri Perawat


nyeri O: pasien tampak meringis dan gelisah
(PQRST)

2.Memantau vital S: Pasien mengatakan sakit pada


14.55 sign pelipis, tangan kanan dan kaki kanan
O: pada saat dilakuakn vital sign
kembali:
TD: 100/70 mmHg
N: 80 x/menit
S: 36
RR: 20x/meni

Perawat
3.Mengajarkan teknik
S: Pasien mengatakan sakit pada
distraksi dan relaksasi
pelipis, tangan kanan dan kaki kanan
O: pasien tidak mau mendengarkan
instrusksi yang diberikan. Pasien selalu
15.00 menjerit kesakitan.
4. Delegatif
pemberian analgesik S: Pasien mengatakan sakit pada
ketorolac 1 ampl (250 pelipis, tangan kanan dan kaki kanan Perawat
28
ml) injeksi iv preset O: pasien telah diberikan obat injeksi
ketorolac untuk mengatasi nyeri yang
dirasakan
15.10

Perawat

15.30 1 1. Mengkaji status S : Pasien mengatakan namanya Tn. G, Perawat


neurologis terutama dan berada di rumah sakit
yang berhubungan
O : Kesadaran pasien menurun,
dengan GCS
delirium GCS 10 (E2V4M4)
E2 : Berdasarkan Rangsangan Nyeri
V4 : Percakapan kacau
M4 : Menjauhi rangsangan nyeri

2. Memonitor tanda-
S: Pasien mengatakan sakit pada
tanda vital setiap
pelipis, tangan kanan dan kaki kanan
15.50 Perawat
jam sampai pasien O: vital sign
TD: 100/70
sadar
S:36
N: 75 x/menit
RR:20 x/menit

16.10 3 1. Mengkaji keluhan S: Pasien Mengatakan perih, nyerinya Perawat


nyeri setiap saat. Sakitnya dibagian tubuh
(PQRST)
yang luka
O: pasien tampak meringis skala nyeri
6, nyeri dirasakan karena pasien
sempat jatuh dan terdapat luka pada
tubuh.
S: keluarga pasien mengatakan pasien
tidak mengeluh pusing.
3. Memonitor tanda-
16.30 O: vital sign
tanda vital TD: 100/70
S:36
N: 75 x/menit
RR:20 x/menit

29
18.20 1 1. Mengkaji status S : Pasien Buka Mata Saat Diberi Perawat
neurologis terutama Rangsangan Nyeri
yang berhubungan
O : kesadaran pasien menurun, delirium
dengan GCS
GCS 10 (E2V4M4)
E2 : Berdasarkan Rangsangan Nyeri
V4 : Percakapan kacau
M4 : Menjauhi rangsangan nyeri

S: Pasien mengatakan sakit pada


pelipis, tangan kanan dan kaki kanan
18.30 2. Memonitor tanda- Perawat
O: vital sign
tanda vital TD: 100/70
S:36
N: 75 x/menit
RR:20 x/menit

S: Pasien mengatakan sakit pada


pelipis, tangan kanan dan kaki kanan
O: Pernapaasan pasien normal respirasi
20x/menit
18.40 3. Mengkaji frekuensi
pernafasan pasien
S: Pasien mengatakan sakit pada
Perawat
pelipis, tangan kanan dan kaki kanan
O: Hasil pemeriksaan SPO2 yaiti 96%

18.50 4. Memantau status


SPO2
S: Pasien mengatakan sakit pada
pelipis, tangan kanan dan kaki kanan
O: vital sign
TD: 100/70
S:36
19.30 5. Memonitor tanda- N: 75 x/menit Perawat
RR:20 x/menit
tanda vital

S : Pasien membuka mata saat

30
diberikan rangsangan nyeri, pasien
mngetakan namanya Tn. G

O: Kesadaran pasien menurun,


delirium GCS 10 (E2V4M4)
20.00 6.Mengkaji status
E2 : Berdasarkan Rangsangan Nyeri
neurologis terutama Perawat
V4 : Percakapan kacau
yang berhubungan
M4 : Menjauhi rangsangan nyeri
dengan GCS

3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi pada Tn. G dilakukan setelah 7 jam dari awal pasien masuk. Pada Tabel 2.7
dapat dilihat evaluasi pada Tn. G Cedera Kepala Sedang

Tabel 2.7 Evaluasi Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Tn. G Cedera Kepala Sedang RSUD Wangaya
Denpasar.

Tgl/jam No. Evaluasi Paraf


Dx
1 2 3 4
3 oktober 1 S: Pasien mengatakan sakit pada pelipis, tangan
2018/ kanan dan kaki kanan
20.00 O: Pasien tampak lebih tenang, kesadaran
E2V4M4 vital sign pasien dalam batas
normal yaitu TD: 100/70 mmHg,
N:75x/menit, S:36, RR: 20x/menit, SPO2 :
96%
A: Masalah belum teratasi

31
P: Pasien dirujuk ke RSUP Sanglah Denpasar
3 oktober 2 S: Pasien mengatakan sakit pada pelipis, tangan
2018/ kanan dan kaki kanan
20.05 0: Luka pasien bersih terdapat 3 jaritan pada
pelipis dan luka pada tangan, kaki telah dirawat
dan balut luka tampak bersih
A: Tujuan tercapai, Masalah teratasi
P: Pertahankan kondisi pasien, pasien dirujuk ke
RSUP sanglah.
3 oktober 3 S: Pasien mengatakan sakit pada pelipis, tangan
2018/20.1 kanan dan kaki kanan
0 O: Pasien tampak meringis skala nyeri
berkurang menjadi 4. Vital sign dalam batas
normal yaitu TD: 100/70 mmHg,
N:75x/menit, S:36, RR: 20x/menit, SPO2 :
96%
A: Tujuan belum tercapai, masalah belum
teratasi
P: Pasien telah di rujuk ke RSUP Sanglah
Denpasar

32
BAB IV
PEMBAHASAN

Kasus pada seminar ini berjudul asuhan keperawatan kegawat daruratan pada Tn.G
dengan cedera kepala sedang (CKS) di Instalasi gawat Darurat RSUD Wangaya. Pembahsan
pada fokus pada kegawat daruratan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi

A. Pengkajian
Pada kasus Tn.G setelah dilakukan triage START dengan kondisi luka robek di
temporalis kiri, pendarahan di batang otak dan terdapat luka laserasi pada kaki kanan, lutut
dan di tangan kanan diberikan level kuning dimana level kuning merupakan kategori pasien
gawat tetapi tidak darurat. Adapun hasil pengkajian Primery survey adalah dengan mengkaji
kondisi pasien dengan prinsip ABC(Airway, Breathing, Circulation) dan menilai status
neurologis (Disability, Ekposure) dengan memperhatikan tingkat kesadaran pasien dengan
cara menghitung GCS (Glasgow Coma Scale) dan tanda-tanda vital serta keluhan utama.
Pada primary survey didapatkan Pada pemeriksaan airway tidak ditemukan sumbatan jalan
napas, tidak ditemukan adanya suara tambahan seperti gargling, snoring dan stidor, dan nafas
pasien spontan. Pada pemeriksaan breathing, nafas pasien paten, ditemukan nafas spontan,
gerakan dada simetris, irama nafas normal,pola nafas teratur, sesak nafas tidak ada, respirasi
28x/menit, SPO2 : 93%. Pada pemeriksaan circulation, tidak tampak adanya sianosis, CRT <
2 detik, akral hangat, turgor kulit elastis, RR : 28x/menit N:75x/menit, TD: 150/70 mmHg,
S: 36C, tidak terdapat perdarahan pada temporal dextra, volume darah tidak terkajidan

33
terdapat pendarahan dari lubanng hidung. Pada pemeriksaan disability, respon pasien dengan
rangsang nyeri (pain respon) dengan tingkat kesadaran delirium, GCS 10 (Eye respon 2,
Verbal respon 4, Motorik respon 4), pupil isokor, dengan refleks pada cahaya ada, pasien
tampak meringis dan gelisah. Pada pemeriksaan exprosure, tidak ada deformitas, tidak
terdapat fraktur , luka robek di temporal dextra dengan diameter 2 x 0,5x 1cm,, dan luka
abrasi di sekitar ekstremitas atas dengan diameter luka 3 x 0.1 x 2 cm dan bawah dengan
diameter 2 x 0,1 x 4 cm., warna dasar luka merah. Terdapat hematoma 3 x 3 cm
Pembahasan pada pengkajian Primery survey kasus Tn G sesuai dengan teori yang

menyebutkan Berdasarkan Glasgow Coma Sclae atau (GCS), cedera kepala dapat dibagi

menjadi tiga gradasi, yaitu Cedera kepala ringan (CKR), bila GCS: 13-15, Cedera kepala

sedang (CKS), bila GCS: 9-12, Cedera kepala berat (CKB), bila GCS: ≤ 8 Perdarahan

tersebut dapat mempengaruhi perubahan Glasgow Coma Scale (GCS) sehingga dapat

menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Musliha, 2010). Apabila terjadi cedera

kepala maka susunan kepala akan bergeser sehingga dapat menyebabkan hematoma dan

dapat berdampak pada peningkatan tekanan intrakranial. Jika peningkatan tekanan

intrakranial tidak diatasi maka dapat berakibat fatal salah satunya dapat menyebabkan

kematian (Padila, 2012). Pada tanda gejala pada pasien dari teori yang menyebutkan Menurut

Musliha (2010), tanda dan gejala yang timbul antara lain sakit kepala berat, adanya obstruksi

pada jalan nafas berupa pangkal lidah jatuh kebelakang dan adanya penumpukan cairan,

adanya suara nafas tambahan (snoring, gurgling), perubahan irama nafas, pola nafas tidak

teratur, adanya penggunaan otot bantu nafas, adanya peningkatan nilai respirasi, muntah,

gelisah, perubahan tipe kesadaran, tekanan darah menurun, bradikardia, unisokor, suhu tubuh

yang sulit dikendalikan, hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih, sianosis,

kebingungan/kecemasan, iritabel, pucat, terdapat hematoma, sukar untuk dibangunkan dan

bila fraktur, Terdapat beberapa kesenjangan yaitu pada pasien tidak terdapat obstruksi pada

jalan nafas berupa pangkal lidah jatuh kebelakang dan adanya penumpukan cairan, adanya

suara nafas tambahan (snoring, gurgling), pola nafas tidak teratur, adanya penggunaan otot

bantu nafas karena tidak terdapat pada tanda gejala pasien Tn g.

34
Pada Secondary Survey dilakukan dengan mengkaji pasien dengan SAMPLE (Sign and

Syntom, Allergi, Medication, Past Medical History, Last Oral Intake, Event Leading). Hasil

pengkajian Secondary Survey Keluhan utama: kesadaran menurun setelah mengalami

kecelakaan motor dengan hasil yang didapat Pasien mengalami penurunan kesadaran, dengan

tingkat kesadaran delirium GCS 10 (Eye respon 2, Verbal respon 4, Motorik respon 4).

Mekanisme cedera: keluarga pasien mengatakan pasien terjatuh dari sepeda motor karena

ditabrak dari belakang dijalan ahmad yani sekitar 30 menit yang lalu dan kepala bagian kanan

mengalami benturan dengan aspal mengkibatkan luka robek pada kepala bagian kanan,

pasien menggunakan helm namun tidak terkunci sehingga pada saat kecelakaan terjadi helm

terlepas dan tidak bisa melindungi kepala pasien. Sign and Symtom Nyeri pada bagian yang

mengalami cedera, kesulitan berbicara, kesulitan mendengar, kelemahan, kelumpuhan,

kehilangan kordinasi, bradikardi, tekanan darah menurun, amnesia, pucat, hematoma. Allergi

Dikaji apakah pasien memiliki alergi terhadap obat, makanan / binatang. Sedangkan hasil

yang didapat Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki riwayat alergi obat,

makanan dan binatang. Medication Ditanyakan adanya riwayat pengobatan sebelum ke

rumah sakit. Dari hasil pengkajian Keluarga pasien mengatakan pasien sebelumnya tidak

mengkonsumsi obat-obatan apapun. Past Medical History Ditanyakn adanya riwayat

penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi dan status imunisasi tetanus. Dari hasil

pengkajian Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit apapun, seperti

jantung, hipertensi, diabetes melitus, asma dan lain sebagianya. Last Oral Intake Tanyakan

kapan terakhir makan, mencegah terjadinya muntah dan untuk keperluan anastesi. Setelah

kecelakaan pasien diberikan air putih oleh temannya pada pukul 15.25 wita. Event Leading

Mekanisme terjadinya cedera. Keluarga pasien mengatakan pasien terjatuh dari sepeda motor

karena ditabrak dari belakang dijalan ahmad yani sekitar 30 menit yang lalu dan kepala

bagian kanan mengalami benturan dengan aspal mengkibatkan luka robek pada kepala bagian

kanan, pasien menggunakan helm namun tidak terkunci sehingga pada saat kecelakaan terjadi

35
helm terlepas dan tidak bisa melindungi kepala pasien. Pasien dibawa ke IGD wangaya oleh

temanya pada pukul 15.59 Wita sore hari.

Pembahasan pada pengkajian Secondary Survey kasus Tn G sesuai dengan teori


menyebutkan bahwa penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu
lintas,perkelahian,jatuh,dan cedera olah raga, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh
pisau atau peluru. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab terbesar kematian dan
kematian utama oleh usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Disamping penanganan dilokasi kejadian dan transportasi korban kerumah sakit,penilaian dan
tindakan awal diruang gawat darurat sangat menentukan pelaksanaan dan prognosis
selanjutnya (Corwin,2000). Dan teori mekanisme cidera pada Tn G termasuk Cedera
acceleration-deceleration, cedera ini sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan
bermotor dan episode kekerasan fisik. Cedera coup-countre coup merupakan cedera yang
terjadi jika kepala terbentur menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat
mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali
terbentur. Satyanegara (2010)

Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Inspeksi : Tampak adanya luka laserasi pada temporal dextra dengan diameter 2 x
0,5x 1cm, lebam pada mata kanan, refleks pupil isokor, tampak keluar
darah dari hidung. Terdapat hematome pada kepala bagian belakang 3 x 3
cm, tidak ada perdarahan.
Palpasi : Terdapat hematome dengan diameter 3 x 3 cm pada kepala bagian
belakang

b) Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak adanya
pembesaran vena jugularis dan kelenjar tiroid, tidak
ada deviasi trakea.
Palpasi : Tidak adanya pembesaran vena jugularis dan tidak
adanya pembesaran kelenjar tiroid.
c) Dada
Inspeksi : Bentuk simetris, pergerakan dada simetris, tampak
tidak adanya jejas, tidak ada otot bantu nafas.
Palpasi : Tidak ada massa dan tidak ada remuk tulang
Perkusi : Suara paru sonor
- -
- -
Auskultasi : Vesikuler
d) Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris tidak adanya distensi dan jejas.
36
Auskultasi : Bising usus 10 x/menit.
Perkusi : Suara perut tympani.
Palpasi : Tidak teraba benjolan , tidak ada massa, dan
penumpukan cairan.

e) Pelvis
Inspeksi : Bentuk simetris tidak ada deformitas, lesi danjejas.
Palpasi : Tidak adanya edema pada pelvis.

f) Ekstremitas
Atas
Inspeksi : Bentuk simetris, tidakada deformitas, terdapat luka abrasi pada
tangan kanan dengan diameter luka 3 x 0.1 x 2 cm
Palpasi : Akral hangat,dan tidak ada edema

Bawah
Inspeksi : Bentuk simetris, tampak tidak adanya deformitas, terdapat luka
abrasi pada kaki kanan dengan diameter 2 x 0,1 x 4 cm.
Palpasi : Akral hangat dan tidak ada edema

Pada pemeriksaan fisik tidak terdapat kesenjangan dengan teori menurut Musliha,
2010). Pada pemeriksaan cedera kepala difokuskan pada inspeksi ada tidaknya luka pada
kepala dan tidaknya perdarahan baik itu rhinorrhea dan otorhea, fraktur atau dislokasi. Pada
palpasi ada atau tidaknya nyeri tekan.

Pemeriksaan Laboratorium dan CT scan :


- Terlampir.

h) Terapi yang didapat pada tanggal 3 oktober 2018 pukul 16.10 wita di
RSUD Wangaya Denpasar
 IVFD RL : 20 tpm
 Tranexamic acid : injeksi 500 ml IV/set
 Cefotaxime : injeksi 3x1 gram
 Ketorolac : 1 ampul 3x250 ml IV/set

Terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dimana teori mengatakan obat-obatan anti
edema karena belum belum edema yang terjadi pada pasien

B. Diagnosa
Dari pengkajian yang sudah dilakukan baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik,
didapatkan 3 diagnosa keperawatan menurut Nanda 2015 pada Tn G.

37
4. Nyeri akut b/d agen cedera fisik (luka laserasi dan abrasi pada kepala dan ekstremitas)
d/d pasien mengeluh sakit, pasien tampak menghindar saat lukanya disentuh, pasien
tampak meringis, pasien tampak gelisah.
5. Kerusakan integritas kulit b/d factor mekanik d/d Terdapat luka pada temporalis
dekstra dan luka abrasi pada ekstremitas atas dan bawah. Diameter luka temporal 2 x
0,5x 1cm, dan luas Luka di ekstermitas atas 3 x 0.1 x 2 cm dan luka ekstremitas
bawah 2 x 0,1 x 4 cm.
6. Risiko ketidakefektifan jaringan otak b/d trauma kepala d/d pasien sadar setelah
diberikan rangsangan nyeri pasien mengalami penurunan kesadaran delirium GCS 10
(E2V4M4), Vital sign, TD : 100/70, S : 36, N : 75 x/menit, RR: 20x/menit, Hasil
CT-Scan Terdapat perdarahan di otak, Tampak keluar darah dari hidung, Pasien
tampak gelisah, terdapat hematoma pada kepala bagian belakang diameter 3 x 3cm

Terdapat kesenjangan antara teori yang menyebutkan bahwa Menurut NANDA


International (2015), diagnosa yang mungkin muncul pada cedera kepala adalah
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, Ketidakefektifan pola nafas, Risiko Ketidakefektifan
perfusi jaringan otak, Nyeri akut dan kerusakan jaringan kulit sedangkan pada pasien terdapat
diagnosa yaitu nyeri akut, kerusakan integritas kulit dan risiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak

C. Intervensi
Rencana Tindakan keperawatan yang diberikan adalah intervensi dan kriteria hasil sesuai
pedoman (NIC dan NOC). Intervensi yang disusun dari semua diagnosa sudah sesuai dengan
tinjauan pustaka NIC dan NOC. Sehingga tidak terdapat kesenjagan antara teori dan praktek

D. Implementasi
Pada kasus Tn.G terdapat tidak kesenjangan antara teori dan praktek, dimana

pelaksanaan tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan yang telah

dibuat namun ada beberapa perbedaan teori dimana penanganan kegawatdaruratan juga

dilakukan dengan pemasangan servical collar terutama pada klien yang tidak sadar,

pemberian O2, sesak nafas diberi posisi yang nyaman Head Up 300̊ , penanganan terhadap

komplikasi-komplikasi yang timbul terutama pada peningkatan intrakranial (Musliha, 2010).

E. Evaluasi Keperawatan

38
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi merupakan tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosis
keperawatan, rencana keperawatan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam,
2009). Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan tingkat kegawatdaruratan pasien, dilakukan
paling sedikit setiap 4 jam sekali atau pasien dengan kondisi gawat darurat setiap 15 menit
(Depkes, 2005). Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dimana evaluasi
dilaksanakan 15 menit sekali

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

39
Pada bab ini penulis menguraikan kesimpulan dari asuhan keperawatan yang telah

dilakukan dan saran.

5.1 Kesimpulan

Dari uraian yang telah ditulis pada pembahasan dapat disimpulkan tentang asuhan

keperawatan pada klien denganCidera Kepala Sedang (CKS), di IGD RSUD Wangaya

Denpasar tanggal 3 Oktober 2018. Dengan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian,

diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang dapat diambil dari masing-masing

tahapan sebagai berikut :

1. Tahap Pengkajian

Pelaksanaan identifikasi pengkajian pada pasien CKS ditemukan beberapa masalah

diantaranya adanya trauma kepala yang menyebabkan pasien mengalami penurunan

kesadaran delirium dengan GCS 10 (E2,V4,M4).Terdapat luka pada temporalis

dekstra dengan diameter 2 x 0,5x 1cm, dan luka abrasi pada ekstremitas atas dengan

diameter luka 3 x 0.1 x 2 cm dan bawah dengan diameter 2 x 0,1 x 4 cm, terdapat

lebab pada mata kanan, terdpat hematoma pada kepala bagian belakang dengan

diameter 3 x 3 cm sehingga terjadinya kerusakan integritas kulit dan keluhan

nyeriyang dialami pasien akibat luka karena kecelakaan yang dialami.

2. Tahap Diagnosa

Diagnosa diperoleh dari hasil kajian analisa data sehingga memunculkan masalah

yang kemudian dari masalah tersebut akan dirumuskan menjadi diagnosa keperawatan

sesuai dengan masalah dan penyebab yang sudah diperoleh dari pengumpulan data

pada tahap pengkajian. Dari data-data yang telah dikumpulkan diperoleh tiga

diagnosa pada pasien Tn. G yaitu Risiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak

berhubungan gangguan suplai darah pada otak, kerusakan integritas kulit

40
berhubungan dengan factor mekanik dan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

fisik (luka laserasi dan abrasi pada kepala dan ekstremitas).

3. Tahap Perencanaan

Diawali dengan perumusan tujuan keperawatan yang terdiri dari tujuan umum dan

tujuan khusus/kriteria hasil yang merupakan standar penilaian keberhasilan dalam

pelaksanaan proses keperawatan dan selanjutnya menyusun rencana tindakan asuhan

keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut. Pada diagnosa ketidak efektifan

perfusi jaringan serebral intervensi yang diberikan yaitu kaji GCS, monitor TTV, kaji

frekuensi nafas dan pantau SpO2, serta kolaboratif dalam pemberian O2. Pada

diagnosa kerusakan integritas kulit intervensi yang diberikan meliputi monitor

karakteristik luka, bersihkan luka, lakukan pembalutan pada luka dan pertahankan

teknik steril dalam perawatan luka. Dan pada diagnosa nyeri akut intervensi yang

diberikan adalah kajikeluhannyeri (PQRST), pantau vital sign, ajarkan teknik

distraksi dan relaksasi, dan kolaborasi dalam pemberianan algetik.

4. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah realisasi tahap kerja yang sudah direncanakan pada tahap

intervensi. Implementasi yang dilakukan pada Tn.G selama 1 jam yang dievaluasi

setiap 15 menit setelah melakukan tindakan keperawatan.

5. Tahap Evaluasi
Hasil evaluasi yang di dapat pada pasien Tn.G dengan diagnosa ketidakefektifan

perfusi jaringan serebral dan kerusakan integritas kulit masalah sudah teratasi

sehingga tujuan tercapai dan perlu dipertahankan kondisi, sedangkan diagnose nyeri

akut belum teratasi sehingga tujuan belum tercapai dan perlu untuk dilanjutkan

intervensi.

5.2 Saran

41
Berdasarkan keterbatasan yang telah diuraikan sebelumnya, penulis berharap agar

tetap memperbaharui ilmu tentang teori kegawat daruratan Cedera Kepala Sedang

dengan mengedepankan pengkajian yang akurat dan valid sehingga masalah yang

dialami pasien sejalan dengan asuhan keperawatan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta : EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Penerapan Keperawatan di


Rumah Sakit. Jakarta

ENA. (2000). Emergency Nursing Care Curiculum 5. ED WB Sauders Company : USA

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat, Cetakan 1, Yogyakarta : Nuha Medika

Muttaqin, A. 2011. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Morton, Gallo, Hudak, 2012. Keperawatan Kritis volume 1&2 edisi 8. EGC, Jakarta

Nursalam. (2009). Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik. Jakarta :
Salemba Medika

42
NANDA International Inc.nursing diagnoses:definitions & klasification 2015-2017. EGC :
Jakarta

NANDA NIC-NOC. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.


Yogyakarta : Medi Action

Nurhidayat, A. 2005. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf edisi IV. Gramedia Pustaka Utama, Tanggerang

Smeltzer and Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. Jakarta : EGC

Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC ; Edisi 9 Jakarta : EGC

43

Anda mungkin juga menyukai