OLEH :
KELOMPOK 3 B13-A
1
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
dan lebih dari 700.000 mengalami trauma cukup berat yang memerlukan
perawatan dirumah sakit, dua pertiga berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah
laki- laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari setengah semua
pasien trauma kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainya.
ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara
ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit. (Sjahrir, 2014).
tubuh. Konsumsi oksigen otak yang besar ini disebabkan karena otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, sehingga suplai oksigen yang masuk akan habis
Kesimbangan oksigen otak dipengaruhi oleh cerebral blood flow yang besarnya
1
Walaupun otak berada dalam ruang yang tertutup dan terlindungi oleh
tulang-tulang yang kuat namun dapat juga mengalami kerusakan. Salah satu
penyebab dari kerusakan otak adalah terjadinya trauma atau trauma kepala yang
penggunakendaraan bermotor roda dua terutama bagi yang tidak memakai helm.
Halini menjadi tantangan yang sulit karena diantara mereka datang dari
dan
50.000 orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat sekitar 5.300.000
orang dengan kecacatan akibat trauma kepala (Moore &Argur, 2016). Penyebab
trauma kepala yang terbanyak adalah kecelakaan bermotor (50%), jatuh (21%),
dan trauma olahraga (10%). Angka kejadian trauma kepala yang dirawat di
setelah stroke, dan merupakan urutan kelima (2,18%) pada 10 penyakit terbanyak
2
B. Tujuan Makalah
1. Tujuam Umum
Mahasiswa/mahasiswi mampu memahami manajemen asuhan keperawatan
gawat darurat pada trauma kepala.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa/mahasiswi mengetahui pengertian trauma kepala
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian trauma kepala?
2. Apa yang dimaksud Tekanan Intra Kranial (TIK) ?
3. Apa saja kerusakan otak akibat trauma kepala?
4. Apa saja jenis-jenis trauma kepala ?
5. Bagaimana penatalaksanaan trauma kepala?
3
BAB II
PEMBAHASAN
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
fungsi fisik.
Trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma
tumpul maupun trauma tajam. Def isit neurologis terjadi karena robekannya subtansia
alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar
darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada satu satuan
waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15
mmHg. Ruang cranial berisi jaringan otak (1400 gr), darah (75 ml), cairan
cerebrospiral (75 ml), terhadap tekanan pada komponen ini selalu berhubungan
keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah
satu dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume darah cerebral tanpa
4
adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi,
menyebabkan turunnya batang 0tak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.
Atap tengkorak merupakan suatu sistem tertutup, dibentuk dari tulang – tulang dan
mempunyai volume konstan. Volume intra kranial ini dideskripsikan oleh doktrin
Karena sebagian besar komponen intra kranial berupa cairan, dan bersifat non -
compressible, maka pada saat inta kranial terisi, TIK akan meningkat secara dramatis.
Peningkatan TIK ini dapat menyebabkan gangguan peredaran darah otak akibat
penurunan tekanan perfusi serebral(Bhatia dan Kumar Gupta, 2007 ; Karamanos et al,
2014).
Bila terjadi edema serebri atau lesi berefek massa, maka akan terjadi kompensasi di
mana cairan serebrospinal dan darah akan berpindah ke canalis spinalis dan vaskuler d i
extra kranial. Pada keadaan yang lebih lanjut, tidak dapat terjadi kompensasi lagi
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan
yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer
merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala
terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala
sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia,
5
subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan
jaringan cerebral. Kematian pada penderita trauma kepala terjadi karena hipotensi
jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak. (Tarwoto, 2007).
1. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek
laserasi, kontusio).
2. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui batas
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan volumenya
tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah, liquor, dan parenkim
yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat
3. Edema Sitotoksik
yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l. glutamat, aspartat). EAA
6
melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan NMDA (Amino Methyl
kejang).
kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui
rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak diperlukan
pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair membran tersebut).
5. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic bodies
terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan akhirnya sel
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi kehilangan
kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam,
jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusio atau temotom (sekitar
55%).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran
atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak,
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam,
juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema.
7
E. Penatalaksanaan Trauma kepala
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya
cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik
seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak.
3. Berikan oksigenasi
6. Atasi shock
Penatalaksanaan lainnya:
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40 % atau 10 %.
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusin, aminofel
(18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana
makanan lunak, Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu
8
banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam
kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
6. Bedah neuro.
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
9
F. KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
Tahun 2021”
1. Identitas Pasien
Usia : 18 Tahun
Agama : Hindu
Alamat : Denpasar
2. Pengkajian
PRIMARY SURVEY :
• Airway :
Hidung / Mulut : Adanya Darah
10
• Breathing :
• Respirasi: 30x/Menit
• Takipnea
• Retraksi dada
• Pernapasan Cuping Hidung
• Suara Napas : Stridor, Gurgling
• Circulation :
T: 37,5 oC
Capillary Refill Time < 2 detik
Akral hangat
Turgor kulit normal
• Disability :
Kekutan otot
0 0
0 0
Keterangan :
11
• Sensabilitas
Pasien mengalami penurunan kesadaran, tidak mampu
SECONDARY SURVEY
a. Pengkajian
• Keluhan Utama
Penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu-lintas
• Riwayat Penyakit Sekarang
sekarang ini dan juga tidak ada riwayat penyakit kronis dan akut sebelumnya
12
• Riwayat Keluarga : tidak di kaji
b. Pemeriksaan fisik
13
d. Pemeriksaan Penunjang
K 41 Mmol/L 3,4-5,4
Cl 99 Mmol/L 95-108
HbsAg Negatif
14
Pengobatan
Cara
No Nama Terapi Dosis Golongan Obat
Pemberian
15
e. Analisa Data
penurunan
Kerusakan Sel otak
kesadaran
rangsangan simpatis
2. Kesadaran: coma
3. Terpasang
tahanan
Ventilator, vaskulerSistemik &
4. RR: 30x/m,
tek.
N : 65x/M
Pemb.darahPulmonal
T : 37,50 C
Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas
16
2 DS : tidak dapat dinilai Ketidak
Cidera kepala
DO : efektifan
penurunan jaringan
2. Kesadaran: coma
Gangguanautoregulasi
3. GCS: 2 (E1VxM1)
4. Terpasang
Aliran darah keotak
Ventilator, O2
5. RR: 30x/m,
gangguan
N : 65x/M metabolisme
T : 37,50 C
Asam laktat
TD: 100/60 mmHg
6. Pupil anisokor
Asam laktat
7. Kebiruan sekitar
Ketidakefektifan perfusi
mata (jejas)
jaringan cerebral
8. Kepala bengkak
dan asimetris
17
3 DS : tidak dapat dinilai Ketidakefekti
Kecelakaan lalu lintas
DO :
fan Pola
1. Ku: penurunan
Cedera kepala
kesadaran Nafas
Rangsangan simpatis
5. Dispneu
6. Retraksi dada
Kebocoran cairan kapiler
Oedema paru
Prioritas masalah
18
f
f. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d Obtruksi jalan nafas ditandai dengan:
a. Terpasang Ventilator,
19
• Intervensi Keperawatan
20
dan naso trakea
7. Kelola nebulizer ultrasonik
8. Posisikan untuk meringankan sesak napas
9. Auskultasi suara nafas, catat area yang
ventilasinya menurun atau tidak ada dan
adnaya suara tambahan
10. Edukasi keluarga klien tentang keadaan klien.
11. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat
2 Ketidakefektifan pola nafas b/d NOC: Status Pernapasan: Kepatenan NIC: manajemen jalan napas
gangguan neurologis ditandai jalan nafas 1. Monitor status pernafasan dan
dengan Setelah dilakukan tindakan selama 3 x
oksigenisasi
1. Kondisi umum :Penurunan 24 jam status pernafasan klien tidak
kesadaran 2. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift
terganggu dengan kriteria hasil:
2. GCS: E1VxM1 atau jaw thrust
1. Tidak ada penggunaan otot bantu
3. Terpasang Ventilator napas 3. Identifikasi kebutuhan aktual/ potensial
4. Retraksi dada 2. Frekuensi pernafasan normal untuk memasukkan alat membuka jalan
5. Dispneu nafas
21
4. Masukkan alat nasopharingeal airway
(NPA) atau oropharingeal airway (OPA)
5. Posisikan klien untuk memaksimalkan
ventilasi
6. Lakukan penyedotan melalui endotrakea
dan nasotrakea
7. kelola nebulizer ultrasonik
8. posisikan untuk meringankan sesak napas
9. auskultasi suara nafas, catat area yang
ventilasinya menurun atau tidak ada dan
adnaya suara tambahan
10. Edukasi keluarga klien tentang keadaan
klien.
11. Kolaborasi dengan timdokter dala
pemberian obat
3 Ketidakefektian perfusi NOC: perfusi jaringan: cerebral NIC: Monitor tekanan intra kranial
jaringan serebral b/d trauma Setelah dilakukan tindakan selama 1. Monitor status neorologis
DS : tidak dapat dinilai 2x12jam perfusi jaringan serebral klien 2. Monitor intake dan ouput
22
DO : tidak ada masalah dengan kriteria hasil: 3. Moniotr tekanan aliran darah ke otak
1. Ku: Penurunan 1. Tekanan intra cranial normal 4. Monitor tingkat CO2 dan pertahankan
kesadaran 2. Kesadaran normal dalam parameter yang ditentukan
2. Kesadaran: somnolen 3. Ukuran dan reaksi pupil normal 5. Periksa klien terkait adanya tanda kaku
3. GCS: E3V2M5 4. Tanda -tanda vital dalam batas kuduk
normal
4. Terpasang Ventilator, 6. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk
5. RR: 23x/m, N : mengoptimalkan perfusi jaringan serebral
78x/M T : 7. Berikan informasi kepada keluarga/ orang
36,60C penting lainnya
TD: 120/70 mmHg 8. Beritahu dokter untuk peningkatan TIK
6. Pupil anisokor yang tidakbereaksi sesuai peraturan
7. Kebiruan sekitar mata perawatan.
(jejas) 9. Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian obat
8. Kepala bengkak dan
asimetris
23
i. Implementasi Keperawatan
Tanggal
24
2. Kesadaran: coma R/: Penumpukan secret di jalan nafas klien 3. Kesadaran: coma
wita klien.
25
yang terjadi pada klien karena klien sudah
kritis
a) Ceftriaxone
b) Omeprazole
c) Paracetamol
d) Ringer Fundin
e) Dobutamin
26
dengan 09:40 R/: Respirasi : 28x/menit Spo2 : 80% 1. Ku: Meninggal
DO : ventilasi 3. GCS: -
kesadaran 09:55 3. Mengauskultasi suara nafas, catat area yang 5. RR: -x/m,
2. Kesadaran: coma Wita ventilasinya menurun atau tidak ada dan N : -x/M
Ventilator, 09:57 4. Mengedukasi keluarga klien tentang keadaan A: Ketidakefektifan pola nafas belum
N : 65x/M R/: keluarga klien menerima keadaan apapun P: Intervensi di hentikan (klien
27
selang ETT dan Wib pemberian obat
mulut f) Ceftriaxone
h) Paracetamol
i) Ringe Fundin
j) Dobutamin
3 Ketidak efektipan perfusi Kamis, 21 1. Memonitor status neorologis Kamis, 21 april 2021
april 2021 Pukul 14:30
jaringan serebral b/d Pkl 09.30 R/: GCS :2T, E:1 V:T M:1
S:-
trauma 14:30
O:
Di tandai dengan 10.15 2. Menyesuaikan kepala tempat tidur untuk
1. Pupil medriasis
DS : tidak dapat dinilai Wita mengoptimalkan perfusi jaringan serebral
2. Kesadaran: -
DO : R/:posisi klien terlentang
3. GCS: -
1. Ku: penurunan
4. Terpasang Venitlator
28
kesadaran 09:57 3. Memberikan informasi kepada keluarga/ 5. RR: -x/m,
8. Kepala bengkak
dan asimetris
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala.
Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang 0tak
(Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.
Adanya trauma kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan
gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan
permeabilitas vaskuler.Patofisiologi trauma kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu
cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya
cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti
hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak.
B. Saran
Diharapkan dapat meningkatkan lagi proses asuhan keperawatan gawat darurat
baik secara teoritis maupun secara klinik agar proses asuhan keperawatan dapat
berjalan secara optimal.
30
DAFTAR PUTAKA
Almgren, B., Carl, J.W., Heinonen, & E., Hogman, M. 2014. Side effects of
endotracheal suction in pressure and volume controlled ventilation.
CHEST Journal, 125, 1077–1080. American Association for Respiratory Care. 2010.
Endotracheal Suctioning ofMechanically Ventilated Patients With Artificial Airways AARC
Clinical Practice Guidelines. Melalui http://www.apicwv.org/docs/1.pdf. Diakses pada
tanggal 1/02/13.
Anggraini & Hafifah. 2014. Hubungan Antara Oksigenasi Dan Tingkat Kesadaran Pada
Pasien Cedera Kepala Non Trauma Di ICU RSU Ulin Banjarmasin. Semarang : Program
Studi Ilmu Keperawatan FakultasKedokteran Universitas Diponegoro.
AR, Iwan et al. 2015. Terapi Hiperosmolar Pada Cadera Otak Traumatika. Jurnal
Neurologi Indonesia diunduh pada tanggal 03 Desember 2015. Arief, Mansjoer. 2010.
Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Arifin, M. Z. 2013. Cedera
Kepala : Teori dan Penanganan. Jakarta : Sagung Seto.
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Bayu, Irmawan. 2017. Pengaruh Tindakan Suction Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen
Perifer Pada Pasien Yang Di Rawat Di Ruang ICU RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda. Jurnal Ilimiah Sehat Bebaya Vol. 1No. 2 Mei 2017. STIKES muhammadiyah
Black & Hawks. 2009. Medical Surgical Nursing Clinical Management For Positive
Outcome. Elseveir Saunders.
Depkes. 2012. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta : EGC.
31