Anda di halaman 1dari 43

MINI PROPOSAL

Judul Proposal : “Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tekanan


Darah Pada Mahasiswa Semester VIII Program Studi S1
Keperawatan STIK Stella Maris Makassar”

Dosen Pengampu : Hasrat Jaya Ziliwu, Ns. M.Kep

OLEH:
Asnia Mangalla
(C1714201007)

(S1 Reguler Kelas A)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stella Maris Makassar


Program Studi S1 Keperawatan
Tahun Ajaran 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
dengan judul “Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah Pada Mahasiswa
Semester VIII Program Studi S1 Keperawatan STIK Stella Maris Makassar”.
Adapun maksud penulis meyusun proposal ini adalah memenuhi
persyaratan dalam menyelesaikan tugas dari mata kuliah Metodologi Penelitian.
Selama penyusunan proposal ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak baik moril maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan proposal ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Mahasiswa Semester VIII Program Studi S1 Keperawatan STIK Stella Maris
Makassar.
2. Bapak Hasrat Jaya Ziliwu, Ns. M.Kep sebagai dosen pengampu mata kuliah.
3. Keluarga tercinta yang selalu memberikan doa, semangat, dukungan, serta
dukungan baik moril maupun materi.
4. Kepada teman-teman seperjuangan mahasiswa S1 Keperawatan kelas A
angkatan 2017 Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Stella Maris Makassar dan sahabat yang tidak berhentinya
mendukung dalam penyusunan Proposal.
5. Teman – teman kelas IIIA SI keperawatan dan Kepada semua pihak yang tidak
sempat disebutkan satu per satu yang telah banyak mendukung baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan proposal ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan
proposal ini sebagai wujud ketidaksempurnaan manusia dalam berbagai hal
disebabkan keterbatasan pengetahuan dan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena
itu penulis sangat harapkan saran dan kritik yang membangun demi
penyempurnaan proposal ini.
Makassar 2 Juni 2020
Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ....................................................................


KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 3
1.4.1 Bagi Peneliti ............................................................................. 3
1.4.2 Bagi Responden ....................................................................... 3
1.4.3 Bagi institusi ............................................................................ 3
1.4.4 Bagi pengembangan Ilmu ........................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
2.1 Konsep Tidur ....................................................................................... 4
2.1.1 Defenisi Tidur .......................................................................... 4
2.1.2 Fisiologi Tidur .......................................................................... 4
2.1.3 Tahap – Tahap Tidur ................................................................ 5
2.1.4 Fungsi Tidur ............................................................................. 6
2.1.5 Kebutuhan Dan Pola Tidur Pada Remaja ............................. 7
2.1.6 Faktor – Faktor Yang Mmepengaruhi Tdur ........................... 8
2.1.7 Gangguan Tidur ....................................................................... 10
2.1.8 Kualitas Tidur .......................................................................... 12
2.2 Tekanan Darah ................................................................................ 14
2.2.1 Defenisi Tekanan Darah .......................................................... 14
2.2.2 Fisiologi Tekanan Darah .......................................................... 15
2.2.3 Regulasi Tekanan Darah .......................................................... 16
2.2.4 Klasifikasi Tekanan Darah ....................................................... 17

ii
2.2.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah ............ 17
2.2.6 Cara Mengukur Tekanan Darah ............................................... 19
2.3 Hubungan Antara Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah ............ 21
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................... 26
3.2 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 26
3.3 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ..................................... 27
BAB 4 METODE PENELITIAN .................................................................. 28
4.1 Desain Penelitian ............................................................................... 28
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 28
4.3 Populasi Dan Sampel.......................................................................... 28
4.4 Instrumen Penelitian ........................................................................... 28
4.5 Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 30
4.6 Teknis Analisis Data .......................................................................... 31
4.7 Etika Penelitian .................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan tidur berbeda - beda pada setiap usia. Kebutuhan tidur yang
aktual pada usia remaja dan muda semakin meningkat, sedangkan pada usia
tersebut umumnya mengalami sejumlah perubahan yang seringkali
mengurangi waktu tidur. Tentunya gaya hidup, sekolah, kegiatan sosial
setelah sekolah dan pekerjaan paruh waktu menekan waktu yang tersedia
untuk tidur (Potter & Perry, 2010). Kebayakan remaja mengalami kekurangan
tidur sehingga tidak mengherankan jika banyak fenomena pelajar atau
mahasiswa yang tertidur saat jam pelajaran dimulai (Putra, 2011).
Kualitas tidur adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam
mempertahankan kesehatan selain gaya hidup. Efisiensi tidur yang rendah
diketahui dapat berisiko terhadap terjadinya hipertensi dan optimalisasi jam
tidur dapat membantu untuk mencegah terjadinya hipertensi. Sebagian besar
remaja memerlukan 8 sampai 10 jam waktu tidur setiap malam untuk
mencegah keletihan yang tidak diperlu dan kerentanan terhadap infeksi.
Perubahan pola tidur biasanya terjadi pada remaja. Remaja yang tadinya
bagun tidur lebih awal kini mulai tidur lebih lama di pagi hari dan kadang –
kadang tidur siang (Kozier, 2010).
Jadwal perkuliahan yang kompleks dan aktivitas lain dalam kegiatan
kuliah dapat berdampak pada masalah fisik seperti kelelahan. Kelelahan
akibat aktivitas yang berlebihan atau penuh stres dapat membuat seseorang
sulit tidur (Potter & Perry, 2005). Kualitas tidur yang buruk juga biasa terjadi
sebagai reaksi keadaan yang penuh tekanan seperti ketegangan seseorang
terhadap sesuatu dan kecemasan dalam menjalani ujian. Kecemasan dapat
meningkatkan norepinefrin melalui sistem saraf simpatik sehingga dapat
menyebabkan tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) terganggu (Kozier,
Erb, Berman & Synder, 2004). Selain proses pembelajaran di kampus, dengan
adanya faktor faktor sosial seperti peralatan elektronik di kamar tidur antara

1
lain televisi, akses internet dan gadget membuat mahasiswa terjaga di malam
hari untuk bermain game, browsing, chatting, nonton, mendengarkan musik
dan bermain telepon genggam (handphone). Peningkatan konsumsi kafein,
dan pengaturan pola diet yang kurang baik juga dapat mempengaruhi tidur
seseorang (Manalu, Bebasari & Butar butar, 2012).
Tekanan darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vaskuler,
sehingga tekanan darah meningkat jika curah jantung meningkat, resistensi
vaskularperifer bertambah, atau keduanya ( Indarwati,2012). Tekanan darah
tinggi berdampak pada aktivitas seseorang. Salah satu gejalanya yaitu kepala
terasa pusing dan nyeri di bagian tengkuk. Hal tersebut mengangg seseorang
dalam beraktivitas seperti halnya mahasiswa. Apabila hal tersebut terjadi
secara terus – menerus maka tidak menutup kemungkinan berdampak pada
kondisi belajar, prestasi belajar dan keaktifan mahasiswa menjadi tetanggu
(Puspita,2010).
Menurut World Health Organization (WHO), satu dari tiga orang dewasa
di seluruh dunia memiliki tekanan darah tinggi. Proporsi meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia, yaitu satu dari sepuluh orang berusia 20-an dan
30-an sampai lima dari sepuluh orang berusia 50-an. Orang dewasa di
beberapa negara berpendapatan rendah, memiliki tekanan darah tinggi dengan
persentase tertinggi sebesar lebih dari 40% (WHO, 2013). Untuk itu peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui “Hubungan Kualitas
Tidur Dengan Tekanan Darah Pada Mahasiswa Semester VIII Program Studi
S1 Keperawatan STIK Stella Maris Makassar”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah
sebagai berikut : “apakah ada hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah
pada mahasiswa semester VIII Program Studi S1 Keperawatan STIK Stella
Maris Makassar”.
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan Umum

2
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan
tekanan darah pada mahasiswa semester VIII Program Studi S1
Keperawatan STIK Stella Maris Makassar.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kualitas tidur pada mahasiswa semester VIII Program
Studi S1 Keperawatan STIK Stella Maris Makassar.
2. Mengidentifikasi tekanan darah pada mahasiswa semester VIII Program
Studi S1 Keperawatan STIK Stella Maris Makassar.
3. Menganalisis mengetahui hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah
pada mahasiswa semester VIII Program Studi S1 Keperawatan STIK
Stella Maris Makassar.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
Manfaat yang akan diperoleh adalah untuk memperdalam ilmu
pengetahuan tentang kualitas tidur dengan tekanan darah dan untuk melakukan
identifikasi hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah.
1.4.2 Bagi responden
Manfaat bagi responden adalah untuk dapat memperoleh edukasi dan
informasi mengenai pentingnya kualitas tidur yang berkaitan dengan tekanan
darah.
1.4.3 Bagi institusi
Manfaat bagi institusi adalah untuk sebagai bahan masukan dan informasi
untuk kepentingan pendidikan dan tambahan kepustakaan dalam penelitian
mengenai hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah.
1.4.4 Bagi pengembangan ilmu
Menambah pengetahuan terutama dalam keperawatan dan kesehatan yang
berhungan dengan kualitas tidur dan tekanan darah.

3
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tidur


2.1.1 Defenisi Tidur
Tidur adalah keadaan terjadinya perubahan kesadaran atau
ketidaksadaran parsial individu yang dapat dibangunkan. Tidur dapat diartikan
sebagai periode istirahat untuk tubuh dan pikiran, yang selama masa ini, kemauan
dan kesadaran ditangguhkan sebagian atau seluhnya dimana fungsi – fungsi tubuh
sebagian dihentikan. Tidur telah dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang
ditandai dengan posisi tak bergerak yang khas dan sesivitas reversibel yang
menurun, tapi siaga terhadap rangsangan dari luar (Dorland, 2010). Tidur telah
dianggap sebagai perubahan status kesadaran yang di dalamnya persepsi dan
reaksi individu terhadap lingkungannya mengalami penurunan (Kozier,2010).
Berbeda dengan keadaan terjaga, orang yang sedang tidur tidak secara
sadar waspada akan dunia luar, tetapi tetap memiliki pengalaman kesadaran dalam
batin, misalnya mimpi. Selain itu, mereka dapat dibangunkan oleh rangsangan
eksternal, misalnya bunyi alarm. Belakangan disebutkan bahwa tidur adalah suatu
proses aktif dan bukannya soal pengurangan impuls aspesifik saja. Proses aktif
tersebut merupakan aktivitas sinkronisasi bagian ventral dari substansia retikularis
medula oblongata (Deshinta, 2010).
2.1.2 Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur dibedakan menjadi dua tipe: tidur rapid eye movement
(REM) dan non-REM (NREM). Kedua tipe ini ditentukan oleh perbedaan dalam
pola electroencephalogram (EEG), gerakan mata, dan tonus otot (CDC, 2008).
Reticular Activating System (RAS) dapat memberikan stimulasi dari korteks
serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron
dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin dan pada saat tidur
disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons
dan batang otak tengah yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR). Sistem pada
batang otak yang mengatur siklus dalam tidur yaitu RAS dan BSR. Tidur REM

4
(Rapid Eye Movement) dimulai dengan meningkatnya asetilkolin, yang
mengaktifkan korteks serebrum sementara bagian otak lain tidak aktif, kemudian
tidur REM (Rapid Eye Movement) diakhiri dengan meningkatnya serotonin dan
norpinefrin serta meningkatkan aktivasi otak depan hingga mencapai keadaaan
bangun (King LA, 2010).
2.1.3 Tahap – tahap Tidur
Tahapan tidur dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu Rapid Eye
Movement (REM) dan Non Rapid Eye Movement (NREM):
1. Tidur Rapid Eye Movement (REM)
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial
yang ditandai dengan mimpi yang bermacam-macam, otot- otot yang meregang,
kecepatan jantung dan pernafasan tidak teratur (sering lebih cepat), perubahan
tekanan darah, gerakan otot tidak teratur, gerakkan mata cepat, pembebasan
steroid, sekresi lambung meningkat dan ereksi penis pada pria. Saraf-saraf
simpatetik bekerja selama tidur REM, diperkirakan terjadi proses penyimpanan
secara mental yang digunakan sebagai pelajaran, adaptasi psikologis dan memori
(Lehmann et al. 2016).
2.Tidur Non Rapid Eye Movement (NREM)
Saat tidur NREM gelombang otak makin lambat dan teratur. Tidur makin
dalam serta pernafasan menjadi lambat dan teratur. Mendengkur terjadi pada
waktu tidur NREM. Ada 4 tahapan dalam NREM yang dikenal dengan tahap I,II,
III dan IV. Tidur yang paling dalam adalah pada tingkat IV, dan aktivitas listrik
paling dalam (W., 2010).
Tahap I merupakan tahap transisidimana seseorang akan mengalami tidur
yang dangkal dan dapat terbangun dengan mudah oleh karena suara atau
gangguan lain. Selama tahap pertama tidur, mata akan bergerak peralahan-lahan,
dan aktivitas otot melambat (Patlak, 2011). Tahap II merupakan tahap tidur ringan
dan proses tubuhmenurun.Pada tahap ini didapatkan gerakan bola mata berhenti
(Patlak, 2011).Tahap III, individu sulit untuk dibangunkan, dan jika terbangun,
individu tersebut tidak dapat segera menyesuaikan diri dan sering merasa bingung
selama beberapa menit (Smith & Segal, 2010). Gelombang otak menjadi lebih

5
teratur dan terdapat penambahan gelombang delta yang lambat. Terakhir tahap
IVmerupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat lambat.
Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan energi
fisik (Smith & Segal, 2010). Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam
atau deep sleep, dan sangat restorative bagian dari tidur yang diperlukan untuk
merasa cukup istirahat dan energik di siang hari (Patlak, 2011).
2.1.4 Fungsi Tidur
Beberapa fungsi dari tidur yaitu :
1. Memelihara fungsi jantung
Tidur dipercaya mengkontribusi pemulihan fungsi fisiologis
(Putra,2011). Menurut teori, tidur adalah waktu perbaikan dan persiapan
untuk periode terjaga berikutnya. Selama tidur NREM, fungsi biologis
menurun. Laju denyut jantung normal pada orang dewasa sehat
sepanjang hari rata – rata 70 hingga 80 denyut permenit atau lebih
rendah jika individu berada pada denyut jantung kondisi fisik yang
sempurn. Namun selama tidur laju denyut jantung turus sampai 60
denyut permenit atau lebih rendah. Hal ini berarti bahwa denyut jantung
10 hingga 20 kli lebih sedikit dalam setiap jam. Oleh karena itu tidur
yang nyeyak bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung (Potter &
Perry,2010).
2. Pembaruan sel
Tidur diperlukan untuk memperbaiki proses biologis secara rutin.
Selama gelombang rendah dalam NREM tahap 4, tubuh melepaskan
hormon pertumbuhan manusia untuk memperbaiki dan memperbaharui
sel epitel dan khusus seperti otak (Putra,2011). Peran hormon
pertumbuhan yang umum sebagai suatu promotor sintesis protein adalah
terbatas dikarenakan pelapasan tiduk berhubungan dengan kadar glukosa
darah dan asam amino. Sintesis protein dan pembagian sel untuk
pembaharuan jaringan seperti pada kulit, sumsung tulang, mukos
lambung, atau otak terjadi selama istirahat dan tidur. Tidur NREM

6
menjadi sangat penting khususnya pada anak – anak yang mengalami
lebih banyak tidur tahap 4 (Potter & Perry,2010).
3. Penyimpanan energi
Kegunaan tidur lainnya adalah tubuh menyimpan energi selama tidur.
Otot skelet berelaklisasi secara progresif dan tidak adanya kontraksi otot
menyimpan energi kimia untuk proses seluler. Penurunan laju metabolik
basal lebih jauh menyimpan persediaan energi tubuh (Potter &
Perry,2010). Tidur REM penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM
dihubungkan dengan perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan
aktivitas kortisol, peningkatan komsumsi oksigen dan pelepasan
epinefrin. Hubungan ini dapat membantu penyimpanan memori dan
pembelajaran. Selama tidur, otak menyaring informasi yang disimpan
tentang hari tersebut (Potter & Perry,2010).
2.1.5 Kebutuhan dan pola tidur remaja
Remaja dewasa memiliki kebutuhan dan pola tidur yang berbeda – beda,
yaitu :
1. Sebagian besar remaja memerlukan 8 sampai 10 jam waktu tidur setiap
malam untuk mencegah keletihan yang tidak perlu dan kerentanan
terhadap infeksi. Perubahan pola tidur biasanya terjadi pada remaja. Anak
– anak yang tadinya bagun tidur lebih awal kini mulai tidur lama di pagi
hari dan kadang – kadang tidur siang. Alasan tidur siang tidak sepenuhnya
dipahami, tetapi mungkin itu merupakan hasil dari kematangan fisik dan
pengurangan tidur di waktu malam. Sekitar 20% tidur diusia ini berupa
tidur REM (Kozier,2010).
2. Siklus bangun tidur sangat penting bagi orang dewasa muda. Mereka
biasanya memiliki gaya hidup aktif dan diperkirakan memerlukan 7
sampai 8 jam setiap malam tetapi bisa kurang dari waktu tersebut. Orang
dewasa pertengahan biasanya mempertahankan pola tidur yang dibentuk
pada usia lebih muda. Meraka biasanya tidur 6 jam sampai 8 jam
permalam sekitar 20% tidur berupa REM. Jumlah terbagun dari tidur
meningkat dan jumlah tidur tahap IV mulai menurun (Kozier,2010).

7
2.1.6 Faktor – faktor yang mempengaruhi tidur
Gangguan tidur dapat disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai berikut :
a. Cahaya
Keadaan mengatuk dan tidur berhubungan dengan irama sirkardian
dalam pengaturan siang dan malam. Keadaan terbangun berkaitan
dengan cahaya matahari atau kondisi yang terang (Indarwati,2012).
Cahaya yang mempengaruhi tidur dan aktivitas otak selama terbagun,
sedangkan, irama sikardian, dan homeostatis mempengaruhi regulasi
tidur manusia (Indarwati,2012). Cahaya mempengaruhi produksi
melatonin. Melatonin adalah hormon dalam setiap organisme dengan
tingkat berbeda tergantung siklus hidup dan paparan cahaya. Melatonin
dihasilkan oleh kelenjar pineal di otak manusia. Melatoni berperan
besar dalam membantu kualitas tidur. Mengatasi penyimpangan –
penyimpangan, depresi, dan system kekebalan yang rendah. Penelitian
menunjukkan bahwa hormon ini membantu seseorang untuk tidur lebih
nyeyak, mengurangi jumlah bagun mendadak di malam hari serta
meningkatkan kualitas tidur (indarwati,2012).
b. Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat
menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan
waktu tidur yang banyak daripada biasanya. Di samping itu siklus
bangun-tidur selama sakit dapat mengalami gangguan.
c. Lingkungan
Lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur.
Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat
menghambat upaya tidur. Lingkungan yang tidak mendukung seperti
terpapar banyak suara menyebabkan seseorang kesulitan untuk
memulai tidur. Lingkungan yang yang tidak nyaman seperti lembab
juga dapat mempengaruhi tidur (Koizier,2010).
d. Kelelahan

8
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang.
Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus REM yang dilaluinya.
Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang.
e. Gaya hidup
Individu yang bergantu jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar
bisa tidur dalam waktu yang tepat.
f. Stress emosional
Anxietas (kegelisahan) dan depresi sering kali mengganggu tidur
seseorang. Kondisi anxietas dapat meningkatkan kadar norepinephrin
darah melalui stimulus saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan
berkurangnya siklus REM tahap IV dan tidur REM serta seringnya
terjaga saat tidur.
g. Stimulan dan alkohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang
sistem saraf pusat sehingga dapat mengganggu pola tidur. Sedangkan
konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur
REM.
h. Medikasi
Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorrang.
Betabloker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan
narkotik, diketahui dapat menekan tidur REM dan menyababkan
seringnya terjaga di malam hari.
i. Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah
seseorang. Sebaliknya perasaan bosan atau tidak adanya motivasi
untuk terjaga sering kali dapat menyebabkan kantuk.
j. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses
tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur,
karena adanya tryptophan yang merupakan asam amino dari protein
yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat

9
juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur
(Hidayat, 2006).
2.1.7 Gangguan tidur
Gangguan tidur dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
1. Insomnia
Insomnia adalah gangguan tidur yang kesulitan untuk tidur atau
mempertahankan tidur pada malam hari). Ini akan menjadi
gangguan jangka pendek jika berakhir hanya dalam waktu
beberapa malam, namun akan menjadi kronik jika sampai
berbulanbulan atau semakin lama. Insomnia sementara dapat
disebabkan oleh stress, perasaan yang terlalu gembira, atau
perubahan pola tidur selama melakukan perjalanan. Pola tidur akan
kembali normal ketika rutinitas kegiatan kembali seperti biasanya.
Insomnia kronik mungkin disebabkan karena medikasi, perilaku
atau masalah psikologi (DeWit, 2009 dalam Agustin, 2012).
2. Hiperinsomnia
Hipersomnia kebalikan dari insomnia, yaitu terjadi kelebihan
waktu tidur, terutama pada siang hari (Kozier, 2004 dalam
Indarwati, 2012). Hipersomnia dapat disebabkan karena kondisi
media, seperti adanya kerusakan pada sistem saraf pusat, gangguan
metabolik (asidosis diabetik dan hipotiroidisme). Seseorang
tertidur selama 8-12 jam dan mengalami kesulitan untuk bangun di
pagi hari (kadang-kadang dikenal sebagai tidur dengan keadaan
mabuk). (Harkreader, Hogan, & Thobaben, 2007 dalam Agustin,
2012).
3. Gangguan Irama Sirkadian
Gangguan tidur irama sirkadian terjadi karena tidak tepatnya
jadwal tidur seseorang dengan pola normal tidur sirkadiannya
(Harkreader, Hogan, & Thobaben, 2007 dalam Agustin, 2012).
Seperti seseorang tidak dapat tidur ketika orang tersebut berharap
untuk tidur, ingin tidur, atau pun pada saat membutuhkan tidur.

10
Sebaliknya, seseorang mengantuk di saat waktu yang tidak
diinginkan. (Craven and Hirnle, 2000 dalam Agustin, 2012).
4. Sleep Apnea
Apnea adalah kondisi dimana seseorang akan berhenti napasnya
dalam periode singkat selama tidur (Kozier, 2004 dalam Agustin,
2012). Ada tiga tipe sleep apnea: obstruktif, sentral dan
mixedcomplex. Apnea obstruktif disebabkan oleh jaringan halus
yang berelaksasi, dimana membuat sebagian sampai seluruhnya
tersumbat di saluran napas. Sindrom sleep apnea obstruktif
merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler lainnya. SzentkiráLyi, MadaráSz, dan NováK,
berpendapat bahwa kondisi somatik lainnya seperti sindrom
metabolik, diabetes dan penyakit ginjal kronik juga dikaitkan
dengan sleep apnea obstruktif. Apnea sentral terjadi karena
kegagalan otak untuk berkomunikasi dengan otot respiratori.
Apnea mixed-complexmerupakan kombinasi dari apnea obstruktif
dan apnea sentral. (SzentkiráLyi., et al, 2009 dalam Agustin,
2012).
5. Narkolepsi
Narkolepsi adalah disfungsi mekanisme yang mengatur keadaan
bangun dan tidur (Potter and Perry, 2005 dalam Agustin, 2012).
Narkolepsi terjadi secara tiba-tiba ketika seseorang sedang dalam
keadaan terjaga, dapat terjadi secara berulang dan tidak terkontrol.
Periode tidur singkat ini bisa terjadi setiap waktu dan durasinya
dari beberapa detik sampai lebih dari 30 menit. Sebagai contoh,
seseorang dapat jatuh tertidur saat sedang membaca buku,
menonton televisi, maupun menyetir. Narkolepsi terjadi pada
wanita dan pria di berbagai usia, meskipun gejala ini dirasakan
pertama kali pada saat remaja atau dewasa muda (Harkreader,
Hogan, & Thobaben, 2007 dalam Agustin, 2012). Narkolepsi
merupakan gangguan tidur yang dikarakteristikan oleh

11
abnormalnya pengaturan tidur rapid eye movement (Agustin,
2012).
6. Deprivasi Tidur
Deprivasi tidur meliputi kurangnya tidur pada waktu tertentu atau
waktu tidur yang kurang optimal. Deprivasi tidur dapat disebabkan
oleh penyakit, stress emosional, obat-obatan, gangguan lingkungan
dan keanekaragaman waktu tidur yang terkait dengan waktu kerja.
Seseorang yang bekerja dengan jadwal kerja yang panjang dan
rotasi jam kerja cenderung mengalami deprivasi tidur. Deprivasi
tidur melibatkan penurunan kuantitas dan kualitas tidur serta
ketidakkonsistenan waktu tidur. Apabila pola tidur mengalami
gangguan maka terjadi perubahan siklus tidur normal. Deprivasi
tidur mengakibatkan daya ingat yang melemah, sulit membuat
keputusan dan gangguan emosional seperti respon interpersonal
yang memburuk dan meningkatnya sikap agresif (Gryglewska,
2010).
7. Parasomnia
Parasomnia sebagai suatu aktivitas yang normal di saat seseorang
terjaga tetapi akan menjadi abnormal jika aktivitas tersebut muncul
di saat seseorang sedang tertidur. Masalah tidur ini lebih banyak
terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa, aktivitas tersebut
meliputi somnambulisme (berjalan dalam tidur), terjaga malam,
mimpi buruk, enuresis nocturnal (mengompol), dan
menggeratakkan gigi. (Potter and Perry, 2006 dalam Indarwati,
2012).
2.1.8 Kualitas tidur
Kualitas tidur merupakan fenomena yang sangat kompleks yang melibatkan
berbagai domain, antara lain, penilaian terhadap lama waktu tidur, gangguan tidur,
masa laten tidur, disfungsi tidur pada siang hari, efisiensi tidur, kualitas tidur,
penggunaan obat tidur. Jadi apabila salah satu dari ketujuh domain tersebut

12
terganggu maka akan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas tidur
(Indarwati, 2012).
Kualitas tidur adalah ukuran dimana seseorang itu dapat kemudahan dalam
memulai tidur dan untuk mempertahankan tidur, dan keluhan keluhan yang dapat
digambarkan dangan lama waktu tidur, dan keluhan – keluhan yang di rasakan
saat tidur ataupun sehabis bangun tidur. Kebutuhan tidur yang cukup ditentukan
selain oleh faktor jumlah jam tidur (kuantitas tidur), juga oleh faktor kedalaman
tidur (kualitas tidur). Beberapa faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas
tidur yaitu faktor fisiologis, faktor psikologis, lingkungan dan gaya hidup. Dari
faktor fisiologis berdampak dengan penurunan aktivitas sehari – hari, rasa lemah,
lelah, daya tahan tubuh menurun, dan ketidak stabilan tanda – tanda vital,
sedangkan dari faktor psikologis berdampak depresi, cemas dan sulit untuk
konsentrasi (Potter & Perry, 2005).
Pada penilaian terhadap lama waktu tidur yang dinilai adalah waktu dari
tidur yang sebenarnya yang dialami seseorang pada malam hari. Penilaian ini
dibedakan dengan waktu yang dihabiskan di ranjang. Pada penilaian terhadap
gangguan tidur dinilai apakah seseorang terbangun tidur pada tengah malam atau
bangun pagi terlalu cepat, bangun untuk pergi ke kamar mandi, sulit bernafas
secara nyaman, batuk atau mendengkur keras, merasa kedinginan, merasa
kepanasan, mengalami mimpi buruk, merasa sakit, dan alasan lain yang
mengganggu tidur (Buysee 1989 dalam Angkat, 2012).
Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan
keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang sesuai
(Khasanah, 2012). Kualitas tidur merupakan suatu keadaan yang dijalani individu
untuk mendapatkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun dari tidurnya.
Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda
kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya (Hidayat, 2008).
Menurut Asmadi (2008) kualitas tidur dapat dilihat melalui tujuh komponen
, yaitu :

13
1. subjektif : yaitu penilaian subjektif diri sendiri terhadap kualitas tidur yang
dimiliki, adanya perasaan terganggu dan tidak nyaman pada diri sendiri
berperan terhadap penelian kualitas tidur.
2. Latensi tidur : yaitu berapa waktu yang dibutuhkan sehingga seorang bisa
tertidur, ini berhubungan dengan gelombang tidur seseorang.
3. Efesiensi tidur : yaitu didapatkan melalui presentase kebutuhan tidur manusia,
dengan menilai jam tidur seseorang dan durasi tidur seseorang dan durasi tidur
sehingga dapat disimpulkan apakah sudah tercukupi atau tidak.
4. Penggunaan obat tidur dapat menandakan seberapa berat gangguan tidur yang
dialami, karena penggunaan obat tidur diindikasikan apabila orang tersebut
sudah sangat terganggu pola tidurnya dan obat tidur dianggap pelu untuk
membantu tidur.
5. Gangguan tidur : yaitu seperti adanya mengorok, gangguan pergerakan sering
terbangun dan mimpi buruk dapat mempengaruhi proses tidur seseorang.
6. Durasi tidur : yaitu dinilai dari waktu mulai tidur sampai waktu terbangun,
waktu tidur yang tidak terpenuhui akan menyebabkan kualitas tidur yang
buruk.
7. Daytime disfunction atau adanya gagguan pada kegiatan sehari – hari
diakibatkan oleh perasaan mengamuk.
Kualitas tidur berbeda dengan kuantitas tidur. Kualitas tidur adalah lama waktu
tidur berdasarkan jumlah jam tidur sedangkan kualitas tidur mencerminkan
keadaan tidur yang restoratif dan dapat menyegarkan tubuh keesokan harinya
(Asmadi,2008). Kualitas tidur yang buruk berbeda dangan kuantitas tidur yang
buruk. Kuantitas tidur yang buruk mencakup durasi pendek sedangkan kualitas
tidur yang buruk mencakup kesulitan utuk tidur dan seringkali terbagun pada
malam hari (Putra,2011). Tidur dikatan berkualitas baik apabila siklus NREM dan
REM terjadi berselang – seling empat sampai enam kali (Potter & Perry,2010).
Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda
kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah tidur.
2.2 Tekanan Darah
2.2.1 Defenisi Tekanan Darah

14
Tekanan darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vaskular,
sehingga tekanan darah meningkat jika curah jantung meningkat, resistensi
vaskular perifer bertambah, atau keduanya. Tekanan darah adalah tekanan yang
digunakan untuk mengedarkan darah di pembuluh darah dalam tubuh. Jantung
yang berperan sebagai pompa otot menyuplai tekanan tersebut untuk
menggerakan darah dan juga mengedarkan darah di seluruh tubuh. Pembuluh
darah arteri memiliki dinding-dinding yang elastis dan menyediakan resistensi
yang sama terhadap aliran darah. Oleh karena itu, ada tekanan dalam sistem
peredaran darah, bahkan detak jantung (Indarwati, 2012) .
Tekanan darah adalah tekanan pada pembuluh darah yang dihasilkan oleh
darah. Volume darah dan elastisitas pembuluh darah dapat mempengaruhi tekanan
darah. Peningkatan volume darah atau penurunan elastisitas pembuluh darah dapat
meningkatkan tekanan darah seseorang (Ronny, dkk, 2009).
2.2.2 Fisiologi Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap
satuan luas dinding pembuluh. Tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam
milimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa merupakan rujukan baku
untuk pengukuran tekanan (Guyton, 2007).
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi pembuluh
darah perifer (tahanan perifer). Curah jantung (cardiac output ) adalah jumlah
darah yang dipompakan oleh ventrikel ke dalam sirkulasi pulmonal dan sirkulasi
sitemik dalam waktu satu menit, normalnya pada dewasa adalah 4 – 8 liter.
Cardiac output dipengaruhi oleh jari – jari arteriol dan viskositas darah. Stroke
volume atau volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan saat
ventrikel satu kali berkontraksi normalnya pada orang dewasa normal yaitu 70 –
75 ml atau dapat juga diartikan sebagai perbedaan antara volume darah dalam
vertikel pada akhir diastolic dan volume sisa ventrikal pada sistolik. Heart rate
atau denyut jantung adalah jumlah kontraksi ventrikel per menit. Volume
sekuncup dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu volume akhir diastolic ventrikel, beban
akhir ventrikel ( afterload ), dan kontraktilitas dari jantung (Dewi,2012).

15
Dua penentu utama tekanan darah arteri rata-rata adalah curah jantung dan
resistensi perifer total. Curah jantung merupakan volume darah yang dipompa
oleh tiap ventrikel per menit dan dipengaruhi oleh volume sekuncup (volume
darah yang dipompa oleh setiap ventrikel per detik) dan frekuensi jantung.
Resistensi merupakan ukuran hambatan terhadap aliran darah melalui suatu
pembuluh yang ditimbulkan oleh friksi antara cairan yang mengalir dan dinding
pembuluh darah yang stationer. Resistensi bergantung pada tiga faktor yaitu,
viskositas (kekentalan) darah, panjang pembuluh, dan jari-jari pembuluh. Tekanan
arteri rata-rata secara konstan dipantau oleh baroreseptor yang diperantarai secara
otonom dan mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk menyesuaikan
curah jantung dan resistensi perifer total sebagai usaha memulihkan tekanan darah
ke normal. Reseptor terpenting yang berperan dalam pengaturan terus-menerus
yaitu sinus karotikus dan baroreseptor lengkung aorta (Sinaga, 2012).
2.2.3 Regulasi Tekanan Darah
Pengaturan tekanan darah secara umum dibagi menjadi dua yaitu
pengaturan tekanan darah untuk jangka pendek dan pengaturan tekanan darah
untuk jangka panjang.
1. Pengaturan tekanan darah jangka pendek
a. System saraf
System saraf mengontrol tekanan darah dengan mempengaruhi tahahan
pembuluh darah. Kontorl ini bertujuan untuk mempengaruhi distribusi
darah sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan bagian tubuh
yang spesifik, dan mempertahankan tekanan arteri rata – rata yang
adekuat dengan mempengaruhi diameter pembuluh darah. Umumnya
control system saraf terhadap tekanan darah melibatkan baroreseptor,
kemoreseptor, dan pusat otak tertinggi (hipotalamus dan serebrum)
(Mayuni,2013).
b. Kontrol kimia
Kadar oksigen dan karbondioksida membantu proses pengaturan
tekanan darah melalui reflex kemoreseptor. Beberapa kimia darah juga
mempengaruhi tekanan darah melalui kerja pada otot polos dan pusat

16
vasomotor. Hormon yang penting dalam pengaturan tekanan darah
adalah hormone yang dikeluarkan oleh medulla adrenal (nofepinefrin
dan epinefrin), natriuretic atrium, hormone antidiuretic, angiotensin II,
dan nitric oxide (Mayuni,2013).
2. Pengaturan tekanan darah jangka panjang
Organ ginjal memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan darah
jangka panjang. Organ ginjal mempertahankan keseimbangan tekanan darah
secara langsung dan tidak langsung. Mekanisme secara langsung dengan
meregulasi volume darah rata – rata 5 liter/menit, sementara secara tidak
langsung dengan melibatkan mekanisme renin angiostesin. Pada saat
tekanan darah menurun, ginjal akan mengeluarkan enzim renin ke dalam
darah yang akan mengubah angiotensin menjadi angiotensi II yang
merupakan vasokontriktor yang kuat (Mayuni,2013). Walupun hanya berada
1 atau menit dalam darah, tetapi angiotensin II mempunyai pengaruh utama
yang dapat meningkatkan tekanan arteri, yaitu sebagai vasokonstriksi di
berbagai daerah tubuh serta menurunkan eksresi garam dan air oleh ginjal
(Ronny,2009).
2.2.4 klasifikasi Tekanan Darah

2.2Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre Hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Stadium I 140 – 159 atau 90 – 99
Stadium II ≥ 160 ≥ 100
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VIII Sumber : National Heart,
Lung and Blood Institute (NHLBI), 2013.
2.2.5 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Faktor – faktor yang mempengaruhi tekanan darah seseorang trdiri dari :
1. Usia

17
Tekanan darah orang dewasa meningkat seiring dengan pertambahan usia
satu dari lima pria berusia 35-44 tahun memiliki tekanan darah tinggi. Angka
tersebut meningkat dua kali lipat pada usia 45 – 55 tahun. Sekitar 50% dari orang
yang berusia 55 -66 tahun diperkirakan mengalami hipertensi semakin meningkat
(Hadibroto,2008). Semakin bertambahnya usia seseorang dihubungkan dengan
penurunan elastisitas pembuluh darah yang dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan darah (Potter & Parry, 2010).
2. Stres
Kondisi stres pada seseorang secara terus menerus cenderung akan
meningkatkan rangsangan saraf simpatis. Peningkatan rangsangan saraf simpatis.
Peningkatan rangsangan saraf simpatis yang terjadi terus – menerus
mengakibatkan peningkatan kerja jantung dan tahanan vaskuler perifer. Efek
stimulasi saraf simpatis yang berlangsung secara terus – menerus akan
meningkatkan tekanan darah (Hadibroto,2008).
3. Ras
Frekuensi hipertensi pada orang Afrika dan Amerika cenderung lebih
tinggi daripada Eropa. Kematian yang dihubungkan dengan hipertensi juga lebih
banyak orang Afrika dan Amerika. Kecenderungan populasi ini terhadap
hipertensi dihubungkan dengan faktor genetik dan lingkungan (Potter & Perry
2010).
4. Medikasi
Terapi obat yang diresepkan oleh dokter kepada pasien kadang
memberikan efek perubahan tekanan darah yang signifikan. Perawat harus
mengkaji secara detail terapi obat yang dprogramkan kepada pasien memastikan
pengukuran tekanan darah (Potter & Perry, 2010).
5. Jenis kelamin
Secara klinis tidak terdapat perbedaan antara yang signifikan dari tekanan
darah pada ank laki – laki dan perempuan. Setelah pubertas pria cenderung
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi. Setelah menopause, wanita cenderung
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria dengan usia yang sama
(Potter & Perry,2010). Smeltzer & Bare (2008), juga menyebutkan bahwa

18
terdapat beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi tekanan darah pada
seseorang yaitu merokok, konsumsi garam berlebih,alkohol,obesitas,
stres,medikasi dan kurang olahraga aktivitas fisik. Menurut penelitian Anggara
(2013) selain faktor diatas terdapat faktor yang lain yang mempengaruhi tekanan
darah yaitu asupan natrium, obesitas, dan pekerjaan.
6. Kualitas tidur
Tekanan darah dapat terjadi akibat bebrapa faktor resiko yaitu riwayat
keluarga, kebiasaan hidup yang kurang baik, pola diit yang baik dan durasi atau
kualitas tidur yang buruk. Pada kondisi gangguan tidur, tubuh cendrung memiliki
laju metabolisme yang tinggi,oleh karena itu dibutuhkan begitu banyak glukosa
sebagai bagian bahan bakar pembentuk energi. Kortisol membantu penyediaan
akan kebutuhan glukosa yang meningkat.
Tekan darah dan denyut jantung biasanya menunjukkan variasi diturnal.
Selama tidur, nokturnal dip terjadi di kedua tekanan darah dan detak jantung, yang
tetap rendah sampai saat terbangun. Gangguan tidur dapat mengakibatkan
peningkatan aktivitas simpatis dan peningkatan rata – rata tekanan darah dan heat
rate selama 24 jam. Dengan cara ini, kebiasaan pembatasan tidur dapat
menyebabkan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik yang berkepanjangan
(Gangwich, 2015).
Kualitas tidur seseorang sangat bergantung pada gangguan tidur yang
dialaminya. Gangguan tidur umumnya yang dialami oleh seseorang disebabkan
oleh gangguan psikis atau stress yang menyebabkan gangguan keseimbangan
metabolisme tubuh seseorang. Stress seseorang dapat menyebakan keadaan tidak
bisa tidur. Hal itu disebabkan oleh terhambatnya metabolisme asam tripofan
sehingga pembentukan hormon serotonin juga terhambat yang dapat
menyebabkan keadaan jaga atau tidak bisa tidur. Peran hormon adrenalin,
norepineprhrin, dan kortisol juga sangat berpengaruh pada stres yang
menyebabkan seseorang tidak bisa tidur atau mengalami gangguan tidur. Ketiga
hormone tersebut bertanggu jawab atas keadaan stres seseorang,termasuk
membuat sesorang tetap fokus dan terjaga pada saat mengalami stress sehingga
dapat menyebkan gangguan tidur dan akhirnya menurunkan kualitas tidur

19
seseorang. Efek dari stress tersebut dapat membuat otot menjadi lebih tegang.
Kontraksi otot yang seering dan terus menerus akan memicu rasa sakit pada
kepala, migrain, dan kondisi lainnya. selain itu, efek dari stres dapat
meningkatkan frekuensi nafas, peningkatan detak jantung, dan aliran darah
(Gangwisch,2015).
2.2.6 Cara Mengukur Tekanan Darah
Tekanan darah arteri dapat diukur secara lansung (secara invasif ) dan tidak
lansung (secara tidak invasif ). Metode non-invasif adalah metode yang paling
sering dilakukan. Metode ini memerlukan spigmomanometer air raksa ataua
tensimeter aneroid (jarum) dan stetoskop. Pengukuran tekanan darah secara tidak
langsung dengan menggunakan auskultasi dan palpasi, auskultasi merupakan
teknik yang paling sering dilakukan (Potter & Perry,2010).
Langkah – langkah mengukur tekanan darah menurut Potter & Perry (2010),
sebagai berikut :
1. Mengkaji tempat yang paling baik untuk mengukur tekanan darah.
2. Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan antara lain, spigmomanometer,
kantung dan manset, stetoskop, pena serta lembar catatan tanda vital atau
formulir pencatatan.
3. Mengatur posisi klien duduk atau berbaring dan menjelaskan prosedur
kepada kien.
4. Menggulung lengan baju klien pada bagian atas lengan. Mempalpasi arteri
brakialis. Meletakkan manset 2.5 cm diatas nadi brakialis (ruang
antekubital). Dengan manset masih kempis, pasang manset dengan rata
dan pas disekililing lengan atas.memastikan bahwa manometer diposisikan
secara vertikal sejajar mata. Pengamat tidak boleh lebih jauh dari 1 m.
5. Mempelajari arteri radialis atau brakialis dengan ujung jari dari satu
tangan sambil menggembungkan manset dengan cepat sampai tekanan 30
mmHg di atas titik dimana denyut nadi tidak teraba. Dengan perlahan
kempiskan manset dan catat dimana denyut nadi muncul lagi.
Mengempiskan manset dan tunggu 30 detik.

20
6. Meletakkan stetoskop pada telinga dan pastikan bunyi jelas, tidak muffled
(tidak redup). Ketahui lokasi arteri brakialis dan letakkan bel atau
diafragma bagian dada di atasnya jangan membiarkan bagian dada
menyetuh manset atau baju klien.
7. Gembungkan manset 30 mmHg diatas tekanan sitolik yang dipalpasi.
Dengan perlahan lepaskan dan biarkan air raksa tutrun dengan kecepatan 2
sampai 3 mmHg perdetik.
8. Catat titik pada manometer saat bunyi jelas yang pertama terdengar
sebagai tekanan sistolik. Lanjutkan mengempiskan manset, catat titik pada
manometer sampai 2 mmHg terdekat dimana bunyi tersebut hilang sebagai
tekanan diastolik. Kempiskan manset dengan cepat dan sempurna.
9. Bantu klien untuk kembali ke posisi yang nyaman dan tutup kembali
lengan atas.
2.3 Hubungan Antara Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah
Tekanan darah dipengaruhi oleh sistem secara otonom, yakni simpatis dan
parasimpatis. Pada orang yang kualitas tidurnya buruk, didapatkan peningkatan
aktivitas simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis (Wendy et al, 2007).
Menurut Gangwisch, selama terjadi ketidakseimbangan pada homeostasis tubuh,
sistem saraf simpatik mengaktifkan dua sistem utama dalam sistem endokrin
yaitu:
1. Sistem medula adrenal-simpatik (Sympatic- adrenal medullary system)/
Sympathetic activation .
Bagian sistem saraf yang mengatur kebanyakan fungsi viseral tubuh disebut
sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat
yang terletak di medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus. Juga, bagian
korteks serebri, khususnya korteks limbik, dapat menghantarkan sinyal ke pusat-
pusat yang lebih rendah sehingga dengan demikian mempengaruhi pengaturan
otonom. Penjalaran sinyal otonomik eferen ke berbagai organ di seluruh tubuh
dapat dibagi dalam dua subdivisi utama yang disebut sistem saraf simpatis dan
sistem saraf parasimpatis. Serabut saraf simpatis dan parasimpatis terutama

21
menyekresikan salah satu dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau
norepinefrin.
Serabut-serabut yang menyekresikan asetilkolin disebut serabut kolinergik.
Sedangkan serabut saraf yang menyekresikan neuro transmitter norepinefrin
disebut serabut adrenergik, suatu istilah yang berasal dari kata adrenalin, dan
merupakan nama lain dari epinefrin. Asetilkolin disebut neurotransmitter
parasimpatis, dan norepinefrin disebut juga sebagai neurotransmitter simpatis.
Norepinefrin dan epinefrin disekresikan ke dalam darah oleh medula adrenal, dan
efek dari perangsangannya pada organ spesifik seperti pembuluh darah dan
jantung adalah terjadinya vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer yang
nantinya akan meningkatkan tahanan perifer. Dengan meningkatnya tahanan
pembuluh darah perifer, maka meningkat juga tekanan darah di dalam tubuh,
dikarenakan tekanan darah dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu cardiac
output (curah jantung) dan total peripheral resistance (tahanan perifer pembuluh
darah) (Guyton, 2007).
2. Sistem HPA (Hypotalamic-pituitary- adrenocortical/ Hypotalamicpituitary-
adrenocortical activation)
Dirangsang oleh stressor lingkungan , neuron di hipotalamus mensekresi
corticotropin - releasing hormone (CRH) dan arginin - vassopressin (AVP) .
corticotropin - releasing hormone (CRH), polipeptida pendek, diangkut ke
hipofisis anterior, di mana merangsang sekresi kortikotropin. Akibatnya, terjadi
peningkatan produksi kortikosteroid termasuk kortisol. Vasopressin, molekul
Serabut-serabut yang menyekresikan asetilkolin disebut serabut kolinergik.
Sedangkan serabut saraf yang menyekresikan neuro transmitter norepinefrin
disebut serabut adrenergik, suatu istilah yang berasal dari kata adrenalin, dan
merupakan nama lain dari epinefrin. Asetilkolin disebut neurotransmitter
parasimpatis, dan norepinefrin disebut juga sebagai neurotransmitter simpatis.
Norepinefrin dan epinefrin disekresikan ke dalam darah oleh medula adrenal, dan
efek dari perangsangannya pada organ spesifik seperti pembuluh darah dan
jantung adalah terjadinya vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer yang
nantinya akan meningkatkan tahanan perifer. Dengan meningkatnya tahanan

22
pembuluh darah perifer, maka meningkat juga tekanan darah di dalam tubuh,
dikarenakan tekanan darah dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu cardiac
output (curah jantung) dan total peripheral resistance (tahanan perifer pembuluh
darah) (Guyton, 2007).
2. Sistem HPA (Hypotalamic-pituitary- adrenocortical/ Hypotalamicpituitary-
adrenocortical activation)
Dirangsang oleh stressor lingkungan , neuron di hipotalamus mensekresi
corticotropin - releasing hormone (CRH) dan arginin - vassopressin (AVP) .
corticotropin - releasing hormone (CRH), polipeptida pendek, diangkut ke
hipofisis anterior, di mana merangsang sekresi kortikotropin. Akibatnya, terjadi
peningkatan produksi kortikosteroid termasuk kortisol. Vasopressin, molekul
hormon kecil, meningkatkan reabsorpsi air oleh ginjal dan menginduksi
vasokonstriksi, kontraksi pembuluh darah, sehingga meningkatkan tekanan darah
Secara bersamaan, CRH dan vasopresin mengaktifkan hipotalamus - hipofisis -
adrenal ( HPA ) axis . HPA axis terdiri dari sistem interaksi umpan balik antara
hipotalamus, kelenjar pituitari, dan kelenjar adrenal.
Hipotalamus melepaskan CRH dan vasopressin , yang mengaktifkan
sumbu HPA . CRH merangsang hipofisis anterior untuk melepaskan
corticotropin, yang bergerak melalui aliran darah ke korteks adrenal, di mana
corticotropin kemudian meregulasi produksi kortisol . Vasopresin , hormon
lainnya yang dikeluarkan oleh hipotalamus , merangsang saluran kortikal dari
ginjal untuk meningkatkan reuptake air , sehingga volume yang lebih kecil dari
urin yang terbentuk .Pengaruh utama kortisol adalah pada metabolisme glukosa di
dalam tubuh yaitu berfungsi untuk meningkatkan kadar glukosa di dalam tubuh
dengan membantu mobilisasi glukagon dari pankreas, serta meningkatkan
metabolisme pembentukan glukosa dari bahan non-karbohidrat (lemak dan
protein). Pada kondisi gangguan tidur, tubuh cenderung memiliki laju
metabolisme yang tinggi, oleh karena itu dibutuhkan begitu banyak glukosa
sebagai bahan bakar pembentuk energi. Kortisol membantu penyediaan akan
kebutuhan glukosa yang meningkat. Kortisol akan merangsang sel-sel otot yang
akan memicu perombakan protein otot. Hasil perombakan ini dibawa menuju hati

23
dan ginjal untuk dibentuk glukosa oleh glukagon lalu dibebaskan ke darah.
Kortisol dapat menghabiskan gula cadangan dari dalam sel otot termasuk senyawa
non karbohidrat untuk diubah menjadi glukosa, namun demikian kadar glukosa
darah meningkat (Gangwisch., et al, 2006 dalam Lu, 2015).
Laboratorium penelitian telah mencatat secara signifikan peningkatan
aktivitas simpatik dan tekanan darah pada individu dalam kondisi tidur terbatas,
dibandingkan dengan individu dalam kondisi tidur cukup (Spiegel, 1999 dalam
McGrath, 2014). Peningkatan ekskresi noradrenalin, menunjukkan peningkatan
aktivitas simpatis, juga telah dilaporkan setelah kurang tidur pada malam hari
(Lusardi., et al, 1999 dalam McGrath, 2014).
Tekanan darah dan denyut jantung biasanya menunjukkan variasi diurnal.
Selama tidur, nokturnal dip terjadi di kedua tekanan darah dan detak jantung, yang
tetap rendah sampai saat terbangun. Gangguan tidur dapat mengakibatkan
peningkatan aktivitas simpatis dan peningkatan rata-rata tekanan darah dan heart
rate selama 24 jam. Dengan cara ini, kebiasaan pembatasan tidur dapat
menyebabkan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik yang berkepanjangan
(Gangwisch., et al, 2006 dalam Lu, 2015) .
Kualitas tidur seseorang sangat bergantung pada gangguan tidur yang
dialaminya. Gangguan tidur umumnya yang dialami oleh seseorang disebabkan
oleh gangguan psikis atau stress yang menyebabkan gangguan pada
keseimbangan metabolisme tubuh seseorang. Stress seseorang dapat
menyebabkan keadaan tidak bisa tidur. Hal itu disebabkan oleh terhambatnya
metabolisme asam tripofan sehingga pembentukan hormon serotonin juga
terhambat yang dapat menyebabkan keadaan jaga atau tidak bisa tidur. Peran
hormon adrenalin, norepinephrin, dan kortisol juga sangat berpengaruh pada
stress yang menyebabkan seseorang tidak bisa tidur atau mengalami gangguan
tidur. Ketiga hormone tersebut bertanggung jawab atas keadaan stress seseorang,
termasuk membuat seseorang tetap fokus dan terjaga pada saat mengalami stress
sehingga dapat menyebabkan gangguan tidur dan akhirnya menurunkan kualitas
tidur seseorang. Efek dari stress tersebut dapat membuat otot menjadi lebih
tegang. Kontraksi otot yang sering dan terus menerus akan memicu rasa sakit

24
pada kepala, migrain, dan kondisi lainnya. Selain itu, efek dari stress dapat
meningkatkan frekuensi nafas, peningkatan detak jantung, dan aliran darah.
Peran fisioterapis sangat penting pada penatalksanaan stress seseorang
yaitu dengan menggunakan modalitas komunikasi terapeutik. Komunikasi
terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan seorang fisioterapis untuk
membantu pasien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis, dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Tujuan dari komunikasi
terapeutik yaitu membantu seseorang untuk memperjelas dan mengurangi beban
pikiran dan perasaan serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi
yang ada bila orang tersebut percaya pada hal yang diperlukan.
Pada saat fisioterapis melakukan komunikasi terapeutik pada seseorang
yang mengalami stress, maka terjadi peningkatan produksi hormone dopamin
pada hipotalamus di otak. Hormon dopamine merupakan hormone yang biasa
disebut hormone bahagia. Dopamin merupakan hormone yang dapat memberikan
dorongan dan motivasi untuk melakukan aktivitas dengan lebih baik di masa
depan, berperan penting pada gerakan motorik sehingga dapat membuat otot yang
awalnya mengalami ketegangan akibat stress dapat menjadi lebih rileks ,
meningkatkan kemampuan kognitif seperti daya ingat dan aritmetika, dan dapat
meredakan nyeri yang dialami. Jika stress dapat diatasi maka keseimbangan
metabolisme dalam tubuh dapat terjaga. Oleh karena itu, pada seseorang yang
mengalami stress, fisioterapis sangat berperan penting agar stress itu dapat di
kurangi atau dihilangkan, sehingga dampaknya pada gangguan tidur, yang
akhirnya meningkatkan tekanan darah dapat diatasi.
Selain modifikasi gaya hidup (pengaturan diet dan olah raga), kualitas
tidur sangatlah penting dalam mempertahankan kesehatan. Pencegahan hipertensi
di masa yang akan datang bukan hanya terbatas pada program olah raga dan
pengaturan berat badan, namun juga optimalisasi jam tidur. Sangatlah penting
untuk memantau kualitas dan kuantitas tidur pada anak, sebagai bagian dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat (Gottlieb., et al, 2006).

25
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual


Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka sebelumnya, maka disusun pola
variable sebagai berikut.

Kualitas Tidur Hipertensi

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian.


3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah “ Ada Hubungan antara Kualitas
Tidur dengan Tekanan Darah pada Mahasiswa Semester VIII Program Studi
S1 Keperawatan STIK Stella Maris Makassar”.
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi operasional
3.3.1 Identifikasi variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu :
1. Variabel independent (bebas)
Variabel independent dalam penelitian ini adalah kualitas tidur.
2. Variabel dependent (terikat)
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah tekanan darah.
3.3.2 Defenisi Operasional
Tabel 3.2 Defenisi Operasional Hubungan Kualitas tidur dengan Tekanan darah
pada mahasiswa STIK Stella Maris Makassar

26
Variabel Defenisi operasional Indikator Alat ukur Skala Hasil ukur
penelitian
Independent Kualitas tidur merupakan 1. Kualitas Kuesioner Interval Skor antara 0 –
Kualitas tidur fenomena yang sangat tidur kualitas 21
kompleks yang melibatkan subjektif tidur
berbagai domain, antara 2. Latensi
lain,penilaian, terhadapa tidur
lama waktu tidur siang, 3. Efesiensi
gangguan tidur, masa laten kebiasaan
tidur, disfungsi tidur pada tidur
siang hari, efesiensi tidur, 4. Penggunaa
kualitas tidur, penggunaan n obat tidur
obat tidur. 5. Gangguan
tidur
6. Durasi tidur
7. Daytime
8. disfunction
Dependen Nilai tekanan darah pada Tekanan sistol Stetoskop Interval Nilai tekanan
tekanan darah mahasiswa STIK Stella dan diastol dan darah sistolik
Maris Makassar dilakukan Tensimeter 60 300mmHg
pada posisi duduk aneroid dan diastolik
dalam 20-120mmHg.
satuan
mmHg

27
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Cross sectional adalah penelitian transvesal sebab
variabel bebas (faktor resiko) dan variabel terikat (efek) diobservasi hanya paada
saat yang sama (Susila dan Suyanto,2015). Jenis penelitian adalah observasional
analitik sering disebut faktor resiko sedangkan variabel terikat sering disebut
sebagai efek. Faktor resiko dalam hai ini adalah faktor – faktor atau keadaan yang
memudahkan individu terkena penyakit (efek).
Penelitian ini akan bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas tidur
dengan tekanan darah pada mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIK
Stella Maris Makassar.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di STIK Stella Maris Makassar.
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Mei 2020
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program Studi S1
Keperawatan STIK Stella Maris Makassar sebanyak 100 orang.
4.3.2 Sampel
Pelaksanaan penganbilan pada sampel yaitu mula – mula peneliti
menidentifikasi semua karakteristik populasi dengan studi pendahuluan dengan
mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan populasi. Kemudian peneliti
menetapkan sebagian dari anggota populasi menjadi sampel penelitian
berdasarkan pertimbangan pribadi peneliti sendiri. Karena populasinya kecil/
lebih kecil dari 10.000 maka, untuk menghitung besarnya sampel peneliti
menggunakan rumus slovin sebagai berikut(Notoatmodjo,2012):

28
n=N
1+N (d2)
Keterangan : N : Besar populasi
n : Besar sampel
d : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)
untuk menentukan sampel dalam penelitian ini diketahui populasinya sebanyak
100 responden maka, perhitungannya adalah
n=N
1+N (d2)
n= 100
1+100 (0,05)
n=100
1,25
n= 80 responden
dengan demikian diketahui jumlah sampelnya sejumlah 80 responden.
Sampel yang menjadi responden harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria sampel inklusi dalam penelitian ini :
a. Mahasiswa semester VIII
b. Mahasiswa yang bersedia menjadi responden
2. Kriteria sampel ekslusi
Kriteria ekslusi, yaitu karakteristik atau factor yang menyebabkan
subyek yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat ikut dalam penelitian
(Sastroasmoro & Ismail, 2010).
4.4 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah alat – alat yang digunakan untuk
pengumpulan data. Instrumen penelitian dapat berupa : kuesioner (daftar
pertayaan), formulir observasi, formulir – formulir lain yang berkaitan dengan
pencatatan data dan sebagainya (Notoatmojo,2010).
1. Kualitas tidur
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang disusun
terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama berisi data umum dan bagian kedua

29
kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai kualitas tidur yang dialami oleh
mahasiswa. Kuesioner telah dimodifikasi dan diuji dan memiliki koefisiensi
reliabilitas sebesar 0,827. Kuesioner mengkaji 7 komponen dalam kualitas tidur
yaitu kualitas tidur subjektif, sleep latensi, durasi tidur, gangguan tidur, efisiensi
kebiasaan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi tidur pada siang hari.
Pengukuran setiap dimensi tersebar dalam beberapa pertanyaan dan penilaian
sesuai standar baku.komponen 1 pertanyaan no 9 dengan skor 0-3. Komponen 2
skor pertanyaan no 2 + no 5a untuk nomer 2 kurang dari 15 menit di beri skor
0,16-30 menit diberi skor 2 >60 menit diberi skor 3 lalu untuk pertanyaan nomer
5a jika jumlah skor dari kedua pertanyaan tersebut jumlahnya 0 maka skornya 0,
jika jumlahnya 1-2 maka skornya 1, 3-4 skornya 2, 5-6 skornya 3.komponen 3
skor pertanyaan nomer 4 (>7=0, 6-7=1, 5-6=2,<5=3). Komponen 4 jumlah jam
tidur pulas soal nomer 4 dibagi jumlah di tempat tidur, (soal 1+3) X 100 jika
hasilnya >85% maka diberi skor 0, 75 -84% diberi skor 1, 65-74% diberi skor 2,
<65% diberi skor 3. Komponen 5 jumlah skor pertanyaan no 5b hingga 5j (bila
jumlahnya 0 maka skornya 0, jika jumlahnya 1-9 diberi skor 1, 10-8 diberi skor 2,
18-27 diberi skor 3). Komponen 6 skor pertanyaan no 6 0-3.Komponen 7 skor
pertanyaan no 7 dan no 8 jika jumlahnya 1-2 diberi skor 1, 3-4 diberi skor 2, 5-6
diberi skor 3.Nilai tiap komponen kemudian dijumlahkan manjadi skor global
antara 0-21. Skor ≤5 =baik, > 5-21 = buruk.
2. Tekanan darah pada mahasiswa
Jenis instrumen yang digunakan adalah menggunakan pengukuran tekanan
darah, yaitu tensimeter jarum dalam satuan mmHg dengan posisi duduk di lengan
sebelah kanan.
4.5 Prosedur Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini prosedur yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengurus surat ijin
penelitian dari pihak Program Studi SI Keperawatan STIK Stella Maris Makassar.
2. Menentukan responden penelitian sesuai kriteria berdasarkan data dari pihak
Program Studi SI Keperawatan.

30
3. Menjelaskan tujuan penelitian, jika responden sudah mengerti dan setuju
responden diminta untuk menandatangani lembar (informed concent).
4. Menanyakan karakteristik responden dengan mengisi lembar identitas yang
mencakup nama mahasiswa,usia, dan suku.
5. Melakukan pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan posisi duduk di
lengan sebelah kanan.
6. Memberikan lembar kuisioner PSQI kepada responden untuk diisi maksimal
alokasi waktu 10 menit.
7. Setelah responden selesai menuliskan jawaban, peneliti melakukan crosscheck
ulang apabila ada jawaban pertanyaan yang terlewati atau belum terjawab.
4.6 Teknik Analisis Data
4.6.1 Pengolahan data
Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan menggunakan software
statistik. Menurut nugroho (2012), pengolahan data meliputi :
1. Editing
Hasil adat dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih
dahulu. Secara umum editingmerupakan kegiatan untuk pengecekan dan
perbaikan. Apabila ada data-data yang belum lengkap, jika memungkinkan perlu
dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi data-data tersebut. Tetapi
apabila tidak memungkinkan, maka data yang tidak lengkap tersebut tidak diolah
atau dimasukkan dala pengolahan “data missing”(Nugroho, 2012).Yang meliputi :
a. Mengecek kelengkapan identitas pengisian
b. Mengecek masing- masing kekurangan isian data
2. Coding
Setelah data diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng”kodean”
atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan (Nugroho, 2012). Pemberian kode pada penelitian
berdasarkan karakteristik responden meliputi :
a. Jenis kelamin memiliki kategori
1) Laki-laki diberi kode 1
2) Perempuan diberi kode 2

31
b. Lingkungan (saat tidur) :
1) Cahaya :
Terang diberi kode 1
Redup diberi kode 2
Gelap diberi kode 3
2) Suhu :
Hangat diberi kode 1
Biasa diberi kode 2
Dingin diberi kode 3
c. Status tinggal
1) Kost diberi kode 1
2) Rumah orang tua diberi kode 2
d. Apakah anda merokok ?
1) Merokok diberi kode 1
2) Tidak merokok diberi kode 2
e. Apakah memiliki riwayat hipertensi
1) memiliki diberi kode 1
2) Tidak memiliki diberi kode 2
3. Data Entry
Data yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam
program atau “software”computer. Dalam proses ini di tuntut ketelitian dari orang
yang melakukan “data entry” ini. Apabila tidak maka terjadi bias, meskipun hanya
memasukkan data (Nugroho, 2012). Jawaban- jawaban yang sudah di beri kode
kategori kemudian dimasukkan ke dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi
data.
4. Scoring
Scoring yaitu menentukan skor/nilai untuk tiap item pertanyaan dan
tentukan nilai terendah dan tertinggi (Setiadi, 2007). Tahapan ini dilakukan
setelahditetapkan kode jawaban atau hasil observasi sehingga setiap jawaban
responden atau hasil observasi dapat diberikan skor (Suyanto & Salamah, 2009).
5. Cleaning

32
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan- kemungkinan
adanya kesalahan-kesalahan kode, dan sebagainya, kemudian dilakukan
pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersiham data (data cleaning)
(Nugroho, 2012). Jika hasil dari cleaning didapatkan tidak ada kesalahan sehingga
seluruh data dapat digunakan.
4.6.2 Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa univariat dan
analisa bivariat.
1. Analisa Data Univariat
Analisa data univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Untuk menganalisis hubungan kualitas
tidur dengan tekanan darah pada mahasiswa. Penyajian dalam bentuk distribusi
dan prosentase dari setiap variabel (Notoadmojo, 2010).
Semua karakteristik responden dalam penelitian ini seperti : jenis kelamin
berbentuk kategorik yang analisa proporsi dan dituangkan dalam bentuk table
distribusi frekuensi. Untuk data usia menggunakan tedensi central yaitu ukuran
pemusatan sebuah distribusi data. Ukuraan atau nilai tanggal yang mewakili
keseluruhan data. Tedensi central adalah mean (rata-rata), median,modus. Data
tersebut mereupakan numeric yang berskala rasio dan interval.
2. Analisa data Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukanterhadap dua variable yang
diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmojo, 2012). Analisa akan dilakukan
di program SPSS 16.0 for WindowsAnalisa statistik dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga bekorelasi atau berhubungan (Notoatmodjo, 2012). Karena
data penelitian seluruhnya berskala intervalmaka uji statistik yang digunakan
adalah uji Pearson product moment yaitu uji statistik yang paling umum
digunakan untuk mengetahui correlation coeficient ketika kedua variabel diukur
dalam skala interval atau rasio.Adapun persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
a. Pengambilan sampel dari populasi harus random (acak).
b. Data yang dicari korelasinya harus berskala interval atau rasio.

33
c. Variasi skor kedua variable yang akan dicari korelasinya harus sama.
d. Distribusi skor variable yang dicari korelasinya hendaknya merupakan
distribusi normal.
e. Hubungan antara variable X dan Y hendaknya linier.
Menurut I Ketut Swarjana (2016) hasil perhitungan pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi 3 besar kelompok besar :
a. Korelasi positif kuat, apabila hasil perhitungan korelasimendekati +1. Ini
berarti bahwa setiap kenaikan skor/ nilai pada variable X akan diikuti dengan
kenaikan skor/nilai variable Y. sebaliknya ,jika variable X mengalami
penurunan, maka akan diikuti dengan penurunan variable Y.
b. Korelasi negative kuat, apabila hasil perhitungan korelasi mendekati - 1 atau
sama dengan -1. Ini berarti bahwa setiap kenaikan skor/ nilai pada variable X
akan diikuti dengan penurunan skor / nilai variable Y. sebaliknya, apabila skor
/ nilai dari variable X turun, maka skor / nilai dari variable Y akan naik.c.
Tidak ada korelasi, apabila hasil perhitungan korelasi (mendekati 0 atau sama
dengan 0). Hal ini berarti bahwa naik turunnya skor / nilai satu variable tidak
mempunyai kaitan dengan naik turunnya skor /nilai variable yang lainnya.
Apabilaskor/nilai variable X naik, maka tidak selalu diikuti dengan naik atau
turunnya skor / nilai variable Y. Demikian juga sebaliknya.
Table 4.2 Derajat asosiasi
R Derajat asosiasi
±1,0 Sempurna ( perfect )
± 0,7 s/d ± 0,7 Kuat ( strong )
± 0,4 s/d ± 0,7 Sedang ( moderate )
± 0,2 s/d ± 0,4 Lemah ( weak )
± 0,01 s/d ± 0,2 Tidak penting ( negligible )
0,0 0,0 Tidak ada hubungan ( no
association )
Sumber : WHO, 2001 dalam Ketut Swarjana, 2016

34
Apabila distribusi tidak normal bias menggunakan uji korelasi Kendal Tau. Uji
Korelasi Kendal Tau yang dipilih dalam penelitian ini distribusinya mendekaati
distribusi normal.
4.7 Etika Penelitian
Aspek etik dalam penelititan adalah kebebasan dan kesediaan dalam
mengikuti penelititan, menghormati privasi dengan menjaga kerahasiaan,
menjaga responden dari ketidaknyamanan fisik dan psikis (Polit &Beck,
2010).Untuk menjaga aspek tersebut dilakukan dengan :
1. Beneficence
Dalam melakukan penelititna prinsip Beneficence merupakan salah satu
prinsip dasar yang harus diperhatikan.Beneficence merupakan etik penelititan
yang meminimalkan perlukaan atau kerugian dan memaksimalkan
keuntungan.Dalam penelititan ini intervensi yang dilakukan bertujuan untuk
menurunkan kecemasan anak akibat hospitalisasi dan tindakan tersebut tidak
beresiko melukai pasien sehingga aspek Beneficence terpenuhi.
2. Justice
Prinsip Justice atau keadilan dalam penelititan dilakukan dengan dua cara
yaitu hak untuk diperlakukan dengan adil dalam penelititan dan hak untuk
mendapatkan Privacy. Dalam penelititan ini prinsip keadilan dilakukan dengan
tidak membedakan status atau golongan dalam menetukan sampel.Responden
dalam penelititan ini diambil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sesuai
dengan tujuan penelititan. Sedangkan hak untuk mendapat privacy diberikan
kepada responden dengan menjamain kerahasiaan bahwa data dan segala
informasi yang bersifat pribadi tidak disebutkan dijaga kerahasiaan dengan
caraanonymity yaitu tidak mencantumkan nama responden dan diganti dengan
kode tertentu,
3. Respect for Human Dignity
Prinsip etik menghargai harkat dan martabat manusia meliputi hak
menentukankeputusan sendiri dan hak mendapat penjelasan . Hak untuk
menentukan keputusan apakah pasien akan terlibat dalam penelititan berada di

35
tangan pasien atau responden peneliti hanya memberi penjelasan mengenai
penelititan yang akan dilakukan .

36
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Sabiq. (2015). Hubungan Kualitas Tidur Dengan Peningkatan Tekanan


Darah Pada Remaja Di Sekolah Menegah Atas (SMA) Negeri 2
Lhokseumawe. Jurnal Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran
Vol.1, No.1 , 1-15. Di akses pada tanggal 13 Maret 2020.
Rinda. (2017). Hubungan Kualitas Tidur dengan Tekanan Darah Pada Remaja
Putera di Asrama Sanggau Landungsari Malang. Jurnal keperawatan
Indonesia Vol. 2, No. 2 607-618. Diakses pada tanggal 13 Maret 2020.
Rika, Diah (2015). “Hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah dan
kemampuan konsentrasi belajar mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Riau. Jurnal Keperawatan Indonesia Vol. ,
No. 2 1435 – 1443. Diakses pada tanggal 13 Maret 2020.
Agustin, Destiana. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur
pada Pekerja Shift di PT Krakatau Tirta Industri Cilegon, Depok :
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Amir,N. (2013). Gangguan Tidur Pada Lansia Cermin Dunia Kedokteran No.157.
jakarta : FKUI Anggara, P.( 2013). Faktor-faktor Yang Berhubungan
dengan Tekanan Darah dipuskesmas Telaga Murni Cikarang Barat
tahun 2012. [Jurnal Ilmiah Kesehatan]. Di akses tanggal 23 April 2020.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.
Rineka Cipta. Asmarito, I. (2014). Hubungan Antara Kualitas Tidur
dengan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi diRumah Sakit Umum
Daerah Karanganyar [ Jurnal Ilmiah Kesehatan ]. Di akses tanggal 25
April 2020.
Asmadi. (2008). Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Dewi, S.K. (2012). Faktor-faktor Resiko yang Berkaitan dengan Prevelensi
Kurang Tidur Kronis Pada Mahasiswa diDaerah Istimewa Yogyakarta.
[ Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta ]. Di akses tanggal 25
April 2020.

37
Dinkes Kota Madiun ( 2015). Data Penderita Gangguan Tidur 2015. Madiun.
Edoguard, J.B. (2010). Hypertention Principles and Practice. USA : Taylor and
Francis group. Di akses tanggal 5 Mei 2020.
Gangwisch, J. E, et al., (2006).Short Sleep Duration as a Risk Factor
Hypertension Analyses of The First NationalHealth and Nutrition
Examination Surevey:.American Heart Association. Diaksestanggal 10
Mei 2020.
Guyton, C.A. & Hall, J.E. (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
Jakarta : EGC.
Gryglewska, J. O. (2010). Consequences Of Sleep Deprivation. [ International
Journal Of Occupational Medicine and Environ Mental ]. Di akses
tanggal 15 Mei 2020.
Hidayat, A. (2007). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Indarwati, Nova. (2012). Hubungan Antara Kualitas tidur Mahasiswa yang
Mengikuti UKM dan Tidak Mengikuti UKM pada Mahasiswa Reguler
Fakultas Ilmu Keperawatan. Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan.
Universitas Indonesia. [ Jurnal Kesehatan ]. Di akses tanggal 20 Mei
2020.
Javaheri, S.,IsserA.S.,Rosen C.L., Redline S., (2008) . Sleep Quality and Elevated
Blood Pressure in Adolescents.
Ketut,I. (2016). Statistik Kesehatan.Yogyakarta : C.V Andi Offset’
Kozier, B. & Erb, G. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.
Jakarta : EGC
Notoatmodjo, S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis
,Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Pedoman skripsi, tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

38
Potter, P.A. & Perry, A. G. (2010). Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan Praktik Volume I Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika.
Puspita,R.W. (2010). Gaya Hidup Pada Mahasiswa Penderita Hipertensi.[Jurnal
Kesehatan ].di akses tanggal 21 Mei 2020.
Putra, S. R. (2011). Tips Sehat dengan Pola Tidur Tepat dan Cerdas. Yogyakarta :
Penerbit Buku Biru.
Rifianda. (2013). HubunganKualitasTidurDenganTekananDarahPadaMahasiwa
PSDP FKK UMJ: Makassar.

39

Anda mungkin juga menyukai