Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA KAPITIS ( CEDERA KEPALA )

Dosen pengampuh MK : Ns. Ismawati, M.Sc


KELAS III B Keperawatan
Disusun Oleh : Kelompok II
Badrun Kalupek (201801052)
Ari Efendi (201801049)
Yohanes Tumewu (201801092)
Isra Musriani (201801063)
Jihan Pahira (201801064)
Cahya Dwi Karmila (201801053)
Wijra Ramadani (201801091)
Ni Luh Ayu Sriani (201801072)
Rosanti (201801083)
Hasna (201801274)
Nurhaina Salinggan (201801270)
Nurma`iya (201801078)

PROGRAM STUDI S1 NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya
penyusun dapat menyelesaikan laporan dan askep “TRAUMA KAPITIS ATAU
CEDERA KEPALA” ini dengan tepat waktu dan tanpa halangan yang berarti.
Pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
keperawatan Jiwa II serta sebagai penambah pengetahuan dan wawasan bagi
penyusun dan para pembaca khususnya mengenai “TRAUMA KAPITIS ATAU
CEDERA KEPALA”. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak yaitu bagi penyusun maupun pembaca. Penyusun menyadari bahwa
laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penyusun mengharapkan adanya
kritik maupun saran sebagai perbaikan dalam penyusunan selanjutnya.

Saptu, 20 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................2

C. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II KONSEP TEORI.....................................................................................3


A. Definisi...............................................................................................................3

B. Etiologi...............................................................................................................4

C. Patofisiologi........................................................................................................4

D. Manifestasi Klinik...............................................................................................6

E. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................6

F. Penatalaksanaan..................................................................................................7

G. Komplikasi..........................................................................................................8

BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN.................................................10


A. Pengkajian........................................................................................................10

B. Diagnose Keperawatan.....................................................................................13

C. Intervensi..........................................................................................................15

D. Implimentasi.....................................................................................................21

E. Evaluasi............................................................................................................21

F. Pathway............................................................................................................22

BAB IV PENUTUP............................................................................................24
A. Kesimpulan.......................................................................................................24

B. Saran.................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. Penyebab terjadinya cedera kepala salah
satunya karena adanya benturan atau kecelakaan. Cedera kepala
mengakibatkan pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik maupun
psikologis dan akibat paling fatal adalah kematian. Asuhan keperawatan pada
penderita cedera kepala memegang peranan penting terutama dalam
pencegehan komplikasi (Muttaqin, 2008)
Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi dan perdarahan. Hampir
separuh dari seluruh kematian akibat trauma disebabkan oleh cedera kepala.
Cedera kepala merupakan keaadan yang serius. Oleh karena itu, diharapkan
dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat menekan morbiditas dan
mortalitas penanganan yang tidak optimal dan terlambatnya rujukan dapat
menyebabkan keadaan penderita semakin memburuk dan berkurangnya
pemilihan fungsi (Tarwoto, 2007)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
pengguna kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan
kurangnya kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram,
2007). Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan
kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang
mengalami cedera kepala, 2 75.000 diantaranya meninggal dunia dan lebih
dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanen
(Widiyanto, 2007).
Ada 1,25 juta kematian lalu lintas diseluruh dunia setiap tahunnya,
dengan jutaan lainnya menderita luka serius dan hidup dengan konsekuensi
kesehatan jangka panjang yang merugikan secara global, kecelakaan lalu
lintas merupakan penyebab utama kematian di kalangan anak muda, dan
penyebab utama kematian diantara mereka yang berusia 15-29 tahun. Hampir
setengah dari setengah kematian di jalan-jalan dunia termasuk di antara

1
mereka yang paling tidak memiliki pengaman pada pengendara sepeda motor,
pengendara sepeda dan pejalan kaki. Presentase jenis kelamin laki-laki lebih
tinggi mengalami cedera kepala disbanding dengan perempuan (WHO, 2015
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Trauma Kapitis Atau Cedera Kepala ?
2. Bagaimana proses keperawatan Trauma Kapitis Atau Cedera Kepala?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengerti dan mengetahui Trauma Kapitis Atau Cedera
Kepala
2. Agar mahasiswa mengerti dan mengetahui proses keperawatan Trauma
Kapitis Atau Cedera Kepala

2
BAB II
KONSEP TEORI
A. Definisi
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di
kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan
jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir,
2012).
Cedera kepala merupakan sebuah proses dimana terjadi cedera langsung
atau deselerasi terhadap kepala yang dapat mengakibatkan kerusakan
tengkorak dan otak (Pierce dan Neil, 2014).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, A. 2011).
Cidera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat
mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial. Trauma
tenaga dari luar yang mengakibatkan berkurang atau terganggunya status
kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional
(Judha & Rahil, 2011).
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk di pengaruhi oleh
perubahan peningkatan dan percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Rendy, 2012)

3
B. Etiologi
Penyebab cedera kepala terdiri dari kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh, kecelakaan industri, serangan dan yang berhubungan dengan olahraga,
trauma akibat persalinan.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung
pada kepala. Trauma tidak langsung atau tidak langsung pada kepala.
Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau
kekuatan yang disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang
merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma merobek terkena
pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung
terluka. Semua itu berakibat langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu
berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga.
terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga, trauma langsung
juga menyebabkan rotasi tengkorak dan trauma langsung juga
menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kekuatan itu bisa terjadi seketika
atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, isinya. Kekuatan itu bisa terjadi
seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan.
goresan atau tekanan.
C. Patofisiologi
Cedera kepala atau trauma kapitis lebih sering terjadi daripada trauma
tulang belakang. Trauma dapat timbul akibat gaya mekanik maupun non
mekanik. Kepala dapat dipukul, ditampar, atau bahkan terkena sesuatu yang
keras. Tempat yang langsung terkena pukulan atau penyebab tersebut
dinamakan dampak atau impact. Pada impact dapat terjadi indentasi, fraktur
linear, fraktur stelatum, fraktur impresi, atau bahkan hanya edema atau
perdarahan subkutan saja. Fraktur yang paling ringan ialah fraktur linear. Jika
gaya destruktifnya lebih kuat, dapat timbul fraktur stelatum atau fraktur
impresi (Mardjono & Sidharta, 2010).
Selain hal-hal tersebut, saraf-saraf otak dapat terkena oleh trauma
kapitis karena trauma langsung, hematom yang menekan pada saraf otak,
traksi terhadap saraf otak ketika otak tergeser karena akselerasi, atau
kompresi serebral traumatik akut yang secara sekunder menekan pada batang

4
otak. Pada trauma kapitis dapat terjadi komosio, yaitu pingsan sejenak dengan
atau tanpa amnesia retrograd. Tanda-tanda kelainan neurologik apapun
tidak terdapat pada penderita tersebut.
Sedangkan kemungkinan lain yang terjadi adalah penurunan kesadaran
untuk waktu yang lama. Derajat kesadaran tersebut ditentukan oleh integirtas
diffuse ascending reticular system. Lintasan tersebut bisa tidak berfungsi
sementara tanpa mengalami kerusakan yang irreversibel. Batang otak yang
pada ujung rostral bersambung dengan medula spinalis mudah terbentang dan
teregang waktu kepala bergerak secara cepat dan mendadak. Gerakan cepat
dan mendadak itu disebut akselerasi. Peregangan menurut poros batak otak
ini dapat menimbulkan blokade reversibel pada lintasan retikularis asendens
difus, sehingga selama itu otak tidak mendapat input aferen, yang berarti
bahwa kesadaran menurun sampai derajat yang terendah (Mardjono &
Sidharta, 2010).
Trauma kapitis yang menimbulkan kelainan neurologik disebabkan oleh
kontusio serebri, laserasio serebri, perdarahan subdural, perdarahan epidural,
atau perdarahan intraserebral. Lesi-lesi tersebut terjadi karena berbagai gaya
destruktif trauma. Pada mekanisme terjadinya trauma kapitis, seperti telah
disebutkan sebelumnya, terjadi gerakan cepat yang mendadak (akselerasi).
Selain itu, terdapat penghentian akselerasi secara mendadak (deakselerasi).
Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi akselerasi tengkorang ke arah
impact dan penggeseran otak ke arah yang berlawanan dengan arah impact.
Adanya akselerasi tersebut menimbulkan penggeseran otak serta
pengembangan gaya kompresi yang destruktif, yang akhirnya akan
menimbulkan terjadinya lesi kontusio. Lesi kontusio dapat berupa perdarahan
pada permukaan otak yang berbentuk titik-tik besar dan kecil tanpa kerusakan
duramater. Lesi kontusio di bawah impact disebut lesi kontusio coup,
sedangkan lesi di seberang impact disebut lesi kontusio countrecoup. Ada pula
lesi intermediate, yaitu lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan
countrecoup (Mardjono & Sidharta, 2010).

5
D. Manifestasi Klinik
Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cidera kepala antara lain:
1. Skull Fracture
Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan
hidung (othorrea, rhinorhea), darah dibelakang membran timphani,
periobital ecimos (brill haematoma), memar didaerah mastoid (battle
sign), perubahan penglihatan, hilang pendengaran, hilang indra
penciuman, pupil dilatasi, berkurangnya gerakan mata, dan vertigo.
2. Concussion
Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat kesadaran kurang dari
5 menit, amnesia retrograde, pusing, sakit kepala, mual dan muntah.
Contusins dibagi menjadi 2 yaitu cerebral contusion, brainsteam
contusion. Tanda yang terdapat:
a. Pernafasan mungkin normal, hilang keseimbangan secara perlahan
atau cepat.
b. Pupil biasanya mengecil, equal, dan reaktif jika kerusakan sampai
batang otak bagian atas (saraf kranial ke III) dapat menyebabkan
keabnormalan pupil.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap
2. Pemeriksaan protein S 100 B (bila tersedia fasilitas pemeriksaan),
bertujuan untuk menilai adakah indikasi pemeriksaan CT-scan dan untuk
menentukan prognosis.
3. Pemeriksaan CT scan kepala (lihat algoritme)
Computerized Tomograhy Scanner (CT SCAN) : mengidentifikasi
luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan
otak. Pemeriksaan CT-SCAN kepala masih merupakan gold standard bagi
setiap pasien dengan cedera kepala. Berdasarkan gambaran CTSCAN
kepala dapat diketahui adanya gambaran abnormal yang sering menyertai
pasien cedera kepala. Jika tidak ada CTSCAN kepala pemeriksaan
penunjang lainnya adalah X ray foto kepala untuk melihat adanya patah
tulang tengkorak atau wajah.

6
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI): Digunakan sama dengan CT Scan
dengan/ tanpa kontras radio aktif
5. Serebral Angiography: Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma
6. Elektroencephalograph (EEG): Untuk memperlihatkan keadaan atau
berkembangnya gelombang patologis
7. Sinar- X: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang
8. Brainstem Auditory Evoked Response (BAER): Mengoreksi batas fungsi
korteks dan otak kecil
9. Positron Emossion Temoghraphy (PET): mendeteksi perubahan aktivitas
metabolisme otak16
10. Cairan Serebro Spinal (CSS): lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga
terjadi perdarahan subarachnoid
11. Elektrolit Darah: mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
meningkatkan TIK
12. Toksikologi: mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab
penurunan kesadaran
13. Analisa Gas Daraha (AGD): untuk menentukan status respirasi, status
respirasi dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status
oksigen dan status asam basa
Rontgen Thorax dua arah (PA/AP dan lateral): menentukan akumulasi
udara atau cairan pada area pleural (Muttaqin, 2012).

7
F. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Cara mencegah trauma kapitis yang paling efisien adalah selalu
menggunakan pelindung kepala ketika berkendara, bekerja dan melakukan
hal-hal yang berpotensi terjadinya trauma pada kepala.
2. Pengobatan
Secara umum, pasien dengan cedera kepala harusnya dirawat di
rumah sakit untuk observasi. Pasien harus dirawat jika terdapat penurunan
tingkat kesadaran, fraktur kranium dan tanda neurologis fokal. Cedera
kepala ringan dapat ditangani hanya dengan observasi neurologis dan
membersihkan atau menjahit luka / laserasi kulit kepala. Untuk cedera
kepala berat, tatalaksana spesialis bedah saraf sangat diperlukan setelah
resusitasi dilakukan. Aspek spesifik terapi cedera kepala dibagi menjadi
dua kategori:
a. Bedah
1) Intrakranial: evakuasi bedah saraf segera pada hematom yang
mende sak ruang.
2) Ekstrakranial: inspeksi untuk komponen fraktur kranium yang
menekan pada laserasi kulit kepala. Jika ada, maka hal ini
membutuhkan terapi bedah segera dengan debridement luka dan
menaikkan fragmen tulang untuk mencegah infeksi lanjut pada
meningen dan otak.
b. Medikamentosa
1) Bolus manitol (20%, 100 ml) intravena jika terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Hal ini dibutuhkan pada tindakan darurat
sebelum evakuasi hematom intrakranial pada pasien dengan
penurunan kesadaran.
2) Antibiotik profilaksis untuk fraktur basis cranii.
3) Antikonvulsan untuk kejang.
4) Sedatif dan obat-obat narkotik dikontraindikasikan, karena dapat
memperburuk penurunan kesadaran (Ginsberg, 2007).

8
G. Komplikasi
Komplikasi dan Akibat Cedera Kepala Komplikasi akibat cedera kepala:
1. Gejala sisa cedera kepala berat: beberapa pasien dengan cedera kepala
berat dapat mengalami ketidakmampuan baik secara fisik (disfasia,
hemiparesis, palsi saraf cranial) maupun mental (gangguan kognitif,
perubahan kepribadian). Sejumlah kecil pasien akan tetap dalam status
vegetatif.
2. Kebocoran cairan serebrospinal: bila hubungan antara rongga
subarachnoid dan telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis
cranii hanya kecil dan tertutup jaringan otak maka hal ini tidak akan
terjadi. Eksplorasi bedah diperlukan bila terjadi kebocoran cairan
serebrospinal persisten.
pada kepala kita terdapat cairan serebrospinal yang mana fungsi
cairan ini untuk Menjaga jaringan otak tetap berada di posisinya dan
sebagai bantalan untuk melindungi otak dari cedera. saat terjadi cedera
kepala, kondisi dimana struktur kepala mengalami benturan dari luar dan
berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak. Kebocoran cairan
serebrospinal bisa terjadi saat lapisan otak yang dinamakan dura mater,
berlubang atau sobek. Padahal, lapisan ini berfungsi sebagai penahan agar
cairan ini bisa mengelilingi otak.
3. Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang mengalami
kejang awal (pada minggu pertama setelah cedera), amnesia pascatrauma
yang lama, fraktur depresi kranium dan hematom intrakranial.
4. Hematom subdural kronik.
5. Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan konsentrasi
dapat menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. Vertigo dapat terjadi
akibat cedera vestibular (konkusi labirintin).

9
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas : identitas adalah tanda pengenal bagi klien, identitas dibagi
menjadi 2 yaitu identitas pribadi dan identitas sosial. Identitas pribadi
yaitu identitas yang   melekat pada pribadi pasien ( termasuk ciri-cirinya)
misalnya Nama,Tanggal Lahir/Umur,Jenis Kelamin,Alamat, Status
Perkawinan dan lain-lain termasuk.Sedangkan identitas sosial meliputi
identitas yang menjelaskan tentang sosial,ekonomi dan budaya pasien
misalnya, agama, pendidikan,pekerjaan,identitas orang tua,identitas
penanggung jawab pembayaran dan lain-lain.
2. Pengkajian Primer (Primary Survey)
a. Airway (Jalan napas) dengan control cervical
Kaji ada tidaknya sumbatan jalan napas
1) Sumbatan jalan napas total :
a) Pasien sadar : memegang leher, gelisah, sianosis
b) Pasien tidak sadar : tidak terdengar suara napas, mendengkur
2) Sumbatan jalan napas parsial :
a) Tampak kesulitan bernapas
b) Retraksi supra sterna
c) Masih terdengar suara sursling, snoring, atau stridor
3) Distress pernapasan
a) Kemungkinan fraktur cervical
b. Breathing (pernafasan)
1) Kaji frekuensi napas
2) Suara napas
3) Adanya udara keluar dari jalan napas
Cara pengkajian : look (lihat pergerakan dada, kedalaman,
simetris atau tidak), listen (suara napas dengan atau tanpa
stetoskop), feel (rasakan hembusan napas, atau dengan perkusi dan
palpasi).
c. Circulation (sirkulasi)

10
1) Ada tidaknya denyut nadi karotis
2) Ada tidaknya tanda-tanda syok
3) Ada tidaknya perdarahan eksternal
d. Disability (tingkat kesadaran)
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran
dibedakan menjadi :
1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).

Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital
sign. GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk
menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma
atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang
diberikan.

11
Tabel 2.1 Tingkat Kesadaran Glasglow Coma Scale

e. Exposure ( control pada kasus trauma, dengan membuka pakaian


pasien tetapi cegah hipotermi)
3. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian
tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat
dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan).
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalanI pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis,
atau penyalahgunaan obat.
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan
obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)

12
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama)
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada
pasien yang meliputi :
a. Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat
nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa
yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda
terbangun saat tidur?
b. Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti
diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik,
diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
c. Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah
nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
d. Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0
tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
e. Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat?
Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang
timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah
nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?

Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah


pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi,
frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala
nyeri.

13
B. Diagnose Keperawatan
1. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cedera Biologis, Kontraktur
(terputusnya jaringan tulang)
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral Berhubungan Dengan
Penurunan Ruangan Untuk Perfusi Serebral Sumbatan Aliran Darah
Serebral
3. Resiko Jatuh Berhubungan Dengan Keterbatasan Mobilitas Fisik
pada pasien trauma capitis yang mengalami masalah atau cedera
pada bagian kepala, yang mana pada bagian kepala terdapat banyak saraf
yang mengontrol seluruh tubuh jadi otomatis akan terjadi ganguan, mulai
dari tingkat kesadaranya terganggu sampai dengan perlemahan
ekstremitas. jadi kami mengangkat diagnosa tersebut karna mobilitas
fisiknya lemah yang diakibatkan oleh trauma yang terjadi. dan juga pasien
yang menglami trauma kepala beresiko tinggi jatuh akibat keterbatasan
mobilitas fisik tersebut.
4. Resiko Cidera Berhubungan Dengan Penurunan Tingkat Kesadaran,
Gelisah, Agitasi, Gerakan Involunter dan Kejang
5. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Inkontuinitas Jaringan

14
C. Intervensi

NO DIAGNOSA Tujuan / kriteria hasil Intervensi Rasional

1 Nyeri Akut Berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan klien posisi 1. Meningkatkan asupan O2 ke
Dengan Agen Cedera keperawatan selama 3 x 24 head up 300 jaringan yang mengalami
Biologis, Kontraktur jam diharapkan nyeri iskemia
(terputusnya jaringan berkurang dengan kriteria 2. Istirahatkan klien 2. Istirahat akan men urunkan
tulang) hasil sebagai berikut: kebutuhan O2 jaringan perifer
1. Klien melaporkan nyeri sehingga akan meningkatkan
berkurang suplai darah dan oksigen ke
2. Klien dapat otak yang membutuhkan O2.
mengidentifikasi 3. Menurunkan nyeri sekunder
aktivitas yang 3. Ajarkan teknik relaksasi dari iskemia jaringan otak
meningkatkan dan pernapasan dalam 4. Dapat menurunkan stimulus
menurunkan nyeri 4. Ajarkan teknik distraksi internal dengan mekanisme
3. Klien mampu pada saat nyeri peningkatan produksi endorfin
mempraktekkan teknik dan enkefalin.
distraksi dan relaksasi 5. Observasi tanda – tanda 5. Memantau perubahan tanda-
4. Tanda – tanda vital vital tanda vital pada klien.

15
dalam batas normal 6. Observasi nyeri secara 6. Untuk mengetahui lokasi,
5. Skala nyeri 1-3 komperehensif termasuk karakteristik, durasi, frekuensi,
lokasi, karakteristik, dan kualitas nyeri
durasi, frekuensi,
kualitas, dan factor
presipitasi
7. Kolaborasi dengan tim 7. Untuk mengurangi dan
medis dalam pemberian membantu proses penyembuhan
analgesik
2 Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan faktor –faktor 1. Menentukan pilihan intervensi
Jaringan Serebral keperawatan selama 2 x 24 yang berhubungan 2. Mengkaji adanya
Berhubungan Dengan jam diharapkan perfusi dengan keadaan tertentu kecenderungan pada tingkat
Penurunan Ruangan jaringan serebral kembali yang menyebabkan kesadaran dan resiko TIK
Untuk Perfusi Serebral efektif dengan kriteria hasil peningkatan TIK meningkat
Sumbatan Aliran Darah sebagai berikut: 2. Pantau status neurologis 3. Ganggauan penglihatan yang
Serebral 1. TTV dalam batas normal secara teratur dapat diakibatkan oleh
-TD : 120/80 mmhg 3. Kaji perubahan pada kerusakan mikrokoskopik pada
-Nadi : 60 – 100x/menit penglihatan otak
-RR : 12-20x/ menit 4. Observasi tanda – tanda 4. Peningkatan tekanan darah
-Suhu : 36,5 – 37,2’C vital sistemik yang diikuti dengan
2. Tidak ada tandatanda penurunan tekanan darah

16
peningkatan tekanan diastolik seta nafas yang tidak
intrakranial: tidak ada teratur merupakan tanda
perubahan fungsi peningkatan TIK
motorik, tidak ada 5. Kolaborasi dengan 5. Menurunkan hipoksemia yang
perubahan status mental, dokter dalam pemberian meningkatkan vasodilatasi serta
tidak ada perubahan oksigen volume darah serebral yang
reaksi pupil meningkatkan TIK
3 Resiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan lingkungan 1. Lingkungan yang aman dapat
Berhubungan Dengan keperawatan 3 x 24 jam yang aman untuk klien mencegah terjadinya jatuh
Keterbatasan Mobilitas diharapkan klien tidak 2. Anjurkan keluarga 2. Membantu memudahkan klien
Fisik mengalami jatuh dengan untuk menemani klien dalam meminta bantuan
kriteria hasil sebagai berikut: 3. Berikan pengamanan di 3. Berfungsi melindungi klien dari
1. Klien tidak menunjukkan tempat tidur klien terjatuh saat terjadi penurunan
tandatanda potensial seperti pagar tempat kesadaran
jatuh tidur
2. Klien terbebas dari resiko 4. Identifikasi kebutuhan 4. Untuk mengetahui kebutuhan
jatuh keamanan klien, sesuai keamanan klien
3. Klien mampu dengan kondisi fisik dan
memodifikasi gaya hidup fungsi kognitif klien
untuk mencegah jatuh
4. Tidak ada penurunan

17
kekuatan otot ekstremitas
5. Tidak ada penggunaan
restrain
4 Resiko Cidera Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ulang keberadaan 1. Untuk mengetahui faktor-
Berhubungan Dengan keperawatan selama 3 x 24 faktor – faktor resiko faktor risiko jatuh pada pasien
Penurunan Tingkat jam diharapkan resiko cedera jatuh pada klien
Kesadaran, Gelisah, dapat teratasi dengan kriteria 2. Lakukan modifikasi 2. Memodifikasi lingkungan dapat
Agitasi, Gerakan hasil sebagai berikut: lingkungan agar lebih menurunkan resiko jatuh pada
Involunter dan Kejang 1. Klien terbebas dari resiko aman pasien
cedera 3. Ajarkan klien tentang 3. Meningkatkan kemandirian
2. Klien mampu upaya penundaan cidera klien untuk menghindari resiko
menjelaskan cara untuk jatuh
mencegah cedera 4. Kolaborasi dengan 4. Kolaborasi dengan dokter
3. Klien mampu dokter untuk dalam pemberian obat
menjelaskan faktor penatalaksanaan vertigo
resiko dari lingkungan pada klien
4. Klien mampu
mengidentifikasi faktor-
faktor yang
meningkatkan resiko
cedera

18
5. Klien mampu
mengidentifikasi
tindakan pencegahan atas
bahaya tertentu
5 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan perawatan aseptik 1. Untuk menghidari dan
Berhubungan Dengan keperawatan selama 3 x 24 dan antiseptik mencegah infeksi
Inkontuinitas Jaringan jam diharapkan resiko 2. Observasi daerah kulit 2. Mendeteksi perkembangan
infeksi dapat teratasi dengan yang mengalami kerusakan infeksi yang dapat terjadi
kriteria hasil sebagai berikut: seperti luka, garis jahitan untuk membuat rencana
1. Klien bebas dari tanda tindakan berikutnya
dan gejala infeksi 3. Berikan perawatan perineal 3. Menurunkan kemungkinan
2. Klien menunjukana terjadinya pertumbuhan
kemampuan untuk bakteri atau infeksi
4. Kolaborasi pemberian
mencegah timbulnya 4. Menurunkan resiko
antibiotik sesuai indikasi
infeksi pertumbuhan bakteri atau
3. Klien menunjukan infeksi
perilaku hidup sehat
4. Klien mampu
mendeskripsikan factor
yang mempengaruhi
penularan serta

19
penatalaksanaannya

20
D. Implimentasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang
telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
keperawatan mandiri merupakan tindakan berdasarkan analisis dan
kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lainnya.
Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan berdasarkan hasil
keputusan bersama dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya
(Mitayani,2010). Implementasi keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan
dengan intervensi keperawatan yang telah disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan prioritas.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan
keperawatan yang hendak dicapai sebelumnya (Mitayani, 2010). Evaluasi
yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif yang disebut juga
evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan
terus menerus terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi
keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah disusun berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.

21
F. Pathway

22
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari
otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas dari otak(Nugroho, 2011).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Cedera kepala merupakan permasalahan kesehatan global sebagai
penyebab kematian, disabilitas, dan defisit mental. Cedera kepala menjadi
penyebab utama kematian disabilitas pada usia muda. Penderita cedera kepala
seringkali mengalami edema serebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di
intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang
mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakranial. Cedera kepala merupakan
cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak (Morton,2012)
B. Saran
Diharapkan dapat meningkatkan lagi proses asuhan keperawatan gawat
darurat baik secara teoritis maupun secara klinik agar proses asuhan
keperawatan dapat berjalan secara optimal.

23
DAFTAR PUSTAKA

Willy Andriani. 2018. Asuhan Keperawatn Pada Pasien Dengan Cedera Kepala
Berat (CKB) Di Ruang Prioritas 1 RSUP DR Mohammad Hoesin
Palembang
Https://Www.Academia.Edu/33428511/Asuhan_Keperawatn_Pada_Pasien
_Dengan_Cedera_Kepala_Berat_CKB_Di_Ruang_Prioritas_1_RSUP_DR
_Mohammad_Hoesin_Palembang Di Unduh Pada Tanggal 10 Maret 2020
Wiwi Rezky. 2017. Laporan Pendahuluan Trauma Kapitis
Https://Www.Academia.Edu/37081131/LAPORAN_PENDAHULUAN_T
RAUMA_CAPITIS?Auto=Download Di Unduh Pada Tanggal 10 Maret
2020
As Atmadja. 2016. Indikasi Pembedahan Trauma Kapitis.
Http://Www.Cdkjournal.Com/Index.Php/CDK/Article/Viewfile/8/6 Di
Unduh Pada Tanggal 04 Januari 2021

24

Anda mungkin juga menyukai