Anda di halaman 1dari 34

ASKEP KRITIS CEDERA KEPALA

DISUSUN OLEH KELOMPOK lll

Reguler dan non reguler

1. Asbudiman
2. Irma tahir
3. Handayani
4. Erna
5. Puji Juliani
6. Sri Yuniarti
7. Elias Kawa
8. Lobert Mouse

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

STIKES GRAHAHA EDUKASI MAKASSAR

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan berkat rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyusun
dan menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN KRITIS Penulis sepenuhnya
menyadari bahwa dalam pelaksanaan, penyusunan dan penyelesaian makalah ini
banyak memperoleh bantuan, motivasi, bimbingan dan arahan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan makalah
ini sehingga dapat terselesaikan.

28 Januari 2023
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................................2

C. Tujuan Penulis.........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

1) Anatomi Fisiologi....................................................................................................4
2) Definisi....................................................................................................................5
3) Etiologi....................................................................................................................6
4) Tanda dan Gejala.....................................................................................................7
5) Penatalaksanaan.......................................................................................................8
6) Patoflow...................................................................................................................9
7) Komplikasi...............................................................................................................
8) Pemeriksan penunjang
BAB llI ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian................................................................................................................
2. Analisis Data............................................................................................................
3. DiangnosaKeperawatan...........................................................................................
4. IntervensiKeperaeatan.............................................................................................

BAB lV PENUTUP
A. KESIMPULAN.......................................................................................................
B. SARAN....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu


penyebab utama disabilitas dan mortalitas di negara berkembang. Keadaan
ini umumnya terjadi pada pemudi sepeda motor yaitu pengemudi yang tanpa
menggunakan helm maupun yang memakai helm tapi tidak memenuhi
standar (Depkes RI, 2015). Cedera kepala secara langsung maupun tidak
langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka pada kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, dan kerusakan jaringan otak serta mengakibatkan
gangguan neurologis (Miranda, 2014). Pasien cedera kepala akan
mengalami perdarahan di tengkorak, peningkatan tekanan intrakranial, dan
penurunan tekanan perfusi otak. Jika keadaan semakin memburuk maka
akan mengalami bradikardi (denyut nadi menurun) bahkan akan
berkurangnya frekuensi respirasi. Tekanan darah dalam otak terus
meningkat dan semua tanda vital terganggu kemudian akan mengakibatkan
kematian (Widyawati, 2012).
Sampai saat ini kasus cedera kepala ini masih merupakan penyebab
kematian dan kecacatan. Menurut data dari WHO (World Health
Organization), setiap tahunnya sekitar 1,7 juta orang di Amerika Serikat
yang mengalami kasus cedera kepala, 50.000 meninggal dunia, 235.000
dilakukan rawat inap di rs, dan 11.000 dirujuk ke Departemen Instalasi
Gawat Darurat. Sesuai dengan data dari Riskesdas prevalensi cedera kepala
di Indonesia pada tahun 2018 meningkat menjadi sebesar 9,2%. Jumlah
prevalensi kecelakaan lalu lintas yang mengendari sepeda motor sebesar
72,2%, menumpang sepeda motor sebesar 19,2%, dan jalan kaki sebesar
4,3%. Banyaknya kecelakaan lalu lintas tersebut rata-rata mengakibatkan
korban cedera dibagian kepala. Tingginya angka akibat cedera kepala ini
dikarenakan oleh penggunaan helm pada saat mengendarai sepeda motor
dengan prevalensi menggunakan helm standart berkancing 33,7%,
menggunakan helm kadang-kadang sebesar 42,4%, dan tidak pernah
menggunakan helm 23,9% (Kemenkes, 2018).
Cedera kepala terjadi karena adanya kontak daya/kekuatan yang
mendadak di kepala. Terdapat tiga mekanisme yang dapat mempengaruhi
terjadinya cedera kepala yaitu, akselerasi, deselerasi, dan deformitas.
Akselerasi adalah suatu keadaan jika benda bergerak membentur kepala
yang diam misalnya, ada seseorang diam kemudian dipukul atau terlempar
batu di kepalanya. Deselerasi adalah suatu keadaan jika kepala bergerak
mengarah pada benturan misalnya, saat kepala seseorang terbentur. Dan
deformitas adalah suatu keadaan terjadi rusaknya bagian tubuh yang terjadi
akibat trauma misalnya, fraktur kepala dan kompresi. Semua mekanisme
tersebut dapat menyebabkan adanya gangguan atau kerusakan struktur
misalnya parenkim otak rusak, pembuluh darah rusak, edema dan biokimia
otak. Sebagai contoh akan terjadi adenosine tripospat dalam mitrokondria
(Herdman, 2014). Tanda-tanda atau gejala klinis cedera kepala adalah
kesadaran menurun, nyeri kepala yang berkepanjangan, mual dan muntah,
gangguan tidur dan nafsu makan menurun, perubahan kepribadian diri,
letargik, penurunan sirkulasi jaringan otak, nilai Glasgow Coma Scale
menurun, perubahan ukuran pupil (anisococoria), meningkatnya tekanan
intrakranial dan terjadi Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (Reisner,
2009). Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif adalah penurunan sirkulasi
jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan (Herdman, 2014). Hal
tersebut akan mengakibatkan seseorang menjadi hipoksia (kekurangan
oksigen) sehingga dapat mengancam jiwa penderitanya. Penanganan pada
pasien cedera kepala dengan Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif terdapat
dua tindakan yaitu dengan tindakan medis dan dengan tindakan
keperawatan. Tindakan medis pada pasien dengan cedera kepala yaitu
mempertahankan parameter hemodinamika (misalnya, tekanan arteri
sistemik, memberikan obat-obatan untuk meningkatkan intravaskuler sesuai
program, memberikan diuretic dan osmotic sesuai program, meninggikan
bagian kepala tempat tidur 0-45 derajat, bergantung pada kondisi pasien dan
program dokter. Adapun tindakan keperawatan pada pasien cedera kepala
yaitu dengan memantau ttv: suhu, tekanan darah, nadi, dan pernafasan,
memantau tingkat kesadaran dan orientasi. Kemudian dengan mengontrol
tekanan darah dalam batas normal dengan cara pemberian posisi tidur.
Misalnya, dengan posisi supine atau telentang (Suryani, 2016).
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengangkat rumusan


masalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Pasien Cedera kepala”

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui Anatomi Fisiologi Kepala


2. Untuk mengetahui Definisi Cedera Kepala
3. Untuk mengetahui Etiologi Cedera Kepala
4. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala Cedera Kepala
5. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Cedera Kepala
6. Untuk mengetahui Patoflow Cedera Kepala
7. Untuk mengetahui Komplikasi Cedera Kepala
8. Untuk mengetahui Pemeriksan penunjang Cedera Kepala
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Cedera Kepala
BAB I I

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi fisiologi
1) Tengkorak
Tulang tengkorak merupakan struktur tulang yang menutupi dan
melindungi otak dari cedera. Terrdapat empat tuang yang berhubungan
membentuk tulang tengkorak yaitu tulang frontal, parietal, temporal dan
oksipital. Pada masing-masing tulang disatukan oleh sutura (kecuali
pada mandibula) atau jaringan fibrosa yang mengunci pinggiran tulang
yang bergerigi. Pada bagian dasar tengkorak terdiri atas tiga rongga
(fossa) yaitu fossa anterior (terdiri dari lobus frontral serebral bagian
hemifer), fossa tengah atau media (terdiri dari lobus parietal, temporal
dan oksipital) dan pada fossa posterior (terdiri dari batang otak dan
medula). Tengkorak berfungsi untuk melindungi otak, indra penglihatan
dan indra pendengaran. Selain itu tengorak juga berfungsi sebagai
tempat melekatnya otot yang bekerja di daerah kepala. (PGS, 2021)
2) Meningen
Meningen atau selaput otak adalah selaput yang membungkus otak dan
sumsum tulang belakang serta melindungi struktur saraf yang halus.
Meningen atau selaput otak terbagi menjadi 3 lapisan
yaitu: Duramater, Arakhnoid dan Piamater.
3) Otak
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu:
a. Cerebrum (Otak Besar)
b. Cerebellum (Otak Kecil)
c. Brainstem (Batang Otak)
2. Definisi
Cedera kepala merupakan trauma yang terjadi hingga mengenai otak
dan disebabkan oleh adanya kekuatan eksternal yang kemudian bisa
menimbulkan perubahan tingkat kesadaran, kemampuan kognitif, fungsi
fisik, tingkah laku dan juga emosiaonal.
Menurut Brain Injury Association of America, cereda kepala
merupakan sebuah kejadian cedera yamg tidak diturunkan, tidak bersifat
bawaan, degenerative atau terjadi trauma ketika lahir. Trauma kepala
biasanya dapat terjadi akibat adanya benturan, pukulan maupun sentakan
yang terjadi dikepala sehingga sampai mengenai otak dan terjadilah
gangguan pada otak. (Zafira et al., 2022)
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang
secara langsung maupun tidak langsung mengenai kepala yang
mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan
selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan
gangguan neurologis (Sjahrir, 2012). Cedera kepala merupakan suatu proses
terjadinya cedera langsung maupun deselerasi terhadap kepala yang dapat
menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce dan Nail, 2014).
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak (Morton, 2012). Cedera kepala meliputi luka pada kulit
kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau
benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
(Susan Martin, 2010). Cedera kepala adalah gangguan fungsi otak normal
karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk ). Defisit neurologis terjadi
karena robeknya subtansi alba, iskemia dan pengaruh masa karena
hemoragi,
serta edema serebral disekitar jaringan otak.( Sandra M.Nettina.2001).
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada
penilaian Glasgow Coma Scala (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cedera kepala ringan
 GCS 13 - 15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari
30 menit.
 Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma
b. Cedera kepala sedang
 GCS 9 - 12
 Saturasi oksigen > 90 %
 Tekanan darah systole > 100 mmHg
 Lama kejadian < 8 jam
 Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam
 Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cedera kepala berat
 GCS 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam
 Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral
3. Etiologi
Beberapa etiologi cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013):
1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan local meliputi contusion
serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan
perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi): kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4
bentuk, yaitu cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan
otak menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau kedua-duanya.
Akibat cedera tergantung pada (Yessie dan Andra, 2013) :
a. Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).
b. Akselerasi dan deselerasi.
c. Cup dan kontra cup
 Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang
terbentur.
 Cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan
pada sisi desakan benturan.
d. Lokasi benturan
e. Rotasi: pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan
trauma regangan dan robekan substansia alba dan batang otak.
Depresi fraktur: kekuatan yang10 mendorong fragmen tulang
turun menekan otak lebih dalam. Akibatnya CSS mengalir
keluar ke hidung, kuman masuk ke telinga kemudian
terkontaminasi CSS lalu terjadi infeksi dan mengakibatkan
kejang.
Etiologi cedera kepala ( Arif Mansjoer,2000 )
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Cedera akibat kekerasan
c. Trauma benda tajam atau trauma tumpul
d. Luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya.
4. Tanda dan gejala
Manifestasi klinis dari cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013) :
1. Cedera kepala ringan-sedang
a. Disoerientasi ringan
Disorientasi adalah kondisi mental yang berubah dimana seseorang
yang mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat mereka
berada saat itu, bahkan bisa saja tidak mengenal dirinya sendiri.
b. Amnesia post traumatik
Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah cedera otak
traumatis ketika seseorang muncul kehilangan kesadaran atau
koma.
c. Sakit kepala
Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara bertahap
atau mendadak.
d. Mual dan muntah
Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan isi
perut, sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat
dikontrol sehingga menyebabkan perut mengeluarkanisinya secara
paksa melalui mulut.
e. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang
umumnya disebabkan oleh factor usia atau sering terpapar suara
yang nyaring atau keras.
2. Cedera kepala sedang-berat
a. Oedema pulmonal
Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan cairan
diparu-paru yang dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya
ditandai dengan gejala sulit bernafas.
b. Kejang infeksi
Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi
kumandi dalam saraf pusat.
c. Tanda herniasi otaK
Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak
bergeser dari posisi normalnya. Kondisi ini dipicu oleh
pembengkakan otak akibat cedera kepala, stroke, atau tumor otak.
d. Hemiparase
Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami
kelemahan yang dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan otot wajah
sehingga sulit untuk digerakkan.
e. Gangguan akibat saraf kranial

Manifestasi klinis spesifik :


1. Gangguan otak
a. Comosio cerebri (gegar otak)
 Tidak sadar <10 menit
 Muntah-muntah
 Pusing
 Tidak ada tanda defisit neurologis
 Contusio cerebri (memar otak)
 Tidak sadar >10 menit, jika area yang terkena luas dapat
berlangsung >2-3 hari setelah cedera
 Muntah-muntah
 Amnesia
 Ada tanda-tanda defisit neurologis
2. Perdarahan epidural (hematoma epidural)
a. Suatu akumulasi darah pada ruang tulang tengkorak bagian dalam
dan meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meningeal
b. Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari
kacau mental sampai koma
c. Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernafasan,
bradikardi, penurunan TTV
d. Herniasi otak yang menimbulkan : Dilatasi pupil dan reaksi cahaya
hilang
 Isokor dan anisokor
 Ptosis
3. Hematom subdural
a. Akut: gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera
b. Sub akut: gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera
c. Kronis: 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera
4. Hematom intrakranial
a. Pengumpulan darah >25 ml dalam parenkim otak
b. Penyebab: fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi
peluru, gerakan akselerasi-deselerasi tiba-tiba
5. Fraktur tengkorak
a. Fraktur linier (simple)
1) Melibatkan Os temporal dan parietal13
2) Jika garis fraktur meluas kearah orbital atau sinus paranasal
(resiko perdarahan)
b. Fraktur basiler
1) Fraktur pada dasar tengkorak
2) Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus, memungkinkan
bakteri masuk

5. Penatalaksana
Beberapa penatalaksaan pada pasien cedera kepala (Tim Pusbankes,
2018):
1) Penatalaksanaan cedera kepala ringan
a. Obsevasi atau dirawat di Rumah Sakit
 CT scan tidak ada
 CT scan abnormal
 Semua cedera tembus
 Riwayat hilang kesadaran
 Kesadaran menurun
 Sakit kepala sedang-berat
 Intoksikasi alcohol/obat-obatan18
 Fraktur tengkorak
 Rhinorea/otorea
 Tidak ada keluarga dirumah
 Amnesia
b. Rawat jalan
Tidak memenuhi criteria rawat. Berikan pengertian
kemungkinan kembali ke RS jika memburuk dan berikan lembar
observasi.
Lembar observasi : berisi mengenai kewaspadaan baik keluarga
maupun penderita cedera kepala ringan. Apabila dijumpai gejala-
gejala dibawah ini maka penderita harus segera dibawa ke RS:
a) Mengantuk berat atau sulit dibangunkan
b) Mual dan muntah
c) Kejang
d) Perdarahan atau keluar cairan dari hidung dan telinga
e) Sakit kepala hebat
f) Kelemahan pada lengan atau tungkai
g) Bingung atau perubahan tingkah laku
h) Gangguan penglihatan
i) Denyut nadi sangat lambat atau sangat cepat
j) Pernafasan tidak teratur
2) Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-13)
Penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun
masih mampu menuruti perintah-perintah.
Pemeriksaan awal:
a. Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan
darah sederhana
b. Pemeriksaan CT scan kepala
c. Dirawat untuk observasi

Perawatan:
a. Pemeriksaan neurologis periodic
b. Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau
bila penderita akan dipulangkan

Bila kondisi membaik (90%)


a. Pulang
b. Kontrol di poli

Bila kondisi memburuk (10%)


Bila penderita tidak mampu melakukan perintah lagi segera
lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai
protocol cedera kepala berat.
3. Penatalaksanaan cedera kepala berat (GCS 3-8)
Penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana
karena kesadarannya menurun.
1) Airway
a. Penderita dibaringkan dengan elevasi 20-30 untuk membantu
menurunkan tekanan intrakranial
b. Pastikan jalan nafas korban aman, bersihkan jalan nafas dari
lender, darah atau kotoran, pasang pipa guedel dan siapkan
untuk intubasi endotrakeal, berikan oksigenasi 100% yang
cukup untuk menurunkan tekanan intrakranial
c. Jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera
servikal dapat disingkirkan
2) Sirkulasi
a. Berikan cairan secukupnya (Ringer Laktat/Ringer Asetat),
untuk resusitasikorban. Jangan memberikan cairan berlebih
atau yang mengandung Glukosa karena dapat menyebabkan
odema otak.
b. Atasi hipotensi yang terjadi, yang biasanya merupakan
petunjuk adanya cedera di tempat lain yang tidak tampak.
c. Berikan transfuse darah jika Hb kurang dari 10g/dl.
6. Patoflow

Cedera Kepala

Ekstra cranial Tulang cranial Intra cranial

Jaringan otak
Terputusnya rusak,kontatio,
kontunuitas Terputusnya
laserasi
Jaringan otot, kontunuitas
kulit jaringan tulang
,
Perubahan
protoregulasi
Perdarahan Gangguan Risiko Infeksi
dan hematoma suplai darah
Kejang

Penurunan
Peningakatan Iskemia kesadaran
TIK

Hipoksia
Bedrest Akumulasi
Peregangan Kompresi total cairan
doramen dan batang otak
pembuluh darah Risiko
ketidakefektifan Ketidakefektifan
perfusi jaringan otak bersihan jalan nafas

Nyeri akut
Risiko gangguan Gangguan
integritas kulit mobilitas fisik
7. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari cedera kepala (Andra dan Yessie, 2013):
1) Epilepsi pasca cedera
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi
beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di
kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah
terjadinya cedera. Obat-obat anti kejang misalnya: fenitoin,
karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi kejang pasca
trauma.
2) Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena
terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu
memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian kepala yang
mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan
bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun
dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan
mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.
3) Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi
dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus
frontalis. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya,
yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak.
4) Agnosis
Agnosis merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan
merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan
peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak dapat
mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalinya dengan baik atau benda-
benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat
melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah
fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan benda-
benda penting fungsinya disimpan. Agnosis seringkali terjadi segera
setelah terjadinya cedera kepala atau stroke. Tidak ada pengobatan
khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secaraspontan.15
5) Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah
lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.
Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa
yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesia retrograde)
atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia
pasca trauma). Amnesia hanya berlangsung beberapa menit sampai
beberapa jam (tergantung pada beratnya cedar) dan akan hilang dengan
sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia bisa bersifat menetap.
Mekanisme otak untuk menerima informasi dang mengingatnya kembali
dari memori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, parietalis, dan
temporalis.
6) Fistel karotis-kavernosus
Ditandai dengan trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan briit orbita, dapat
timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
7) Diabetes insipidus
Disebabkan karena kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien
mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan
hipernatremia, dan deplesi volume.
8) Kejang pasca trauma
Dapat terjadi (dalam 24 jm pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut
(setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi untuk
kejang lanjut, kejang dini menunjukkan risiko yang meningkat untuk
kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulasan.
9) Edema serebral dan herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, puncak edema terjadi
setelah 72 jam setelah cedera. Perubahan TD, frekuensi nadi, pernafasan
tidak teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK. Tekanan
terus menerus akan meningkatkan aliran darah otak menurun dan perfusi
tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak.Lama-lama terjadi
pergeseran supratentorial dan menimbulkan herniasi. Herniasiakan
mendorong hemusfer otak ke bawah/lateral dan menekan di enchepalon
dan batang otak, menekan pusat vasomotor, arteri otak posterior, saraf
oculomotor. Mekanisme kesadaran, TD, nadi, respirasi dan pengatur
akan gagal.
10) Defisit neurologis dan psikologis
Tanda awal penurunan neurologis: perubahan TIK kesadaran, nyeri
kepala hebat, mual dan muntah proyektil

8. Pemeriksaan penunjang
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya
infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG (Elektroencepalograf)
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Pungsi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk
mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
9. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
10. Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrkranial
11. Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.
BAB lll

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan,
TB/BB, alamat

b. Identitas Penanggung jawab


Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien,
pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.

c. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea /
takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,
paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari
hidung dan telinga dan kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang


berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem
sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama
yang mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga


sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa klien.

d. Pengkajian persistem
1). Keadaan umum
2). Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
3). TTV
4). Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi,
nafas bunyi ronchi.

5). Sistem Kardiovaskuler


Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut
nadi bradikardi kemudian takikardi.

6). Sistem Perkemihan


Inkotenensia, distensi kandung kemih

7). Sistem Gastrointestinal


Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami
perubahan selera

8). SistemMuskuloskeletal
Kelemahan otot, deformasi

9). Sistem Persarafan


Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus,
kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan,
gangguan pengecapan .

Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status


mental, perubahan pupil, kehilangan pengindraan,
kejang, kehilangan sensasi sebagian tubuh.

a. Nervus cranial
N.I : penurunan daya penciuman

N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan


penglihatan

N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang pandang, refleks


cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta tidak
dapat mengikuti perintah, anisokor.

N.V : gangguan mengunyah


N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata,
hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah

N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan


tubuh

N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan

b. Penilaian kesadaran (GCS)


N KOMPONEN NILAI HASIL
O

1 Tidak berespon

2 Suara tidak dapat dimengerti, rintihan


1 VERBAL
3 Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
nyambung dengan pertanyaan

4 Bicara membingungkan, jawaban tidak tepat

5 Orientasi baik

1 Tidak berespon

2 Ekstensi abnormal
2 MOTORIK
3 Fleksi abnormal

4 Menarik area nyeri

5 Melokalisasi nyeri

6 Dengan perintah

1 Tidak berespon
3 Reaksi membuka
2 Rangsang nyeri
mata (EYE)
3 Dengan perintah (rangsang suara/sentuh)

4 Spontan

c. Fungsi motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut
yang digunakan secara internasional :
RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not antigravity) 2
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0

2. KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi cairan
b. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan di medula
oblongata
c. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hiposksia
d. Perubahan persepsi sensori b.d defisit neorologis.
e. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK.
f. Kerusakan mobilitas fisik b.d imobilitas.
g. Resti injury b.d kejang.
h. Resti infeksi b.d kontinuitas yang rusak
i. Resti gangguan intregritas fisik b.d imobilitas
j. Resti kekurangan volume cairan b.d mual-muntah.
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO. TUJUAN INTERVENSI

a. Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kepatenen jalan napas


keperawatan selama 3X24 jam,
diharapkan klien dapat 2. Beri posisi semifowler.
mempertahanakan patensi napas
dengan kriteria hasil : 3. Lakukan penghisapan lendir dengan hati-
hati selama 10-15 menit. Catat sifat-sifat,
a. Bunyi napas vesikuler warna dan bau sekret. Lakukan bila tidak
b. Tidak ada spuntum ada retak pada tulang basal dan robekan
c. Masukan cairan adekuat. dural.

4. Berikan posisi semi pronelateral/miring


atau terlentang setiap dua jam.

5. Pertahankan masukan cairan sesuai


kemampuan klien.

6. Berikan bronkodilator IV dan aerosol


sesuai indikasi.

b. Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau frekuensi, irama dan kedalaman


keperawatan selama 3X24 jam, pernapasan. Catat ketidakteraturan
diharapkan klien mempunyai pola pernapasan.
pernapasan yang efektif dengan
kriteria hasil: 2. Catat kompetensi reflek GAG dan
kemampuan untuk melindungi jalan napas
a. Pola napas nomal (irama teratur, sendiri.
RR = 16-24 x/menit).
b. Tidak ada pernapasan cuping
hidung.
c. Pergerakan dada simetris. 3. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
d. Nilai GDA normal. indikasi.
PH darah = 7,35-7,45.

PaO2 = 80-100 mmHg.


4. Anjurkan kllien untuk bernapas dalam dan
PaCO2 = 35-45 mmHg. batuk efektif.
HCO3- = 22-26 m.Eq/L

26
5. Beri terapi O2 tambahan.

6. Pantau analisa gas darah, tekanan


oksimetri.

c. Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status neurologis yang berhubungan


keperawatan selama 3X24 jam, dengan tanda-tanda peningkatan TIK,
diharapkan klien mempunyai terutama CGS.
perfusi jaringan adekuat dengan
kriteria hasil:

a. Tingkat kesadaran normal


(composmetis).
b. TTV Normal.
(TD: 120/80 mmHg, suhu: 36,5-
2. Monitor TTV; TD, denyut nadi, suhu,
37,50C, Nadi: 80-100 x/menit, minimal setiap jam sampai klien stabil.
RR: 16-24 x/m)

3. Tingggikan posisi kepala dengan sudut


15-45o tanpa bantal dan posisi netral.

4. Monitor suhu dan atur suhu lingkungan


sesuai indikasi. Batasi pemakaian selimut
dan kompres bila de mam.

5. Monitor asupan dan keluaran setiap


delapan jam sekali.

6. Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.

27
7. Berikan obat-obatan antiedema seperti
manito, gliserol dan losix sesuai indikasi.
d. Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji respon sensori terhadap panas atau
keperawatan selama 3X24 jam, dingin, raba atau sentuhan. Catat
diharapkan klien mengalami perubahan-perubahan yang terjadi.
perubahan persepsi sensori dengan
kriteria hasil: 2. Kaji persepsi klien, baik respon balik dan
koneksi kemampuan klien beroerientasi
a. Tingkat kesadaran normal. E4 terhadap orang, tempat dan waktu.
M6V5.
b. Fungsi alat-alat indera baik.
c. Klien kooperatif kembali dan 3. Berikan stimulus yang berarti saat
dapat berorientasi pada orang, penurunan kesadaran.
waktu dan tempat. 4. Berikan keamanan klien dengan
pengamanan sisi tempat tidur, bantu
latihan jalan dan lindungi dari cidera.

5. Rujuk pada ahli fisioterapi , terapi


deuposi, wicara, terapi kognitif.

e. Setelah dilakukan asuhan 1. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, intensitas,


keperawatan selama 3X24 jam, keluhan dan durasi.
nyeri berkurang atau terkendali
dengan kriteria hasil: 2. Monitor TTV.

a. Pelaporan nyeri terkontrol.


b. Pasien tenang, tidak gelisah. 3. Buat posisi kepala lebih tinggi (15-45o).
c. Pasien dapat cukup istirahat.

4. Ajarkan latihan teknik relaksasi seperti


latihan napas dalam.

5. Kurangi stimulus yang tidak


menyenangkan dari luas dan berikan
tindakan yang menyenangkan seperti
masase.

28
f.. Setelah dilakukan asuhan 1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan
keperawatan selama 3X24 jam, secara fungsional pada kerusakan yang
diharapkan klien mampu terjadi
melakukan aktifitas fisik dan ADL
dengan kriteria hasil:

a. Klien mampu pulih kembali 2. Kaji tingkat kemampuan mobilitas dengan


pasca akut dalam skala 0-4
mempertahankan fungsi gerak. 0: Klien tidak bergantung orang lain.
b. Tidak terjadi komplikasi , seperti
dekubitus, bronkopnemonia 1: Klien butuh sedikit bantuan.
tromboplebitis dan kontraktur
sendi. 2: Klien butuh bantuan sederhana.
c. Mampu mempertahankan
keseimbangan fungsi tubuh. 3: Klien butuh bantuan atau peralatan
yang banyak.

4: Klien butuh sangat bergantung pada


orang lain.

3. Atur posisi klien dan ubah posisi secara


teratur tiap dua jam sekali bila tidak ada
kejang atau setelah empat jam pertama.
4. Bantu klien melakukan gerakan sendi
secara teratur.
5. Pertahankan linen tetap bersih dan bebas
kerutan

6. Bantu untuk melalukan latihan rentang


gerak aktif/pasif

29
7. Anjurkan klien untuk tetap ikut serta
dalam pemenuhan kebutuhan ADL sesuai
kemampuan

g Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi tanda-tanda kejang, waktu


keperawatan selama 3X24 jam, 2. Pertahankan penghalang tempat tidur
diharapkan klien tidak mengalami terpasang
3. Jauhkan benda-benda yang dapat melukai
cedera dengan kriteria hasil:
klien
a. Pernyataan pemahaman faktor 4. Pertahankan agar lidah tidak tergigit
yang trlibat dalam kemungkinan 5. Berikan obat sesuai dengan indikasi, misal
cedera. antikonvulsan
b. Menunjukkan perilaku , gaya
hidup untuk menurunkan faktor
resiko dan melindungi dari
cedera
c. Mengubah lingkungan sesuai
indikasi untuk meningkatkatkan
keamanan

h Setelah dilakukan asuhan 1. Pertahankan teknik aseptik dan teknik


keperawatan selama 3X24 jam, cuci tangan yang tepat bagi pasien,
diharapkan klien tidak mengalami pengunjung maupun staf.
2. Pantau suhu secara teratur
infeksi dengan kriteria hasil:
3. Ubah posisi klien dengan sering.
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi, Pertahankan linen tetap kering dan bebas
rubor, kalor, dolor. dari kerutan.
b. Suhu tubuh 36,5-37,5 Co 4. Batasi/hindari prosedur invansif
c. Mencapai penyembuhan tepat 5. Beri antibiotik sesuai indikasi
waktu
d. Berpartisipasi dalam intervensi
dalam pencegahan infeksi

i.. Setelah dilakukan asuhan 1. Inspeksi seluruh area kulit. Catat adanya
keperawatan selama 3X24 jam, kemerahan
diharapkan klien tidak mengalami 2. Lakukan perubahan posisi sesering
mungkin
infeksi dengan kriteria hasil:
3. Pertahankan linen tetap kering, bersih dan
a. Mengidentifikasi faktor resiko bebas kerutan
individual. 4. Tinggikan ekstremitas bawah secara
periodik

30
b. Mengungkapkan pemahaman 5. Masase penonjolan tulang dengan lembut
tentang kebutuhan tindakan menggunakan krim/lotion
c. Berpartisipasi pada tingkat
kemampuan untuk mencegah
kerusakan kulit.
j. Setelah dilakukan asuhan 1. Ukur haluaran dan BJ urin. Catat
keperawatan selama 3X24 jam, ketidakseimbangan input dan output.
diharapkan klien tidak mengalami 2. Dorong masukan cairan peroral sesuai
infeksi dengan kriteria hasil: toleransi
3. Pantau tekanan darah dan denyut jantung
a. TTV dalam batas normal 4. Palpasi denyut perifer
TD 120/80 mmHg, nadi 60- 5. Kaji membran mukosa, turgor kulit, dan
100x/menit, suhu 36,5-37,5 oC, rasa haus
6. Berikan tambahan cairan parenteral sesuai
RR 16-24x/menit
indikasi
b. Nadi perifer teraba kuat
c. Haluaran urin adekuat

31
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai penutup dalam makalah ini, penulis dapat menarik beberapa


kesimpulan berdasarkan lima tahap proses keperawatan dan memberikan beberapa
saran yang kiranya dapat di jadikan pertimbangan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien cedera kepala dan klien lainnya pada umumnya.
Adapun kesimpulan-kesimpulan yang dapat penulis tarik berdasarkan
pembahasan pada BAB 3 sebagai berikut :

1. Pengkajian
Pengkajian memegang peranan penting dalam menentukan dan
menggali masalah yang timbul pada kasus cedera kepala sedang yang
ditangani penulis dan dilakukan pada klien dengan penurunan kesadaran,
gelisah mengalami banyak hambatan sehingga diperlukan pendekatan,
tekhinik dan kesabaran.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa adalah pernyataan yang merupakan rumusan suatu masalah
berdasarkan data-data yang terkumpul dan berupa rumusan
tentang respon terhadap masalah kesehatan aktual atau potensial serta
faktor etiologi yang mempunyai kontribusi terhadap timbulnya masalah yang
perlu diatasi .Berdasarkan pengkajian maka penulis berhasil merumuskan
diagnosa keperawatan sebagai berikut : perubahan perfusi jaringan
cerebral, defisit perawatan diri dan risiko injury.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah acuan tertulis yang terdiri dari beberapa
intervensi keperawatan yang direncanakan dapat mengatasi diagnosa
keperawatan sehingga klien dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya. Pada
dasarnya perencanaan ini merupakan suatu proses yang dinamis,
berorientasi pada tujuan dapat berubah-ubah sesuai kondisi
4. Implementasi

32
Implementasi dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah
dibuat. Adapun pelaksanaannya penulis berhasil melakukan implementasi
sesuai dengan rencana, walaupun dengan berbagai hambatan atau kendala
yang ada sehingga memerlukan modifikasi yang disesuaikan dengan
situasi, kondisi, sarana dan prasarana yang tersedia sehingga dapat
mencapai tujuan yang diharapkan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
untuk menentukan dan mengetahui seberapa jauh keberhasilan tindakan
keperawatan yang telah di lakukan.
B. Saran
Untuk menambah pengetahuan mahasiswa perawat hendaknya selalu
mengembangkan ilmu pengetahuan, memotivasi mahasiswa, dan
mengembangkan keterampilan praktek labolatorium atau skill lab untuk
meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan asuhan keperawatan
akan lebih tanggap terhadap respon klien dan mampu mengevaluasi
keadaan klien dengan cermat

33
DAFTAR PUSTAKA

Andra Saferi dkk. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Hidayat Alimul. Aziz.2012. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa


Data. Jakarta: Salemba Medika

Kartikawati Dewi. 2013. Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:


Salemba Medika

Rosdahl dan Kowalski. 2015. Buku Ajar Keperawatan Dasar Edisi 10. Vol
5.William dan Wilkins Lippicott. Alih Bahasa Oleh Setiawan
S.Kp.,MNS.,PhD. Jakarta: EGC

Smeltetzer, Suzanne C. 2018. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth


Edisi 12. Jakarta:EGC

34

Anda mungkin juga menyukai