Anda di halaman 1dari 20

KONSEP DASAR PENYAKIT STROKE, SOL, DAN CEDERA KEPALA

Dosen Pengampu : Farida Aini, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB.

Disusun Oleh :
1. Agharitha Fara S (010118A005)
2. Anggrito Van Z. A (010118A014)
3. Dinda Afifatul Isma (010118A041)
4. Lailatul Masruroh (010118A076)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis mengucapkan kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, karunia dan kesempatannya sehingga kami dapat menyelesakan tugas “Konsep Dasar
Penyakit Stroke, SOL, dan Cedera Kepala” tepat pada waktunya.

Tugas ini merupakan tugas kelompok. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Farida Aini, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB. selaku dosen pengampu dan pembimbing dalam
penyusunan tugas ini, serta semua pihak yang ikut membantu dalam pembuatan tugas,
sehingga tugas ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. kami menyadari bahwa dalam
penyusunan tugas ini pasti terdapat banyak kekurangan sehingga kami memohon maaf
apabila terdapat kesalahan dalam pembutan tugas ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat dan
menambah ilmu pengetahuan kita semua. Kami juga mohon kritik dan saran dari pembaca
demi kesempurnaan tugas ini.

Ungaran, Maret 2020

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
a. Penyakit Stroke.............................................................................................................3
 Definisi........................................................................................................................3
 Faktor dan Resiko.........................................................................................................4
 Penyebab dan Gejala.................................................................................................5
 Macam-macam Stroke..............................................................................................5
b. Penyakit SOL.................................................................................................................6
 Definisi........................................................................................................................6
 Patofisiologi................................................................................................................6
 Macam – macam........................................................................................................8
 Gejala Umum SOL....................................................................................................9
 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................9
c. Cidera Kepala..............................................................................................................10
 Definisi......................................................................................................................10
 Penyebab Cedera Kepala..........................................................................................10
 Gejala Cedera Kepala...............................................................................................11
 Diagnosis Cedera Kepala..........................................................................................12
 Pengobatan Cedera Kepala......................................................................................13
BAB III....................................................................................................................................15
PENUTUP...............................................................................................................................15
Kesimpulan.........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

II
3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit
neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke
merupakan klainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke
merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan
anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir, daya ingat dan bentuk-bentuk
kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. (Mutaqqin, 2008)
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak. (Muttaqin, 2008), cedera kepala biasanya diakibatkan
salah satunya benturan atau kecelakaan. Sedangkan akibat dari terjadinya cedera
kepala yang paling fatal adalah kematian.
Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial)
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap
inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial dan menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion
intrakranial meliputi tumor, hematoma, dan abses (Ejaz Butt, 2005).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Stroke?
2. Apa faktor resiko dari peyakit Stroke?
3. Apa penyebab dari penyakit Stroke?
4. Apa yang dimaksud dengan penyait SOL?
5. Apa faktor resiko dari peyakit SOL?
6. Apa penyebab dari penyakit SOL?
7. Apa yang dimaksud dengan Cidera Kepala?
8. Apa gejala pada Cidera Kepala?
9. Apa penyebab dari Cidera Kepala?
10. Bagaimana Pengobatan dan Diagnosis Cidera Kepala?

1
11. Apa saja macam-macam Cidera Kepala?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit stroke, faktor resiko penyakit stroke, dan
penyebab dari penyakit stroke.
2. Untuk mengetahui pengertian penyakit SOL, faktor resiko penyakit SOL, dan
penyebab penyakit SOL.
3. Untuk pengertian cidera kepala, gejala cidera kepala, pengobatan dan diagnosis
cidera kepala, dan macam-macamnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

a. Penyakit Stroke
Definisi

Stroke adalah suatu serangan pada otak akibat gangguan pembuluh darah dalam
mensuplai darah yang membawa oksigen dan glukosa untuk metabolisme sel-sel otak agar
dapat tetap melaksanakan fungsinya. Serangan ini bersifat mendadak dan menimbulkan
gejala sesuai dengan bagian otak yang tidak mendapat suplai darah. (Soeharto, 2004).
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai
dengan kematian jaringan otak yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen
ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan oleh adanya
penyumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. Jumlah penduduk pada usia
produktif antara umur 15-64 tahun memiliki jumlah yang lebih banyak daripada
penduduk non produktif maupun usia lansia di Indonesia. Berdasarkan data penduduk
sasaran program pembangunan kesehatan tahun 2007-2011, usia produktif berada pada
penduduk yang berusia 15-64 tahun. Sehingga menunjukan bahwa pada usia tersebut
sangat berpotensi terserang penyakit tidak menular khususnya stroke. Stroke mulai
terjadi pada orang yang berusia produktif (Depkes, 2008).
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba
tiba dan cepat yang disebabkan karena adanya pendarahan di otak. Biasanya mengenai
penderita pada umur <45 tahun sebanyak 11,8 persen, pada umur 45-65 tahun sebanyak 54,2
persen dan pada umur >65 tahun sebanyak 33,5 persen. Pada umumnya angka kejadian pada
laki- laki lebih banyak daripada perempuan. Stroke terjadi tanpa adanya gejala- gejala
prodroma atau gejala dini, dan muncul begitu mendadak. Stroke adalah penyebab kematian
dan kecacatan yang utama di seluruh dunia. Kecacatan akibat stroke tidak hanya berdampak
bagi penyandangnya, namun juga bagi keluarganya (Pinzon, 2009).
Ada dua tipe stroke yaitu stroke hemorhagic dan stroke iskemik. Stroke iskemil
banyak disebabkan karena trombotik atau sumbatanemboli, sedangkan stroke hemorhagic
disebabkan oleh perdarahan akibat pecahnyapembuluh darah di suatu bagian otak.

3
Faktor dan Resiko
Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan risiko stroke. Selain stroke, faktor risiko ini
juga dapat meningkatkan risiko serangan jantung. Faktor-faktor tersebut meliputi:

 Faktor kesehatan, yang meliputi:

o Hipertensi.

o Diabetes.

o Kolesterol tinggi.

o Obesitas.

o Penyakit jantung, seperti gagal jantung, penyakit jantung bawaan, infeksi


jantung, atau aritmia.

o Sleep apnea.

o Pernah mengalami TIA atau serangan jantung sebelumnya.

 Faktor gaya hidup, yang meliputi:

o Merokok.

o Kurang olahraga atau aktivitas fisik.

o Konsumsi obat-obatan terlarang.

o Kecanduan alkohol.

 Faktor lainnya:

o Faktor keturunan. Orang yang memiliki anggota keluarga yang pernah


mengalami stroke, berisiko tinggi mengalami penyakit yang sama juga.

o Dengan bertambahnya usia, seseorang memiliki risiko stroke lebih tinggi


dibandingkan orang yang lebih muda.

4
Penyebab dan Gejala

Penyebab utama stroke diantaranya pasien stroke yang terbiasa mengkonsumsi


makanan yang mengandung lemak jenuh yang menimbulkan aterosklerosis, yaitu
menyempitnya pembuluh arteri disebabkan lemak yang menempel pada dinding arteri.
Para ahli menganggap bahwa aterosklerosis merupakan penyebab utama stroke pada
umumnya. Dijaman sekarang, pengobatan dan pencegahan stroke sudah semakin maju
walaupun masih tetap mahal (Yugiantoro, 2006).
Gejala-gejala ringan stroke dapat dikenali seperti seringnya kesemutan ringan tanpa
sebab, sakit kepala atau vertigo ringan, tiba-tiba sulit menggerakkan mulut dan
sulit berbicara, lumpuh sebelah serta mendadak pikun dan cadel. Bagi mereka yang
pernah mengalami serangan stroke lalu dikemudian hari terkena serangan stroke yang kedua,
maka serangan stroke ulangan ini lebih berbahaya dan dapat menyebabkan kematian
(Sutrisno, 2007).

Macam-macam Stroke
1. Stroke Iskemik
Penyakit stroke iskemik adalah kondisi yang terjadi ketika pembuluh darah
yang menyuplai darah ke area otak terhalang oleh bekuan darah. Jenis penyakit ini
bertanggung jawab atas 87 persen dari total kasus penyakit ini
Bekuan darah paling sering diakibatkan oleh aterosklerosis, yang merupakan
penumpukan timbunan lemak di lapisan dalam pembuluh darah. Sebagian dari
timbunan lemak ini bisa lepas dan memblokir aliran darah di otak. Konsepnya mirip
dengan serangan jantung, di mana gumpalan darah menghalangi aliran darah ke
sebagian jantung.
Kondisi ini bersifat embolik, yang berarti bekuan darah berasal dari bagian lain
di tubuh, biasanya dari jantung dan arteri besar di dada bagian atas dan leher dan
kemudian berpindah menuju ke otak.
Pembekuan darah yang menghalangi aliran darah ke otak juga bisa disebabkan
oleh kondisi lain. Diperkirakan 15 persen kasus stroke iskemik disebabkan oleh
fibrilasi atrial.
2. Stroke Hemoragik
Stroke Hemoragik terjadi saat pembuluh darah di otak mengalami kebocoran

5
atau pecah. Stroke hemoragik menyumbang sekitar 13 persen dari total kasus penyakit
ini.
Kondisi ini berawal dari pembuluh darah yang melemah, kemudian pecah dan
menumpahkan darah ke sekitarnya. Kebocoran ini menyebabkan penumpukan darah
yang mendorong jaringan otak di sekitarnya. Kematian atau koma panjang akan
terjadi jika pendarahan terus berlanjut.
Kondisi pecahnya pembuluh darah umumnya disebabkan oleh hipertensi atau
tekanan darah tinggi. Selain itu, aneurisma atau kondisi yang menyebabkan sebagian
pembuluh darah melemah hingga mengembang juga bisa memecahkan pembuluh
darah.
Adapun malformasi arteriovenosa, yaitu kondisi pembuluh darah yang
terbentuk secara abnormal. Jika pembuluh darah semacam itu pecah, bisa
menyebabkan stroke hemoragik.

b. Penyakit SOL
Definisi

Space occupying lesion merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada
ruang intrakranial khususnya yang mengenai otak. Penyebabnya meliputi hematoma, abses
otak dan tumor otak (Ejaz butt, 2005).

Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial) didefinisikan


sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap inflamasi yang berada
di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan
menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion intrakranial meliputi tumor,
hematoma, dan abses (Ejaz Butt, 2005).

Patofisiologi

Kranium merupakan kerangka baku yang berisi tiga komponen yaitu otak, cairan
serebrospinal (CSS) dan darah. Kranium mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu
foramen magnum dan memiliki tentorium yang memisahkan hemisfer serebral dari
serebelum. Timbulnya massa yang baru di dalam kranium seperti neoplasma, akan
menyebabkan isi intrakranial normal akan menggeser sebagai konsekuensi dari space
occupying lesion (SOL).

6
Cairan serebrospinal diproduksi terutama oleh pleksus koroideus ventrikel lateral,
tiga, dan empat. Dua pertiga atau lebih cairan ini berasal dari sekresi pleksus di keempat
ventrikel, terutama di kedua ventrikel lateral. Saluran utama aliran cairan, berjalan dari
pleksus koroideus dan kemudian melewati sistem cairan serebrospinal. Cairan yang
disekresikan di ventrikel lateral, mula-mula mengalir ke dalam ventrikel ketiga. Setelah
mendapat sejumlah cairan dari ventrikel ketiga, cairan tersebut mengalir ke bawah di
sepanjang akuaduktus Sylvii ke dalam ventrikel keempat. Cairan ini keluar dari ventrikel
keempat melalui tiga pintu kecil, yaitu dua foramen Luschka di lateral dan satu foramen
Magendie di tengah, dan memasuki sisterna magna, yaitu suatu rongga cairan yang terletak di
belakang medula dan di bawah serebelum (Guyton, 2007).

Sisterna magna berhubungan dengan ruang subrakhnoid yang mengelilingi seluruh


otak dan medula spinalis. Cairan serebrospinal kemudian mengalir ke atas dari sisterna
magna dan mengalir ke dalam vili arakhnoidalis yang menjorok ke dalam sinus venosis
sagitalis besar dan sinus venosus lainnya di serebrum (Guyton, 2007).

Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga


kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal.
Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial
normal sebesar 50 – 200 mm H2O atau 4 – 15 mm Hg. Ruang intrakranial adalah suatu
ruangan baku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan:
otak (1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan
volume pada salah satu dari ketiga unsur utama mengakibatkan desakan ruang yang ditempati
oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial (Price, 2005).

7
Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu dipertahankan konstan
dengan tekanan intrakranial berkisar 10-15 mmHg. Tekanan abnormal apabila tekanan diatas
20 mmHg dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Penyebab
peningkatan intrakranial adalah cedera otak yang diakibatkan trauma kepala. Aneurisma
intrakranial yang pecah dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial secara
mendadak sehingga mencapai tingkatan tekanan darah arteri untuk sesaat. Tingginya tekanan
intrakranial pasca pecah aneurisma sering kali diikuti dengan meningkatnya kadar laktat
cairan serebrospinal dan hal ini mengindikasi terjadinya suatu iskhemia serebri. Tumor otak
yang makin membesar akan menyebabkan pergeseran CSS dan darah perlahan-lahan
(Satyanegara, 2010).

Macam – macam
1. Tumor Otak
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang
(space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam
kompartemen supertentorial maupun infratentorial (Satyanegara, 2010)
2. Astrositoma
Astrositoma adalah kelompok tumor sistem saraf pusat primer yang tersering.
Astrositoma adalah sekelompok neoplasma heterogen yang berkisar dari lesi berbatas
tegas tumbuh lambat seperti astrositoma pilositik hingga neoplasma infiltratif yang
sangat ganas seperti glioblastoma multiforme. Astrositoma berdiferensiasi baik
biasanya adalah lesi infiltratif berbatas samar yang menyebabkan parenkim membesar
dan batas substansia grisea/substansia alba kabur (Vinay Kumar dkk, 2007).
3. Ependimoma
Ependioma dapat terjadi pada semua usia. Sebagian besar muncul di dalam
salah stu rongga ventrikel atau di daerah sentralis di korda spinalis. Ependimoma
intrakranial paling sering terjadi pada dua dekade pertama kehidupan sedangkan lesi
intraspinal terutama pada orang dewasa. Ependioma intrakranial paling sering timbul
di ventrikel keempat, tempat tumor ini mungkin menyumbat CSS dan menyebabkan
hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial (Vinay Kumar dkk, 2007).
Ependimoma memiliki lesi yang berbatas tegas yang timbul dari dinding
ventrikel. Lesi intrakranial biasanya menonjol ke dalam rongga ventrikuler sebagai
massa padat, kadang-kadang dengan papilar yang jelas (Vinay Kumar dkk, 2007).
4. Glioblastoma

8
Glioblastoma dapat timbul dengan masa yang berbatas tegas atau neoplasma yang
infiltratif secara difuse. Potongan tumor dapat berupa masa yang lunak berwarna
keabuan atau kemerahan, daerah nekrosis dengan konsistensi seperti krim
kekuningan, ditandai dengan suatu daerah bekas perdarahan berwarna cokelat
kemerahan (Vinay Kumar dkk, 2007).
5. Meduloblastoma
Meduloblastoma merupakan neoplasma yang invasif dan bertumbuh sangat cepat.
Neoplasma ini sering ditemukan pada anak. Sekitar 20% neoplasma otak pada anak
adalah meduloblastoma (Arthur, 2012).
6. Tumor Pleksus Khoroid
Tampilan mikroskopis tumor pleksus khoroid adalah berupa massa dengan
konsistensi lunak, vaskuler, ireguler yang berbentuk mirip dengan kembang kol.
Tumor ini cenderung berbentuk sesuai dengan kontur ventrikel yang ditempatinya dan
berekstensi melalui foramen-foramen ke dalam ventrikel lain yang berdekatan atau ke
dalam rongga subarakhnoid. Tumor ini mendesak jaringan otak namun tidak
menginvasinya (Vinay Kumar dkk, 2007).
Gejala Umum SOL

Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat infiltrasi
difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, perubahan status mental,
kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan muntah. Tumor maligna (ganas)
menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus
temporal depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat
besar tanpa menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan
gejalagejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan oksipital
lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru kemudian memberikan gejala umum (Saanin,
2004, Bradley, 2000).

Pemeriksaan Penunjang

a. Elektroensefalografi (EEG)
b. Foto polos kepala
c. Arteriografi
d. Computerized Tomografi (CT Scan)
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

9
c. Cidera Kepala
Definisi

Cedera kepala (trauma kepala) adalah kondisi dimana struktur kepala mengalami
benturan dari luar dan berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak. Beberapa kondisi
pada cedera kepala meliputi luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak, perdarahan,
dislokasi, patah tulang tengkorak dan gegar otak, tergantung dari mekanisme benturan dan
parahnya cedera yang dialami.

Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepada dibagi menjadi tiga, yaitu cedera
kepala ringan, sedang, dan berat. Cedera kepala ringan dapat menyebabkan gangguan
sementara pada fungsi otak. Penderita dapat merasa mual, pusing, linglung, atau kesulitan
mengingat untuk beberapa saat.

Bagi penderita cedera kepala berat, potensi komplikasi jangka panjang hingga
kematian dapat terjadi jika tidak ditangani dengan tepat. Perubahan perilaku dan kelumpuhan
adalah beberapa efek yang dapat dialami penderita dikarenakan otak mengalami kerusakan,
baik fungsi fisiologisnya maupun struktur anatomisnya.

Selain itu, cedera kepala juga dapat dibedakan menjadi cedera kepala terbuka dan
tertutup. Cedera kepala terbuka adalah apabila cedera menyebabkan kerusakan pada tulang
tengkorak sehingga mengenai jaringan otak. Sedangkan cedera kepala tertutup adalah bila
cedera yang terjadi tidak menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak, dan tidak mengenai
otak secara langsung.

Penyebab Cedera Kepala


Cedera kepala terjadi ketika ada benturan keras, terutama yang langsung mengenai kepala.
Keparahan cedera akan tergantung dari mekanisme dan kerasnya benturan yang dialami
penderita.

Berikut adalah serangkaian aktivitas = yang dapat meningkatkan risiko cedera kepala:

1. Jatuh dari ketinggian atau terpeleset di permukaan yang keras.


2. Kecelakaan lalu lintas.
3. Cedera saat berolahraga atau bermain.

10
4. Kekerasan dalam rumah tangga.
5. Penggunaan alat peledak atau senjata dengan suara bising tanpa alat pelindung.
6. Shaken baby syndrome, atau sindrom yang terjadi saat bayi diguncang secara kasar
atau berlebihan.

Meskipun cedera kepala dapat terjadi pada semua orang, risiko cedera kepala dapat
meningkat saat seseorang sedang dalam usia produktif dan aktif seperti 15-24 tahun, atau
lansia berusia 75 tahun ke atas. Bayi yang baru lahir juga rentan mengalami kondisi ini
hingga berusia 4 tahun.

Gejala Cedera Kepala


Gejala yang dialami penderita cedera kepala berbeda-beda sesuai dengan keparahan kondisi.
Tidak semua gejala akan langsung dirasakan sesaat setelah cedera terjadi. Terkadang gejala
baru muncul setelah beberapa hari hingga beberapa minggu kemudian.

- Gejala cedera kepala ringan:

 Kehilangan kesadaran untuk beberapa saat.


 Terlihat linglung atau memiliki pandangan kosong.
 Pusing.
 Kehilangan keseimbangan.
 Mual atau muntah.
 Mudah merasa lelah.
 Mudah mengantuk dan tidur melebihi biasanya.
 Sulit tidur.
 Sensitif terhadap cahaya atau suara.
 Penglihatan kabur.
 Telinga berdenging.
 Kemampuan mencium berubah.
 Mulut terasa pahit.
 Kesulitan mengingat atau berkonsentrasi.
 Merasa depresi.
 Perubahan suasana hati.

- Gejala cidera kepala berat :

11
 Kehilangan kesadaran selama hitungan menit hingga jam.
 Pusing hebat secara berkelanjutan.
 Mual atau muntah secara berkelanjutan.
 Kehilangan koordinasi tubuh.
 Kejang.
 Pelebaran pupil
 Terdapat cairan yang keluar melalui hidung atau telinga.
 Tidak mudah bangun saat tidur.
 Jari-jari tangan dan kaki melemah atau kaku.
 Merasa sangat bingung.
 Perubahan perilaku secara intens.
 Cadel saat berbicara.
 Koma.

- Gejala cidera kepala pada anak-anak

 Menangis secara terus-menerus.


 Mudah merasa jengkel.
 Perubahan dalam nafsu makan.
 Tidak mudah berkonsentrasi.
 Pola tidur berubah.
 Sering merasa sedih atau depresi.
 Tidak ingin bermain, meskipun itu permainan kesukaannya.

Diagnosis Cedera Kepala


Pemeriksaan neurologis akan dilakukan untuk mengevaluasi fungsi saraf, dengan cara
mengukur kekuatan otot, kemampuan pasien dalam mengontrol pergerakan otot, tingkat
keleluasaan pergerakan mata, kemampuan dalam merasakan sensasi, dan sebagainya.

Tingkat kesadaran pasien dapat dinilai dengan pemeriksaan Glasgow Coma Scale 


(GCS) melalui penilaian kemampuan pasien untuk mengikuti instruksi atau merespon suatu
rangsangan fisik yang diberikan. Nilai GCS normal adalah 15, yang merupakan nilai
maksimal untuk pemeriksaan ini. Semakin rendah nilai yang didapat, maka kondisi yang
dialami pasien semakin buruk.

12
Jika diperlukan, dapat dilakukan pemindaian, seperti foto Rontgen, CT scan, dan MRI
untuk melihat potensi patah tulang, perdarahan, darah beku, pembengkakan jaringan otak,
dan aliran darah dalam otak.

Dokter juga akan meminta keluarga atau kerabat untuk memantau kondisi pasien
selama beberapa hari untuk melihat perkembangan gejala yang dialami dan menyesuaikan
hasil diagnsosis, seperti pola makan, pola tidur, cara berbicara, suasana hati, dan sebagainya.

Pengobatan Cedera Kepala


Pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat cedera yang dialami pasien. Secara umum,
dokter akan membantu dengan pemberian obat-obatan, terapi, atau melakukan tindakan
operasi jika diperlukan.

1. Obat-obatan

Penderita cedera kepala ringan biasanya tidak memerlukan tindakan medis khusus
dikarenakan kondisinya dapat membaik dengan beristirahat. Untuk meredakan rasa nyeri,
penderita dianjurkan untuk mengonsumsi paracetamol. Disarankan untuk tidak mengonsumsi
obat antiinfalamasi, seperti ibuprofen atau aspirin, tanpa instruksi dokter karena
dikhawatirkan dapat meningkatkan potensi perdarahan dalam otak.

Jika cedera kepala tergolong sedang atau berat, dokter akan memberikan obat antikejang
untuk menekan risiko kejang yang biasa terjadi seminggu setelah trauma, atau diuretik untuk
meredakan tekanan dalam otak dengan mengeluarkan cairan dari tubuh.

Dalam kasus yang tergolong parah, seperti kerusakan pada pembuluh darah, dokter mungkin
akan memberikan obat penenang yang dapat membuat pasien masuk dalam kondisi koma
sementara (induced coma). Hal ini dilakukan untuk meredakan tekanan dan beban kerja otak
yang tidak dapat menerima oksigen dan nutrisi seperti biasanya.

2. Terapi

Bagi pasien cedera kepala tingkat sedang hingga berat, terapi atau rehabilitasi mungkin
diperlukan untuk memperbaiki dan mengembalikan kondisi fisik dan fungsi saraf.
Serangkaian terapi yang biasa disarankan meliputi:

 Fisioterapi untuk mengembalikan fungsi tubuh pasca trauma.

13
 Terapi saraf untuk membantu memperbaiki disfungsi kognitif pasien dan melatih
pasien dalam mengontrol emosi serta perilaku.
 Terapi okupasi untuk membantu pasien kembali menyesuaikan diri dalam
menjalankan pekerjaan sehari-hari.
 Terapi wicara untuk membantu memperbaiki kemampuan berbicara dan
berkomunikasi.
 Terapi rekreasi untuk melatih pasien menikmati waktu senggangnya dan
mengembangkan kemampuan hubungan sosial melalui kegiatan-kegiatan yang
menyenangkan.

3. Operasi

Tindakan operasi umumnya disarankan dalam kondisi darurat untuk menghindari kerusakan
lebih lanjut pada jaringan otak pasien. Beberapa tindakan yang biasa dilakukan adalah:

 Membuka tulang tengkorak.  Tindakan ini dilakukan untuk meredakan tekanan


pada otak selain juga dengan mengeluarkan cairan tulang belakang otak (CSF),
sehingga memberikan ruang untuk pembengkakan pada jaringan otak.
 Mengangkat bekuan darah (hematoma). Tindakan ini dilakukan untuk menangani
penekanan pada otak oleh gumpalan darah.
 Memperbaiki tulang tengkorak yang patah. Tindakan ini dilakukan untuk
memperbaiki kerusakan patah tulang yang parah.

14
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Stroke adalah suatu serangan pada otak akibat gangguan pembuluh darah dalam
mensuplai darah yang membawa oksigen dan glukosa untuk metabolisme sel-sel otak agar
dapat tetap melaksanakan fungsinya. Serangan ini bersifat mendadak dan menimbulkan
gejala sesuai dengan bagian otak yang tidak mendapat suplai darah. (Soeharto, 2004).

Space occupying lesion merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada
ruang intrakranial khususnya yang mengenai otak. Penyebabnya meliputi hematoma, abses
otak dan tumor otak (Ejaz butt, 2005).

Cedera kepala (trauma kepala) adalah kondisi dimana struktur kepala mengalami
benturan dari luar dan berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak. Beberapa kondisi
pada cedera kepala meliputi luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak, perdarahan,
dislokasi, patah tulang tengkorak dan gegar otak, tergantung dari mekanisme benturan dan
parahnya cedera yang dialami.

15
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, D., & Dominica, D. (2019). Gambaran Drug Related Problems (DRP’s) pada
Penatalaksanaan Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik di RSUD Dr M
Yunus Bengkulu. Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, 5(1), 36.
https://doi.org/10.20473/jfiki.v5i12018.36-44

Mutaqqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Perl, D. (2006). Space-occupying lesions. Oppenheimer’s Diagnostic Neuropathology, 223–


231. https://doi.org/10.1201/b13427-12

Sastrodiningrat, A. (2010). Memahami Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prognosa Cedera


Kepala Berat. 39(3).

Wardhani, N. R., & Martini, S. (2014). Faktor yang berhubungan dengan pengetahuan
tentang stroke pada pekerja institusi pendidikan tinggi. Universitas Airlangga, 2, 13–23.
Retrieved from https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/download/149/23

Wayunah, W., & Saefulloh, M. (2017). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Stroke Di Rsud Indramayu. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 2(2), 65.
https://doi.org/10.17509/jpki.v2i2.4741

https://www.alodokter.com/cedera-kepala diakses Pada Maret 2020

https://www.academia.edu/14790409/MAKALAH_STROKE diakses pada Maret 2020

16

Anda mungkin juga menyukai