OlEH :
Kelompok 2
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
Rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang
membahas tentang Asuhan Keperawatan. Terima kasih kami ucapkan kepada para
pengajar atas bimbingan dan pendidikan yang diberikan sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Makalah ini merupakan hasil diskusi kelompok kami dengan materi
asuhan keperawatan. Pembahasan di dalamnya kami dapatkan dari buku dan
browsing internet,.Dengan pemahaman berdasarkan pokok bahasan masalah
asuhan keperawatan kritis. Kami sadari makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami
harapkan demi kesempurnaannya. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi teman teman dan kami khususnya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
BAB I “ PENDAHULUAN “
1.1..................................................................................................................Lat
ar Belakang.............................................................................................. 1
1.2..................................................................................................................Ru
1.3..................................................................................................................Tuj
uan........................................................................................................... 2
BAB II “ PEMBAHASAN “
2.1..................................................................................................................Asu
2.2..................................................................................................................asu
2.3..................................................................................................................asu
2.4..................................................................................................................asu
BAB IV “ PENUTUP “
3
4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 105
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa
penghantaran impuls syaraf ke susunan syaraf pusat, pemrosesan impul syaraf
dan perintah untuk memberi tanggapan rangsangan.Unit terkecil pelaksanaan
kerja sistem syaraf adalah sel syaraf atau neuron.
Pada sistem syaraf ada bagian-bagian yang disebut :
a. Reseptor : alat untuk menerima rangsang biasanya berupa alat indra
b. Efektor : alat untuk menanggapi rangsang berupa otot dan kelenjar
c. Sel Syaraf Sensoris : serabut syaraf yang membawa rangsang ke otak
d. Sel syaraf Motorik : serabut syaraf yang membawa rangsang dari otak
e. Sel Syaraf Konektor : sel syaraf motorik atau sel syaraf satu dengan
sel syaraf lain
4
1.3.1 Untuk mengetahui bagaimanakah asuhan keperawatan gawat
darurat Cedera Kepala
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimanakah asuhan keperawatan gawat
darurat CVA/Stroke
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimanakah asuhan keperawatan gawat
darurat AMS
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimanakah asuhan keperawatan gawat
darurat Kejang
5
2
2
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Konsep Dasar Penyakit Cedera Kepala
2.1.1 Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala,tengkorak,dan otak. (Amin Huda Nurarif,2015)
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak
pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Wijaya & Putri,2013).
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (acceleasi –
decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serata notasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tingkat pencegahan, (Musliha, 2010).
2.1.2 Epidemiologi
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
pengguna kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya
kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram, 2007).Lebih dari
50%kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor.
Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya
meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami
disabilitas permanen (Widiyanto, 2010).
Cedera kepala juga menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan pada
anak-anak dan orang dewasa umur 1-45 tahun. Cedera kepala sedang dan berat
menjadi faktor penyebab peningkatan kasus penyakit Alzheimer 4,5 kali lebih tinggi
(Turliuc, 2010). Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus cedera
kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Dari jumlah tersebut,
10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% 12
dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala
sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Cedera kepala
juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan
dengan kematian (CDC, 2010).
3
4
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi cedera kepala menurut patofisiologinya dibagi menjadi dua:
(Amid Huda Nurarif,2015)
a. Cedera Kepala Primer
Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada
mekanisme dinamik (ecelerasi-decelerasi rotasi) yang menyebabkan gangguan
pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
1. Gegar kepala ringan
2. Memar otak
3. Laserasi
b. Cedera kepala sekunder
Adalah kelainan patologi otak yang disebabkan kelainan biokimia,
metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Pada cedera kepala sekunder akan timbul tanda dan gejala:
1. Hipotensi sistemik
2. Hipoksia
3. Hiperkapnea
4. Udema otak
5. Komplikasi pernapasan
c. Cedera kepala berdasarkan nilai skala Glasgow (GCS)
1. Cedera kepala ringan
1. GCS 13-15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
3. Dapat terjadi kontosio tengkorak,tidak ada fraktur serebral, hematoma.
2. Cedera kepala Sedang
1. GCS 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak
3. Cedera Kepala Berat
5
1. GCS 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
nyeri
Tidak berespon 1
2. Respon Verbal (V) Nilai
Orientasi baik: dapat 5
bercakap-cakap, WOT
Bingung dapat bercakap tapi 4
disorientasi
Kata yang diucapkan tidak 3
tepat, kacau
Tidak dapat dimengerti, 2
mengerang
Tidak bersuara dgn rangsang 1
nyeri
3. Respon Motorik Nilai
Mematuhi perintah 6
Menunjuk lokasi nyeri 5
Reaksi fleksi 4
Ekstensi abnormal 2
1
Tidak ada respon, flaksid
6
Tingkat kesadaran :
1) Compos mentis (sadar penuh) nailainya : 15-14
2) Apatis (acuh tak acuh) nilainya : 12-13
3) Delirium ( membrontak/mengamuk) nilai : 9-11
4) Somnolen (mau tidur saja) nilai : 7-8
5) Stupor (semikoma, keadaan yang menyerupai koma) nilai 4-6
6) Koma ( keadaan kesadaran yang hilang sama sekali) nilai 3) Pendarahan yang
dapat di temukan pada cedera kepala:( M.Clevo Rendy, Margareth TH,2012)
I. Epidural Hematom
Hematom antara duramater dan tulang, biasanya sumber
pendarahannya adalah robeknya arteri meningal media. Di tandai
dengan penurunan kesadaran dengan ketidaksamaan neurologis sisi kiri
dan kanan ( hemiparese atau hemiplegi, pupil anisokor, reflek patologis
satu sisi).
II. Subdural hematoma (SDH)
Hematoma di bawah lapisan duramater dengan sumber
pendarahan dapat berasal dari bridging vein, sinus venous.Subdural
hematoma adalah terkumpulnya darah antara duramater dan ajringan
otak, dapat terjadi akut dan kronik.Terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah vena, pendarahan lambat dan sedikit.Subarachnoid Hematom
(SAH)
III. Intracerebral Hematom
Pendarahan intracerebral adalah pendarahan yang terjadi pada
jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam
jaringan otak.Indikasi dilakukan operasi adanya daerah hiperdens,
diameter > 3cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah.
2.1.4 Patofisiologi
a) Etiologi
Mekanisme cidera kepala meliputi cedera
akselerasi,deselerasi,akselerasi-deselerasi,coup-countre coup,dan cedera
rotasional.
7
b) Proses
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapatterpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.( M.Clevo
Rendy, Margareth TH,2012)
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
8
a) Manifestasi klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
b) komplikasi
- Hemorrhagie
- Infeksi
- Edema
- Herniasi
9
Rencana Pemulangan
1. Jelaskan tentang kondisi pasien yang memerlukan perawatan dan
pengobatan.
2. Ajarkan keluarga untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya
kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah,
dan perubahan bicara.
3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan
reaksi dari pemberian obat.
4. Ajarkan keluarga untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan
sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang.
5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas
sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum.
Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan
mobilitas fisik.
6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat
pengaman.
7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
8. Ajarkan pada keluarga bagaimana mengurangi peningkatan tekanan
intrakranial.
11
1. Pengkajian
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan
berat.Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien cedera kepala pada beberapa
keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi,
takikardia dan aritmia.Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan
homeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen
perifer.Nadi bradikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan
otak. Kulit kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar hemaglobin
dalam darah. Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan
tanda -tanda awal dari suatu syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari
trauma kepala akan merangsang pelepasan antidiuretik hormon (ADH) yang
berdampak pada kompensasi tubuh untuk mengeluarkan retensi atau
pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan
konsentrasi elektolit meningkat sehingga memberikan resiko terjadinya
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada sistem kardiovaskuler.
3. B3(Brain)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama
disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma dan
epidural hematoma.Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
Tingkat kesadaran : Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk menilai disfungsi sistem
16
kepala dapat dijumpai anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai tanda
serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda awal herniasi
tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran. Paralisis
otot – otot okular akan menyusul pada tahap berikutnya. Jika pada trauma
kepala terdapat anisokoria dimana bukannya midriasis yang ditemukan,
melainkan miosis yang bergandengan dengan pupil yang normal pada sisi
yang lain, maka pupil yang miosislah yang abnormal. Miosis ini disebabkan
oleh lesi dilobus frontalis ipsilateral yang mengelola pusat siliospinal.
Hilangnya fungsi itu berarti pusat siliospinal menjadi tidak aktif sehingga
pupil tidak berdilatasi melainkan berkonstriksi.
Saraf V : Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis
nervus trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
menguyah
Saraf VII : Persepsi pengecapan mengalami perubahan
Saraf VIII : Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan
biasanya tidak didapatkan penurunan apabila trauma yang terjadi tidak
melibatkan saraf vestibulokoklearis
Saraf IX dan Xl :Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut.
Saraf XI : Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup
baik dan tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII : Indra pengecapan mengalami perubahan
.Sistem motorik
Inspeksi umum : Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi
tubuh) adalah tanda yang lain. Tonus otot : Didapatkan menurun sampai
hilang.Kekuatan otot : Pada penilaian dengan menggunakan grade kekuatan
otot didapatkan grade O. Keseimbangan dan koordinasi : Didapatkan
mengalami gangguan karena hemiparase dan hemiplegia.
Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan reflek dalam : Pengetukan pAda tendon, ligamentum atau
periosteum derajat refleks pada respon normal.
18
Pemeriksaan refleks patologis : Pada fase akut refleks fisiologis sisi yag
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
Sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipertensi persepsi adalah ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi.Disfungsi persepsivisual karena gangguan jaras
sensorik primer diantara mata dan korteks visiul.Kehilangan sensorik karena
cedera kepala dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi
dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimulasi visual, taktil dan auditorius.
4. B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik, termasuk
berat jenis.Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat
terjadi akibat menurunnya perfusi ginjal.Setelah cedera kepala klien
mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.Kadang-kadang
kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.Selama periode
ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut.Mual dan muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan
penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat
menunjukan adanya dehidrasi.Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada
atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan
palpasi abdomen.Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada
paralitik ileus dan peritonitis.Lakukan observasi bising usus selama ± 2
19
menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yag
berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
d. Tulang (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh
ekstremitas.Kaji warna kulit, suhu kelembapan dan turgor kulit.Adanya
perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukan adanya sianosis (ujung
kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa). Pucat pada
wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar
haemaglobin atau syok. Pucat dan sianosis pada klien yang menggunakan
ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Joundice (warna kuning)
pada klien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat penurunan
aliran darah portal akibat dari penggunaan pocked red cells (PRC) dalam
jangka waktu lama. Pada klien dengan kulit gelap.Perubahan warna tersebut
tidak begitu jelas terlihat.Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan
adanya demam dan infeksi.Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan
dekubitus.Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensorik atau paralisis/ hemiplegia, mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
e. Pengkajian “SAMPLE” :
a. S(sign and Symptomps) : tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan
klien
b. A(allergies) : alergi yang dipunyai klien
c. M (medications) : obat yang diminum oleh klien untuk mengatasi
masalah.
d. P ( Past illness) : riwayat penyakit yang di derita klien
e. L ( Last Meal) : apa makanan/ minuman terakhir dimakan atau di minum
dan kapan
f. E (event ) : pencetus? Kejadian penyebab keluahan yang dirasa oleh
klien.
f. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
20
g. Pemeriksaan penunjang
a) CT-Scan
b) MRI
c) Cerebral
d) Serial EEG
e) X-Ray
f) BAER
g) PET :
h) CSF, Lumbal Punksi
i) ABGs
j) Kadar Elektrolit
k) Screen Toxicologi
2. Analisa data
N Symptom Etiologi problem
o
1 Do: - GCS klien Kecelakaan Ketidakefektifa
turun,gelisah n perfusi
Mual,muntah Cedera Kepala jaringan
Pupil anisokor Intra kranial serebral
TD meningkataldigin Jaringan otak rusak
- Sianosis pada (kontosio laserasi
21
mengatakan klien
terlihat sesak nafas
- Keluarga
mengatakan
bunyi nafas
klien
terdengar
ngorok
3 Do: - KU : lemah, Kecelakaan Nyeri akut
gelisah Cedera Kepala berhubungan
- Nyeri tekan Tulang cranial dengan agen
pada kepala Terputusnya kontiniutas cidera fisik
- Klien jaringan tulang
tampak
menahan Sekresi
nyeri prostaglandir,histamine,brandik
- Skala nyeri inin, leukotrien
6
Ds: - klien mengeluh
kesakitan menahan
nyeri kepala
Ds: -
5 Do:-pasien tampak Peningkatan TIK Ketidakseimbang
muntah an nutrisi kurang
Mual,muntah dari kebutuhan
Ds:- tubuh
23
Pasien mengatakan
mual
24
3.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien cidera kepala
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke otak.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas port de entry
mikroorganisme.
5. Ketidakseimbangn nutrisi kurang dari kebuthan tubuh
berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dengan
anoreksia.
4.Intervensi
No Diagnosa NOC NIC Rasional
pedoman kembali
imajinasi, perhatian,
visualisasi, meningkatkan
latihan rasa kontrol dan
nafas dalam, dapat meningkatkan
berikan koping.
aktivitas - Tindakan
hiburan, alternatif
kompres mengontrol nyeri
C: Kolaborasi - Dibutuhkan
dengan untuk
pemberian menghilangkan
obat anti spasme/nyeri otot
nyeri,Sesuai atau untuk
indikasi menghilangkan
misal, ansietas dan
dentren meningkatkan
(dantrium) istirahat.
analgesik;
antiansietas
misal
diazepam
(valium
5.Implementasi
Dalam tahap ini akan dilaksanakan tindakan yang disesuaikan dengan
rencana keperawatan.
6.Evaluasi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
aliran darah ke otak.
-tidak ada pusing atau sakit kepala
-Tidak terjadi peningkatan tekanan intracranial
.- Peningkatan kesadaran, GCS ≥ 13
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas.
- Klien tidak mengatakan sesak nafas
30
-Retraksi dinding dada tidak ada, dengan tidak ada otot-otot dinding
dada.
-Pola nafas reguler, RR. 16-24 x/menit, ventilasi adekuat
- bebas sianosis dengan GDA dalam batas normal pasien,
- kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
-Sekala nyeri berkurang 3-1
- Klien mengatakan nyeri mulai berkurang, ekspresi wajah klien rileks
4. Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas port de entry
mikroorganisme.
-Bebas tanda-tanda infeksi, Mencapai penyembuhan luka tepat
Waktu
-Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5O)
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan TIK ditandai dengan anoreksia.
-Nutrisi seimbang
- tidak ada tanda-tanda malnutrisi
31
2.2.3 Klasifikasi
Stroke di bagi menjadi dua yaitu stroke iskemik 70 – 80 % dan
hermoragik (20 – 30%).Stroke isemik terjadi ketika pembuluh darah ke
otak mengalami sumbatan.Stroke hermoragik terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah yang menuju ke otak.Stroke iskemik di bagi menjadi 2
yaitu sumbatan akibat thrombus dan sumbatan akibat emboli. Stroke
perdarahan di bagi menjadi 2 yaitu stroke perdarahan intraserbal ( pada
jaringan otak ) dan stroke perdarahan subarachoid( di bawah jaringan
pemungkus otak). (Christanto, dkk. 2014).
Gambar 1 : Stroke Hemoragik
Gambar 2 : Stroke Iskemik
2.2.4 Patofisiologi
a) Etiologi
1. Trombus Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehinnga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti disekitarnya.
2. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara.Emboli menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis.
3. Iskemia
Penurunan aliran darah ke area otak.
b) Proses
Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak
aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari
33
pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak yang secara
perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus.
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa
hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan
pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan
mengalami kekurangan nutrisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami
kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis lalu asidosis
akan mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk ke dalam sel otak dan
kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat. Kemudian
kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas sehingga terjadi
perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami defisit
neurologis lalu mati (Esther, 2010).
c) Manifestasi Klinis
1. Hipertensi
2. Gangguan motoric
34
7
Cedera Kepala
CK terbuka Resiko
Infeksi Terputusnya Jaringan otak rusak
kontinuitas jaringan (kontosio laserasi
Ringan Berat tulang
Perubahan autoregulasi
Terputusnya Sekresi
kontinuitas prostaglandin,histamine,
jaringan kulit brandikinin,leukotrien, Aliran darah ke otak
(ringan/berat) ,otot menurun
dan vaskuler
Nyeri akut
Hipoksia CO2
Pendarahan hematoma
Ketidakefektifan perfusi
Perubahan sirkulasi CSS
jaringan serebral
Mual muntah Peningkatan TIK
Ketidakseimbangan
Herniasi unkus
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
terapi aritmia atau gagal jantung secara bermakna, dan pencegahan proses
metabolic patologis yang menggunakan oksigen dan energy seperti
hiperglikemia dan deman. (baehr et al., 2007)
4. Neuroproteksi
Neuroproteksi adalah konsep terapi yang memperpanjang toleransi otak
terhadap iskemik.Obat yang menghentikan jalur eksitasi asam amino telah
dibuktikan dapat melindungi neuron dan gila pada hewa, tetapi belum
pernah ada bukti penelitian tersebut berhasil pada manusia. (Smith et al
2011).
2.2.8 Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan pada Stroke/CVA
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1. Airway : Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan
napas.
2. Breathing : Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan,
irama pernapasan, tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu
pernapasan, pernapasan cuping hidung.
3. Circulation: Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler
refill.
4. Disability :Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
5. Exposure :Suhu, lokasi luka.
b. Pengkajian Sekunder
1) Data pasien :nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat
rumah,tanggal masuk rumah sakit.
2) Data penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat
rumah dan hubungan dengan pasien.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian “SAMPLE” :
g. S(sign and Symptomps) : tanda dan gejala yang diobservasi dan
dirasakan klien
h. A(allergies) : alergi yang dipunyai klien
38
2. Analisa Data
No Analisa data Etiologi Problem
1. DS : 1. Keluarga pasien Thrombus serebral Ketidak efektifan
mengatakan Emboli perfusi jaringan
setengah badan Iskemia serebral
pasien tidak dapat
Penurunan suplai
digerakkan. darah ke otak
2. Keluarga pasien
mengatakan Hipoksia serebral
DO:1.Pasien tampak
tidak dapat Ketidakefektifa
menggerakkan n perfusi
setengah badan. jaringan serebral
2. Pasien tampak
kebingungan.
dyspnea
42
ketidakefektif
an pola nafas
Gangguan
menelan
3. Diagnosa
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral b/dpenurunan suplay O2 darah
ke otak.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurologis.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan mobilitas menurun.
43
4. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Rasional
Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Ketidak NOC : NIC :
efektifan 1. Circulation status. 1. Peripheral
perfusi 2. Tissue perfusion: sensation
jaringan
cerebral. management
serebral b/d
penurunan Setelah dilakukan -Untuk
suplay O2 tindakan asuhan O : Observasi K/U mengetahui
darah ke otak keperawatan pasien dan TTV status tekanan
selama ...x... jam di pasien. intrakranial
harapkan pasien.
menunjukkan fungsi
sensori motoric N: Berikan posisi -Untuk
cranial yang utuh semi fowler. memberikan
dengan kriteria rasa nyaman
hasil : E : Anjurkan pada pasien.
3. tingkat kesadaran keluarga pasien -Untuk
membaik untuk menjaga menjaga
ketenangan ketenangan
4. tidak ada
lingkungan dan kenyaman
gerakan-gerakan pasien. pasien.
involunter C :Kolaborasi
dengan dokter
5. tekanan darah
dalam -Untuk
dalam batas pemberian O2. mempertahank
normal an keefektifan
perfusi
jaringan yang
menuju ke
otak.
44
pada daerah
Dengan kriteria hasil yang tertekan.
: E: Anjurkan pasien -Untuk
untuk memakai menghindari
1. Perfusi jaringan
baju longgar. terjadinya
kulit baik. luka baring.
2. Integritas kulit C: Kolaborasi -Untuk
dengan dokter mengetahui
yang baik
untuk salep yang
dipertahankan. pemberian cocok untuk
salep. kulit pasien
-Untuk
2.Tidak ada tanda- mengurangi
tanda malnutrisi C : Kolaborasi ketidakseimba
dengan ahli gizi ngan nutrisi.
untuk
pemberian diet
5. Implementasi
Tahap Proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi
tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Implementasi dapat diterepkan
sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan
6. Evaluasi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/dpenurunan suplay O2 darah
ke otak.
- Masalah teratasi
2. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular
- Masalah teratasi
3. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan secret.
- Masalah teratasi
4. Resiko kerusakan integritas kulit b/d mobilitas menurun
- Masalah teratasi
5. Gangguan menelan b/d penurunan otot menelan
- Masalah teratasi
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan
suplai makanan
Masalah teratasi
48
e. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam
hal membuka mata, bicara maupun reaksi motorik
2.3.2 Epidemiologi
Prevalensi dan insiden dari koma dan gangguan kesadaran sulit
untuk ditentukan secara pasti,mengingat luas dan beragamnya factor
penyebab dari koma. Laporan rawat inap nasional dari inggris tahun 2002-
2003 melaporkan bahwa 0,02% (2.499) dari seluruh konsultasi rumah
sakit disebabkan oleh gangguan terkait dengan koma dan penurunan
kesadaran, 82% dari kasus tersebut memerlukan rawat inap dirumah sakit.
Koma juga nampaknya banyak lebih banyak dialami oleh pasien usia
paruh baya dan lanjut usia, dengan trata-rata usia rawat inap untuk koma
adalah 57 tahun pada laporan yang sama. Hasil lain dilaporkan oleh dua
rumah sakit daerah Boston, Amerika Serikat, dimana koma diperkirakan
menyebabkan hamper 3% dari seluruh diagnosis masuk rumah sakit.
Penyebab yang paling banyak dari laporan tersebut adalah alkoholisme,
trauma serebri dan stroke, di mana ketiga sebab tersebut menyebabkan
kurang 82% dari semua admisi.
2.3.3 Klasifikasi
Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa
disertai kelainan fokal/ lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk;
gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/ lateralisasi disertai
dengan kaku kuduk dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan
fokal.
a. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk :
1.Gangguan iskemik
2.Gangguan metabolik
3.Intoksikasi
4.Infeksi sistemis
5.Hipertermia
6.Epilepsi
50
7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan
epidural,perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.
8. E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni
gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan
isi (kualitas,awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat
mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi
supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran. Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang
berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating
System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang
melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending
Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian atau network
system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu
diensefalon melalui brain stemsehingga kelainan yang mengenai lintasan
ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon
menuju ke subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan
penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada ARAS
antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan gamma
aminobutyric acid (GABA).
Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks
serebri termasuk ingatan, berbahasa dan kepintaran (kualitas), dengan
ascending reticular activating system (ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai
dari pertengahan bagian atas pons. ARAS menerima serabut-serabut saraf
kolateral dari jaras-jaras sensoris dan melalui thalamic relay nuclei
dipancarkan secara difus ke kedua korteks serebri. ARAS bertindak
sebagai suatu off-on switch, untuk menjaga korteks serebri tetap sadar
(awake). Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini
52
2.3.5 Pathway
Etiologi AMS
Sirkulasi,ensefalitis,metabolic,elektrolit,
neoplasma,intoksikasi,trauma,epilepsi
Penurunan kesadaran
Gangguan
Pertukaran gas
Pernafasan terganggu
Secret terakumulasi
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
54
1.Pengkajian
A.Primary Survey
1) Airway
2) Breathing
3) Circulation
4) Disability
B. Secondary Survey
1. Pemeriksaan Fisik
1. Kulit/imtegumen:
2. Kepala
b. Palpasi (Ukuran)
3. Kuku
b. Palpasi (Sirkulasi)
4. Mata/penglihatan
5. Hidung
6. Telinga
8. Leher
9. Dada
10. Abdomen
a. Inspeksi (Bentuk)
11. Genetalia
a. Inspeksi (Kebersihan)
b. Palpasi (Pembengkakan)
2. SAMPLE
S (Sign and Symptom) :tanda gejala yang diobservasi dan dirasakan klien
L (Last meal) : obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian,
3.Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya pasien dengan penurunan kesadaran GCS kurang dari 13, sakit
kepala hebat, asimetris pupil, reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau
negative, demam, gelisah,atau hipotensi, takikardi atau bradikardi,takipnu
atau dyspnea, pucat
Tanyakan apakah ada salah satu dari keluarga pasien pernah mengalami
penyakit yang seperti pasien alami
4.Pemeriksaan Penunjang
2.Analisa Data
Kelainan di ARAS
TIK meningkat
Kegagalan organ
Hipoventilasi
Gangguan pertukaran
gas
61
TIK meningkat
Penurunan kesadaran
Pernafasan terganggu
Secret terakumulasi
3 Diagnosa keperawatan
4. Intervensi
5. Implementasi
Dalam tahap ini maka akan dilaksanakan tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan rencana keperawatan.
6. Evaluasi
intensif care unit diperoleh hasil lebih dari sepertiga kejang disebabkan oleh
gangguan metabolisme akut seperti hiponatremia, dan delapan orang pasien
diperoleh kejangya disebabkan oleh penggunaan obat antiaritmia atau
antibiotik. (Sri,201O)
Penyebab lain yang mendasari timbulnya kejang adalah6
1. Idiopatik atau timbul dari penyebab yang tidak diketahui
2. Cryptogenic atau timbul dari penyebab yang diduga yang tidak diketahui
atau tidak jelas
3. Gejala atau yang timbul dari otak yang dikenal kelainan
4. Trauma serebral dengan hilangnya kesadaran . Secara umum, tidak ada
risiko jika hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit.
5. Space Occupaying lesions a. Tumor otak b. Malformasi arteri vena (AVM)
c. Hematoma subdural d. Neurofibromatosis
6. Infeksi Cerebral : a. Bakteri atau virus meningitis.
b. Radang otak
c. Abses otak
7. Kejang demam atipikal
8. Faktor genetic, seperti kromosom yg abnormal
9. Gangguan pembuluh darah serebral, seperti : hemoragis dan trombosis
10. Asidosis hipoksia
11. Riwayat keluarga
B. Proses Penyakit
Penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksis yang di
hasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui
hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksis ke seluruh tubuh akan
direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus
sebagai tanda tubuh dalam bahaya secara sistemik. Naiknya suhu
dihipotalamus, otot, kulit, dan jaringan tubuh yang lain akan di sertai
pengeluaran mediator kimia sepeti epinefrin dan prostagladin.
Pengeluaran amediator kimia ini dapat merangsang peningkatan
potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang
perpindahan ion Natrium, ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke
67
dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikan fase depolarisasi
neuron dengan cepat sehingga timbul kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami
penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat
mengalami spasme sehingga anak beresiko terhadap injuri dan
kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasme bronkus.
Manifestasi yang terjadi pada kejang adalah sebagian besar kejang demam
terjadi dalam 24 jam pertama sakit, sering sewaktu suhu tubuh meningkat
cepat, tetapi pada sebagian anak, tanda pertama penyakit mungkin kejang
dan pada yang lain, kejang terjadi saat demam menurun.
Komplikasi Kejang adalahKerusakan sel otak, penurunan IQ pada kejang
demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral dan
Kelumpuhan
68
Mikroorganisme
Kejang
Ketidakefektifan
pola nafas
69
b. Secondary Survey
6) Data pasien : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat
rumah,tanggal masuk rumah sakit.
7) Data penanggung jawab: , umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat
rumah dan hubungan dengan pasien.
8) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian “SAMPLE” :
m. S(sign and Symptomps) : tanda dan gejala yang diobservasi dan
dirasakan klien
n. A(allergies) : alergi yang dipunyai klien
o. M (medications) : obat yang diminum oleh klien untuk mengatasi
masalah.
p. P ( Past illness) : riwayat penyakit yang di derita klien
q. L ( Last Meal) : apa makanan/ minuman terakhir dimakan atau di
minum dan kapan
r. E (event ) : pencetus? Kejadian penyebab keluahan yang dirasa
oleh klien.
Data pemeriksaan fisik
a. Keadaaan umum:
71
Kesadaran :
GCS (Glascow Coma Scale) : Eye, Verbal, Motorik
1. Eye (penilaian maksimal 4)
4 : spontan
3 : dengan perintah
2 : rangsangan nyeri
1 : no respon
2. Verbal (penilaian maksimal 5)
5: tidak ada disorientasi
4 : bicara tidak jelas
3: kata tidak jelas
2 : mengarang
1 : no respon
3. Movement (penilaian maksimal 6)
6 : memenuhi perintah
5 : mengetahui lokasi nyeri
4 : menghindari rasa nyeri ( rangsangan)
3 :menghindari reaksi pleksi abnormal
2 : menghindari ekstensi abnormal
1 : no respon
Tingkat kesadaran :
13) Compos mentis (sadar penuh) nailainya : 15-14
14) Apatis (acuh tak acuh) nilainya : 12-13
15) Delirium ( membrontak/mengamuk) nilai : 9-11
16) Somnolen (mau tidur saja) nilai : 7-8
17) Stupor (semikoma, keadaan yang menyerupai koma) nilai
4-6
18) Koma ( keadaan kesadaran yang hilang sama sekali) nilai 3
b) Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing)
Inspeksi : peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Terdapat retraksi klavikula/ dada,
pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai
penuh/ tidak penuh dan kesimetrisannya.
72
3) B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk menilai disfungsi
sistem persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran
klien cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat letargi,
stupor, semikomatosa, sampai koma.
4) B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan
karakteristik, termasuk berat jenis.Penurunan jumlah urine
dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi ginjal.Ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural.Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal
hilang atau berkurang.Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril.Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis
luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan,
nafsu makan menurun pada fase akut.Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
73
2. Analisa Data
Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan
2. Ds : Keluarga Aktivitas otot Pola nafas tidak
mengatakan klien efektif
sulit bernafas Metabolisme
Do : - klien kejang / kaku
- Klien tampak sesak Kebutuhan o2
- Suhu tubuh Hypoventilasi
meningkat
Pola nafas tidak
efektif
3. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
hipoksia jaringan otak
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoventilasi
3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
4. Intervensi
N Diagnosa NOC NIC Rasional
o
75
2. Ciptakan ah
lingkunga terjadiny
n yang a risiko
kondusif cidera
untuk
- Agar
pasien
pasien
3. Anjurkan
merasa
keluarga
aman
untuk
dan
menemani
nyaman
pasien
-
4. Kolaboras
i dengan
terapis
untuk
latihan
ROM
5. Implementasi
Dalam tahap ini akan dilaksanakan tindakan yang disesuaikan dengan
rencana keperawatan.
6. Evaluasi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia
jaringan :
- Tingkat kesadaran yang baik
- Pengukuran tanda-tanda vital dalam rentang normal
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
78
79
Allergi : tidak ada
Medication/ Pengobatan : Pasien pernah minum obat-obatan
sebelumnya
Masalah Keperawatan:
1. gangguan perfusi selebral
: Spontan
BREATHING
Nafas
Jenis : dipsnea
80
Pernafasan : Pernafasan Dada
RR : 30 x/mnt
Keluhan Lain: tidak ada
Masalah Keperawatan:
1. Resiko bersihan jalan napas tidak efektif
Nadi : Teraba
Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Pucat : Ya
Sianosis : Tidak
Akral : Hangat S: 38 C
CIRCULATION
Turgor : Lambat
Diaphoresis: Tidak
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: Tidak Ada
Keluhan Lain: tidak ada
Masalah Keperawatan:
1. Resiko Ketidakseimbangan Volume Cairan
81
Kesadaran: apatis
Pupil : Medriasis
Kekuatan Otot :
Keluhan Lain : Ada hematoma
Masalah Keperawatan:
Tidak ada
EXPOSURE
Deformitas : Tidak
Contusio : Tidak
Abrasi : Tidak
Penetrasi : Tidak
Laserasi : Tidak
Edema : Tidak
82
Jika ada luka/ vulnus, kaji:
Luas Luka : -
Warna dasar luka: -
Kedalaman : -
Problem : -
Qualitas/ Quantitas : -
Regio : -
Skala :-
Timing :-
Masalah Keperawatan: -
83
Pemeriksaan SAMPLE/KOMPAK
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non
trauma)
Kepala dan wajah :
a. Kepala: tidak ada nyeri tekan
b. Wajah : simetris
c. Mata : tidak ada nyeri tekan dan pembengkakan
HEAD TO TOE
d. Hidung: simetris
e. Mulut : simetris dan tidak ada pembengkakakan
f. Telinga : tidak ada nyeri tekan dan benjolan
g. Leher : tidak ada nyeri tekan dan benjolan
h. Dada : simetris kanan kiri
i. Abdomen dan Pinggang : tidak ada nyeri tekan
j. Pelvis dan Perineum : normal
k. Ekstremitas : normal
Masalah Keperawatan: -
Jejas : Ada
INSPEKSI BACK/ POSTERIOR SURFACE
Deformitas : Tidak
Tenderness : Tidak
Crepitasi : Tidak
Laserasi : Tidak
Masalah Keperawatan: -
Data Tambahan :
Pengkajian
84
1). Bio : ter
2). Psiko : klien merasa sangat tidak nyaman karena harus
terbaring lemas
3). Sosio : klien berinteraksi kurang baik karena susah
menggerakkn mulut
4). Ekonomi : klien memiliki tingkat ekonomi menengah
5). , Spritual : klien sebelum sakit klen rutin sembahyang
setiap hai
Terapi Medis :
85
2. ANALISA DATA
86
3 DS : Pasien mengatakan Mobilitas Ketidakefektifan
pola nafas
hanya berbaring saja. menurun
DO : Kulit pasien tampak
lembab, integritas kulit buruk.
Tirah baring lama
Resiko
kerusakan
integritaskulit
87
INTERVENSI KEPERAWATAN
88
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Paraf
Hasil
Dx (NIC)
(NOC)
darah dalam
batas normal
11. tekanan
darah dalam
batas normal
89
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Paraf
Hasil
Dx (NIC)
(NOC)
fisioterapi untuk
atrepi.
pemberian terapi
Otot tidak
mengalami
kontraktur.
90
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Paraf
Hasil
Dx (NIC)
(NOC)
3. Perfusi jaringan
C: Kolaborasi dengan
kulit baik.
dokter untuk
Integritas kulit
pemberian salep.
yang baik
dipertahankan
91
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam
1 Jumat, S:
1 maret
O : Mengobservasi K/U 1. klien mengatakan
2019.
pasien dan TTV pasien. badannya lemas dan
Jam : pusing
09.00
WITA O:
S:
1.keluarga klien tampak
92
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam
S:
1. Klien mengatakan
sesak berkurang setelah
dipasang O2 .
O:
1. klien sudah diberikan
O2
2
O : -Monitor TTV pasien S:
Jumat,
1 maret -Kaji kemampuan pasien 1. klien mengatakan
2019. susah menggerakkan
dalam bergerak. badannya
O:
N : Bantu pasien memenuhi
TD: 170/100mmhg
kebutuhan dasarnya
untuk bergerak. N: 90x/m
93
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam
S:
1. keluarga pasien
mengatakan mengerti
dengan KIE yang
diberikan
O:
2.keluarga px tampak
memperagakan teknik
mobilisasi kepada pasien
S:
1.klien mengatakan mau
untuk menjalani terapi
O:
2.klien sudah
menjalankan terapi dari
hari ini
94
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam
minyak/babyoil pada S:
daerah yang tertekan. 1. klien mengatakan
sudah melakukan
mobilisasi tapi tidak
E: Anjurkan pasien untuk sering
memakai baju longgar.
O:
1. keluarga px sudah
C: Kolaborasi dengan mengolesi baby oil ke
dokter untuk pemberian luka pasien
salep.
S:
1. Klien mengatakan
sudah memakai baju
longgar
O:
1. px tampak memakai
baju longgar
S: -
O:
1. klien sudah diberikan
salep untuk lukanya
95
5. EVALUASI KEPERAWATAN
S: 36.5°C
A: Intervensi tercapai
P: pertahankan intervensi
3 maret S:
2
2019 Hambatan mobilitas
fisik b/d kerusakan 1. klien mengatakan sudah
Jam bisa menggerakkan angota
neuromuskular
12.30 badannya .
wita
O:
1. klien tampak miring kanan
96
No Tgl / Diagnosa Keperawatan
Catatan Perkembangan Paraf
jam
97
HUBUNGAN RIWAYAT HIPERTENSI DENGAN
KEJADIAN
STROKE DI RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR 2012
Abstrak
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga dan penyebab kecacatan nomor
satu di seluruh dunia, sebanyak 80-85% stroke non hemoragik. Dari situs WHO
stroke memasuki sepuluh top penyakit penyebab kematian di dunia, dimana stroke
menempati urutan ketujuh.
Tujuan penelitian ini unutk mengetahui hubungan riwayat hipertensi dengan
kejadian stroke di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Penelitian dengan rancangan case control.Populasi semua pasien stroke dengan
jumlah sampel 20 sampel untuk kelompok kasus dan kontrol.Analisa data
menggunakan Odd Ratio dan Mantel dan Haenszel.
Hasil Penelitian denganuji dengan odd ratio Cochran & Mantel Haenszel
didapatkan hasil X2 hitung (4.977) > X2 Tabel (3,841) atau p (0,026) > α (0,050)
dan CI (1.120; 3.571).Orang dengan Riwayat hipertensi lebih berisiko mengalami
stroke 2.000 lebih besar dibandingkan orang yang tidak memiliki riwayat
hipertensi. Hipertensi faktor utama yang menyebabkan stroke ditunjukkan hasil
uji signifikansi chi square Cochran Mantel dan Haenszel didapatkan hasil X 2
Mantel dan Haenszel sebesar 4.977 dengan p = 0.026.
98
si kronis seperti penyakit jantung dan stroke sekarang menjadi penyebab utama
kematian global. "Kami pasti melihat kecenderungan lebih sedikit orang
meninggal karena penyakit menular di seluruh dunia,"kata Dr. Dasi Boerma,
Direktur Departemen WHO Statistik Kesehatan dan Informatika." (World health
Organisation,
2008). Dimana Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga dan penyebab
kecacatan nomor satu di seluruh dunia, sebanyak 80-85% stroke non hemoragik
(Muhammad Hayyi, 2010). Dari situs WHO stroke memasuki sepuluh top
penyakit penyebab kematian di dunia, dimana stroke menempati urutan ketujuh
(WHO, update Juni 2011). Kemungkinan meninggal akibat stroke ini adalah 30%
sampai 35%, dan kemungkinan kecacatan mayor pada yang selamat adalah 35%
sampai 40%.(Sylvia & Lorraine, 2005).
Sementara data dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo pada poliklinik neurologis
menyimpulkan bahwa stroke berada pada urutan kedua sebagai pasien
terbanyak di poliklinik neurologis pada tahun 2011 dengan jumlah 1.112 orang
dan ratarata tiap bulan adalah 93 orang (Poliklinik Neurologis RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo, 2011). Melihat polemik dan pembahasan di atas peneliti tertarik
untuk mengkaji." apakah ada hubungan antara riwayat hipertensi dengan
kejadian stroke", yang nanti diharapkan bisa memberi kontribusi dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian kuantitatif, dengan
rancangan penelitian case control yaitu rancangan penelitian yang
membandingkan antara kelompok kasus dengan kelompok control untuk
99
mengetahui proporsi kejadian berdasarkan riwayat ada tidaknya paparan.
Rancangan penelitian ini dikenal dengan sifat retrospektif yaitu rancangan
bangun dengan melihat ke belakang dari suatu kejadian yang berhubungan
dengan kejadian kesakitan yang diteliti.Yang menjadi populasi pada penelitian ini
adalah semua pasien stroke yang dirawat inap di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo dalam rentang waktu Maret, April dan Mei dengan jumlah 105
pasien. Sedangkan sampel pada populasi ini adalah keselurahan objek yang
diteliti atau dianggap mewakili seluruh populasi dengan criteria inklusi dimana sampel
berjumlah 40 yang terdiri atas 20 sampel untuk kelompok kasus dan 20 sampel untuk
kelompok kontrol. Pengambilan sampel dilakukan secara Nonprobability yaitu purposive
sampling.
Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data menggunakan alat ukur pengumpulan
data yaitu kuesioner.Dan menggunakan angket tertutup atau berstruktur dimana angket
tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga pasien/ responden hanya tinggal memilih atau
menjawab pada jawaban yang sudah ada. Peneliti menggunakan Skala Guttman
merupakan skala pengukuran dengan jawabanya atau tidak dan setuju atau tidak setuju
(Aziz Alimul hidayat, 2009:86).
HASIL PENELITIAN
Data yang diperoleh pada penelitian ini menggunakan alat ukur kuesioner,
kemudian dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical
Package for Social Science)
16.0 dan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dengan penjelasan. Hasil penjelasan
tersebut adalah sebagai berikut :
Riwayat Hypertensi
Kelompok Kasus
Karakteristik Responden berdasarkan Riwayat Hipertensi Pada Kelompok
100
yaitu sebanyak 16 responden (80%). Kelompok Kontrol dapat dilihat dari tabel
dibawah ini :
Maentel & Haenzel dengan terlebih dahulu disusun dalam tabel kontingensi sebagai
berikut:
Diagnosa Riwayat hipertensi Total
Tabel 3. Analisa Bivariat Hubungan Riwayat Hipertensi Dengan Kejadian
Ya Tidak
Kasus 16 4 20
Kontrol 8 12 20
Total 24 16 40
Sumber : Data Primer, 2012
Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 16.0 didapat hasil OR (Odds Ratio)
sebesar 2.000 dengan nilai CI (Confidence Interval) pada (1.120; 3.571). Hasil uji
signifikansi dengan chi square Cochran Mantel dan Haenszel didapatkan hasil X 2 Mantel
dan Haenszel sebesar 4.977 dengan p = 0.026.
Hasil uji statistik menunjukkan OR (Odds Ratio) sebesar 2.000 dengan X2 hitung (4.977)
> X2 Tabel (3,841) atau p (0,022) < α (0,050) dan CI (1.120; 3.571).Hasil penelitian
tersebut menunjukkan riwayat hipertensi memiliki hubungan dalam mencetus terjadinya
stroke, sehingga responden dengan riwayat hipertensi berpeluang menderita stroke 2 kali
lebih besar dari pada respoden yang tidak memiliki riwayat hipertensi.
PEMBAHASAN
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal ginjal.Disebut
juga sebagai “pembunuh diamdiam” karena orang dengan hipertensi sering tidak
menampakkan gejala (Suzanna & Brenda, 2002).
Faktor resiko utama stroke adalah hipertensi kronik yang lebih dikenal oleh orang awam
dengan tekanan darah tinggi. Dengan demikian, karena sebagian besar kasus hipertensi
dapat diobati, dan karena penurunan tekanan darah ke tingkat normal akan mencegah
101
stroke (Sylvia & Lorraine, 2005). Hipertensi adalah factor resiko utama, pengendalian
hipertensi merupakan kunci pencegahan stroke (Suzanna & Brenda, 2002).
Hasil pengamatan tabel 5.7 yang dilakukan terhadap 20 respoden stroke dan 20
responden non stroke, didapat hasil pada responden stroke yang memiliki riwayat
hipertensi yaitu 16 respoden dan 4 respoden yang tidak memiliki riwayat hipertensi.
Sedangkan pada responden non stroke yang memiliki riwayat hipertensi ada 8 respoden
dan tidak memiliki riwayat hipertensi 12 responden.Hasil ini menunjukkan pada
kelompok kasus yaitu stroke lebih banyak memiliki riwayat hipertensi dari pada
kelompok kontrol yaitu non stroke.Perbandingan secara keseluruhan dapat dilihat dari
nilai odd ratio sebesar 2.000.Odd ratio sebesar 2.000 menunjukkan peluang kejadian
terjadi stroke pada respoden yang memiliki riwayat hipertensi sebanyak 2.000 kali lebih
besar daripada respoden tanpa riwayat hipertensi.Uji signifikansi Mantel dan Haenszel X 2
hitung (4,977) > X2 Tabel (3,841) atau p (0,026) < (0,050) dan CI (1.120; 3.571) yang
menunjukkan riwayat hipertensi merupakan faktor utama penyebab stroke.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipertensi merupakan penyebab utama terjadi
stroke, sehingga peneliti berasumsi bahwa tekanan darah yang tidak normal
mengakibatkan kerusakan sel-sel endotel pembuluh darah yang menimbulkan jejas pada
rongga vaskuler.Dan pada akhirnya jejas atau lesi vaskuler tersebut memicu terjadinya
trombosis dan akhirnya terjadi aterosklerosis yang membuat pembuluh darah menyempit
sehingga suplai darah ke otak menurun yang mengakibatkan kerusakan sel-sel neuron
pada sistem saraf pusat. Maka terjadilah stroke dimana seseorang akan kehilangan fungsi
motorik maupun sensoriknya tergantung daerah pada sistem saraf pusat yang mengalami
kerusakan.
PENUTUP
Kesimpulan
Penelitian untuk mengetahui hubungan riwayat hipertensi dengan kejadian stroke di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, kesimpulan sebagai berikut:
Responden atau pasien yang memiliki riwayat hipertensi lebih beresiko mengalami stroke
2.000 kali lebih besar dibandingkan dengan responden atau pasien tanpa ada riwayat
hipertensi.Sehingga orang yang memiliki riwayat hipertensi lebih beresiko terkena stroke
dibandingkan orang yang tidak memiliki riwayat hipertensi.
Hipertensi merupakan faktor utama penyebab stroke yang ditunjukkan pada uji signifikasi
dengan Cochran & Mantel Haenszel didapatkan hasil X2 hitung
Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya karena
baru pertama kali dilakukan.Melalui jumlah responden yang lebih besar.
102
Perawat dan petugas kesehatan lain terutama di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar agar mempublikasikan ke masyarakat luas akan dampak yang ditimbulkan oleh
hipertensi jika tidak ditangani dengan baik dan cepat karena dapat mengakibatkan stroke.
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang profesional semoga dengan ada hasil
penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan terutama pada pasien
hipertensi untuk mencegahnya agar tidak terjadi stroke.
103
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpul
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas
menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh
tubuh.Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron).Fungsi sel saraf
adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau
tanggapan.Sistem saraf dibagi menjadi dua, yaitu sitem saraf pusat dan
sistem saraf perifer.Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang
belakang.Sistem saraf perifer terdiri dari sitem saraf sadar dan sistem saraf
tidak sadar.
4.2 Saran
Bagi penulis
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan.Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat saya perlukan demi sempurnanya penyusunan makalah ini.
Bagi pembaca
Untuk dapat memahami sistem saraf, selain membaca dan
memahami materi-materi dari sumber keilmuan yang ada (buku, internet,
dan lain-lain) kita harus dapat mengkaitkan materi-materi tersebut dengan
kehidupan kita sehari-hari, agar lebih mudah untuk paham dan akan selalu
diingat.
104
Daftar Pustaka
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/2377/KEJANG
%20DEMAM%DAN%20.pdf;sequence=1Diaksespada tanggal
20 maret 2020 pukul 13.00 WITA
http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wpcontent/uploads/2016/09/Bahan-
Ajar-1-_-Kejang.pdf Diakses pada tanggal 20 maret 2020 pukul
15.00 WITA
105
SOP PENGUKURAN TEKANAN INTRAKRANIAL (TIK)
1. Tujuan:
2. Indikasi:
3. Kontraindikasi:
4. Persiapan Alat:
a. Pencukur
g. Stopcock
h. Tranduser
106
i. Slang 30,5 cm
l. Luer-Lok
Mangkuk iodin
Bor ulir
Pemengang jarum
Spons 4x4
Spuit 10 ml
107
f. Lepaskan spuit dan pasang Luer-Lok pada ujung terbuka stopcock.
pembilas.
betadine atau spons yang direndam larutan povidon iodin pada larutan
bor ulir, suatu bor lubang dapat dibuat anterior terhadap sutura
108
m. Oleskan salep betadine (sesuai dengan petunjuk dokter) diatas tempat
insersi. Tutup tempat insersi dengan tameng mata steril atau kasa dan
lebih.
p. Sistem ini harus dimatikan yang ke arah drainase saat pembacaan TIK
c. Beri tahu dokter bila tidak ada drainase CSS saat terjadi hipertensi
intrakranial.
infeksi.
109
e. “Nol” kan tranduser setiap pergantian tugas, setelah perubahan posisi
gelombang.
infeksi otak
Jakarta: EGC
110
STANDARD OPERATING PROCEDURE
(NEUROLOGY ASSESMENT)
PENGERTIAN
DASAR PENERAPAN
TUJUAN
111
STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE
PEMERIKSAAN SARAF
112
adatidaknya strabismus, eksoptalmus, atauendoftalmus
16. Test gerakanotot bola mata:
perintahkanklienmembukadanmemejamkanmata,
lihatkemampuankelopakmata.
17. Arahkanjaripemeriksakearahrotasi, perintahkanklienmengikuti
Pengujian NIV (Troklear)
19. Arahkan jari pemeriksa ke arah bawah dan dalam, perintahkan klien
mengikuti
Pengujian NVI (Abducens)
21. Arahkan jari pemeriksa ke arah lateral kanan kiri, perintahkan klien
mengikuti
Pengujian NV (Trigeminal)
23 Fungsisensasi, caranya : Mata klienditutup, usaplidikapaspada area mata
. (ophtalmik), mandibularis, maksilaris. Kajisensibilitas.
24 Fungsimotorik, caranya :mintamengunyah,
. pemeriksamelakukanpalpasipadaotot temporal dan masseter.
Pengujian NVII (Fasialis)
26 Fungsisensasi, kajisensasi rasa bagian 2/3 lidah anterior, terhadapasam,
. manis, asinpahit. Klientutupmata,
usapkanlarutanberasadengankapas/teteskan,
klientidakbolehmenarikmasuklidahnyakarenaakanmerangsang pula sisi
yang sehat.
27 Fungsimotorik, kontrolekspresimukadengancaramemintaklienuntuk :
. tersenyum, mengerutkandahi,
menutupmatasementarapemeriksaberusahamembukanya
Pengujian NVIII (Akustikus)
29 Fungsi Cochlear (mengkajipendengaran),
. a. Tesbisiktutupsatutelingaklien, pemeriksaberbisik di satutelinga lain.
b. TesGarputala.
- UjiRinne
:Getarkangarputala,tempelkanpddekattelingaklienjikasuaragarputalatdk
di dengarlgolehpenderita,pindahkanke
telingapemeriksa.
- UjiWeber: Getarkangarputaladantempelkanpadacalvariaklien.
Normalnyabunyigetaranakanberlateralisasikeduaarahkanankiri.
FungsiVestibulator (mengkajikeseimbangan), kliendimintaberjalanlurus,
apakahdapatmelakukanatautidak. Tes Romberg selama 30 detik,
kliendimintaberdiridengansalahsatu kaki
diangkatdankeduatangandirentangkan, perhatikankeseimbanganklien.
Pengujian NIX (Glossofaringeus) dan NX (Vagus)
30. Minta klien mengucapkan “ah” atau menguap, perhatikan gerakan
palatum mole. Seharusnya bergerak simetris dengan ovula tetap berada
di tengah (seperti gerakan layar bioskop)
31. Beri tahu klien bahwa Anda akan melakukan pemeriksaan refleks
muntah (gag reflex).
32. Beri rangsangan ringan di bagian belakang kerongkongan pada tiap sisi
dan tekan lidah secukupnya.
113
Pengujian NXI (Accessories Spinalis)
33. Minta klien menoleh kesamping dengan melawan tahanan yang Anda
berikan.
ApakahSternocledomastodeusdapatterlihat ?Apakahatropi ?
34. Mintaklienmengangkatbahudanpemeriksaberusahamenahan. Perhatikan
kontraksi otot trapezius.
Pengujian NXII (Hipoglossus)
35. Perhatikan suara pasien,catat adanya sengau (paralisis palatum) atau
parau (paralisis pita suara)
Minta klien menjulurkan lidah kemudian gerakan dengan cepat ditarik
serta minta digerakkan ke kiri dan kanan.
PemeriksaanSistemMotorik
Kaji tonus otot
Kliendisuruhmenggerakkananggotagerakpadaberbagaipersendian,
palpasi tonus ototklien (eutoni, hipotoni, atauhipertoni)
KajiKekuatanotot
•Aturlahposisiklien agar tercapaifungsi optimal yang diuji.
Kliensecaraaktifmenahantenaga yang ditemukanolehsipemeriksa. Otot
yang diujibiasanyadapatdilihatdandiraba. Gunakanpenentuanskala
Lovett’s (0-5).
Catatan :
Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien dengan penilaian
terhadap rangsangan yg diberikan. Yang diperhatikan adalah respon membuka
mata, bicara dan motorik.
Eye (4)
114
4 spontan
1 no response
Verbal (5)
5 orientasi baik
3 Kata-kata saja (bicara tidak jelas tapi kata-kata masih jelas tanpa 1 kalimat,
ex. aku... sana)
1 no response
Motorik (6)
6 mengikuti perintah
3 Flexi abnormal (tangan satu dan keduanya posisi kaku diatas dada dan kaki
ekstensi saat diberi rangsang nyeri)
2 Ekstensi abnormal (tangan satu atau keduanya ekstensi di sisi tubuh dengan
jari mengepal dan kaki ekstensi saat diberi rangsang nyeri)
1 no response
GCS 14 – 15 : CKR / N
GCS 9 – 13 : CKS
115
GCS 3 – 8 : CKB
116