Anda di halaman 1dari 121

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

OlEH :

Kelompok 2

1. Ni Kadek Ayu Krisma Meitha Dewi (17089014014)

2. I Made Diandika Bayu Sagitha (170890140026)

3. Kadek Eri Wardiana (17089014031)

4. Ni Gusti Ayu Juli Yasmiarni (17089014044)

5. Ni Luh Gede Melda Rosita (17089014054)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
Rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang
membahas tentang Asuhan Keperawatan. Terima kasih kami ucapkan kepada para
pengajar atas bimbingan dan pendidikan yang diberikan sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Makalah ini merupakan hasil diskusi kelompok kami dengan materi
asuhan keperawatan. Pembahasan di dalamnya kami dapatkan dari buku dan
browsing internet,.Dengan pemahaman berdasarkan pokok bahasan masalah
asuhan keperawatan kritis. Kami sadari makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami
harapkan demi kesempurnaannya. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi teman teman dan kami khususnya.

Bungkulan, 20 maret 2020

Penyusun            

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................. iii

BAB I “ PENDAHULUAN “

1.1..................................................................................................................Lat

ar Belakang.............................................................................................. 1

1.2..................................................................................................................Ru

musan Masalah `..................................................................................... 2

1.3..................................................................................................................Tuj

uan........................................................................................................... 2

BAB II “ PEMBAHASAN “

2.1..................................................................................................................Asu

han Keperawatan Gawat Darurat Cedera Kepala.................................... 3

2.2..................................................................................................................asu

han keperawatan gawat darurat CVA..................................................... 36

2.3..................................................................................................................asu

han keperawatan gawat darurat AMS..................................................... 48

2.4..................................................................................................................asu

han keperawatan gawat darurat Kejang…………………………… 72

BAB III “ PEMBAHASAN “

3.1 Kasus Asuhan Keperawatan ................................................................... 85

3.2 Pembahasan ............................................................................................ 96

BAB IV “ PENUTUP “

3
4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 105

4.2 Saran ......................................................................................................105

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa
penghantaran impuls syaraf ke susunan syaraf pusat, pemrosesan impul syaraf
dan perintah untuk memberi tanggapan rangsangan.Unit terkecil pelaksanaan
kerja sistem syaraf adalah sel syaraf atau neuron.
Pada sistem syaraf ada bagian-bagian yang disebut :
a. Reseptor : alat untuk menerima rangsang biasanya berupa alat indra
b. Efektor : alat untuk menanggapi rangsang berupa otot dan kelenjar
c. Sel Syaraf  Sensoris : serabut syaraf yang membawa rangsang ke otak
d. Sel syaraf  Motorik : serabut syaraf yang membawa rangsang dari otak
e. Sel Syaraf  Konektor : sel syaraf motorik atau sel syaraf satu dengan
sel syaraf  lain

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah asuhan keperawatan gawat darurat Cedera
Kepala ?
1.2.2 Bagaimanakah asuhan keperawatan gawat darurat CVA/Stroke ?
1.2.3 Bagaimanakah asuhan keperawatan gawat darurat AMS?
1.2.4 Bagaimanakah asuhan keperawatan gawat darurat Kejang ?
1.3 Tujuan Penulisan

4
1.3.1 Untuk mengetahui bagaimanakah asuhan keperawatan gawat
darurat Cedera Kepala
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimanakah asuhan keperawatan gawat
darurat CVA/Stroke
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimanakah asuhan keperawatan gawat
darurat AMS
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimanakah asuhan keperawatan gawat
darurat Kejang

1.4 Sistematika Penulisan


1.4.1 BAB I Pendahuluan
yang berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
dan sistematika penulisan.
1.4.2 BAB II Tinjauan Teoritis
Yang berisikan tentang teori yang berupa pengertian dan definisi
yang diambil dari kutipan buku maupun jurnal keperawatangawat
darudat dengan percobaan bunuh diri dan perilaku kekerasan yang
berbentuk LP (laporan pendahuluan).
1.4.3 BAB III Studi Kasus
Yang berisikan tentang studi kasus dari materi asuhan keperawatan
percobaan bunuh diri atau perilaku kekerasan dan pembahasan
tentang studi kasus yang dibuat serta jurnal pendukung.
1.4.4 BAB IV Penutup
Yang berisikan tentang kesimpulan dari semua materi yang telah

5
2
2
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Konsep Dasar Penyakit Cedera Kepala
2.1.1 Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala,tengkorak,dan otak. (Amin Huda Nurarif,2015)
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak
pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Wijaya & Putri,2013).
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (acceleasi –
decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serata notasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tingkat pencegahan, (Musliha, 2010).
2.1.2 Epidemiologi
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
pengguna kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya
kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram, 2007).Lebih dari
50%kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor.
Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya
meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami
disabilitas permanen (Widiyanto, 2010).
Cedera kepala juga menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan pada
anak-anak dan orang dewasa umur 1-45 tahun. Cedera kepala sedang dan berat
menjadi faktor penyebab peningkatan kasus penyakit Alzheimer 4,5 kali lebih tinggi
(Turliuc, 2010). Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus cedera
kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Dari jumlah tersebut,
10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% 12
dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala
sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Cedera kepala
juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan
dengan kematian (CDC, 2010).

3
4

2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi cedera kepala menurut patofisiologinya dibagi menjadi dua:
(Amid Huda Nurarif,2015)
a. Cedera Kepala Primer 
Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada
mekanisme dinamik (ecelerasi-decelerasi rotasi) yang menyebabkan gangguan
pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
1. Gegar kepala ringan
2. Memar otak
3. Laserasi
b. Cedera kepala sekunder
Adalah kelainan patologi otak yang disebabkan kelainan biokimia,
metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Pada cedera kepala sekunder akan timbul tanda dan gejala:
1. Hipotensi sistemik
2. Hipoksia
3. Hiperkapnea
4. Udema otak
5. Komplikasi pernapasan
c. Cedera kepala berdasarkan nilai skala Glasgow (GCS)
1. Cedera kepala ringan
1. GCS 13-15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
3. Dapat terjadi kontosio tengkorak,tidak ada fraktur serebral, hematoma.
2. Cedera kepala Sedang
1. GCS 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak
3. Cedera Kepala Berat
5

1. GCS 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Skala koma GCS (Glasgow Coma Scale)

1. Membuka mata (E) Nilai


 Spontan 4
 Dipanggil/diperintah 3

 Tekanan pada jari/rangsang 2

nyeri
 Tidak berespon 1
2. Respon Verbal (V) Nilai
 Orientasi baik: dapat 5
bercakap-cakap, WOT
 Bingung dapat bercakap tapi 4
disorientasi
 Kata yang diucapkan tidak 3
tepat, kacau
 Tidak dapat dimengerti, 2

mengerang
 Tidak bersuara dgn rangsang 1

nyeri
3. Respon Motorik Nilai
 Mematuhi perintah 6
 Menunjuk lokasi nyeri 5

 Reaksi fleksi 4

 Fleksi abnormal thdp nyeri


(postur dekortikasi) 3

 Ekstensi abnormal 2
1
 Tidak ada respon, flaksid
6

( Amid Huda Nurarif,2015)

Tingkat kesadaran :
1) Compos mentis (sadar penuh) nailainya : 15-14
2) Apatis (acuh tak acuh) nilainya : 12-13
3) Delirium ( membrontak/mengamuk) nilai : 9-11
4) Somnolen (mau tidur saja) nilai : 7-8
5) Stupor (semikoma, keadaan yang menyerupai koma) nilai 4-6
6) Koma ( keadaan kesadaran yang hilang sama sekali) nilai 3) Pendarahan yang
dapat di temukan pada cedera kepala:( M.Clevo Rendy, Margareth TH,2012)
I. Epidural Hematom
Hematom antara duramater dan tulang, biasanya sumber
pendarahannya adalah robeknya arteri meningal media. Di tandai
dengan penurunan kesadaran dengan ketidaksamaan neurologis sisi kiri
dan kanan ( hemiparese atau hemiplegi, pupil anisokor, reflek patologis
satu sisi).
II. Subdural hematoma (SDH)
Hematoma di bawah lapisan duramater dengan sumber
pendarahan dapat berasal dari bridging vein, sinus venous.Subdural
hematoma adalah terkumpulnya darah antara duramater dan ajringan
otak, dapat terjadi akut dan kronik.Terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah vena, pendarahan lambat dan sedikit.Subarachnoid Hematom
(SAH)
III. Intracerebral Hematom
Pendarahan intracerebral adalah pendarahan yang terjadi pada
jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam
jaringan otak.Indikasi dilakukan operasi adanya daerah hiperdens,
diameter > 3cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah.
2.1.4 Patofisiologi
a) Etiologi
Mekanisme cidera kepala meliputi cedera
akselerasi,deselerasi,akselerasi-deselerasi,coup-countre coup,dan cedera
rotasional.
7

- Cedera Akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang


tidak bergerak (missal alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan kekepala).
- Cedera Deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek
diam,seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur
kaca depan mobil.
- Cedera Akselerasi-Deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik.
- Cedera Coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan
otak bergerak dalam ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang
tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur.
Sebagai contoh pasien dipukul di bagian belakang kepala.
- Cedera rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya
neuron dalam substansi alba serta robeknya pembuluh darah yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak. ( Amid Huda
Nurarif,2015)

b) Proses

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapatterpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.( M.Clevo
Rendy, Margareth TH,2012)
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
8

kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme


anaerob.( M.Clevo Rendy, Margareth TH,2012)
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada
pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.( M.Clevo Rendy,
Margareth TH,2012)

a) Manifestasi klinis
1.    Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2.    Kebungungan
3.    Iritabel
4.    Pucat
5.    Mual dan muntah
6.    Pusing kepala
7.    Terdapat hematoma
8.    Kecemasan
9.    Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
b) komplikasi
- Hemorrhagie
- Infeksi
- Edema
- Herniasi
9

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan
pada 24 - 72 jam setelah injuri.
b. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
c. Cerebral Angiography : Menunjukan anomali sirkulasi cerebral,
seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan
dan trauma.
d. Serial EEG : Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
e. X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
f. BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
g. PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
h. CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
i. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
j. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrkranial.
k. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran
2.1.6 Penatalaksanaan Medis
a. Observasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya
cairan infus dextrosa 5% . Amnifusin, Aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan ), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
d. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
e. Terapi obat-obatan:
10

 Dexametasone atau kalmetahosen sebagai pengobatan anti edema


serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
 Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
 Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%
atau glukosa 40% atau gliserol 10%
 Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau infeksi
anaerob diberikan metronindasol.

Rencana Pemulangan
1. Jelaskan tentang kondisi pasien yang memerlukan perawatan dan
pengobatan.
2. Ajarkan keluarga untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya
kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah,
dan perubahan bicara.
3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan
reaksi dari pemberian obat.
4. Ajarkan keluarga untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan
sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang.
5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas
sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum.
Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan
mobilitas fisik.
6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat
pengaman.
7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
8. Ajarkan pada keluarga bagaimana mengurangi peningkatan tekanan
intrakranial.
11

2.1.7 Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan pada Cedera Kepala

1. Pengkajian

a)      Pengkajian Primer


 Airway :Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan
napas.
 Breathing :Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan,
irama pernapasan, tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu
pernapasan, pernapasan cuping hidung.
 Circulation:Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler
refill.
 Disability :Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
 Exposure :Suhu, lokasi luka.
 Five Intervention
2. yakinkan airwaydan breathing clear
3. Kaji circulation dan control perdarahan dimana nadi
lemah,kecil, dan cepat.
4. Tekanan darah sistolik dan diastole menunjukan adanya tanda
syok hipovolemik,hitung MAP, CRT lebih dari 3 detik maka
perlu segera pasang intra venous line berikan cairan kristaloid
ringer laktat untuk dewasa pemberian awal 2 liter,dan pada anak
20cc/kgg,bila pada anak sulit pemasangan intra venous line bisa
dilakukan pemberian cairan melalui akses intra oseus tetapi ini
dilakukan pada anak yang umurnya kurang dari 6 tahun.
5. Setelah diberikan cairan pertama lihat tanda-tanda vital. Sudah
pasti ada pendarahan maka kehilangan 1cc darah harus diganti
dengan 9 cairan kristaloid 3cc atau bila kehilangan darah 1cc
maka diganti dengan darah 1cc (sejumlah darah)
6. Setelah itu dikaji disability dengan menilai tingkat kesadaran
klien baik dengan menilai menggunakan skala
AVPU :Alert(klien sadar),Verbal (klaen berespon dengan
dipanggil namanya),Pain (klien baru berespon dengan
12

menggunakan rangsang nyeri), dan Unrespon baik dengan


verbal ataupun dengan rangsang nyeri).
7. Eksposure dan environment control buka pakaian klien lihat
adanya jejas,perdarahan dan bila ada perdarahan perlu segera
ditangani bisa dengan balut tekan atau segera untuk masuk ke
kamar operasi untuk dilakukan lapratomy eksplorasi.
8. Pasang kateter untuk menilai output cairan, terapi cairan yang
diberikan dan tentu saja hal penting lainnya adalah untuk
melihat adanya pendarahan pada urine.
9. Pasien dipuasakan dan pasang NGT (Nasogastrik tube) untuk
membersihkan perdarahan saluran cerna ,meminimalkan resiko
mual dan aspirasi ,serta bila tidak ada kontra indikasi dapat
dilakukan lavage.
10. Observasi
statusmental ,vomitus,nausea,rigid/kaku/,bising usus,urine
output setiap 15-30 menit sekali. Catat dan laporkan segera bila
terjadi perubahan secara cepat seperti tanda-tanda peritonitis dan
pendarahan.
11. Jelaskan keadaan penyakit dan prosedur perawatan pada pasien
bila memungkinkan atau kepada penanggung jawab pasien hal
ini dimungkinkan atau kepada penanggung jawab pasien hal ini
dimungkinkan untuk meminimalkan tingkat kecemasan klien
dan keluarga
12. Kolborasi pemasangan Central Venous Pressure (CVP) untuk
melihat status hidrasi klien,pemberian antibiotika,analgesic dan
tindakan pemeriksaan yang diperlukan untuk mendukung pada
diagnosis seperti laboratorium
(AGD,hematology,PT,APTT,hitung jenis leukosit
dll),pemeriksaan radiology dan bila perlu kolaborasi setelah
pasti untuk tindakan operasi laparatomi eksplorasi.
 Give Comfort (PQRST)
- Nyeri pada kepala
13

- Kaji nyeri dengan


P: Penyebab timbul rasa nyeri
Q: Seberapa berat keluhan nyeri
R: Lokasi dimana terjadinya nyeri
S: Skala dapat dilihat menggunakan GCS untuk gangguan
kesadarn ,skla nyeri/ ukuran lain yang berkaitan dengan
keluhan.
T: Kapan keluhan nyeri ditemukan/dirasakan
b) Pengkajian Sekunder
 Pemeriksaan fisik head to toe
1. Kulit/imtegumen:
a. Inspeksi (Lesi, warna)
b. Palpasi (teksture, kelembaban, edema)
2. Kepala
a. Inspeksi (bentuk, warna, kebersihan)
b. Palpasi (Ukuran)
3. Kuku
a. Inspeksi (Ketebalan, warna)
b. Palpasi (Sirkulasi)
4. Mata/penglihatan
a. Inspeksi (Bentuk, sclera, konjungtiva)
b. Palpasi (Adanya peradangan)
5. Hidung
a. Inspeksi (bentuk, polif)
b. Palpasi (Adanya peradangan)
6. Telinga
a. Inspeksi (Bentuk, posisi)
b. Palpasi (Adanya peradangan)
7. Mulut dan Gigi
a. Inspeksi (Bentuk, warna)
b. Palpasi (adanya peradangan)
8. Leher
14

a. Inspeksi (Bentuk, kekakuan)


b. Palpasi (Pembengkakan kelenjar tiroid, tekanan vena jugularis)
9. Dada
a. Inspeksi (Bentuk, pola nafas)
b. Palpasi (Letak atau posisi)
c. Perkusi (Mengetuk bagian dada)
d. Auskultasi (Bunyi atau irama)
10. Abdomen
a. Inspeksi (Bentuk)
b. Palpasi (meraba adanya hepar)
c. Perkusi (Mengetuk bagian abdomen)
d. Auskultasi (mendengar bisisn usus )
11. Genetalia
a. Inspeksi (Kebersihan)
b. Palpasi (Pembengkakan)
12. Extremitas atas dan bawah
a. Inspeksi (Bentuk, gerak)
b. Palpasi (Nyeri tekan)
c. Pemeriksaan fisik
1. B1 (Breathing)
Inspeksi : Didadaptakan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Terdapat retraksi klavikula/ dada, pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi
dada : dinilai penuh/ tidak penuh dan kesimetrisannya. Ketidak simetrisan
mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada
bronkus, fraktur tulang iga, pnemothoraks, atau penempatan endotrakeal dan
tube trakeostomi yang kurang tepat. Pada observasi ekspansi dada juga perlu
dinilai : retraksi dari otot – otot interkostal, substernal, pernapan abdomen, dan
respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi
jika otot – otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada.
Palpasi : Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
15

Perkusi :Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan


trauma pada thoraks/ hematothoraks.
Auskultasi :Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun sering didapatkan pada klien cedera kepala dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.

2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan
berat.Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien cedera kepala pada beberapa
keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi,
takikardia dan aritmia.Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan
homeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen
perifer.Nadi bradikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan
otak. Kulit kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar hemaglobin
dalam darah. Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan
tanda -tanda awal dari suatu syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari
trauma kepala akan merangsang pelepasan antidiuretik hormon (ADH) yang
berdampak pada kompensasi tubuh untuk mengeluarkan retensi atau
pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan
konsentrasi elektolit meningkat sehingga memberikan resiko terjadinya
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada sistem kardiovaskuler.
3. B3(Brain)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama
disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma dan
epidural hematoma.Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
 Tingkat kesadaran : Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk menilai disfungsi sistem
16

persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala


biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa, sampai koma.
 Pemeriksan fungsi serebral
 Status mental : Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik pada klien
cedera kepala tahap lanjut biasanya status mental mengalami perubahan.
 Fungsi intelektual : Pada keadaan klien cedera kepala didapatkan penurunan
dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka panjang
 Lobus frontal : Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan
bila trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal
kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin
rusak disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi, yang menyebabkan
klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
Masalah psikologi lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh
labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam  da kurang kerja sama.
 Hemisfer : Cedera kepala hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah
kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi
kolateral sehingga kemungkinan terjatuh kesisi yang berlawanan tersebut.
Cedera kepala pada hemisfer kiri, mengalami hemiparase kanan, perilaku
lambat dan sangat hati – hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan,
disfagia global, afasia dan mudah frustrasi
 Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I :Pada beberapa keadaan cedera kepala didaerah yang merusak
anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi
penciuman/anosmia unilateral atau bilateral.
 Saraf II :Hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan
lapangan penglihatan dan menggangu fungsi dari nervus optikus.
Perdarahan diruang intrakranial, terutama hemoragia subarakhnoidal, dapat
disertai dengan perdarahan diretina.
 Saraf III, IV da VI : Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada
klien dengan trauma yang merusak rongga orbital. pada kasus-kasus trauma
17

kepala dapat dijumpai anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai tanda
serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda awal herniasi
tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran. Paralisis
otot – otot  okular akan menyusul pada tahap berikutnya. Jika pada trauma
kepala terdapat anisokoria dimana bukannya midriasis yang ditemukan,
melainkan miosis yang bergandengan dengan pupil yang normal pada sisi
yang lain, maka pupil yang miosislah yang abnormal. Miosis ini disebabkan
oleh lesi dilobus frontalis ipsilateral yang mengelola pusat siliospinal.
Hilangnya fungsi itu berarti pusat siliospinal menjadi tidak aktif sehingga
pupil tidak berdilatasi melainkan berkonstriksi.
 Saraf V : Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis
nervus trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
menguyah
 Saraf VII : Persepsi pengecapan mengalami perubahan
 Saraf VIII : Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan
biasanya tidak didapatkan penurunan apabila trauma yang terjadi tidak
melibatkan saraf vestibulokoklearis
 Saraf IX dan Xl :Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut.
 Saraf XI : Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup
baik dan tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus  dan trapezius.
 Saraf XII : Indra pengecapan mengalami perubahan
 .Sistem motorik
Inspeksi umum : Didapatkan hemiplegia  (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi
tubuh) adalah tanda yang lain. Tonus otot : Didapatkan menurun sampai
hilang.Kekuatan otot : Pada penilaian dengan menggunakan grade kekuatan
otot didapatkan grade O. Keseimbangan dan koordinasi : Didapatkan
mengalami gangguan karena hemiparase dan hemiplegia.
 Pemeriksaan reflek
 Pemeriksaan reflek dalam : Pengetukan pAda tendon, ligamentum atau
periosteum derajat refleks pada respon normal.
18

 Pemeriksaan refleks patologis : Pada fase akut refleks fisiologis sisi yag
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
 Sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipertensi persepsi adalah ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi.Disfungsi persepsivisual karena gangguan jaras
sensorik primer diantara mata dan korteks visiul.Kehilangan sensorik karena
cedera kepala dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi
dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimulasi visual, taktil dan auditorius.
4.  B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik, termasuk
berat jenis.Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat
terjadi akibat menurunnya perfusi ginjal.Setelah cedera kepala klien
mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.Kadang-kadang
kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.Selama periode
ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut.Mual dan muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan
penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat
menunjukan adanya dehidrasi.Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada
atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan
palpasi abdomen.Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada
paralitik ileus dan peritonitis.Lakukan observasi bising usus selama ± 2
19

menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yag
berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
d. Tulang  (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh
ekstremitas.Kaji warna kulit, suhu kelembapan dan turgor kulit.Adanya
perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukan adanya sianosis (ujung
kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa). Pucat pada
wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar
haemaglobin atau syok. Pucat dan sianosis pada klien yang menggunakan
ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Joundice (warna kuning)
pada klien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat penurunan
aliran darah portal akibat dari penggunaan pocked red cells (PRC) dalam
jangka waktu lama. Pada klien dengan kulit gelap.Perubahan warna tersebut
tidak begitu jelas terlihat.Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan
adanya demam dan infeksi.Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan
dekubitus.Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensorik atau paralisis/ hemiplegia, mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
e. Pengkajian “SAMPLE” :
a. S(sign and Symptomps) : tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan
klien
b. A(allergies) : alergi yang dipunyai klien
c. M (medications) : obat yang diminum oleh klien untuk mengatasi
masalah.
d. P ( Past illness) : riwayat penyakit yang di derita klien
e. L ( Last Meal) : apa makanan/ minuman terakhir dimakan atau di minum
dan kapan
f. E (event ) : pencetus? Kejadian penyebab keluahan yang dirasa oleh
klien.

f. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
20

Biasanya klien merasakan rasa tidak enak pada dada kemudian di ikuti


nyeri.
2. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan penyebab terjadinya nyeri dada bagaimana gambaran rasa
nyerinya, apakah menjalar atau tidak, ukur skala nyeri, dan kapan keluhan
dirasakan.
3. Riwayat penyakit dulu
Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit parah sebelumnya
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah keluarga klien ada yang menderita penyaki yang sama
dengan klien.

g. Pemeriksaan penunjang
a)      CT-Scan
b)     MRI
c)      Cerebral
d)     Serial EEG
e)      X-Ray
f) BAER
g)  PET :
h) CSF, Lumbal Punksi
i) ABGs
j) Kadar Elektrolit
k) Screen Toxicologi
2. Analisa data
N Symptom Etiologi problem
o
1 Do: - GCS klien Kecelakaan Ketidakefektifa
turun,gelisah n perfusi
Mual,muntah Cedera Kepala jaringan
Pupil anisokor Intra kranial serebral
TD meningkataldigin Jaringan otak rusak
- Sianosis pada (kontosio laserasi
21

kuku Perubahan autoregulasi


Ds: - keluarga Aliran darah ke otak menurun
mengatakan
klien selalu Hipoksia CO2 neningkat
gelisah dan
kadang terlihat
seperti
mengantuk
- Keluarga
mengatakan
klien selalu
memuntahka
n apa yang
dimakannya
2 Do: - terdapat banyak Kecelakaan Ketidakefektifan
secret pada jalan Cedera Kepala bersihan jalan
nafas Ektra cranial nafas
- Bunyi nafas Ck terbuka berhubungan
ngorok Ringan/berat dengan obstruksi
- Frekuensi jalan nafas
nafas >40- Terputusnya kontinuitas
50x/menit jaringan kulit
- Suhu Pendarahan hematoma
meningkat
- Klien Perubahan sirkulasi CSS
ditinggikan
kepalanya Peningkatan TIK
dan
diekstensika Medulla oblongata tertekan
n kepalanya
- Nafas tidak
teratur Nafas cepat dan dangkal
Ds : - keluarga
22

mengatakan klien
terlihat sesak nafas
- Keluarga
mengatakan
bunyi nafas
klien
terdengar
ngorok
3 Do: - KU : lemah, Kecelakaan Nyeri akut
gelisah Cedera Kepala berhubungan
- Nyeri tekan Tulang cranial dengan agen
pada kepala Terputusnya kontiniutas cidera fisik
- Klien jaringan tulang
tampak
menahan Sekresi
nyeri prostaglandir,histamine,brandik
- Skala nyeri inin, leukotrien
6
Ds: - klien mengeluh
kesakitan menahan
nyeri kepala

4. Do:- - cairan NGT Ekstra cranial Resiko infeksi


berwarna berhubungan
hijau CK Terbuka dengan imunitas
-Muntah klien port de entry
berwarna hijau mikroorganisme

Ds: -
5 Do:-pasien tampak Peningkatan TIK Ketidakseimbang
muntah an nutrisi kurang
Mual,muntah dari kebutuhan
Ds:- tubuh
23

Pasien mengatakan
mual
24

3.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien cidera kepala
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke otak.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas port de entry
mikroorganisme.
5. Ketidakseimbangn nutrisi kurang dari kebuthan tubuh
berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dengan
anoreksia.

4.Intervensi
No Diagnosa NOC NIC Rasional

1 Ketidakefektifan perfusi Setelah O: Kaji tingkat - Mengetahui


jaringan serebral dilakukan kesadaran kestabilan klien.
berhubungan dengan edema tindakan N:Tinggikan - Untuk
serebral dan peningkatan keperawatan … posisi menurunkan
tekanan intrakranial x…. jam kepala 15- tekanan
diharapkan: 30 derajat vena jugularis.
diharapkan E:Anjurkan
perfusi jaringan orang - Ungkapan
serebral kembali terdekat keluarga yang
normal untuk menyenangkan klien
Kiteria Hasil: berbicara tampak
1.     - Kien dengan mempunyai efek
melaporkan klien. relaksasi pada
tidak ada C:Kolaborasi beberapa klien
pusing atau dengan koma yang akan
25

sakit kepala dokter menurunkan TIK


2.      - Tidak terjadi dalam   - Mengurangi
peningkatan pemberian keadaan hipoksia
tekanan oksigen
intracranial
    -Peningkatan
kesadaran,
GCS ≥ 13

2 Setelah dilakuan O: Kaji -Hipoventilasi


Ketidakefektifan bersihan tindakan kecepatan, biasanya terjadi
jalan nafas berhubungan keperawatan kedalaman, atau menyebabkan
dengan obstruksi jalan nafas. selama frekuensi, akumulasi/atelekta
….x….jam irama nafas, si atau pneumonia
diharapkan pola adanya (komplikasi yang
nafas efektif sianosis dan sering terjadi
dengan Kaji suara -meningkatkan
Kriteria hasil: nafas ventilasi semua
1.      - Klien tidak tambahan bagian paru,
mengatakan (rongki, mobilisasi serkret
sesak nafas mengi, mengurangi resiko
     - Retraksi krekels). komplikasi, posisi
dinding dada N: Atur posisi tengkulup
tidak ada, klien mengurangi
dengan tidak dengan kapasitas vital paru,
ada otot-otot posisi semi dicurigai dapat
dinding dada. fowler 300 menimbulkanpening
- Pola nafas E: Anjurkan katan resiko
reguler, RR. pasien terjadinya gagal
16-24 untuk nafas.
x/menit, minum hangat -membantu
ventilasi (minimal mengencerkan
adekuat 2000 ml/hari). sekret,meningkatka
26

- bebas C: Kolaborasi n mobilisasi sekret/


sianosis terapi sebagai
dengan oksigen ekspektoran.
GDA dalam sesui indikasi -Memaksimalkan
batas bernafas dan
normal menurunkan kerja
pasien, nafas.
-   kepatenan
jalan nafas
dapat
dipertahank
an
3 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakuan O: Teliti - Mengidentifikasi
dengan agen cidera fisik tindakan keluhan karakteristik
keperawatan nyeri, catat nyeri
selama ….x…. intensitasny merupakan faktor
jam rasa nyeri a, lokasinya yang penting
dapat berkurang/ dan untuk
hilang dengan lamanya. menentukan
Kriteria Hasil: N: Catat terapi yang
1.   -   Sekala nyeri kemungkina cocok serta
berkurang 3-1 n mengevaluasi
- Klien patofisiologi keefektifan dari
mengatakan yang khas, terapi.
nyeri mulai misalnya - Memahamani
berkurang, adanya terhadap
ekspresi infeksi, penyakit yang
wajah klien trauma mendasarinya
rileks servikal. membantu dalam
  E:Berikan memilih
tindakan intervensi yang
kenyamanan, sesuai.
misal - Menfokuskan
27

pedoman kembali
imajinasi, perhatian,
visualisasi, meningkatkan
latihan rasa kontrol dan
nafas dalam, dapat meningkatkan
berikan koping.
aktivitas - Tindakan
hiburan, alternatif
kompres mengontrol nyeri
  C: Kolaborasi - Dibutuhkan
dengan untuk
pemberian menghilangkan
obat anti spasme/nyeri otot
nyeri,Sesuai atau untuk
indikasi menghilangkan
misal, ansietas dan
dentren meningkatkan
(dantrium) istirahat.
analgesik;
antiansietas
misal
diazepam
(valium

4 Resiko infeksi berhubungan Setelah O: Observasi - Deteksi dini


dengan imunitas port de dilakukan daerah kulit perkembangan
entry mikroorganisme tindakan yang infeksi
keperawatan mengalami memungkinkan
selama … kerusakan, untuk melakukan
x….jam kaji tindakan dengan
diharapkan tidak keadaan luka, segera dan
ada resiko catat adanya pencegahan
28

infeksi dengan kemerahan, terhadap


Kiteria Hasil: bengkak, komplikasi
1.      - Bebas tanda- pus daerah selanjutnya,
tanda infeksi, yang monitoring
Mencapai terpasang adanyainfeksi.
penyembuhan alatinvasi - Cara pertama
luka tepat dan TTV untuk
Waktu N: Berikan menghindari
-Suhu tubuh perawatan nosokomial
dalam batas aseptik dan infeksi,
normal (36,5- antiseptik, menurunkan
37,5OC) pertahankan jumlah kuman
teknik cuci pathogen
tangan - Meningkatkan
E:Anjurkan imun tubuh
klien untuk terhadap infeksi
memenuhi -Menekan
nutrisi dan pertumbuhan kuman
hidrasi yang pathogen
adekuat.
C: Kolaborasi
pemberian
atibiotik sesuai
indikasi.
5 Ketidakseimbangan nutrisi setelah O: kaji intake -untuk mengetahui
kurang dari kebutuhan tubuh dilakukan nutrisi pasien status nutrisi pasien
berhubungan dengan tindakan asuhan N: beri pasien -untuk memberikan
peningkatan TIK ditandai keperawatan diit asupan nutrisi
dengan anoreksia selama E: anjurkan -untuk menambah
….x….jam pasien untuk nutisi pada tubuh
diharapkan makan pasien
nutrisi pasien sedikit tapi
seimbang sering
29

dengan kriteria C: Kolaborasi -untuk pemberian


hasil. dengan ahli nutrisi
-adanya gizi dalam
peningkatan pemberian
berat badan nutrisi
sesuai dengan
tujuan
-mampu
mengidentifikasi
kebutuhan
nutrisi
-tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
-tidak terjadi
penurunan berat
badan

5.Implementasi
Dalam tahap ini akan dilaksanakan tindakan yang disesuaikan dengan
rencana keperawatan.
6.Evaluasi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
aliran darah ke otak.
-tidak ada pusing atau sakit kepala
 -Tidak terjadi peningkatan tekanan intracranial
.- Peningkatan kesadaran, GCS ≥ 13
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas.
- Klien tidak mengatakan sesak nafas
30

-Retraksi dinding dada tidak ada, dengan tidak ada otot-otot dinding
dada.
-Pola nafas reguler, RR. 16-24 x/menit, ventilasi adekuat
- bebas sianosis dengan GDA dalam batas normal pasien,
-   kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
-Sekala nyeri berkurang 3-1
- Klien mengatakan nyeri mulai berkurang, ekspresi wajah klien rileks
4. Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas port de entry
mikroorganisme.
-Bebas tanda-tanda infeksi, Mencapai penyembuhan luka tepat
Waktu
-Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5O)
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan TIK ditandai dengan anoreksia.
-Nutrisi seimbang
- tidak ada tanda-tanda malnutrisi
31

2.2 Konsep Dasar Penyakit Sroke/CVA


2.2.1 Definisi Stroke/CVA
Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki
karakteristik tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan atau global yang
berkembang dengan cepat. Adanya gangguan fungsi sereberal dengan
gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam atau menimbulkan kematian
tanpa terdapatpenyebab selain yang berasal dari vesikuler (Christanto,
dkk,2014).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah kebagian otak.Stroke atau cedera serebrovaskular
adalah masalah neurologik primer di Amerika Serikat dan di dunia.
(Brunner dan Suddarth, 2012).
2.2.2 Epidemiologi
Stroke adalah penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Berdasarkan data WHO, di
seluruh dunia tahun 2002 diperkirakan 5,5 juta orang meninggal akibat
stroke. Di Asia khususnya Indonesia kasus stroke menduduki peringkat
pertama, setiap tahun diperkirakan 500 ribu orang mengalami serangan
stroke. Sekitar 28,5% klien dengan penyakit stroke di Indonesia meninggal
dunia dan diperkirakan tahun 2020 penyakit jantung dan stroke menjadi
penyebab utama kematian di dunia ( Yayasan Stroke Indonesia, 2009).
Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2011 adalah
0,03% sama dengan angka tahun 2010. Prevalensi tertinggi tahun 2011
adalah di Kota Magelang sebesar 1,34%. Sedangkan prevalensi stroke non
hemoragik pada tahun 2011 sebesar 0,09%, sama dengan prevalensi tahun
2010. Prevalensi tertinggi adalah di Kota Magelang sebesar 3,45%
(Depkes Jateng, 2011).
Dari hasil observasi di instalasi Gawat Darurat RSUD Sragen dari
tanggal 2-28 juli 2012, penyakit stroke hemoragik merupakan penyakit
yang jumlah kasusnya mencapai 41,5% dari 53 kasus gangguan
cerebrovaskuler dan 2,89% dari 1833 kunjungan pasien di IGD selama
1bulan.
32

2.2.3 Klasifikasi
Stroke di bagi menjadi dua yaitu stroke iskemik 70 – 80 % dan
hermoragik (20 – 30%).Stroke isemik terjadi ketika pembuluh darah ke
otak mengalami sumbatan.Stroke hermoragik terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah yang menuju ke otak.Stroke iskemik di bagi menjadi 2
yaitu sumbatan akibat thrombus dan sumbatan akibat emboli. Stroke
perdarahan di bagi menjadi 2 yaitu stroke perdarahan intraserbal ( pada
jaringan otak ) dan stroke perdarahan subarachoid( di bawah jaringan
pemungkus otak). (Christanto, dkk. 2014).
Gambar 1 : Stroke Hemoragik
Gambar 2 : Stroke Iskemik

2.2.4 Patofisiologi
a) Etiologi
1. Trombus Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehinnga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti disekitarnya.
2. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara.Emboli menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis.
3. Iskemia
Penurunan aliran darah ke area otak.
b) Proses
Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak
aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari
33

pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak yang secara
perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus.

Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa
hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan
pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan
mengalami kekurangan nutrisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami
kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis lalu asidosis
akan mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk ke dalam sel otak dan
kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat. Kemudian
kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas sehingga terjadi
perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami defisit
neurologis lalu mati (Esther, 2010).

Ketidakefektifan perfusi jaringan yang disebabkan oleh trombus dan


emboli akan menyebabkan iskemia pada jaringan yang tidak dialiri oleh darah,
jika hal ini berlanjut terus-menerus maka jaringan tesebut akan mengalami
infark. Dan kemudian akan mengganggu sistem persyarafan yang ada di tubuh
seperti : penurunan kontrol volunter yang akan menyebabkan hemiplagia atau
hemiparese sehingga tubuh akan mengalami hambatan mobilitas, defisit
perawatan diri karena tidak bisa menggerakkan tubuh untuk merawat diri
sendiri, pasien tidak mampu untuk makan sehingga nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Defisit neurologis juga akan menyebabkan gangguan
pencernaan sehingga mengalami disfungsi kandung kemih dan saluran
pencernaan lalu akan mengalami gangguan eliminasi. Karena ada penurunan
kontrol volunter maka kemampuan batuk juga akan berkurang dan
mengakibatkan penumpukan sekret sehingga pasien akan mengalami
gangguan jalan nafas dan pasien kemungkinan tidak mampu menggerakkan
otot-otot untuk bicara sehingga pasien mengalami gangguan komunikasi

verbal berupa disfungsi bahasa dan komunikasi.

c) Manifestasi Klinis
1. Hipertensi
2. Gangguan motoric
34
7

Disfungsi motoric paling umum adalah hemirolegial paralis pada


salah satu sisi dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfugia.
3. Gangguan sensori
4. Gangguan komunikasi verbal
a. Nyeri kepala
b. Vertigo
c. Penurunan kesadaran
d. Proses kencing terganggu
e. Gangguan daya ingat
( Misbach,2011)
d) Komplikasi
1. Hipoksiaserebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Luasnya area cidera
4. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian thrombus lokal.
( Misbach, 2011 )
35

2.2.5 Pathway Kecelakaan Trauma benda tajam


Benturan
dan tumpul

Cedera Kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

CK terbuka Resiko
Infeksi Terputusnya Jaringan otak rusak
kontinuitas jaringan (kontosio laserasi
Ringan Berat tulang

Perubahan autoregulasi
Terputusnya Sekresi
kontinuitas prostaglandin,histamine,
jaringan kulit brandikinin,leukotrien, Aliran darah ke otak
(ringan/berat) ,otot menurun
dan vaskuler
Nyeri akut
Hipoksia CO2
Pendarahan hematoma

Ketidakefektifan perfusi
Perubahan sirkulasi CSS
jaringan serebral
Mual muntah Peningkatan TIK

Ketidakseimbangan
Herniasi unkus
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Medulla oblongata Nafas cepat dan Pola Nafas


tertekan dangkal tidak efektif
36

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


- Elektrokar diografi
- Laboratorium ( Kimia darah, Fungsi ginjal hemotologi, hemastosi,
gula darah, unilasis, analisi gas darah, dan elektrolit.
- Foto toraks untuk melihat adanya gambaran kardiomegati sebagi
penanda adanya hipertensi untuk fakta resiko stroke
- CT scan / MRI, gambaran hipodens / hipoitens di dapatkan pada
stroke isemik dan hiperdens / hipertens pada stok hemarogik pada tiwi
- Trascranial dopler (TCD) dan doppler karotis antara lain untuk
melihat adanya penyumbatan dan patensi dinding pembuluh darah
sebagai resiko stock
- Analis cairan serebrospinal jika di pelukan
(Christanto, dkk. 2014)
2.2.7 Penatalaksanaan Medis
Menurut American Stroke Association (1998), menjelaskan bahwa
golden periode terapi atau penanganan pasien dengan stroke adalah enam jam.
Penanganan sebelum enam jam dapat mengatasi gangguan iskemia secara
reversible. Manajemen dari stroke thrombosis akut berupa :
1. Trombolisis Intravena
Terapi ini bertujuan untuk rekanalisasi pembuluh darah yang tersumbat secara
cepat. Penelitian stroke oleh The National Institute of Neurological Disorder
and Stroke (NINDS) mengenai rekombinan tissue plasminogen activator
(rTPA), menunjukkan pemberian Rtpa memberikan manfaat yang berarti pada
pasien dengan stroke akut (Smith et al.,2008)
2. Terapi Antitrombosis
Terapi antitrombosis dapat berupa inhibisi platelet dan antikoagulasi.Aspirin
merupakan satu-satunya antiplatelet yang terbukti efektif untuk terapi akut
untuk stroke thrombosis.
3. Mempertahankan tekanan perfusi yang adekuat
Tata laksana ini dilakukan dengan cara mengontrol tekanan darah arterial
secara ketat, menstabilkan parameter kardiovaskuler seperti hidrasi adekuat,
37

terapi aritmia atau gagal jantung secara bermakna, dan pencegahan proses
metabolic patologis yang menggunakan oksigen dan energy seperti
hiperglikemia dan deman. (baehr et al., 2007)
4. Neuroproteksi
Neuroproteksi adalah konsep terapi yang memperpanjang toleransi otak
terhadap iskemik.Obat yang menghentikan jalur eksitasi asam amino telah
dibuktikan dapat melindungi neuron dan gila pada hewa, tetapi belum
pernah ada bukti penelitian tersebut berhasil pada manusia. (Smith et al
2011).
2.2.8 Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan pada Stroke/CVA
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1. Airway : Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan
napas.
2. Breathing : Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan,
irama pernapasan, tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu
pernapasan, pernapasan cuping hidung.
3. Circulation: Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler
refill.
4. Disability :Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
5. Exposure :Suhu, lokasi luka.
b. Pengkajian Sekunder
1) Data pasien :nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat
rumah,tanggal masuk rumah sakit.
2) Data penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat
rumah dan hubungan dengan pasien.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian “SAMPLE” :
g. S(sign and Symptomps) : tanda dan gejala yang diobservasi dan
dirasakan klien
h. A(allergies) : alergi yang dipunyai klien
38

i. M (medications) : obat yang diminum oleh klien untuk mengatasi


masalah.
j. P ( Past illness) : riwayat penyakit yang di derita klien
k. L ( Last Meal) : apa makanan/ minuman terakhir dimakan atau di
minum dan kapan
l. E (event ) : pencetus Kejadian penyebab keluahan yang dirasa oleh
klien.
4) Data pemeriksaan fisik
a) Keadaaan umum:
Kesadaram :
GCS(Glascow Coma Scale) : Eye, Verbal, Motorik
 Eye (penilaian maksimal 4)
4 : spontan
3 : dengan perintah
2 : rangsangan nyeri
1 : no respon
 Verbal (penilaian maksimal 5)
5: tidak ada disorientasi
4 : bicara tidak jelas
3: kata tidak jelas
2 : mengarang
1 : no respon
 Movement (penilaian maksimal 6)
6 : memenuhi perintah
5 : mengetahui lokasi nyeri
4 : menghindari rasa nyeri ( rangsangan)
3 :menghindari reaksi pleksi abnormal
2 : menghindari ekstensi abnormal
1 : no respon
Tingkat kesadaran :
7) Compos mentis (sadar penuh) nailainya : 15-14
8) Apatis (acuh tak acuh) nilainya : 12-13
39

9) Delirium ( membrontak/mengamuk) nilai : 9-11


10) Somnolen (mau tidur saja) nilai : 7-8
11) Stupor (semikoma, keadaan yang menyerupai koma) nilai 4-6
12) Koma ( keadaan kesadaran yang hilang sama sekali) nilai 3
5) Pemeriksaan fisik ( Head To Toe )
1. Kulit/integument :
a. Inspeksi ( Lesi,warna )
b. Paloasi ( tekstur, kelembaban, edema)
2. Kepala
a. Inspeksi ( bentuk, warna, kebersihan )
b. Palpasi ( ukuran )
3. Kuku
a. Inspeksi ( ketebalan, warna )
b. Palpasi ( sirkulasi )
4. Mata/penglihatan
a. Inspeksi (bentuk, sclera, konjungtiva)
b. Palpasi ( adanya peradangan )
5. Hidung
a. Inspeksi (bentuk, polif )
b. Palpasi ( adanya peradangan )
6. Telinga
a. Inspeksi ( bentuk, posisi )
b. Palpasi (adanya peradangan )
7. Mulut dan Gigi
a. Inspeksi ( bentuk, warna )
b. Palpasi ( adanya peradangan )
8. Leher
a. Inspeksi ( bentuk, kekakuan )
b. Palpasi (pembengkakan kelenjar tiroid,tekanan vena jugularis )
9. Dada
a. Inspeksi (bentuk, pola nafas )
b. Palpasi (letak atau posisi )
40

c. Perkusi ( mengetuk bagian dada)


d. Auskultasi ( bunyi atau irama )
10. Abdomen
a. Inspeksi (bentuk)
b. Palpasi ( meraba adanya hepar)
c. Perkusi (mengetuk bagian abdomen )
d. Auskultasi ( mendengar bising usus)
11. Genetalia
a. Inspeksi (kebersihan )
b. Palpasi ( pembengkakan )
12. Extremitas atas dan bawah
a. Inspeksi ( bentuk, gerak )
b. Palpasi ( nyeri tekan )
41

2. Analisa Data
No Analisa data Etiologi Problem
1. DS : 1. Keluarga pasien Thrombus serebral Ketidak efektifan
mengatakan Emboli perfusi jaringan
setengah badan Iskemia serebral
pasien tidak dapat
Penurunan suplai
digerakkan. darah ke otak
2. Keluarga pasien
mengatakan Hipoksia serebral

pasien sering Infark jaringan ke


kebingungan. otak

DO:1.Pasien tampak
tidak dapat Ketidakefektifa
menggerakkan n perfusi
setengah badan. jaringan serebral
2. Pasien tampak
kebingungan.

2. DS : 1. Pasien kerusakan gerak Hambatan


mengatakan sulit motoric di lobus Mobilitas Fisik
bergerak secara frontalis
normal.
2. pasien hemiparesis
mengatakan hemiplagia
pergerakan
dibantu keluarga. Hambatan
DO : 1. Pasien tampak Mobilitas
susah untuk Fisik
bergerak.
2. Pergerakan
pasien tampak
dibantu keluarga.
3. DS: 1. Pasien mengatakan gangguan saraf Ketidakefektifan
sesak nafas. otonom pola nafas

DO: 1. Pasien tampak kekuatan otot


sesak pernafasan

dyspnea
42

ketidakefektif
an pola nafas

4. DS : Pasien mengatakan Mobilitas menurun Resiko kerusakan


hanya berbaring integritas kulit
saja. Tirah baring lama
DO : Kulit pasien tampak
lembab, integritas Resiko
kulit buruk. kerusakan
integritaskulit
5. DS : Keluarga pasien Kelemahan pada Gangguan menelan
mengatakan susah nervus
menelan
DO : Pasien tampak makan Kemampuan otot
habis /4 porsi. mengunyah

Gangguan
menelan

6. DS : keluarga paasien kemampun otot Ketidakseimbangan


mengatakan tidk mengunyah tubuh kurang dari
nafsu makan karna kebutuhan tubuh.
susah menelan. suplai makanan
DO : Pasien makan hanya menurun
habis /4 porsi.
Ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh

3. Diagnosa
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral b/dpenurunan suplay O2 darah
ke otak.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurologis.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan mobilitas menurun.
43

5. Gangguan menelan berhubungan dengan penurunan otot mengunyah.


6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan suplai makanan.

4. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Rasional
Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Ketidak NOC : NIC :
efektifan 1. Circulation status. 1. Peripheral
perfusi 2. Tissue perfusion: sensation
jaringan
cerebral. management
serebral b/d
penurunan Setelah dilakukan -Untuk
suplay O2 tindakan asuhan O : Observasi K/U mengetahui
darah ke otak keperawatan pasien dan TTV status tekanan
selama ...x... jam di pasien. intrakranial
harapkan pasien.
menunjukkan fungsi
sensori motoric N: Berikan posisi -Untuk
cranial yang utuh semi fowler. memberikan
dengan kriteria rasa nyaman
hasil : E : Anjurkan pada pasien.
3. tingkat kesadaran keluarga pasien -Untuk
membaik untuk menjaga menjaga
ketenangan ketenangan
4. tidak ada
lingkungan dan kenyaman
gerakan-gerakan pasien. pasien.
involunter C :Kolaborasi
dengan dokter
5. tekanan darah
dalam -Untuk
dalam batas pemberian O2. mempertahank
normal an keefektifan
perfusi
jaringan yang
menuju ke
otak.
44

2. Hambatan NIC : Exercaise -Untuk


mobilitas NOC : Body therapy: menegtahui
fisik b/d Mechanic Ambulation keadaan
kerusakan Performance O : -Monitor TTV umum pasien
neuromuskula pasien dan
Setelah dilakukan
r -Kaji perkembanaga
tindakan asuhan
kemampuan n pasien.
keperawatan
pasien dalam -Untuk
selama ..x…jam
bergerak. memenuhi
diharapkan
kebutuhan
kekakuan otot tidak
N : Bantu pasien dasar pasien
terjadi dengan
memenuhi
kriteria hasil:
kebutuhan -Untuk
1. fleksibilitas sendi dasarnya untuk melatih otot
bergerak. dan sendi px
dapat
E: Ajarkan pasien agar tidak
dipertahankan. teknik kaku.
2. otot tidak mobilisasi dan
cara merubah -Untuk
mengalami
posisi. mencegah
atrepi. C : Kolaborasi komplikasi
3. Otot tidak dengan lanjutan.
fisioterapi untuk
mengalami
pemberian
kontraktur. terapi
45
19

3. Ketidakefekti NIC : Airway


fan pola nafas NOC : -Respiratory : management
b/d gangguan ventilation. O : Monitor -Untuk
neurologis. respirasi dan memastikan
–Respiratory
status O2. kekuatan O2
status:
Airway
N : -Berikan pasien -Untuk
patency.
posisi mempermuda
–Vital sign semifowler. h pasien
status. -Ukur TTV tiap bernafas.
2jam.
Setelah dilakukan E : Ajarkan batuk -Untuk
tindakan efektif. mengeluarkan
keperawatan secret.
selama ..x..jam
diharapkan pola C : Kolaborasi -
nafas pasien efektif dengan dokter Memaksimalk
dengan kriteria hasil: untuk an Kekuatan
pemberian O2.
-TTV rentan normal terapi O2.

-Tidak ada suara


nafas tambahan.

4. Resiko NIC : Pressure


kerusakan NOC: Tissue Management
integritas integrity: O : Monitor kuliat -Untuk
kulit b/d Skin and akan adanya mengetahui
mobilitas Mucous, kemerahan, adanya lesi
menurun Membranes, luka/lesi. pada kulit.
Hemodyalisis
akses. N : -Mobilisasi -Untuk
pasien setiap menghindari
Setelah dilakukan
2jam sekali. terjadinya lesi
asuhan keperawatan
-oleskan lotion akibat
selama..x..jam
atau tekanan yang
diharapkan tidak ada
minyak/babyoil lama.
lesi/luka pada kulit.
20
46

pada daerah
Dengan kriteria hasil yang tertekan.
: E: Anjurkan pasien -Untuk
untuk memakai menghindari
1. Perfusi jaringan
baju longgar. terjadinya
kulit baik. luka baring.
2. Integritas kulit C: Kolaborasi -Untuk
dengan dokter mengetahui
yang baik
untuk salep yang
dipertahankan. pemberian cocok untuk
salep. kulit pasien

5. Gangguan NIC: Aspiration -Untuk


menelan b/d Setelah dilakukan Precautions. mempermudah
penurunan tindakan O : Monitor tingkat melakukan
otot keperawatan kesadaran dan tindakan
mengunyah selama..x..jam kemampuan -Agar
diharapkan menelan kebutuhan
kemampuan N : Bantu pasien pasien
menelan adekuat. dalam makan terpenuhi
Dengan kriteri hasil: dan minum -Untuk
mempermudah
1.Tidak ada
E : Anjurkan pasien menelan
kerusakan otot untuk
makan makanan -Untuk
mengunyah/menelan
yg lembek pemberian
2.Dapat menelan C : Kolaborasi dien yang
dengan baik. dengan ahli gizi seimbang
pemberian diet
6. Ketidakseimb NIC : Nutrition -Untuk
angan Nutrisi NOC : Nutritional Management mengetahui
Kurang dari status O : Kaji intake dan kebutuhan
Kebutuhan output nutrisi pasien.
Setelah dilakukan
tubuh b/d pasien -Agar pasien
tindakan
penurunan dan keluarga
keperawatan
suplai N : Berikan mengetahui
selama..x..jam
makanan informasi kebutuhan
diharapkan Nutrisi
kebutuhan nutrisi px
pasien terpenuhi
nutrisi -Untuk
dengan kriteria hasil:
memenuhi
1.Tidak ada E : Anjurkan pasien kebutuhan px
penurunan berat makan sedirkit sedikit demi
badan tapi sering sedikit
47

-Untuk
2.Tidak ada tanda- mengurangi
tanda malnutrisi C : Kolaborasi ketidakseimba
dengan ahli gizi ngan nutrisi.
untuk
pemberian diet

5. Implementasi
Tahap Proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi
tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Implementasi dapat diterepkan
sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan
6. Evaluasi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/dpenurunan suplay O2 darah
ke otak.
- Masalah teratasi
2. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular
- Masalah teratasi
3. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan secret.
- Masalah teratasi
4. Resiko kerusakan integritas kulit b/d mobilitas menurun
- Masalah teratasi
5. Gangguan menelan b/d penurunan otot menelan
- Masalah teratasi
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan
suplai makanan
Masalah teratasi
48

2.3 Konsep Dasar Penyakit AMS


2.3.1 Definisi AMS
Altered mental status atau penurunan kesadaran adalah keadaan
dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga atau tidak terbangun
secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal
terhadap stimulus.Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai
keadaan dimana seseorang mengenal atau mengetahui tentang dirinya
maupun lingkungannya. (Padmosantjojo, 2011)
Penurunan kesadaran merupakan salah satu kegawatan neurologi
yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final
common pathway ” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan
sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian.
Sehingga, apabila terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda
disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh
fungsi tubuh.
Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah
yaitu :
a. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh
asupan dari panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh
rangsangan baik dari luar maupun dalam.
b. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan
dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit
bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
c. Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru
membuka mata atau bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa
gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
d. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya
dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
49

e. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam
hal membuka mata, bicara maupun reaksi motorik
2.3.2 Epidemiologi
Prevalensi dan insiden dari koma dan gangguan kesadaran sulit
untuk ditentukan secara pasti,mengingat luas dan beragamnya factor
penyebab dari koma. Laporan rawat inap nasional dari inggris tahun 2002-
2003 melaporkan bahwa 0,02% (2.499) dari seluruh konsultasi rumah
sakit disebabkan oleh gangguan terkait dengan koma dan penurunan
kesadaran, 82% dari kasus tersebut memerlukan rawat inap dirumah sakit.
Koma juga nampaknya banyak lebih banyak dialami oleh pasien usia
paruh baya dan lanjut usia, dengan trata-rata usia rawat inap untuk koma
adalah 57 tahun pada laporan yang sama. Hasil lain dilaporkan oleh dua
rumah sakit daerah Boston, Amerika Serikat, dimana koma diperkirakan
menyebabkan hamper 3% dari seluruh diagnosis masuk rumah sakit.
Penyebab yang paling banyak dari laporan tersebut adalah alkoholisme,
trauma serebri dan stroke, di mana ketiga sebab tersebut menyebabkan
kurang 82% dari semua admisi.
2.3.3 Klasifikasi
Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa
disertai kelainan fokal/ lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk;
gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/ lateralisasi disertai
dengan kaku kuduk dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan
fokal.
a. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk :
1.Gangguan iskemik
2.Gangguan metabolik
3.Intoksikasi
4.Infeksi sistemis
5.Hipertermia
6.Epilepsi
50

b.Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku


kuduk :
1.Perdarahan subarakhnoid
2.Radang selaput otak
3.Radang otak
c.Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal :
1.Tumor otak
2.Perdarahan otak
3.Infark otak
4.Abses otak
2.3.4 Patofisiologi
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks
secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula
disebabkan oleh gangguan ARAS (ascending reticular activing system) di
batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus
maupun mesensefalon.Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri
kemungkinan – kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan
istilah “ SEMENITE “ yaitu :
1. S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung
2. E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis
yangmungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
3. M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum
4. E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.
5. N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis
6. I : Intoksikasi
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
51

7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan
epidural,perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.
8. E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni
gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan
isi (kualitas,awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat
mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi
supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran. Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang
berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating
System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang
melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending
Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian atau network
system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu
diensefalon melalui brain stemsehingga kelainan yang mengenai lintasan
ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon
menuju ke subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan
penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada ARAS
antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan gamma
aminobutyric acid (GABA).
Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks
serebri termasuk ingatan, berbahasa dan kepintaran (kualitas), dengan
ascending reticular activating system (ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai
dari pertengahan bagian atas pons. ARAS menerima serabut-serabut saraf
kolateral dari jaras-jaras sensoris dan melalui thalamic relay nuclei
dipancarkan secara difus ke kedua korteks serebri. ARAS bertindak
sebagai suatu off-on switch, untuk menjaga korteks serebri tetap sadar
(awake). Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini
52

merupakan kelainan yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu


respon primitif yang merupakan manifestasi rangkaian inti-inti di batang
otak dan serabut-serabut saraf pada susunan saraf. Korteks serebri
merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana kedua
korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap lingkungan atau
input-input rangsangan sensoris,hal ini disebut juga sebagai awareness.
Adapun gejala klinis dari penurunan kesadaran yaitu Penurunan kesadaran
secara kwalitatif, GCS kurang dari 13, sakit kepala hebat, muntah proyektil,
asimetris pupil, reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negative,
demam, gelisah, kejang, retensilender/sputum di tenggorokan, retensi atau
inkontinensia urin, hipertensi atau hipotensi, takikardi atau
bradikardi,takipnu atau dyspnea, edema lokal atau anasarka, sianosis, pucat
dan sebagainya.
Komplikasi yang muncul dapat meliputi edema otak dimana dapat
mengakibatkan peningkatan TIK sehingga dapat menyebabkan
kematian,selain edema otak hipoksia sering terjadi karena edema paru atau
radang paru akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler di
jaringan intersisial atau alveoli dan kelainan asam basa hampir selalu terjadi
alkaliosis respiratorik hiperventilasi, sedangkan alkaliosis metabolic terjadi
akibat hipokalemi. Asidosis metabolic dapat terjadi karena penumpukan
asam laktat atau asam organic lainnya akibat gagal ginjal., gangguan
sirkulasi pada tahap akhir dapat terjadi hipotensi, bradikardi maupun henti
jantung
53

2.3.5 Pathway
Etiologi AMS

Sirkulasi,ensefalitis,metabolic,elektrolit,
neoplasma,intoksikasi,trauma,epilepsi

Gg. struktural Gg. metabolik

Kelainan di ARAS Multifactor

TIK meningkat Kegagalan organ


Gangguan Perfusi
jaringan serebral
Gangguan Perfusi Hipoventilasi
serebral

Penurunan kesadaran
Gangguan
Pertukaran gas
Pernafasan terganggu

Secret terakumulasi

Bersihan jalan
nafas tidak efektif
54

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab
penurunan kesadaran yaitu :
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea
darah (BUN), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton
serum, alcohol, obat-obatan dan analisa gas darah (BGA).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3. PET (Positron Emission Tomography)
Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor
otak
4. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi
arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang
disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral
yang luas dan neoplasma.
8. EEG (elektroensefalography)
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses,
jaringan parut otak, infeksi otak
9. EMG (Elektromiography)
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit
lain.
2.3.7 Penatalaksanaan Medis
Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan
akurat, pengobatan dilakukan bersamaan dalam saat
55

pemeriksaan.Pengobatan meliputi dua komponen utama yaitu umum dan


khusus.
Umum
a.Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit
ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan
intrakranial yang meningkat.
b.Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan
trakeobronkhial, pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada,
lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada cairan.
c Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai
dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.
d.Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan
elektrokardiogram (EKG).
e.Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah
aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin
100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya
overdosis opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10
menit sampai kesadaran pulih (maksimal 2 mg).
Khusus pada herniasi
a.Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30
mmHg.
b.Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama
10-20
menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.
c.Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10
mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.
d. Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti
epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.

2.3.8 Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan pada AMS


56

1.Pengkajian

A.Primary Survey

1) Airway

Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas, terjadi penurunan


kesadaran, suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll,
penggunaan otot-otot bantu pernafasan, gelisah , sianosis, kejang, retensi
lendir / sputum di tenggorokan, suara serak, batuk.

2) Breathing

Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll,sianosis,


takipnu, dispnea, hipoksia, panjang pendeknya inspirasi
ekspirasi,Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur.

3) Circulation

Takipnu, hipotermi, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill,


produksi urin menurun, nyeri, pembesaran kelenjar getah bening,Tekanan
darah dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

4) Disability

Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap


nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.
Adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah ;

a. A (alertness) : sadar penuh, respon bagus

b. V (verbal) : voice respon, kesadaran menurun, berespon terhadap suara

c. P (pain) : pain respon, kesadaran menurun, tidak berespon terhadap


suara, berespon terhadap rangsangan nyeri
57

d. U (unrespons) : kesadaran menurun, berespon terhadap rangsangan


nyeri

B. Secondary Survey

1. Pemeriksaan Fisik

1. Kulit/imtegumen:

a. Inspeksi (Lesi, warna)

b. Palpasi (teksture, kelembaban, edema)

2. Kepala

a. Inspeksi (bentuk, warna, kebersihan)

b. Palpasi (Ukuran)

3. Kuku

a. Inspeksi (Ketebalan, warna)

b. Palpasi (Sirkulasi)

4. Mata/penglihatan

a. Inspeksi (Bentuk, sclera, konjungtiva)

b. Palpasi (Adanya peradangan)

5. Hidung

a. Inspeksi (bentuk, polif)

b. Palpasi (Adanya peradangan)

6. Telinga

a. Inspeksi (Bentuk, posisi)

b. Palpasi (Adanya peradangan)


58

7. Mulut dan Gigi

a. Inspeksi (Bentuk, warna)

b. Palpasi (adanya peradangan)

8. Leher

a. Inspeksi (Bentuk, kekakuan)

b. Palpasi (Pembengkakan kelenjar tiroid, tekanan vena jugularis)

9. Dada

a. Inspeksi ( Bentuk, pola nafas)

b. Palpasi (Letak atau posisi)

c. Perkusi (Mengetuk bagian dada)

d. Auskultasi (Bunyi atau irama)

10. Abdomen

a. Inspeksi (Bentuk)

b. Palpasi (meraba adanya hepar)

c. Perkusi ( Mengetuk bagian abdomen)

d. Auskultasi ( mendengar bisisn usus )

11. Genetalia

a. Inspeksi (Kebersihan)

b. Palpasi (Pembengkakan)

12. Extremitas atas dan bawah

a. Inspeksi (Bentuk, gerak)

b. Palpasi (Nyeri tekan)


59

2. SAMPLE

S (Sign and Symptom) :tanda gejala yang diobservasi dan dirasakan klien

A (Allergies) : adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,


makanan.

M (Medications) :obat-obatan yang diminum klien dalam mengatasi masalah

P (Pertinent medical) : riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah


diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal.

L (Last meal) : obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian,

E (Events) : hal-hal yang bersangkutan dengan sebab keluhan (kejadian yang


menyebabkan adanya keluhan utama).

3.Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Biasanya pasien dengan penurunan kesadaran GCS kurang dari 13, sakit
kepala hebat, asimetris pupil, reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau
negative, demam, gelisah,atau hipotensi, takikardi atau bradikardi,takipnu
atau dyspnea, pucat

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Tanyakan pada keluarga pasien penyebab dari penurunan kesadaran apakah


karena penyakit cedera kepala,kejang atau factor lain

c.Riwayat Penyakit Terdahulu

Tanyakan pada keluarga apakah pasien pernah mengalami penyakit ini


sebelumnya atau penyakit lain yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran pada pasien

d.Riwayat kesehatan Keluarga


60

Tanyakan apakah ada salah satu dari keluarga pasien pernah mengalami
penyakit yang seperti pasien alami

4.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium darah, CT Scan, PET (Positron Emission


Tomography), SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography), MRI,
Angiografi serebral, Ekoensefalography, EEG (elektroensefalography), EMG
(Elektromiography)

2.Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem


1 Ds : - stroke,epilepsi Gangguan
Do : Warna kulit pasien perfusi
pucat jaringan
Gg. Structural serebral

Kelainan di ARAS

TIK meningkat

Gg. Perfusi serebral

2 Ds : keluarga Gg. Metabolic Gangguan


mengatakanpasien merasa pertukaran
sesak,letih. gas
Do : Pasien terlihat sulit Multifactor
bernafas

Kegagalan organ

Hipoventilasi

Gangguan pertukaran
gas
61

3 Ds : pasien mengatakan sulit Gg. Structural Bersihan jalan


bernafas karena terdapat nafas tidak
secret di jalan nafas efektif
Do : Pasien tampak sulit Kelainan di ARAS
mengeluarkan secret

TIK meningkat

Gg. Perfusi serebral

Penurunan kesadaran

Pernafasan terganggu

Secret terakumulasi

Bersihan jalan nafas


tidak efektif

3 Diagnosa keperawatan

1.Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia jaringan


ditandai dengan peningkatan TIK

2.Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-


perfusi sekunder terhadap hipoventilasi

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan


nafas oleh secret
62

4. Intervensi

No Diagnosa NOC NIC Rasional


1 Gangguan Setelah dilakukan
O : Kaji respon -Untuk
perfusi jaringan asuhan keperawatan motorik terhadap mengetahui
serebral selama..x..jam perintah perubahan
berhubungan diharapkan gangguan sederhana respon motoric
dengan hipoksia perfusi jaringan
N : tinggikan pasien
jaringan berkurang Dengan
posisi kepala 14- -Agar pasien
ditandai dengan kriteria hasil : 15 derajat merasa lebih
peningkatan - Tidak ada
E : ajarkan nyaman
TIK keluarga pasien - agar keluarga
tanda
tentang penyakit mengetahui
peningkatan yang dialami penyakit yang
pasien dialami pasien
TIK
C: Kolaborasi -Untuk
- Tanda-tanda dengan dokter pemenuhan
dalam pemberian terapi pasien
vital dalam
oksigenasi dan proses
batas normal penyembuhan
pasien
2 Gangguan Setelah dilakukan O : Kaji vital -Untuk
pertukaran gas asuhan keperawatan sign pasien mengetahui
berhubungan selama..x..jam N : Auskultasi keadaan vital
dengan diharapkan pasiendada untuk sign pasien
abnormalitas dapat mendengarkan -Agar
ventilasi-perfusi mempertahankan bunyi nafas mengetahui
sekunder pertukaran gas yang setiap jam perubahan
terhadap adekuat dengan E : anjurkan bunyi nafas
hipoventilasi keriteria hasil : relaksasi nafas - agar pasien
- Bunyi paruhdalam lebih merasa
C : kolaborasi nyaman
bersih
dengan dokter - pemenuhan
- Warna kulit dalam pemberian terapi untuk
obat sesuai pasien dan
normal
dengan indikasi mempercepat
- Pasien mampu penyembuhan
mempertahank
an pertukaran
gas yang
adekuat
3 Ketidakefektifa Setelah dilakukan O : Kaji dan -Untuk menilai
n bersihan jalan asuhan keperawatan pantau perubahan
nafas selama..x..jam pernapasan, pernafasan
berhubungan diharapkan bersihan reflek batuk dan pasien
dengan jalan nafas efektif sekresi -Membantu
63

obstruksi jalan degan kriteria hasil : N : Posisikan memaksimalkan


nafas oleh -Pasien tubuh dan kepala ekspansi paru
sekret memperlihatkan untuk -Latihan nafas
kepatenan jalan napas menghindari dalam bentuk
-Ekspansi dada obstruksi jalan efektif
simetris napas dan dilakukan agar
-Bunyi napas bersih memberikan mudah
saat auskultasi pengeluaran mengeluarkan
sekresi yang sekret yang
optimal tertanam
E :Informasikan -Mempercepat
kepada pasien proses
dan keluarga penyembuhan
tentang teknik pasien
relaksasi nafas
dalam
C: Kolaborasi
dalam pemberian
oksigenasi sesuai
dengan indikasi

5. Implementasi

Dalam tahap ini maka akan dilaksanakan tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan rencana keperawatan.

6. Evaluasi

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia jaringan


ditandai dengan peningkatan TIK
-Diharapakan tidak ada tanda- tanda peningkata TIK
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-
perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
- diharapkan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat

3.Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan


nafas oleh secret

-diharapkan bersihan jalan nafas efektif


2.4 Konsep Dasar Penyakit Kejang
64

2.4.1 Definisi Kejang


Kejang adalah gangguan sistem SSP lokal atau sistemik sehingga
kejang bukan merupakan suatu penyakit, kejang merupakan tanda paling
penting akan adanya suatu penyakit lain sebagai penyebab kejang.
(suyoto,2009)
Kejang merupakan sebuah perubahan prilaku yang bersifat
sementara dan tiba-tiba yang merupakan hasil dari aktivitas listrik yang
abnormal didalam otak. Jika gangguan aktivitas listrik ini terbatas pada
area otak tertentu, maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat parsial,
namun jika gangguan aktivitas listrik terjadi di seluruh area otak maka
dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum.\
Kejang adalah gerakan otot tubuh secara mendadak yang tidak
disadari baik dalam bentuk kronik atau tonik dengan atau tanpa disertai
hilangnya kesadaran.
2.4.2 Epidemiologi
Risiko seumur hidup trhadap terjadinya kejang umum adalah 3-4%
dengan puncak kejadian dengan pada awal kejang.Kita ketahui epilepsi
adalah salah satu penyakit tertua di dunia dan menempati urutan kedua
dari penyakit saraf setelah gangguan peredaran otak.Penyakit ini diderita
oleh kurang lebih 50juta orang dieluruh dunia. Epilepsi bertanggung jawab
terhadap 1 % dari beban penyakit global, dimana 80% beban tersebut
berada di Negara berkembang. Pada Negara berkembang di beberapa area
80-90% kasus idak menerima pengobatan sama sekali.
Secara keseluruhan insiden epilepsy pada Negara maju berkisar
antara 40-70 ksus per 100.000 orang pertahun. Di Negara berkembang
insiden, insiden berkisar antara 100-190 kasus per 100.000 orang per
tahun. Prevalensi dari epilepsy brvariasi antara 5-10 kasus per 1000 orang.
Di indonesia belum ada data yang pasti mengenai penderita
epilepsy, tetapi diperkirakan ada 1-2juta penderita epilepsy. Prevalensi
epilepsy di Indonesia adalah 5-10 kasus per 1.000 orang dan insiden 50
kasus per 100.000 orang pertahun.(Widiyanto,2009)
65

Menurut Center For Disease and Prevention (CDC) Pada tahun


2010 di AS, epilepsy mempengaruhi 2,5 juta orang. Survey dari dokter,
pelaporan diri, dan penelitian dari campuran beberapa sumber ini,
disimpulkan bahwa kejadian dan prevalensi kejang dan epilepsy, kejang
epilepsy pertama terjadi pada 300.000 orang setiap tahunnya, 120.000
orang berusia > 18 tahun, dan antara 75.000 dan 100.000 diantaranya
adalah anak-anak muda yang berusa 5 tahun yang engalami kejang
demam.Laki-laki sedikit lebih beresiko dari pada perempuan.
2.4.3 Klasifikasi
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat
badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi
dengan komplikasi prenatal berat.Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa
pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan
ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi
tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan
pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah.Bentuk klinis
kejang klonik fokal berlangsung 1 –3 detik, terlokalisasi dengan baik,
tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase
tonik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi
lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.
Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan
pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. (Lumbang
Tebing,2011
2.4.4 Patofisiologi
A. Etiologi
Kejang paling sering terlihat pada pasien kritis. Dalam sebuah
penelitian 55 pasien dengan serangan kejang onset terbaru dalam perawatan
66

intensif care unit diperoleh hasil lebih dari sepertiga kejang disebabkan oleh
gangguan metabolisme akut seperti hiponatremia, dan delapan orang pasien
diperoleh kejangya disebabkan oleh penggunaan obat antiaritmia atau
antibiotik. (Sri,201O)
Penyebab lain yang mendasari timbulnya kejang adalah6
1. Idiopatik atau timbul dari penyebab yang tidak diketahui
2. Cryptogenic atau timbul dari penyebab yang diduga yang tidak diketahui
atau tidak jelas
3. Gejala atau yang timbul dari otak yang dikenal kelainan
4. Trauma serebral dengan hilangnya kesadaran . Secara umum, tidak ada
risiko jika hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit.
5. Space Occupaying lesions a. Tumor otak b. Malformasi arteri vena (AVM)
c. Hematoma subdural d. Neurofibromatosis
6. Infeksi Cerebral : a. Bakteri atau virus meningitis.
b. Radang otak
c. Abses otak
7. Kejang demam atipikal
8. Faktor genetic, seperti kromosom yg abnormal
9. Gangguan pembuluh darah serebral, seperti : hemoragis dan trombosis
10. Asidosis hipoksia
11. Riwayat keluarga
B. Proses Penyakit
Penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksis  yang di 
hasilkan  oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui
hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksis ke seluruh tubuh akan
direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus
sebagai tanda tubuh dalam bahaya secara sistemik. Naiknya suhu
dihipotalamus, otot, kulit, dan jaringan tubuh yang lain akan di sertai
pengeluaran mediator kimia sepeti epinefrin dan prostagladin.
Pengeluaran amediator  kimia  ini  dapat  merangsang  peningkatan
potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang
perpindahan ion Natrium, ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke
67

dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikan fase depolarisasi
neuron dengan cepat sehingga timbul kejang.
Serangan  yang  cepat  itulah  yang  dapat  menjadikan  anak  mengalami 
penurunan  respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat
mengalami spasme sehingga anak beresiko terhadap injuri dan
kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasme bronkus.
Manifestasi yang terjadi pada kejang adalah sebagian besar kejang demam
terjadi dalam 24 jam pertama sakit, sering sewaktu suhu tubuh meningkat
cepat, tetapi pada sebagian anak, tanda pertama penyakit mungkin kejang
dan pada yang lain, kejang terjadi saat demam menurun.
Komplikasi Kejang adalahKerusakan sel otak, penurunan IQ pada kejang
demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral dan
Kelumpuhan
68

Mikroorganisme

Bateri bersifat Toksin

Hematogen dan Limfogen (seluruh tubuh)

Respon hipotalamus : suhu tubuh

Terjadi pengeluaran mediator kimia : epirefrn dan prostaglandin

Merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron

Merangsang ke dalam sel

Perpindahan ion pada natrium ion kalium

Fase depolarisasi neuron

Kejang

Kesadaran Gangguan peredaran darah Aktifitas otot

Hipoksia Metabolisme meningkat


Reflek
Resiko cedera
menelan Kebutuhan O2
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
Aspirasi Hipoventilasi

Ketidakefektifan
pola nafas
69

2.4.5 Pemeriksaan Penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
dengan kejang demam adalah meliputi:
a. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai
prognostik.EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga
kemungkinan terjadinya kejang yang berulang dikemudian hari.
b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang yang pertama.
c. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N <
200 mq/dl)
BUN :  Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang, Kalium
( N 3,80 – 5,00 meq/dl ), Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
2.4.6 Penatalaksanaan Medis
Saat anak mengalami Kejang hal penting yang harus kita lakukan antara lain :
1. Letakkan anak anda di lantai atau tempat tidur dan jauhkan dari benda
yang keras atau tajam
2. Palingkan kepala ke salah satu sisi sehingga saliva (ludah) atau muntah
dapat mengalir keluar dari mulut
3. Jangan menaruh apapun di mulut pasien. Anak anda tidak akan menelan
lidahnya sendiri.
4. Segera datangi rumah sakit atau dokter, terutama bila kejang terjadi saat
pertama kali
5. Beri obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal. Dosis awal : 0,3 – 0,5
mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). Bila kejang belum berhenti dapat diulang
dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
70

2.4.7 Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan pada Kejang


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primary Survey
6. Airway : Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan
napas.
7. Breathing : Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan,
irama pernapasan, tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu
pernapasan, pernapasan cuping hidung.
8. Circulation : Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan,
kapiler refill.
9.  Disability : Tingkat kesadaran, GCS.
10. Exposure : Suhu

b. Secondary Survey
6) Data pasien : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat
rumah,tanggal masuk rumah sakit.
7) Data penanggung jawab: , umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat
rumah dan hubungan dengan pasien.
8) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian “SAMPLE” :
m. S(sign and Symptomps) : tanda dan gejala yang diobservasi dan
dirasakan klien
n. A(allergies) : alergi yang dipunyai klien
o. M (medications) : obat yang diminum oleh klien untuk mengatasi
masalah.
p. P ( Past illness) : riwayat penyakit yang di derita klien
q. L ( Last Meal) : apa makanan/ minuman terakhir dimakan atau di
minum dan kapan
r. E (event ) : pencetus? Kejadian penyebab keluahan yang dirasa
oleh klien.
Data pemeriksaan fisik
a. Keadaaan umum:
71

Kesadaran :
GCS (Glascow Coma Scale) : Eye, Verbal, Motorik
1. Eye (penilaian maksimal 4)
4 : spontan
3 : dengan perintah
2 : rangsangan nyeri
1 : no respon
2. Verbal (penilaian maksimal 5)
5: tidak ada disorientasi
4 : bicara tidak jelas
3: kata tidak jelas
2 : mengarang
1 : no respon
3. Movement (penilaian maksimal 6)
6 : memenuhi perintah
5 : mengetahui lokasi nyeri
4 : menghindari rasa nyeri ( rangsangan)
3 :menghindari reaksi pleksi abnormal
2 : menghindari ekstensi abnormal
1 : no respon

Tingkat kesadaran :
13) Compos mentis (sadar penuh) nailainya : 15-14
14) Apatis (acuh tak acuh) nilainya : 12-13
15) Delirium ( membrontak/mengamuk) nilai : 9-11
16) Somnolen (mau tidur saja) nilai : 7-8
17) Stupor (semikoma, keadaan yang menyerupai koma) nilai
4-6
18) Koma ( keadaan kesadaran yang hilang sama sekali) nilai 3
b) Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing)
Inspeksi : peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Terdapat retraksi klavikula/ dada,
pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai
penuh/ tidak penuh dan kesimetrisannya.
72

Palpasi : melihat adanya kelainan pada dinding dada.


Perkusi : Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan
melibatkan trauma pada thoraks/ hematothoraks.
Auskultasi : Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi,
stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret karena penurunan tingkat kesadaran koma.
2) B2 (Blood)
Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi
jaringan dan tanda -tanda awal dari suatu syok. Pada
beberapa keadaan lain akibat dari trauma kepala akan
merangsang pelepasan antidiuretik hormon (ADH) yang
berdampak pada kompensasi tubuh untuk mengeluarkan
retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus.
Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektolit
meningkat sehingga memberikan resiko terjadinya gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada sistem
kardiovaskuler.

3) B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk menilai disfungsi
sistem persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran
klien cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat letargi,
stupor, semikomatosa, sampai koma.
4) B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan
karakteristik, termasuk berat jenis.Penurunan jumlah urine
dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi ginjal.Ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural.Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal
hilang atau berkurang.Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril.Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis
luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan,
nafsu makan menurun pada fase akut.Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
73

akibat penurunan kesadaran.Pemeriksaan rongga mulut


dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut
atau lidah dapat menunjukan adanya penurunan kesadaran
sehingga pasien tidak mampu mengontrol dirinya yang bisa
membuat luka pada area mulut.Pemeriksaan bising usus
untuk menilai ada atau tidaknya dan kualitas bising usus
harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen.Bising
usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus
dan peritonitis.Lakukan observasi bising usus selama ± 2
menit.
6) Tulang  (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan
pada seluruh ekstremitas.Adanya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik atau
paralisis/ hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
74

2. Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem


1. Ds : Klien mengatakan Kejang Ketidakefektifan
tanda biru di sekitar perfusi jaringan
bibir dan ujung jari Gangguan Peredaran
kaku Darah
Do : Klien tampak sesak
(O2 terpasang) Hypoksia

Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan
2. Ds : Keluarga Aktivitas otot Pola nafas tidak
mengatakan klien efektif
sulit bernafas Metabolisme
Do : - klien kejang / kaku
- Klien tampak sesak Kebutuhan o2
- Suhu tubuh Hypoventilasi

meningkat
Pola nafas tidak
efektif

3. Ds : keluarga Fase depolarisasi Resiko Cidera


mengatakan klien Neuron
tidak sadar / tidak
bisa di ajak
komunikasi Kejang
Do : - kesadaran
menurun ( tanda vital Kesadaran
dibawah normal )
- Klien susah menelan Resiko Cidera

3. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
hipoksia jaringan otak
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoventilasi
3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran

4. Intervensi
N Diagnosa NOC NIC Rasional
o
75

1. Ketidakefektif Sirkulasi status : Peripheral


an perfusi Setelah dilakukan Sensation
jaringan tindakan Management :
serebral keperawatan 1. Kaji - Agar
berhubungan selama ....x24 jam tingkat kesadara
dengan diharapkan :
kesadaran n kmbali
hipoksia Sirkulasi darah di
jaringan dalam otak adekuat GCS normal
Dengan kriteria 2. Atur - Agar
hasil :
posisi tidak
1. Tingkat
pasien ke terjadi
kesadaran
posisi hipoksia
yang baik
trendelenb
2. Pengukuran
rug
tanda-tanda - Agar
3. Anjurkan
vital dalam tidak
pasien
rentang terjadi
untuk
normal perfusi
memberi
jaringan
minyak
pada
bagian
yang
dirasa
- Menjaga
pusing
aliran
4. Kolaboras
oksigen
i dengan
mencuk
dokter
upi
dalam
kebutuh
pemberian
an
oksigen
pasien

2. pola napas Status Tanda Pemantauan


tidak efektif Vital : Tanda Vital :
berhubungan Setelah dilakukan 1. Observasi - Agar
dengan tindakan
76

hipoventilasi keperawatan tanda- mengeta


selama ....x24 jam tanda vital hui
diharapkan dapat
status
Menunjukkan pola
pernapasan efektif kesehata
Dengan kriteria n pasien
2. Berikan
hasil :
- Untuk
1. Tanda- pasien
memaksi
tanda vital posisi
malkan
dalam semifowle
potensial
rentang r
ventilasi
normal 3. Anjurkan
- Agar
2. Pola nafas pasien
pasien
kembali untuk
merasa
efektif beristiraha
nyaman
t
4. Kolaboras
- Menjaga
i dengan
aliran
dokter
oksigen
dalam
mencuk
pemberian
upi
oksigen
kebutuh
an
pasien

3. Risiko cidera Risk control : Pencegahan Jatuh


berhubungan Setelah dilakukan :
dengan tindakan 1. Identifikas - Unutk
penurunan keperawatan i faktor mengeta
kesadaran selama ....x24 jam
yang hui
diharapkan :
Dapat mempenga tingkat
mengendalikan ruhi cidera
faktor resiko cedera
kebutuhan pasien
77

Dengan kriteria keamanan


hasil : misalnya
1. Tidak ada
perubahan
cedera fisik.
status
mental - Menceg

2. Ciptakan ah

lingkunga terjadiny

n yang a risiko

kondusif cidera

untuk
- Agar
pasien
pasien
3. Anjurkan
merasa
keluarga
aman
untuk
dan
menemani
nyaman
pasien
-

4. Kolaboras
i dengan
terapis
untuk
latihan
ROM

5. Implementasi
Dalam tahap ini akan dilaksanakan tindakan yang disesuaikan dengan
rencana keperawatan.
6. Evaluasi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia
jaringan :
- Tingkat kesadaran yang baik
- Pengukuran tanda-tanda vital dalam rentang normal
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
78

- Tanda vital dalam rentang normal


- Pola nafas kembali efektif
3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tidak ada cedera fisik
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT/IGD/TRIAGE

Tgl/ Jam : 1 maret 2019 No. RM : 602156


Triage : - Diagnosis Medis : Stroke
Transportasi : Mobil Pribadi

Nama : Ny.PT Jenis Kelamin : perempuan


Umur : 65 Tahun Alamat : Ds. k
IDENTITAS

Agama : Hindu Status Perkawinan : kawin


Pendidikan : Sma Sumber Informasi : keluarga
Pekerjaan : Pedagang Hubungan : suami
Suku/ Bangsa : Indonesia
Triage :
RIWAYAT SAKIT & KESEHATAN

Keluhan Utama : Pasien mengeluh Lumpuh pada


sisi kiri badan, seperti rasa yang sangat berat pada bagian badan
kiri.
Mekanisme Cedera (Trauma) : Pada saat di rumah pasien
mengatakan pada keluarganya kalu badannya pada bagian kiri
terasa sangat berat dan lemas, sehingga pada akhirnya pasien di
bawa ke rumah sakit oleh keluarganya

Sign/ Tanda Gejala :


a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau
hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan
(biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa

79
Allergi : tidak ada
Medication/ Pengobatan : Pasien pernah minum obat-obatan
sebelumnya

Past Medical History : klien memiliki penyakit


Hipertensi, Jantung,.
Last Oral Intake/Makan terakhir: sebelum kejadian klien sempat
sarapan jajan dan segelas kopi.
Event leading injury : tidak ada

Penggunaan Cervikal Collar : tidak ada.

Jalan Nafas :  Paten


Obstruksi : Tidak Ada
Suara Nafas : tidak ada
AIRWAY

Keluhan Lain: Klien mengatakan nyeri pada kepala dan terasa


pusing

Masalah Keperawatan:
1. gangguan perfusi selebral

:  Spontan
BREATHING

Nafas

Gerakan dinding dada:  Asimetris

Irama Nafas :  Cepat

Pola Nafas :  Tidak Teratur

Jenis :  dipsnea

Suara Nafas :  Vesikuler


Sesak Nafas : TidakAda

Cuping hidung :  Tidak Ada

Retraksi otot bantu nafas :  Tidak Ada

80
Pernafasan :  Pernafasan Dada
RR : 30 x/mnt
Keluhan Lain: tidak ada

Masalah Keperawatan:
1. Resiko bersihan jalan napas tidak efektif

Nadi :  Teraba
Tekanan Darah : 180/100 mmHg

Pucat :  Ya

Sianosis :  Tidak

CRT : > 2 detik

Akral :  Hangat  S: 38 C
CIRCULATION

Pendarahan :  Tidak Ada


Lokasi: -
Jumlah :-

Turgor :  Lambat

Diaphoresis: Tidak
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: Tidak Ada
Keluhan Lain: tidak ada

Masalah Keperawatan:
1. Resiko Ketidakseimbangan Volume Cairan

81
Kesadaran:  apatis

GCS :  Eye : 4  Verbal : 2  Motorik : 6

Pupil :  Medriasis

Refleks Cahaya:  Tidak Ada

Refleks fisiologis:  Patela (-)


DISABILITY

Refleks patologis : Babinzky (+) Kernig (+) ..

Kekuatan Otot :
Keluhan Lain : Ada hematoma

Masalah Keperawatan:

Tidak ada
EXPOSURE

Deformitas :  Tidak

Contusio :  Tidak

Abrasi :  Tidak

Penetrasi :  Tidak

Laserasi :  Tidak

Edema :  Tidak

Luka Bakar :  Tidak Ada Lokasi : -


Grade : -

82
Jika ada luka/ vulnus, kaji:
Luas Luka : -
Warna dasar luka: -
Kedalaman : -

Masalah Keperawatan: Tidak Ada

Monitoring Jantung :  Sinus Takikardi


Saturasi O2 : 90%

Kateter Urine :  Ada


FIVE INTERVENSI

Pemasangan NGT  Tidak


Pemeriksaan Laboratorium : (terlampir)

Masalah Keperawatan: Gangguan Mobilitas Fisik

Nyeri : Tidak Ada


GIVE COMFORT

Problem : -
Qualitas/ Quantitas : -
Regio : -
Skala :-
Timing :-

Masalah Keperawatan: -

83
Pemeriksaan SAMPLE/KOMPAK
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non
trauma)
Kepala dan wajah :
a. Kepala: tidak ada nyeri tekan
b. Wajah : simetris
c. Mata : tidak ada nyeri tekan dan pembengkakan
HEAD TO TOE

d. Hidung: simetris
e. Mulut : simetris dan tidak ada pembengkakakan
f. Telinga : tidak ada nyeri tekan dan benjolan
g. Leher : tidak ada nyeri tekan dan benjolan
h. Dada : simetris kanan kiri
i. Abdomen dan Pinggang : tidak ada nyeri tekan
j. Pelvis dan Perineum : normal
k. Ekstremitas : normal

Masalah Keperawatan: -

Jejas :  Ada
INSPEKSI BACK/ POSTERIOR SURFACE

Deformitas :  Tidak

Tenderness :  Tidak

Crepitasi :  Tidak

Laserasi :  Tidak

Masalah Keperawatan: -

Data Tambahan :
Pengkajian

84
1). Bio : ter
2). Psiko : klien merasa sangat tidak nyaman karena harus
terbaring lemas
3). Sosio : klien berinteraksi kurang baik karena susah
menggerakkn mulut
4). Ekonomi : klien memiliki tingkat ekonomi menengah
5). , Spritual : klien sebelum sakit klen rutin sembahyang
setiap hai

Pemeriksaan Penunjang : Natrium,Kalium,Klorida


Tanggal : 1 maret 2019
Hasil pemeriksaan :

Terapi Medis :

1. pemberian obat : Amplopidin ,Nimotop, Micardis,


Cefotaxime,Mecoblamin ,Paracetamol Flass, Citicolin, Levo
Floxacin

85
2. ANALISA DATA

Nama : Ny. PT No. RM : 602156


Umur : 65 Tahun Diagnosa medis : STROKE
Ruang rawat : Sandat Alamat : Ds K

No Data Fokus Analisis MASALAH


Data Subyektif dan Obyektif Problem dan KEPERAWATA
etiologi N
(pathway)
1. DS : 1. Keluarga pasien Thrombus Ketidak efektifan
serebral perfusi jaringan
mengatakan setengah
Emboli serebral
badan pasien tidak Iskemia
dapat digerakkan.
Penurunan suplai
3. Keluarga pasien darah ke otak
mengatakan pasien
Hipoksia serebral
sering kebingungan.
Infark jaringan ke
DO:1.Pasien tampak tidak
otak
dapat menggerakkan
setengah badan. Ketidakefekt
3. Pasien tampak ifan perfusi
kebingungan. jaringan
serebral
2 DS : 1. Pasien mengatakan kerusakan gerak Hambatan
sulit bergerak secara motoric di lobus Mobilitas Fisik
normal. frontalis
2. pasien mengatakan
pergerakan dibantu hemiparesis
keluarga. hemiplagia
DO : 1. Pasien tampak susah
Hambatan
untuk bergerak.
Mobilitas
2. Pergerakan pasien tampak
dibantu keluarga. Fisik

86
3 DS : Pasien mengatakan Mobilitas Ketidakefektifan
pola nafas
hanya berbaring saja. menurun
DO : Kulit pasien tampak
lembab, integritas kulit buruk.
Tirah baring lama

Resiko
kerusakan
integritaskulit

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH


(BERDASARKAN YANG MENGANCAM)
1.Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral b/dpenurunan suplay O2
darah ke otak.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular.
3.Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan mobilitas
menurun.

87
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Ny. PT No. RM : 602156


Umur : 65tahun Diagnosa medis : Stroke
Ruang rawat : Sandat Alamat : DS. K

No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Paraf


Hasil
Dx (NIC)
(NOC)

1 NOC : NIC : -Untuk mengetahui


7. Circulation 2. Peripheral status tekanan
status. sensation intrakranial pasien.
8. Tissue management
perfusion: -Untuk memberikan
cerebral. O : Observasi K/U rasa nyaman pada
Setelah dilakukan pasien dan TTV pasien.
tindakan asuhan pasien.
keperawatan -Untuk menjaga
selama ...x... jam di ketenangan dan
harapkan N: Berikan posisi semi kenyaman pasien.
menunjukkan fowler.
fungsi sensori
motoric cranial E : Anjurkan keluarga -Untuk
yang utuh dengan pasien untuk mempertahankan
kriteria hasil : menjaga keefektifan perfusi
9. tingkat ketenangan jaringan yang menuju
kesadaran tidak lingkungan pasien. ke otak.
ada gerakan- C :Kolaborasi dengan
gerakan dokter dalam
involunter pemberian O2.
10. tekanan

88
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Paraf
Hasil
Dx (NIC)
(NOC)

darah dalam
batas normal
11. tekanan
darah dalam
batas normal

2 NIC : Exercaise -Untuk menegtahui


NOC : Body
therapy: keadaan umum
Mechanic
Ambulation pasien dan
Performanc
O : -Monitor TTV perkembanagan
e
pasien pasien.

Setelah dilakukan -Kaji kemampuan

tindakan asuhan pasien dalam -Untuk memenuhi

keperawatan bergerak. kebutuhan dasar

selama ..x…jam pasien

diharapkan N : Bantu pasien

kekakuan otot tidak memenuhi -Untuk melatih otot

terjadi dengan kebutuhan dan sendi px agar

kriteria hasil: dasarnya untuk tidak kaku.


bergerak.
4. fleksibilitas E: Ajarkan pasien -Untuk mencegah
sendi dapat teknik mobilisasi komplikasi lanjutan.
dipertahankan. dan cara merubah
5. otot tidak posisi.
mengalami C : Kolaborasi dengan

89
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Paraf
Hasil
Dx (NIC)
(NOC)

fisioterapi untuk
atrepi.
pemberian terapi
Otot tidak
mengalami
kontraktur.

NIC : Pressure Untuk mengetahui


NOC: Tissue
Management adanya lesi pada
integrity:
O : Monitor kuliat kulit.
Skin and
akan adanya
Mucous,
kemerahan, -Untuk menghindari
Membranes,
luka/lesi. terjadinya lesi akibat
Hemodyalis
tekanan yang lama.
is akses.
N : -Mobilisasi pasien
Setelah dilakukan
setiap 2jam sekali.
asuhan
-oleskan lotion -Untuk menghindari
keperawatan
atau terjadinya luka

selama..x..jam minyak/babyoil baring.

diharapkan tidak pada daerah yang -Untuk mengetahui

ada lesi/luka pada tertekan. salep yang cocok

kulit. Dengan E: Anjurkan pasien untuk kulit pasien

kriteria hasil : untuk memakai


baju longgar.

90
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Paraf
Hasil
Dx (NIC)
(NOC)

3. Perfusi jaringan
C: Kolaborasi dengan
kulit baik.
dokter untuk
Integritas kulit
pemberian salep.
yang baik
dipertahankan

91
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. Y No. RM : 58897


Umur : 38 tahun Diagnosa medis : COMBUSTIO
Ruang rawat : IGD Alamat : DS. X

No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam

1 Jumat, S:
1 maret
O : Mengobservasi K/U 1. klien mengatakan
2019.
pasien dan TTV pasien. badannya lemas dan
Jam : pusing
09.00
WITA O:

N: Memberikan posisi semi 1. TTV:

fowler. TD: 170/100mmhg


N: 90x/m
E : Menganjurkan keluarga R:26x/m
pasien untuk menjaga
S: 36.5°C
ketenangan lingkungan
pasien.
C :Mengkolaborasikan S:

dengan dokter dalam 1. Klin mengatakan


mengerti dengan posisi
pemberian O2.
semu flower
O:
2. klien terlihat lebih
nyaman.

S:
1.keluarga klien tampak

92
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam

mengerti dan menjaga


ketenangan lingkungan
pasien
O:
1. lingkungan disekitar
pasien tampak tenang

S:
1. Klien mengatakan
sesak berkurang setelah
dipasang O2 .

O:
1. klien sudah diberikan
O2

2
O : -Monitor TTV pasien S:
Jumat,
1 maret -Kaji kemampuan pasien 1. klien mengatakan
2019. susah menggerakkan
dalam bergerak. badannya
O:
N : Bantu pasien memenuhi
TD: 170/100mmhg
kebutuhan dasarnya
untuk bergerak. N: 90x/m

E: Ajarkan pasien teknik R:22x/m


mobilisasi dan cara S: 36.5°C
Jam :
merubah posisi.
09.30
WITA C : Kolaborasi dengan
S:
fisioterapi untuk pemberian

93
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam

terapi 1.Klien mengatakatan


susah bergerak
O:
1. pasien tampak
menggerakkan anggota
badannya

S:
1. keluarga pasien
mengatakan mengerti
dengan KIE yang
diberikan
O:
2.keluarga px tampak
memperagakan teknik
mobilisasi kepada pasien

S:
1.klien mengatakan mau
untuk menjalani terapi

O:
2.klien sudah
menjalankan terapi dari
hari ini

3 Jumat, O : Monitor kuliat akan, S:


1 maret
luka/lesi. 1.klien mengatakan nyeri
2019.
di punggung
Jam :
09.30 N : -Mobilisasi pasien setiap O:dipunggung klien
WITA tampak ada luka kecil
2jam sekali.
-oleskan lotion atau

94
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam

minyak/babyoil pada S:
daerah yang tertekan. 1. klien mengatakan
sudah melakukan
mobilisasi tapi tidak
E: Anjurkan pasien untuk sering
memakai baju longgar.
O:
1. keluarga px sudah
C: Kolaborasi dengan mengolesi baby oil ke
dokter untuk pemberian luka pasien

salep.
S:
1. Klien mengatakan
sudah memakai baju
longgar
O:
1. px tampak memakai
baju longgar
S: -
O:
1. klien sudah diberikan
salep untuk lukanya

95
5. EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. Y No. RM : 58897


Umur : 38 tahun Diagnosa medis : COMBUSTIO
Ruang rawat : IGD Alamat : DS. X

No Tgl / Diagnosa Keperawatan


Catatan Perkembangan Paraf
jam

1 3 maret Ketidak efektifan S:


2019
perfusi jaringan serebral 1.klien mengatakan badannya
Jam b/d penurunan suplay sudah tidak pusing dan lemas
12.00 lagi
wita O2 darah ke otak
2. klien mengatakan sudah
bisa bernafas dengan normal
O:
1. TTV:
TD: 130/90mmhg
N: 90x/m
R:22x/m

S: 36.5°C

A: Intervensi tercapai
P: pertahankan intervensi

3 maret S:
2
2019 Hambatan mobilitas
fisik b/d kerusakan 1. klien mengatakan sudah
Jam bisa menggerakkan angota
neuromuskular
12.30 badannya .
wita
O:
1. klien tampak miring kanan

96
No Tgl / Diagnosa Keperawatan
Catatan Perkembangan Paraf
jam

kiri tanpa dibantu keluarganya


A: intervensi tercapai
sebagian
P: lanjutkan intervensi
1. melalukan terapi

3 1 maret Resiko kerusakan


2019 integritas kulit b/d
mobilitas menurun
Jam S:
16.00
wita 1. Klien Mengatakan lukanya
sudah mengering
O:luka pasien tampak sudah
sembuh
A: intervensi tercapai
P: pertaankan intervensi

3.2 Hasil Dan Pembahasan


Masalah keperawatan Klien telah teratasi tetapi klien masih terus rutin menjalani
terapi stroke mempercepat penyembuhan dan bisa kembali normal lebih cepat dari
pada orang yang tidak melakukan terapi strok

97
HUBUNGAN RIWAYAT HIPERTENSI DENGAN
KEJADIAN
STROKE DI RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR 2012

Muh. Anwar Hafid*

*Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin


Makassar

Abstrak

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga dan penyebab kecacatan nomor
satu di seluruh dunia, sebanyak 80-85% stroke non hemoragik. Dari situs WHO
stroke memasuki sepuluh top penyakit penyebab kematian di dunia, dimana stroke
menempati urutan ketujuh.
Tujuan penelitian ini unutk mengetahui hubungan riwayat hipertensi dengan
kejadian stroke di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Penelitian dengan rancangan case control.Populasi semua pasien stroke dengan
jumlah sampel 20 sampel untuk kelompok kasus dan kontrol.Analisa data
menggunakan Odd Ratio dan Mantel dan Haenszel.
Hasil Penelitian denganuji dengan odd ratio Cochran & Mantel Haenszel
didapatkan hasil X2 hitung (4.977) > X2 Tabel (3,841) atau p (0,026) > α (0,050)
dan CI (1.120; 3.571).Orang dengan Riwayat hipertensi lebih berisiko mengalami
stroke 2.000 lebih besar dibandingkan orang yang tidak memiliki riwayat
hipertensi. Hipertensi faktor utama yang menyebabkan stroke ditunjukkan hasil
uji signifikansi chi square Cochran Mantel dan Haenszel didapatkan hasil X 2
Mantel dan Haenszel sebesar 4.977 dengan p = 0.026.

Kata Kunci :Riwayat Hipertensi, Kejadian Stroke


PENDAHULUAN

B eban global penyakit bergeser dari penyakit menular ke penyakit tidak


menular, dengan kondi-Kasus dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

98
si kronis seperti penyakit jantung dan stroke sekarang menjadi penyebab utama
kematian global. "Kami pasti melihat kecenderungan lebih sedikit orang
meninggal karena penyakit menular di seluruh dunia,"kata Dr. Dasi Boerma,
Direktur Departemen WHO Statistik Kesehatan dan Informatika." (World health
Organisation,

2008). Dimana Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga dan penyebab
kecacatan nomor satu di seluruh dunia, sebanyak 80-85% stroke non hemoragik
(Muhammad Hayyi, 2010). Dari situs WHO stroke memasuki sepuluh top
penyakit penyebab kematian di dunia, dimana stroke menempati urutan ketujuh
(WHO, update Juni 2011). Kemungkinan meninggal akibat stroke ini adalah 30%
sampai 35%, dan kemungkinan kecacatan mayor pada yang selamat adalah 35%
sampai 40%.(Sylvia & Lorraine, 2005).

Penyebab stroke mencakup emboli (terbentuknya bekuan darah yang


menyumbat arteri) atau thrombosis (terbentuknya bekuan darah pada
arteriarteriotak yang sebelumnya sudah mengalami penyempitan oleh deposit
lemak).Pecahnya arteri sering kali diakibatkan hipertensi (MIMS Indonesia,
2010). Dimana faktor resiko utama stroke adalah hipertensi kronik yang lebih
dikenal oleh orang awam dengan tekanan darah tinggi dan sebagian besar kasus
hipertensi dapat diobati, sehingga penurunan tekanan darah ke tingkat normal
akan mencegah stroke (Sylvia & Lorraine, 2005).

Sementara data dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo pada poliklinik neurologis
menyimpulkan bahwa stroke berada pada urutan kedua sebagai pasien
terbanyak di poliklinik neurologis pada tahun 2011 dengan jumlah 1.112 orang
dan ratarata tiap bulan adalah 93 orang (Poliklinik Neurologis RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo, 2011). Melihat polemik dan pembahasan di atas peneliti tertarik
untuk mengkaji." apakah ada hubungan antara riwayat hipertensi dengan
kejadian stroke", yang nanti diharapkan bisa memberi kontribusi dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian kuantitatif, dengan
rancangan penelitian case control yaitu rancangan penelitian yang
membandingkan antara kelompok kasus dengan kelompok control untuk

99
mengetahui proporsi kejadian berdasarkan riwayat ada tidaknya paparan.
Rancangan penelitian ini dikenal dengan sifat retrospektif yaitu rancangan
bangun dengan melihat ke belakang dari suatu kejadian yang berhubungan
dengan kejadian kesakitan yang diteliti.Yang menjadi populasi pada penelitian ini
adalah semua pasien stroke yang dirawat inap di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo dalam rentang waktu Maret, April dan Mei dengan jumlah 105
pasien. Sedangkan sampel pada populasi ini adalah keselurahan objek yang
diteliti atau dianggap mewakili seluruh populasi dengan criteria inklusi dimana sampel
berjumlah 40 yang terdiri atas 20 sampel untuk kelompok kasus dan 20 sampel untuk
kelompok kontrol. Pengambilan sampel dilakukan secara Nonprobability yaitu purposive
sampling.

Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data menggunakan alat ukur pengumpulan
data yaitu kuesioner.Dan menggunakan angket tertutup atau berstruktur dimana angket
tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga pasien/ responden hanya tinggal memilih atau
menjawab pada jawaban yang sudah ada. Peneliti menggunakan Skala Guttman
merupakan skala pengukuran dengan jawabanya atau tidak dan setuju atau tidak setuju
(Aziz Alimul hidayat, 2009:86).

HASIL PENELITIAN
Data yang diperoleh pada penelitian ini menggunakan alat ukur kuesioner,
kemudian dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical
Package for Social Science)

16.0 dan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dengan penjelasan. Hasil penjelasan
tersebut adalah sebagai berikut :

Riwayat Hypertensi
Kelompok Kasus
Karakteristik Responden berdasarkan Riwayat Hipertensi Pada Kelompok

Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Riwayat Hipertensi Pada Kelompok Kasus


Riwayat Hipertensi Frekuensi Persen (%)
Respoden
Ya 16 80
Tidak 4 20
Total 20 100
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan Kelompok Kontrol
pada kelompok kasus (riwayat hipertensi) Karakteristik Responden
kebanyakan memiliki riwayat hipertensi, berdasarkan Riwayat Hipertensi Pada

100
yaitu sebanyak 16 responden (80%). Kelompok Kontrol dapat dilihat dari tabel
dibawah ini :

Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Riwayat Hipertensi Pada Kelompok Kontrol


Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan pada kelompok kontrol (riwayat hipertensi)
kebanyakan tidak memiliki riwayat hipertensi, yaitu sebanyak 16 responden (80%).

Hubungan Riwayat Hipertensi Dengan Kejadian Stroke

Hubungan riwayat hipertensi dengan kejadian stroke dihitung dengan

menggunakanodd ratio dan uji signifikansi dengan menggunakan chi square

Maentel & Haenzel dengan terlebih dahulu disusun dalam tabel kontingensi sebagai
berikut:
Diagnosa Riwayat hipertensi Total
Tabel 3. Analisa Bivariat Hubungan Riwayat Hipertensi Dengan Kejadian

Ya Tidak

Kasus 16 4 20
Kontrol 8 12 20
Total 24 16 40
Sumber : Data Primer, 2012
Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 16.0 didapat hasil OR (Odds Ratio)
sebesar 2.000 dengan nilai CI (Confidence Interval) pada (1.120; 3.571). Hasil uji
signifikansi dengan chi square Cochran Mantel dan Haenszel didapatkan hasil X 2 Mantel
dan Haenszel sebesar 4.977 dengan p = 0.026.

Hasil uji statistik menunjukkan OR (Odds Ratio) sebesar 2.000 dengan X2 hitung (4.977)
> X2 Tabel (3,841) atau p (0,022) < α (0,050) dan CI (1.120; 3.571).Hasil penelitian
tersebut menunjukkan riwayat hipertensi memiliki hubungan dalam mencetus terjadinya
stroke, sehingga responden dengan riwayat hipertensi berpeluang menderita stroke 2 kali
lebih besar dari pada respoden yang tidak memiliki riwayat hipertensi.

PEMBAHASAN
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal ginjal.Disebut
juga sebagai “pembunuh diamdiam” karena orang dengan hipertensi sering tidak
menampakkan gejala (Suzanna & Brenda, 2002).
Faktor resiko utama stroke adalah hipertensi kronik yang lebih dikenal oleh orang awam
dengan tekanan darah tinggi. Dengan demikian, karena sebagian besar kasus hipertensi
dapat diobati, dan karena penurunan tekanan darah ke tingkat normal akan mencegah

101
stroke (Sylvia & Lorraine, 2005). Hipertensi adalah factor resiko utama, pengendalian
hipertensi merupakan kunci pencegahan stroke (Suzanna & Brenda, 2002).

Hasil pengamatan tabel 5.7 yang dilakukan terhadap 20 respoden stroke dan 20
responden non stroke, didapat hasil pada responden stroke yang memiliki riwayat
hipertensi yaitu 16 respoden dan 4 respoden yang tidak memiliki riwayat hipertensi.
Sedangkan pada responden non stroke yang memiliki riwayat hipertensi ada 8 respoden
dan tidak memiliki riwayat hipertensi 12 responden.Hasil ini menunjukkan pada
kelompok kasus yaitu stroke lebih banyak memiliki riwayat hipertensi dari pada
kelompok kontrol yaitu non stroke.Perbandingan secara keseluruhan dapat dilihat dari
nilai odd ratio sebesar 2.000.Odd ratio sebesar 2.000 menunjukkan peluang kejadian
terjadi stroke pada respoden yang memiliki riwayat hipertensi sebanyak 2.000 kali lebih
besar daripada respoden tanpa riwayat hipertensi.Uji signifikansi Mantel dan Haenszel X 2
hitung (4,977) > X2 Tabel (3,841) atau p (0,026) < (0,050) dan CI (1.120; 3.571) yang
menunjukkan riwayat hipertensi merupakan faktor utama penyebab stroke.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipertensi merupakan penyebab utama terjadi
stroke, sehingga peneliti berasumsi bahwa tekanan darah yang tidak normal
mengakibatkan kerusakan sel-sel endotel pembuluh darah yang menimbulkan jejas pada
rongga vaskuler.Dan pada akhirnya jejas atau lesi vaskuler tersebut memicu terjadinya
trombosis dan akhirnya terjadi aterosklerosis yang membuat pembuluh darah menyempit
sehingga suplai darah ke otak menurun yang mengakibatkan kerusakan sel-sel neuron
pada sistem saraf pusat. Maka terjadilah stroke dimana seseorang akan kehilangan fungsi
motorik maupun sensoriknya tergantung daerah pada sistem saraf pusat yang mengalami
kerusakan.

PENUTUP
Kesimpulan
Penelitian untuk mengetahui hubungan riwayat hipertensi dengan kejadian stroke di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, kesimpulan sebagai berikut:
Responden atau pasien yang memiliki riwayat hipertensi lebih beresiko mengalami stroke
2.000 kali lebih besar dibandingkan dengan responden atau pasien tanpa ada riwayat
hipertensi.Sehingga orang yang memiliki riwayat hipertensi lebih beresiko terkena stroke
dibandingkan orang yang tidak memiliki riwayat hipertensi.

Hipertensi merupakan faktor utama penyebab stroke yang ditunjukkan pada uji signifikasi
dengan Cochran & Mantel Haenszel didapatkan hasil X2 hitung

(4.977) > X2 Tabel (3,841) atau p (0,026)

<α (0,050) dan CI (1.120; 3.571) Saran

Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya karena
baru pertama kali dilakukan.Melalui jumlah responden yang lebih besar.

102
Perawat dan petugas kesehatan lain terutama di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar agar mempublikasikan ke masyarakat luas akan dampak yang ditimbulkan oleh
hipertensi jika tidak ditangani dengan baik dan cepat karena dapat mengakibatkan stroke.

Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang profesional semoga dengan ada hasil
penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan terutama pada pasien
hipertensi untuk mencegahnya agar tidak terjadi stroke.

103
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpul
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas
menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh
tubuh.Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron).Fungsi sel saraf
adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau
tanggapan.Sistem saraf dibagi menjadi dua, yaitu sitem saraf pusat dan
sistem saraf perifer.Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang
belakang.Sistem saraf perifer terdiri dari sitem saraf sadar dan sistem saraf
tidak sadar.
4.2 Saran
Bagi penulis
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan.Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat saya perlukan demi sempurnanya penyusunan makalah ini.
Bagi pembaca
Untuk dapat memahami sistem saraf, selain membaca dan
memahami materi-materi dari sumber keilmuan yang ada (buku, internet,
dan lain-lain) kita harus dapat mengkaitkan materi-materi tersebut dengan
kehidupan kita sehari-hari, agar lebih mudah untuk paham dan akan selalu
diingat.

104
Daftar Pustaka

Clevo Rendy.M dan TH Margareth.2012.Asuhan keperawatan Medikal


Bedah dan Penyakit Dalam.Yogyakarta:Nuhu Medika.

Padila.2012.Keperawatan Medical Bedah dilengkapi Asuhan


Keperawatan
padaSistemCardio,Perkemihan,Integumen,Persyarafan,Gastroint
estinal,Muskuluskeletal,Reproduksi,dan
Respirasi.Bengkulu:Nuhu Medika.

Huda Amin Nuratif dan Hardi Kusuma.2015 Aplikasi asuhan keperawatan


berdasarkan diagnosa medis dan nanda nic noc edisi revisi jilid 3.
Yogyakarta:Med Action Publishing.

http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/2377/KEJANG
%20DEMAM%DAN%20.pdf;sequence=1Diaksespada tanggal
20 maret 2020 pukul 13.00 WITA

http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wpcontent/uploads/2016/09/Bahan-
Ajar-1-_-Kejang.pdf Diakses pada tanggal 20 maret 2020 pukul
15.00 WITA

Musliha.2010.Keperawatan Gawat Darurat plus contoh Askep dengan


pendekatan NANDA,NIC,NOC.Yogyakarta:Nuhu Medika.

Nuratif, Amin Huda,Kusuma,Hardi,2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan


berdasarkan diagnose medis dan Nanda NIC-NOC edisi revisi
jilid 1. Jogyakarta : Mediaction

105
SOP PENGUKURAN TEKANAN INTRAKRANIAL (TIK)

MENGGUNAKAN KATETER INTRAVENTRIKULAR

1. Tujuan:

a. Untukmemantau tekanan intrakranial

b. Pengambilan CSS untuk biakan dan spesimen laboratorium

c. Pengambilan CSS untuk mengendalikan dan menurunkan TIK

2. Indikasi:

Cedera kepala, hematoma intraserebri, hemoragi subanakroid, infeksi

sistem saraf pusat, edema serebri, dan hidrosefalus.

3. Kontraindikasi:

Abnormalitas koagulasi dan edema serebri umum yang mengakibatkan

ventrikel mengalami kompresi.

4. Persiapan Alat:

a. Pencukur

b. Sikat scrubbetadine atau wadah spons dengan larutan povidon iodin

c. Lidokain dengan atau tanpa epinefrin untuk injeksi

d. Spuit 5 sampai 10 cc dan dengan jarum ukuran berbeda untuk injeksi

e. Penggantung IV yang disambung ketempat tidur

f. Modul dan monitor tekanan

g. Stopcock

h. Tranduser

106
i. Slang 30,5 cm

j. 1 botol salin normal nonbakteriostatik

k. Spuit 10 ml dengan jarum 18G untuk mengambil SN

l. Luer-Lok

m. Salep betadine, tameng mata steril, dan plester 8 cm untuk balutan

diatas tempat insersi

n. Kateter intraventrikular dan sistem penampung drainase eksterna.

* Troli insersi TIK meliputi:

 Mangkuk iodin

 Bor ulir

 Pemengang jarum

 Gunting tumpul dan tajam

 Pegangan pisau dan skalpel

 Spons 4x4

 Jarum ventrikular 16 dan 18G

 Spuit 10 ml

5. Tindakan Keperawatan Awal:

a. Isi spuit 10 ml dengan SN nonbakteriostatik steril untuk injeksi.

b. Sambungkn ujung terbuka tranduser kebagian lubang stopcock.

c. Sambungkan slang tekanan 12 inci kesisi lain kelubang stopcock.

d. Matikan stopcock yang ke tranduser dan bilas slang tekanan.

e. Matikan slang stopcock yang ke slang tekanan dan bilas tranduser,

jalankan stopcock yang ke tranduser dan slang.

107
f. Lepaskan spuit dan pasang Luer-Lok pada ujung terbuka stopcock.

Teknik aseptik harus digunakan ketika memasang dan membilas

sistem. Jangan pernah menggunakan tranduser dengan sistem

pembilas.

g. Sambungkan tranduser ke kabel tekanan. Kabel tekanan harus

disambulkan ke modul tekanan pada monitor.

h. Plester tranduser ke gulungan handuk untuk mempertahankan posisi

tranduser pada ketinggian yang tepat.

i. Tinggikan kepala tempat tidur. Leher harus dipertahankan tetap pada

posisi netral. Tempatkan barier pelindung dibawah kepala.

j. Dokter akan mencukur rambut sekitar insersi dan mengusapkan

betadine atau spons yang direndam larutan povidon iodin pada larutan

tersebut. Dokter harus menggunakan masker dan sarung tangan steril.

Bergantung pada kondisi pasien dan urgensi situasi, lidokain dapat di

injeksikan untuk menganastesi tempat insersi. Dengan menggunakan

bor ulir, suatu bor lubang dapat dibuat anterior terhadap sutura

koronal. Kateter dengan kawat pemandu dimasukkan, diarahkan ke

kantus mata dalam. Kawat pemandu ditarik, dengan menggunakan

teknik aseptik, ujung sistem penampung drainase eksternal

disambungkan ke kateter melalui suatu lubang atau katup.

Sambungkan slang tekanan dari tranduser ke ujung lain lubang

tersebut. Ujung distal kateter dijahit ke kulit kepala.

k. Catat tekanan pembukaan.

l. Pertahankan tranduser pada tingkat foramen Monro.

108
m. Oleskan salep betadine (sesuai dengan petunjuk dokter) diatas tempat

insersi. Tutup tempat insersi dengan tameng mata steril atau kasa dan

plester tameng tersebut atau kasa ditempatnya.

n. Dengan menggunakan tali yang tersedia, sokong sistem

penampungdrainase eksternal dari penggantung IV yang dipasang di

tempat tidur. Ruang tetesan biasanya diposisikan 10 sampai 20 cm

diatas tinggi foramen Monro.

o. CSS harus dialirkan secara intermitten atau kontinu sesuai dengan

ketentuan. Dengan drainase intermitten, sistem drainase dihidupkan

ketika TIK mencapai tingkat tertentu. Dokter biasanya

memprogramkan drainase CSS ketika TIK sebesar 20 mmHg atau

lebih.

p. Sistem ini harus dimatikan yang ke arah drainase saat pembacaan TIK

telah diperoleh untuk dokumentasi. Tekanan yang dikeluarkan ke arah

sistem penampung dan menjauh dari tranduser dapat menyebabkan

TIK rendah buatan.

6. Penatalaksanaan Perawatan Pasien

a. Hindari lipatan pada sistem drainase.

b. Evaluasi dan dokumentasikan kejerbihan, warna, dan jumlah drainase.

c. Beri tahu dokter bila tidak ada drainase CSS saat terjadi hipertensi

intrakranial.

d. Pastikan integritas sistem untuk mencegah masuknya udara dan

infeksi.

109
e. “Nol” kan tranduser setiap pergantian tugas, setelah perubahan posisi

atau ketika ada perubahan tiba-tiba pembacaan TIK atau bentuk

gelombang.

f. Antibiotik profilaktik dapat diberikan oleh dokter untuk mencegah

infeksi otak

g. Pantau bentuk gelombang pada monitor. Bentuk gelombang terdiri

dari sedikitnya 3 puncak. Bila TIK meningkat , P2 evaluasi. Bila P2

lebih tinggi dari P1 curigai penurunan komplians.

h. Bertahu dokter bila bentuk gelombang abnormal terlihat gelombang

A (gelombang plateau) terlihat pada peningkatan transien tiba-tiba 50-

100 mmHg yang berlangsung 5 samoai 20 menit. Gelombang B

(bentuk gigi gergaji) terlihat pada peningkatan TIK sampai 50 mmHg

dan terjadi setiap 30 detik sampai 2 menit. Gelombang B

menunjukkan TIK tidak stabil.

Referensi: Kidd, Pamela S. 2010. Pedoman Keperawatan Emergensi, Edisi 2.

Jakarta: EGC

110
STANDARD OPERATING PROCEDURE

(NEUROLOGY ASSESMENT)

ProsedurTetap PENGKAJIAN PERSYARAFAN


UNTAN-FKIK/KEP/SOP- Penyusun :
06/2013 Tim Prodi Keperawatan
UNIVERSITAS Dekan
TANJUNGPURA
Tanggal : 25 Februari 2013

PENGERTIAN

Suatu tindakan untuk mengetahui integritas sistem syaraf yg meliputi fungsi


saraf kranial, fungsi sensorik, motorik dan refleks termasuk diantaranya
kemampuan klien mengenal kondisi diri, waktu dan tempat dirinya.

DASAR PENERAPAN

Tindakan ini dilakukan pada :

1. Semua pasien yang baru datang di IGD


2. Semua pasien ruang perawatan dengan keluhan sistem neurologik

TUJUAN

1. Mengetahui kelengkapan fungsi saraf kranial pasien


2. Mengidentifikasi tingkat kesadaran pasien
3. Mengidentifikasi kemampuan fungsi motorik pasie
4. Mengetahui kelengkapan dan atau adanya tambahan refleks tubuh pasien

111
STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE

PEMERIKSAAN SARAF

No. Prosedur Tindakan


1. Persiapan Alat :
a. Bahan bacaan
b. Botol / gelas kecil berisi zat beraroma
c. Handscoen
d. Penlight
e. Kapas lidi
f. Tounge spatel
g. Garpu tala
h. Snellen chart
2. Buat kontrak dengan pasien
3. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
4. Cuci tangan
Pemeriksaan Status Mental
5. Cek status kesadaran, cek GCS
Eye = (1-4)
Verbal = (1-5)
Motorik = (1-6)
6. Memori
7. Bahasadanbicara
8. Mood dantingkahlaku
Saraf Kranial
Pengujian NI (Olfaktori)
9. Minta pasien menutup mata atau tutup dengan kain yang gelap dan
cukup tebal bila perlu.
10. Minta klien mengidentifikasi aroma bukan pengiritasi yang telah
dipersiapkan sebelumnya.
11. Bantu atau minta klien mengidentifikasi aroma bukan pengiritasi yang
telah dipersiapkan dengan menutup salah satu hidung secara bergantian.
Pengujian NII (Optikus)
12. Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca snellen
schart pada jarak 6 m
13. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di hadapan klien,
klien memandang tepat ke arah pemeriksa yang memegang pena warna
cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut dari jarak terjauh, informasikan
agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi
pada mata lainnya.
Pengujian NIII (Okulomotor)
14. Test responscahaya, menyorotkansenterkedalamtiap pupil
mulaimenyinaridariarahbelakangdarisisikliendansinarisatumata
(jangankeduanya), perhatikankontriksi pupil kenasinar.
15. Teskedudukan bola matadenganmelihatapakahkeduamatasimetris,

112
adatidaknya strabismus, eksoptalmus, atauendoftalmus
16. Test gerakanotot bola mata:
perintahkanklienmembukadanmemejamkanmata,
lihatkemampuankelopakmata.
17. Arahkanjaripemeriksakearahrotasi, perintahkanklienmengikuti
Pengujian NIV (Troklear)
19. Arahkan jari pemeriksa ke arah bawah dan dalam, perintahkan klien
mengikuti
Pengujian NVI (Abducens)
21. Arahkan jari pemeriksa ke arah lateral kanan kiri, perintahkan klien
mengikuti
Pengujian NV (Trigeminal)
23 Fungsisensasi, caranya : Mata klienditutup, usaplidikapaspada area mata
. (ophtalmik), mandibularis, maksilaris. Kajisensibilitas.
24 Fungsimotorik, caranya :mintamengunyah,
. pemeriksamelakukanpalpasipadaotot temporal dan masseter.
Pengujian NVII (Fasialis)
26 Fungsisensasi, kajisensasi rasa bagian 2/3 lidah anterior, terhadapasam,
. manis, asinpahit. Klientutupmata,
usapkanlarutanberasadengankapas/teteskan,
klientidakbolehmenarikmasuklidahnyakarenaakanmerangsang pula sisi
yang sehat.
27 Fungsimotorik, kontrolekspresimukadengancaramemintaklienuntuk :
. tersenyum, mengerutkandahi,
menutupmatasementarapemeriksaberusahamembukanya
Pengujian NVIII (Akustikus)
29 Fungsi Cochlear (mengkajipendengaran),
. a. Tesbisiktutupsatutelingaklien, pemeriksaberbisik di satutelinga lain.
b. TesGarputala.
- UjiRinne
:Getarkangarputala,tempelkanpddekattelingaklienjikasuaragarputalatdk
di dengarlgolehpenderita,pindahkanke
telingapemeriksa.
- UjiWeber: Getarkangarputaladantempelkanpadacalvariaklien.
Normalnyabunyigetaranakanberlateralisasikeduaarahkanankiri.
FungsiVestibulator (mengkajikeseimbangan), kliendimintaberjalanlurus,
apakahdapatmelakukanatautidak. Tes Romberg selama 30 detik,
kliendimintaberdiridengansalahsatu kaki
diangkatdankeduatangandirentangkan, perhatikankeseimbanganklien.
Pengujian NIX (Glossofaringeus) dan NX (Vagus)
30. Minta klien mengucapkan “ah” atau menguap, perhatikan gerakan
palatum mole. Seharusnya bergerak simetris dengan ovula tetap berada
di tengah (seperti gerakan layar bioskop)
31. Beri tahu klien bahwa Anda akan melakukan pemeriksaan refleks
muntah (gag reflex).
32. Beri rangsangan ringan di bagian belakang kerongkongan pada tiap sisi
dan tekan lidah secukupnya.

113
Pengujian NXI (Accessories Spinalis)
33. Minta klien menoleh kesamping dengan melawan tahanan yang Anda
berikan.
ApakahSternocledomastodeusdapatterlihat ?Apakahatropi ?
34. Mintaklienmengangkatbahudanpemeriksaberusahamenahan. Perhatikan
kontraksi otot trapezius.
Pengujian NXII (Hipoglossus)
35. Perhatikan suara pasien,catat adanya sengau (paralisis palatum) atau
parau (paralisis pita suara)
Minta klien menjulurkan lidah kemudian gerakan dengan cepat ditarik
serta minta digerakkan ke kiri dan kanan.
PemeriksaanSistemMotorik
Kaji tonus otot
Kliendisuruhmenggerakkananggotagerakpadaberbagaipersendian,
palpasi tonus ototklien (eutoni, hipotoni, atauhipertoni)
KajiKekuatanotot
•Aturlahposisiklien agar tercapaifungsi optimal yang diuji.
Kliensecaraaktifmenahantenaga yang ditemukanolehsipemeriksa. Otot
yang diujibiasanyadapatdilihatdandiraba. Gunakanpenentuanskala
Lovett’s (0-5).

Catatan :

Skala Kekuatan Otot :

0  tidak ada kekuatan otot terdeteksi

1  Terdeteksi sedikit getar atau kontraksi otot

2  Gerakan aktif bagian tubuh tanpa melawan gravitasi

3  Gerakan aktif melawan gravitasi

4  Gerakan aktif melawan gravitasi dan tahanan tertentu

5  Gerakan aktif melawan tahanan penuh tanpa terlihat gejala kelelahan yg


nyata  N

GCS (Glasgow Coma Scale)

Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien dengan penilaian
terhadap rangsangan yg diberikan. Yang diperhatikan adalah respon membuka
mata, bicara dan motorik.

Eye (4)

114
4  spontan

3  dengan rangsang suara (meminta pasien membuka mata)

2  dengan rangsang nyeri (menekan kuku jari)

1  no response

Verbal (5)

5  orientasi baik

4  bingung, bicara ngeracau (sering ditanya berulang-ulang), disorientasi tempat


dan waktu

3  Kata-kata saja (bicara tidak jelas tapi kata-kata masih jelas tanpa 1 kalimat,
ex. aku... sana)

2  suara tanpa arti (erangan)

1  no response

Motorik (6)

6  mengikuti perintah

5  melokalisir nyeri (menjangkau dan menjauhkan stimulus saat diberi rangsang


nyeri)

4  withdraw (menghindar, menarik ekstremitas / menjauhi stimulus saat diberi


rangsang nyeri)

3  Flexi abnormal (tangan satu dan keduanya posisi kaku diatas dada dan kaki
ekstensi saat diberi rangsang nyeri)

2  Ekstensi abnormal (tangan satu atau keduanya ekstensi di sisi tubuh dengan
jari mengepal dan kaki ekstensi saat diberi rangsang nyeri)

1  no response

GCS 14 – 15 : CKR / N

GCS 9 – 13 : CKS

115
GCS 3 – 8 : CKB

116

Anda mungkin juga menyukai