S
DENGAN DIAGNOSA MEDIS CEDERA OTAK SEDANG (COS) +
EDEMA SEREBRI+ ICH BASAL GANGLION
DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN ADL: DEFISIT PERAWATAN DIRI
DAN RASA NYAMAN: NYERI AKUT DI RUANG BEDAH ASTER
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
TANGGAL 5 -14 SEPTEBER 2016
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Lembar Pengesahan
Laporan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Cedera Otak Sedang
(COS)+ Edema serebri+ ICH Basal Ganglion yang telah dilaksanakan mulai
tanggal 5 September sampai dengan 16 September 2016 dalam rangka pelaksanaan
Profesi Keperawatan Dasar.
Telah disetujui untuk dilaksanakan seminar Profesi Keperawatan Dasar.
Menyetujui,
Mengetahui,
Kepala Ruangan
Ruang Bedah Aster
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................................. i
Lembar Pengesahan ........................................................................................................ ii
Daftar Isi.......................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 2
BAB 2 RESUME KASUS .............................................................................................. 3
2.1 Anatomi Fisiologi Kepala ...................................................................... 3
2.2 Autoregulasi di Kepala ......................................................................... 12
2.3 Definisi Trauma Kepala ........................................................................ 14
2.4 Manifestasi Klinis ................................................................................. 14
2.5 Klasifikasi ............................................................................................. 15
2.6 Etologi .................................................................................................. 24
2.7 Patofisiologi .......................................................................................... 25
2.8 Web of Causation Cedera Kepala ......................................................... 65
2.9 Pemeriksaan Diagnostik ....................................................................... 28
2.10 Penatalaksanaan .................................................................................... 31
2.11 Komplikasi............................................................................................ 37
2.12 Prognosis .............................................................................................. 39
2.13 Konsep Dasar Teori Virginia Henderson ............................................. 39
BAB 3 PEMBAHASAN ................................................................................................ 47
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS.......................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 67
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di
unit gawat darurat suatu rumah sakit.”No head injury is so serious that it should
be despaired of, nor so trivial as to be lightly ignored”, menurut Hippocrates
bahwa tidak ada cedera kepala yang perlu dikhawatirkan serius yang bisa kita
putus harapan dan tidak ada juga keluhan yang dapat kita abaikan. Setiap tahun
di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala, 52.000 pasien
meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga merupakan
penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan dengan
kematian (CDC, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh National
Trauma Project di Islamic Republic of Iran bahwa diantara semua jenis trauma
tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% trauma kepala dan kematian
paling banyak juga disebabkan oleh trauma kepala (Karbakhsh, Zandi,
Rouzrokh, Zarei, 2009).
Rata-rata rawat inap pada lelaki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa
trauma kepala sebanyak 146,3 per100.000 dan 158,3 per100.000 (Thomas,
2006). Angka kematian trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki-laki
dibanding perempuan yaitu sebanyak 26,9 per100.000 dan 1,8 per100.000. Bagi
lansia pada usia 65 tahun ke atas, kematian akibat trauma kepala mencatat
16.000 kematian dari 1,8 juta lansia di Amerika yang mangalami trauma kepala
akibat terjatuh (CDC, 2005).
Cedera kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks
bila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan
karena struktur anatomic dan fisiologik dari isi ruang tengkorak yang majemuk,
dengan konsistensi cair, lunak dan padat yaitu cairan otak, selaput otak, jaringan
syaraf, pembuluh darah dan tulang (Retnaningsih, 2008).
Pasien cedera kepala dengan keterbatasan fisik membutuhkan banyak aspek
untuk membantu memperbaiki kualitas hidup termasuk kebutuhan dasar
pasien.Henderson melihat manusia sebagai individu yang membutuhkan
bantuan untuk meraih kesehatan, kebebasan atau kematian yang damai, serta
bantuan untuk meraih kemandirian (Wahyudi, 2013). Manusia memiliki
komponen- komponen kebutuhan yaitu kebutuhan biologis, psikologis,
sosiologis dan spiritual.
Berdasarkan latar belakang, penulis ingin menggambarkan kebutuhan dasar
pada pasien dengan cedera/ trauma kepala melalui pendekatan teori pemenuhan
kebutuhan dasar Henderson.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Menganalisis dan menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan
cedera kepala terutama pada asuhan keperawatan dasar melalui pendekatan
teori pemenuhan kebutuhan dasar Henderson secara komprehensif di Ruang
Bedah Aster RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi cedera kepala
2. Menjelaskan klasifikasi cedera kepala
3. Menjelaskan manifestasi klinis cedera kepala
4. Menjelaskan etiologi cedera kepala
5. Menjelaskan patofisiologi cedera kepala
6. Menggambarkan Web of Causation cedera kepala
7. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic cedera kepala
8. Menjelaskan penatalaksanaan cedera kepala
9. Menjelaskan komplikasi cedera kepala
10. Menjelaskan prognosis cedera kepala
11. Menjelaskan asuhan keperawatan dasar Henderson
12. Menganalisis kasus pasien dengan cedera kepala di Ruang Bedah Aster
13. Menjelaskan standar operasional prosedur tindakan yang dilakukan pada pasien
cedera kepala
2
2.14 Anatomi Fisiologi Kepala
a. Kulit Kepala
Kulit kepala memiliki 5 lapisan yang disebut dengan SCALP yaitu;
skin ataukulit,connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis
atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang
longgar danpericranium.
3
dextra dan sinistra, os nasale dextra dan sinistra, os lacrimale dextra dan
sinistra, vomer dan concha dextra dan sinistra.
4
Pia mater adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat
pada otak.Lapisan ini mengandung banyak pembuluh darah untuk
mensuplai jaringan saraf.Pia meter merupakan membran vaskular dan
berhubungan dengan permukaan luar otak dan medulla spinalis.
2. Lapisan Araknoid
Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia mater dan mengandung
sedikit pembuluh darah. Memiliki ruang subaraknoid yang berfungsi untuk
memisahkan lapisan araknoid dari pia meter dan mengandung cairan
serebrospinalis, pembuluh darah, serta jaringan penghubung seperti selaput
yang mempertahankan posisi araknoid terhadap pia meter di bawahnya. Ada
juga berkas kecil jaringan araknoid, vili araknois, menonjol ke dalam sinus
vena (dural) dura mater.
3. Dura Mater
Dura mater merupakan lapisan terluar yang tebal dan terdiri dari dua
lapisan.Lapisan ini biasanya terus bersambungan, tetapi terputus pada
beberapa sisi spesifik. Kedua lapisan tersebut antara lain: a. Lapisan
Periosteal Luar
Lapisan periosteal luar pada dura mater melekat di permukaan dalam
kranium dan berperan sebagai periosteum dalam tulang tengkorak.
b. Lapisan Meningeal Dalam
Lapisan meningeal dalam pada dura mater tertanam sampai kedalam
fisura otak dan terlipat kembali ke arahnya untuk membentuk
bagianbagian berikut: (1) Falks serebrum
5
c. Pada beberapa regia, kedua lapisan ini dipisahkan oleh pembuluh darah
besar, sinus vena yang mengalirkan darah keluar dari otak.
d. Ruang Subdural
Ruang subdural merupakan ruang yang memisahkan dura mater dari
araknois pada regia kranial dan medulla spinalis.
e. Ruang Epidural
Ruang epidural adalah ruang potensial antara periosteal luar dan lapisan
meningeal dalam pada dura maer di regia medulla spinalis.
d. Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer semua alat tubuh, bagian dari semua saraf sentral yang
terletak di dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput
otak yang kuat.
6
menyerupai parit disebut sulcus. Keempat lobus tersebut masing-masing
adalah: lobus frontal, lobus parietal, lobus occipital dan lobus temporal.
a. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari otak
besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah,
memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual
dan kemampuan bahasa secara umum.
b. Lobus parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c. Lobus temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
d. Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi
beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada
gambar di bawah ini.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri.Kedua
belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya.Secara
umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri
7
mengontrol sisi kanan tubuh.Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan
kemampuan artistik.Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak kecil atau cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat
dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak kecil juga
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang
dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis,
gerakan mengunci pintu dan sebagainya.Jika terjadi cedera pada otak kecil,
dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak
otot.Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak
mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu
mengancingkan baju.
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia
termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight
or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang otak terdiri dari
empat bagian, yaitu:
a. Diensepalon adalah bagian batang otak paling atas, terdapat diantara
serebellum dengan mesensepalon.
b. Mesensepalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan otak besar dan otak kecil.
Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
c. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah
kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah,
pernafasan, dan pencernaan.
8
d. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak
bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita
terjaga atau tertidur.
4. Limbic System (Sistem Limbik)
9
Cairan serebrospinalis adalah cairan yang mengelilingi ruang
subaraknoid di sekitar otak dan medulla spinalis.Cairan ini juga mengisi
ventrikel dalam otak.
1. Komposisi
Cairan serebrospinalis menyerupai plasma darah dan cairan interstisial
tetapi hanya mengandung sedikit protein. Jumlah totalnya kira-kira 120 ml
dengan tekanan 60-150 mmH2O mengandung 200-300 mg protein/l dan
sekitar 2,8-4,4 mmol glukosa/l. Jumlah ini dapat berubah jika terjadi
penyakit.
2. Produksi
Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh: a.
Pleksus koroid
Pleksus koroid adalah jaring-jaring kapilar berbentuk bunga kol yang
menonjol dari pia mater ke dalam dua ventrikel otak.
10
dari pleksus koroid.Cairan kemudian direabsorpsi di villi araknoid
(granulasi) ke dalam sinus vena pada dura mater dan kembali ke aliran darah
tempat asal produksi cairan tersebut.
Reabsorpsi cairan serebrospinalis berlangsung secepat produksinya dan
hanya menyisakan sekitar 125 ml pada sirkulasi.Reabsorpsi normal berada
di bawah tekanan ringan, yaitu 10 mmHg sampai 20 mmHg. Jika ada
hambatan saat reabsorpsi berlangsung maka cairan akan bertambah dan
keadaan intra cranial akan semakin besar.
4. Fungsi
Fungsi cairan serebrospinalis adalah sebagai bantalan air untuk jaringan
lunak otak dan medulla spinalis, media pertukaran nutrien dan zat buangan
antara darah dan otak serta medulla spinalis. Fungsi lain dari cairan
serebrospinalis adalah untuk mempertahankan tekanan di dalam tengkorak
konstan.
Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah perfusi serebral/cerebral
perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi
11
sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang
adekuat (Black & Hawks, 2005). CPP dihasilkan dari tekan arteri sitemik
rat-rata dikurangi tekanan intracranial dengan rumus CPP = MAP-ICP.
CPP norma; pada rentang 60-100 mmHG. Jika CPP diatas 100 mmHg,
maka potensial terjadi PTIK.Jika kurang dari 60 mmHg, aliran darah ke
otak tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi
(Morton et.al, 2005). Jika MAP dan ICP sama, berarti tidak ada CPP dan
perfusi serebral berhenti, sehingga penting untuk mempertahankan kontrol
ICP dan MAP (Black & Hawks, 2005).
a. Mean Arterial Pressure (MAP)
Mean Arterial Pressure atau biasa disebut MAP adalah hitungan rata-rata
tekanan darah arteri yang dibutuhkan agar sirkulasi darah sampai ke otak.
Tekanan yang membawa darah ke otak tidak boleh kuran tidak boleh juga
lebih dikarenakan jika tekanannya kurang maka suplai makanan ke otak
akan berkurang. dalam kondisi ini tubuh akan lemas, mudah mengantuk
dan akan cenderung tidak sadar. kondisi ini akan diikuti dengan akral
tubuh yang dingin, heart rate tachikardi, hipotensi dan respirasi meningkat
gunai suplai oksigen ke otak tercukupi. Resiko terbesar apabila tekanan
darah ke otak tinggi adalah pecahnya pembuluh darah otak, disini
disebabkan pembuluh darah diotak begitu halus dan rapuh, sehingga
mudah pecah.Oleh karena itu tekanan darah yang mengalir ke otak harus
stabil dan tepat. MAP yang dibutuhkan agar pembuluh darah elastis dan
tidak pecah serta otak tidak kekurangan oksigen / normal MAP adalah 70-
100 mmHg. Apabila <70 atau >100 maka tekanan rerata arteri itu harus
diseimbangkan yaitu dengan meningkatkan atau menurunkan tekanan
darah pasien tersebut. MAP adalah rat-rata tekakan selama siklus kardiak.
MAP = Tekanan Sistolik + 2X tekanan diastolik dibagi 3.
b. Intracranial Pressure (ICP)
ICP normal adalah 5 - 15 mmHg.Tidak ada set point yang ditentukan di
mana pengobatan untuk hipertensi intrakranial harus dimulai, namun
tingkat di atas 20 mmHg biasanya diobati.Brain Trauma Foundation (BTF)
merekomendasikan pemantauan ICP untuk memandu terapi ICP/CPP
yang diarahkan setelah Trauma Brain Injury (TBI) parah pada semua
pasien dengan hasil CT-scan kranial abnormal, dan pada orang dengan
12
hasil CT-scan normal tetapi jika di ikuti dua atau lebih dari persyaratan
seperti usia > 40 tahun, unilateral atau bilateral motor posturing; atau
tekanan darah sistolik < 90 mmHg.
Pemantauan ICP sedang digunakan dalam pengaturan klinis perdarahan
subarachnoid (SAH) dan intracerebral haemorrhage (ICH).Biasanya ICP
dianggap memerlukan pengobatan jika > 20-25 mmHg dan hipertensi
intracranial berhubungan secara signifikan dengan TBI.
c. Cranial Perfusion Pressure (CPP)
CPP berbubungan dengan ICP dan MAP.Pedoman konsensus saat
menyarankan CPP harus dipertahankan antara 50 dan 70 mm Hg setelah
TBI.CPP> 70 mmHg harus dihindari karena tingginya insiden Acute Lung
Injury (ALI) sangat mungkin bahwa ambang CPP ada secara individual
dan bahwa CPP optimal dapat diidentifikasi dengan monitoring
multimodal .
4) Aliran darah otak (ADO)
ADO normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak permenit. Bila ADO
menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan
menghilang. Apabila ADO sebesar 5ml/100 gr/menit maka sel-sel otak
akan mengalami kematian dan kerusakan yang menetap (American college
of surgeon, 1997).
13
2.17 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala trauma kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori
utama (Hoffman et. al. 1996):
1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus
2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan
berfikir kompleks
3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas
Menurur Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala berat adalah
sebagai berikut :
1. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak
menurun atau meningkat.
2. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
3. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).
4. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau
posisi abnormal ekstrimitas.
5. Terjadi 48 jam setelah trauma, nilai GCS < 9
2.18 Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang
secara deskripsi dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan
beratnya cedera kepala (IKABI, 2004).
1. Berdasarkan mekanisme cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Cedera Kepala Tumpul
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,
jatuh/pukulan benda tumpul.Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan
decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan
melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.
b. Cedera Tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.
2. Berdasarkan morfologi cedera kepala
Cedera kepala dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang meliputi a.
Laserasi Kulit Kepala
14
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit
kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu
skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan
periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit
bergerak terhadap tulang.Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi
robekan pada lapisan ini.Lapisan ini banyak mengandung pembuluh
darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat
mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.
b. Fraktur Tulang Kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi
1) Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau
stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan
tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang
bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan
tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang
masuk kedalam rongga intrakranial.
2) Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang
tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura
tulangkepala.Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita
karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis
pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat
mengakibatkan terjadinya hematum epidural.
3) Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki
lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur.
4) Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga
besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang
kecal.Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan
penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur
impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen
15
yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang
sehat.
16
ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan
durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan
kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan
kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis
kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang
ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan
hemiparesis.
b) Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang
subdural yang terjadi akut (6-3 hari).Perdarahan ini terjadi akibat
robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks
cerebri.Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir
otak.Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan
prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan
epidural.
c) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik
Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang
subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma.Subdural hematom
kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit.
Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi
sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat
tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke
dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam
(korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan
neomembran tersebut akan di ikuti dengan pembentukan kapiler
baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi
atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan
hipertonis yang dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan
ini terjadi maka akan menarik likuor diluar membran masuk
kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak.
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH kronis antara
lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang
menyerupai TIA (transient ischemic attack), disamping itu dapat
17
terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik
dan kejang
d) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH) Intra
cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan
konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral
hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak
dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi
dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya
pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim
otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis
yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya penurunan
kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh
mekanisme dan energi dari trauma yang dialami.
e) Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)
Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh
darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu
akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut
sebagai perdarahan subarahnoit (PSA).Luasnya PSA
menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga
menggambarkan buruknya prognosa. PSA yang luas akan
memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan
menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema
cerebri.
2) Cedera otak difus
Cedera kepala difus adalah terminologi yang menunjukkan
kondisi parenkim otak setelah terjadinya trauma. Terjadinya cedera
kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan deselarasi gaya
rotasi dan translasi yang menyebabkan bergesernya parenkim otak
dari permukaan terhadap parenkim yang sebelah dalam. Fasospasme
luas pembuluh darah dikarenakan adanya perdarahan subarahnoit
traumatika yang menyebabkan terhentinya sirkulasi diparenkim otak
dengan manifestasi iskemia yang luas edema otak luas disebabkan
karena hipoksia akibat renjatan sistemik, bermanifestasi sebagai
cedera kepala difus.
18
a) Cedera akson difus (difuse aksonal injury)
Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal
yang menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda
otak (serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan
inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang
menghbungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura)
mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan
karena gaya rotasi antara initi profunda dengan inti permukaan.
b) Kontsuio cerebri
Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang
disebabkan karena efek gaya akselerasi dan deselerasi.
Mekanisme lain yang menjadi penyebab kontosio cerebri adalah
adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut
menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur
parenkim otak yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan
cairan otak yang begitu kompak. Lokasi kontusio yang begitu
khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan
dengan arah datangnya gaya yang mengenai kepala.
c) Edema cerebri
Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma
kepala.Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan
parenkim otak namun terlihat pendorongan hebat pada daerah
yang mengalami edema.Edema otak bilateral lebih disebabkan
karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya
renjatan hipovolemik.
d) Iskemia cerebri
Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak
berkurang atau terhenti.Kejadian iskemia cerebri berlangsung
lama (kronik progresif) dan disebabkan karena penyakit
degeneratif pembuluh darah otak.
19
a. Lobus frontal atau bagian depan kepala dengan tanda-
tanda adanya gangguan pergerakan bagian tubuh
(kelumpuhan)
1. Ketidakmampuan untuk melkukan gerakan rumit
yang di perlukan untuk menyelesaikan tugas
yang memiliki langkahlangkah, seperti membuat
kopi
2. Kehilangan spontanitas dalam berinteraksi
dengan orang lain
3. Kehilangan fleksibilitas dalam berpikir
4. Ketidakmampuan fokus pada tugas
5. Perubahan kondisi kejiwaan (mudah emosional)
6. Perubahan dalam perilaku sosial
7. Perubahan dalam personalitas
8. Ketidakmampuan dalam berpikir (kehilangan
memory)
b. Lobus parietal, dekat bagian belakang dan atas dari
kepala
1. Ketidakmampuan untuk menghadirkan lebih dari satu obyek pada
waktu yang bersamaan
2. Ketidakmapuan untuk memberi nama sebuah obyek (anomia)
3. Ketidakmampuan untuk melokalisasi kata-kata dalam tulisan
(agraphia)
4. Gangguan dalam membaca (alexia)
5. Kesulitan menggambar obyek
6. Kesulitan membedakan kiri dan kanan
7. Kesulitan mengerjakan matematika (dyscalculia)
8. Penurunan kesadaran pada bagian tubuh tertentu dan/area disekitar
(apraksia) yang memicu kesulitan dalam perawatan diri
9. Ketidakmampuan fokus pada perhatian fisual/penglihatan
20
4. Teriptanya halusinasi
5. Ilusi visual-ketidakakuratan dalam melihat obyek
6. Buta kata-ketidakmampuan mengenali kata
7. Kesulitan mengenali obyek yang bergambar
8. Ketidakmampuan mengenali gerakan dari obyek
9. Kesulitan membaca dan menulis
10. Kesulitan koordinasi mata dan tangan
d. Lobus temporal : sisi kepala di atas telinga
1. Kesulitan mengenali wajah (prosoprognosia)
2. Kesulitan memahami ucapan (afasiawernicke)
3. Gangguan perhatian selektif pada apa yang dilihat dan didengar
4. Kesulitan identifikasi dan verbalisai obyek
5. Hilang ingatan jangka pendek
6. Gangguan memori jangka panjang
7. Penurunan dan peningkatan ketertarikan pada oerilaku seksual
8. Ketidakmampuan mengkategorikan onyek (kategorisasi)
9. Kerusakan lobus kanan dapat menyebabkan pembicaraan yang
persisten
10. Peningkatan perilaku agresif
e. Batang otak : dalam di otak
1. Penurunan kapasitas vital dalam bernapas, penting dalam berpidato
2. Menelan makanan dan air (dysfagia)
3. Kesulitan dalam organisasi/persepsi terhadap lingkungan
4. Masalah dalam keseimbangan dan gerakan
5. Sakit kepala dan mual (vertigo)
6. Kesulitan tidur (insomnia, apnea saat tidur)
21
6. Ketidakmampuan membuat gerakan cepat
3. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer, 2000)
dapat diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS
dan dikelompokkan menjadi:
a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15.
1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi. 2) Tidak ada
kehilangan kesadaran
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
6) Tidak adanya criteria cedera kepala sedang-berat
b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13.
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi
respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan.
1) Amnesia paska trauma
2) Muntah
3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
4) Kejang
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
2.19 Etologi
2.6.1 Mekanisme Terjadinya Kecederaan
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti
translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila
kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu
gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat
percepatan (akselerasi) pada arah tersebut. Deselerasi apabila kepala
bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan oleh
suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba
22
terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba mendapat
gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala.
Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial
(Sastrodiningrat, 2009).
23
Menurut Rosjidi(2007), penyebab cedera kepala antara lain:
1.Kecelakaan pada saat olah raga
2.Cedera akibat kekerasan.
3.Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana
dapat merobek otak.
4.Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
5.Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana
dapat merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
2.20 Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan
beratringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu
kepala.Cederapercepatanaselerasiterjadi jika benda yang sedang bergerak
membenturkepala yangdiam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul,
atau karenakena lemparanbenda tumpul.Cedera perlambatan deselerasiadalah
bilakepala membenturobjek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan
mobilatau tanah.Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakankepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi
bila posisibadandiubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi
denganpengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangandanrobekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak,yaitu cedera
otak primer dan cedera otak sekunder.
a. Cedera otak primer cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan
kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya
menimbulkan lesi permanen.Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali
membuat fungsi stabil, sehinggasel-sel yang sedang sakit bisa mengalami
proses penyembuhan yang optimal.Cedera primer, yang terjadi pada waktu
benturan, mungkin karena memarpada permukaan otak, laserasi substansi
alba, cedera robekan atau hemoragikarena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan
trauma saat lahir yang bisamengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh
sistem dalam tubuh.
b. Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan
sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan
24
fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera.
Cedera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra
kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya
bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang
terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan
volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi(Soetomo,
2002). Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkanrobekan
dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapatmengakibatkan
laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisaterjadi kerusakan
susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkanterjadinya
gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009)
2.7.1 Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan yaitu:
25
2.7.2 Mekanisme timbulnya lesi pada Cedera Kepala.
Ada beberapa hipotesis yang mencoba menerangkan terjadinya lesi pada pada
jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala.
1. Getaran otak.
Trauma pada kepala menyebabkan seluruh tengkorak beserta isinya
bergetar.Kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran. Makin besar
getarannya makin besar kerusakan yang ditimbulkannya.
2. Deformasi tengkorak.
Benturan pada tengkorak menyebabkannya menggepeng pada tempat benturan
itu. Tulang yang menggepeng ini akan membentur jaringan dibawahnya dan
menimbulkan kerusakan pada otak. Pada sisi seberangnya, tengkorak bergerak
menjauh dari jaringan otak dibawahnya sehingga timbul ruangan vakum yang
dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah
3. Pergeseran otak.
Benturan pada kepala menyebabkan otak bergeser mengikuti arah gaya
benturan. Gerakan geseran lurus ini disebut juga gerakan translasional.Geseran
ini dapat menimbulkan lesi bila permukaan dalam tengkorak kasar seperti yang
terdapat di dasar tengkorak.Kelambanan otak karena konsistensinya yang lunak
menyebabkan gerakannya tertinggal terhadap gerakan tengkorak. Di daerah
seberang gerakan otak akan membentur tulang tengkorak dengan segala
akibatnya
4. Rotasi otak
Pada tahun 1865 Alquie pada percobaannya pada mayat dan hewan telah
mengetahui bahwa pada saat benturan kepala, otak mengalami rotasi sentrifugal
yang mengakibatkan benturan otak pada tabulainterna tengkorak.Holbourn
(1943) mengatakan bahwa rotasi otak dapat terjadi pada bidang sagital,
horizontal, koronal dan kombinasinya.Gerakan berputar ini tampak disemua
daerah kecualidi daerah frontal dan temporal.Di daerah dimana otak dapat
bergerak, kerusakan otak yang terjadi sedikit atau tidak ada, Kerusakan terbesar
terjadi di daerah yang tidak dapat bergerak atau terbatas gerakannya, yaitu
daerah frontal di fossa serebri anterior dan daerah temporal di fossa serebri
26
media.Karena sulit bergerak, jaringan otak di daerah ini mengalami regangan
yang mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dan serat-serat saraf.
salah satu indikator pembeda antara kontusio (CKS) dan komosio (CKR).
penurunan kesadaran <10 menit dan nilai SKG 13-15 adalah acuan klinis
yang mendukung ke arah komosio.6 Prediktor ini bila berdiri sendiri tidak
kuat, tetapi di daerah tanpa fasilitas CT scan otak, dapat dipakai sebagai
27
Ureum dan kreatinin
7. GDA
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang dapat
dijaga tetap >90mm Hg, SaO2 >95%, dan pCO2 30-35 mmHg
albuminnormal.
28
2.23 Penatalaksanaan
Menurut American College of Surgeon Committe on Trauma dalam
Advanced Trauma Life Support for Doctors :
Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat
keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat.Prinsip
penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder.Pada penderita
cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer
sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah
homeostasis otak.
a. Penatalaksanaan cidera kepala ringan GCS 14-15
Pasien sadar, mungkin memiliki riwayat periode
kehilangan kesadaran.Amnesia retrograd terhadap peristiwa
sebelum kecelakaan cukup signifikan.
Indikasi untuk rontgen tengkorak :
2) Hilang kesadaran atau amnesia
3) Tanda-tanda neurologis
4) Kebocoran LCS
5) Curiga trauma tembus
6) Intoksikasi alkohol
7) Sulit menilai pasien Indikasi rawat :
1. Kebingungan atau GCS menurun
2. Fraktur tengkorak
3. Tanda-tanda neurologis atau sakit kepala atau muntah
4. Sulit menilai pasien
5. Terdapat masalah medis yang menyertai
6. Kondisi sosial yang tidak adekuat atau tidak ada orang dewasa yang
dapat mengawasi pasien
Indikasi untukmerujuk ke bagian bedah saraf :
1. Fraktur tengkorak dan bingung atau penurunan GCS
2. Tanda-tanda neurologis fokal atau kejang
3. Menetapnya tanda-tanda neurologis atau kebingungan >12 jam
4. Koma setelah resusitasi
5. Curiga cedera terbuka pada tengkorak
6. Fraktur tekanan pada tengkorak
29
7. Terdapat perburukan
30
Gambar Algoritma Cedera Otak Ringan
b. Penatalaksanaan Cedera Otak Sedang GCS 9-13
Penanganan pertama selain mencakup anamnesia (seperti kasus cidera
otak ringan) dan pemeriksaan fisik serta foto polos tengkorak, juga
mencakup pemeriksaan sken tomografi computer otak (CT-Scan).Pada
tingkat ini semua kasus mempunyai indikasi untuk dirawat. Selama satu
hari pertama perawatan dirumah sakit perlu dilakukan pemeriksaan
neurologis setiap setengah jam sekali, sedangkan follow up sken
tomografi computer otak pada hari ke tiga atau bila ada perburukan
neurologis. Apa bial ada Tindakan di UGD :
• Anamnese singkat
• Stabilisasi kardiopulmoner dengan segera sebelum pemeriksaan
neulorogis
• Pemeriksaan CT scan
• Penderita harus dirawat untuk diobservasi
• Penderita dapat dipulangkan setelah dirawat bila :
- Status neulologis membaik
- CT scan berikutnya tidak ditemukan adanya lesi masa yang
memerlukan pembedahan
31
• Penderita jatuh pada keadaan koma, penatalaksanaanya sama
dengan cedera kepala berat.
• Airway harus tetap diperhatikan dan dijaga kelancarannya
(Satyanegara, 2010).
32
a. Jalan napas atau ventilasi tidak adekuat
b. Pasien tetap tidak responsif (tidak bisa melindungi jalan nafas)
c. Pasien membutuhkan sedasi untuk manuver diagnostik
*jika dicurigai cedera tulang belakang, intubasi harus dilakukan oleh
orang berpengalaman yang tersedia. Menggunakan teknik yang
menyebabkan sedikit gerakan kepala dan leher.
Cara mengecek:
• Look: Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas),
apakah gerakan tersebut simetris?
• Listen: Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah
ada suara nafas tambahan yang abnormal (bisa timbul karena ada
hambatan sebagian)
• Feel: Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa napas
dari korban?
Teknik pembebasan jalan nafas:
Selain Teknik Angkat Dagu Tekan Dahi dalam Bantuan Hidup
Dasar, cara lain untuk membuka jalan nafas adalah dengan Teknik
Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver).
Teknik ini hanya dilakukan untuk korban yang mengalami
trauma atau cedera pada kepala, leher maupun tulang belakang atau
pun yang dicurigai mengalami trauma tersebut.Teknik ini cukup sulit
dilakukan, namun kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami /
normal.
Teknik:
1) Berlutut disisi atas kepala korban, letakkan kedua siku penolong
sejajar dengan posisi korban, kedua tangan memegang sisi
kepala.
2) Kedua sisi rahang bawah dipegang (jika korban anak atau bayi
gunakan dua atau tiga jari pada sisi rahang bawah).
3) Gunakan kedua tangan untuk menggerakkan rahang bawah ke
posisi depan secara perlahan. Gerakan ini mendorong lidah ke
atas sehingga jalan nafas terbuka.
4) Pertahankan posisi mulut korban tetap terbuka
2. Breathing
33
a. Pertahankan PCO2 pada tingkat normal (35-45 mmHg)
b. Dapatkan sinar X dada sesegera mungkin
c. Periksa ABGs atau End Tidal CO2 secara teratur
3. Circulation
1. Syok biasanya disebabkan oleh perdarahan dari sumber lain
2. Kontrol perdarahan
3. Syok akan memperburuk cedera kepala (pertahankan tekanan darah
sistolik >90 mmHg)
Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk
memberikan suasana yang optimal untuk kesembuhan.Hal-hal yang dilakukan
dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairan intravena, hiperventilasi,
pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat dan antikonvulsan.
34
Algoritma Penatalaksanaan Cidera Otak Berat
2.24 Komplikasi
1. Kejang Pasca Trauma
Kejang yang terjadi setelah masa trauma yang dialami pasien merupakan
salah satu komplikasi serius. Insidensinya sebanyak 10%, terjadi di awal
cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7 hari
trauma). Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom
(subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri,
GCS <10.
2. Demam Menggigil
Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolisme dan
memperburuk outcome.Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi,
35
efek sentral.Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muskular
paralisis. Penanganan lain dengan cairan hipertonik, koma barbiturat,
asetazolamid.
3. Hidrosephalus
Berdasarkan lokasinya, penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan
non komunikan.Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada cedera
kepala dengan obstruksi, kondisi ini terjadi akibat penyumbatan di sistem
ventrikel.Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala,
papil odema, demensia, ataksia dan gangguan miksi.
4. Spastisitas
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan
gerakan.Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi. Beberapa penanganan
ditujukan pada : pembatasan fungsi gerak, nyeri, pencegahan kontraktur,
dan bantuan dalam memposisikan diri. Terapi primer dengan koreksi posisi
dan latihan ROM, terapi sekunder dengan splinting, casting, dan terapi
farmakologi dengan dantrolen, baklofen, tizanidin, botulinum dan
benzodiazepin.
5. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam
bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil.Agitasi juga
sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi
sentral. Penanganan farmakologi antara lain dengan menggunakan
antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron, stimulant,
benzodiazepin dan terapi modifikasi lingkungan
6. Mood
Tingkah Laku dan Kognitif Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih
menonjol dibanding gangguan fisik setelah cedera kepala dalam jangka
lama. Penelitian Pons Ford,menunjukkan 2 tahun setelah cedera kepala
masih terdapat gangguan kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk
problem daya ingat pada 74%, gangguan mudah lelah (fatigue) 72%,
gangguan kecepatan berpikir 67%. Sensitif dan Iritabel 64%, gangguan
konsentrasi 62%. Cicerone (2002) meneliti rehabilitasi kognitif berperan
penting untuk perbaikan gangguan kognitif.Methyl phenidate sering
digunakan pada pasien dengan problem gangguan perhatian, inisiasi dan
36
hipoarousal.Dopamine, Amantadinae dilaporkan dapat memperbaiki fungsi
perhatian dan fungsi luhur.Donepezil dapat memperbaiki daya ingat dan
tingkah laku dalam 12 minggu.Depresi mayor dan minor ditemukan 40-
50%.Faktor risiko depresi pasca cedera kepala adalah wanita, beratnya
cedera kepala, pre morbid dan gangguan tingkah laku dapat membaik
dengan antidepresan. Sindroma Post Kontusio merupakan komplek gejala
yang berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30%
pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun pertama: Somatik : nyeri kepala,
gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah, sensitif terhadap
suara dan cahaya, kognitif: perhatian, konsentrasi, memori, Afektif: iritabel,
cemas, depresi, emosi labil.
2.25 Prognosis
Prognosis pada cedera kepala mengacu pada tingkat keparahan yang dialami.
Nilai GCS saat pasien pertama kali datang ke rumah sakit memiliki nilai
prognosis yang besar. Nilai GCS antara 3-4 memiliki tingkat mortalitas
hingga 85%, sedangkan nilai GCS diatas 12 memiliki nilai mortalitas 510%.
Gejala-gejala yang muncul pasca trauma juga perlu diperhatikan seperti
mudah letih, sakit kepala berat, tidak mampu berkonsentrasi dan irritable.
2.26 Konsep Dasar Teori Virginia Henderson
Dalam tulisan Virginia Henderson edisi ke-6 dengan judul “The Principles
and Practice of Nursing”, ia mengutip beberapa definisi dari sumber termasuk
satu dari piagam WHO. Dia memandang kesehatan dalam kaitan demgan
kemampuan pasien untuk memenuhi 14 komponen kebutuhan dasar hidup
untuk memandirikan pasien. 14 komponen kebutuhan dasar hidup tersebut
meliputi :
1. Bernafas dengan normal
2. Makan dan minum cukup.
3. Pembuangan eliminassi tubuh
4. Bergerak dan mempertahankan posisi yang nyaman.
5. Tidur dan istirahat.
6. Memilih pakaian pantas, berpakaian dan menanggalkan pakaian.
7. Mempertahankan suhu tubuh dalam kondisi normal
dengan memodifikasi lingkungan.
37
8. Menjaga kebersihan tubuh dan memelihara kesehatan dan melindungi
kulit
9. Menghindari bahaya dilingkungannya dan menghindari cedera yang
lain.
10. Komunikasi dengan orang lain dalam pernyataan emosi, kebutuhan,
ketakutan dan pendapat.
11. Beribadah menurut kepercayaan seseorang.
12. Bekerja sedemikian rupa sehingga ada rasa pemenuhan akan
kebutuhan.
13. Belajar, menemukan atau mencukupi keingintahuan akan pertumbuhan
dan kesehatan yang normal dan dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan
yang tersedia.
14. Bermain atau kebutuhan rekreasi
Menurut Henderson, ke-14 kebutuhan dasar yang wajib menjadi fokus
tersebut dipengaruhi oleh :
1. Usia
2. Kondisi emosional (mood & temperamen)
3. Latar belakang sosial dan budaya.
4. Kondisi fisik dan mental, termasuk berat badan, kemampuan dan
ketidakmampuan sensorik, kemampuan dan ketidakmampuan
lakomotif, dan status mental
38
Prinsip-prinsip dasar tersebut menandai era baru bagi keperawatan.Perawat
menyadari fungsi dan keunikannya, dan kesadaran ini menandai era baru ketika
profesi keperawatan mulai menelaah sifat aktual dari kerja keperawatan secara lebih
kritis dari sebelumnya.Komitmen menuju kemandirian dan autonomi pada pasien
juga menandai era tersebut.Sebelumnya, terdapat kecenderungan bagi perawat
untuk mencoba melakukan semuanya bagi pasien. Secara umum,aktifitas
keperawatan wajib didukung atau ditentukan oleh tindakan terpeautik dokter.
2.13.1 Asumsi – Asumsi Pada Teori Virginia Henderson
1. Keperawatan (nursing)
a. Perawat mempunyai keunikan untuk membantu individu sehat atau sakit.
b. Fungsi perawat adalah sebagai salah satu team medis.
c. Fungsi perawat adalah mandiri, terpisah dari dokter, tetapi mendukung
program program dokter.
d. Perawat wajib mempunyai pengetahuan yang cukup baik dari segi atau
sosial.
e. Perawat wajib dapat mengkaji kebutuhan dasar manusia.
f. Keempat belas komponen dasar kebutuhan manusia wajib dapat tercover
semua oleh fungsi perawat.
2. Pasien / person (pasien)
a. Pasien wajib mampu mempertahankan keseimbangan fisiologis dan
emosional.
b. Perasaan dan tubuh pasien adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan.
c. Pasien wajib dibantu agar dapat mandiri.
d. Pasien dan keluaraga adalah satu kesatuan.
e. Kebutuhan pasien wajib dapat terpenuhi dengan ke-14 komponen dari
keperwatan
3. Kesehatan (health)
a. Kesehatan adalah kualitas dari kehidupan.
b. Kesehatan adalah dasar dari fungsi manusia.
c. Kesehatan diperlukan secara mandiri dan saling menggantungkan.
d. Peningkatan keshehatan lebih penting dari perawatan orang sakit.
e. Seseorang dapat memperoleh kesehatan jika dia mempunyai kekuatan,
kemauan, dan pengetahuan
39
4. Lingkungan (environment)
a. Individu yang sehat mampu mengontrol lingkungannya, tetapi penyakit akan
menurunkan kemampuan untuk mempengaruhi lingkungan.
b. Perawat wajib mampu memberikan pendidikan kesehatan.
c. Perawat wajib melindungi pasien dari kecelakaan akibat lingkungan.
d. Perawat wajib mampu mencegah terjadinya kecelakaan melalui rekomendasi
terkait dengan konstruksi bangunan dan penempatan alat.
e. Dokter memanfaatkan hasil kerja perawat untuk menentukan tindakan terbaik
dalam mencegah kecacatan
f. Perawat wajib mengetahui tentang sosial budaya dan praktek keagamaan
pasien.
40
Henderson percaya “Perawat yang tahu reaksi fisiologis dan patologis
dari perubahan temperature, pencahayaan, tekanan gas, bau, kebisingan,
bau zat kimia, dan organisme akan mengorganisasikan lingkungan dan
memaksimalkan fungsi fasilitas,” Perawat dan pasien wajib selalu
bekerja sama untuk mencapai tujuan, baik dalam mencapai kemandirian
atau kematian yang tenang. Salah satu tujuan perawat adalah menjaga
aktifitas sehari-hari pasien senormal mungkin. Peningkatan status
kesehatan adl tujuan penting dari perawatan. Menurut Henderson, lebih
penting membantu seseorang bagaimana menjadi sehat daripada
mengobati ketika sakit.
2. Hubungan perawat dengan dokter
Henderson menyatakan bahwa perawat mempunyai fungsi yang unik,
berbeda dengan dokter, dimana keperawatan, diatur oleh perawat dan pasien
bersama-sama saling mendukung dengan rencana atau program therapy
dokter.Henderson menekankan, Perawat tidak hanya mengikuti perintah
dokter.Suatu pertanyaan “Mengapa dokter selalu memberi perintah kepada
pasien atau tenaga kesehatan lain?’.Bahkan perawat mampu membantu
pasien ketika dokter tidak ada.Henderson juga menyatakan bahwa perawat
ataupun dokter sangat melebihi batas.
41
2. Kebutuhan makan dan minum
3. Eliminassi
4. Posisioning
5. Kebutuhan tidur dan istirahat
6. Kebutuhan dalam berpakaian
7. Cara mempertahankan suhu tubuh dan memodifikasi lingkungan
8. Kebersihan tubuh
9. Kondisi lingkungan
10. Komunikasi
11. Ibadah dan keyakinan
12. Pekerjaan sehari-hari
13. Kebutuhan bermain dan rekreasi
14. Kebutuhan belajar dan memanfaatkan fasilitas keseahatan
Perawat mengkaji ke-14 komponen dasar, komponen pertama dinilai secara penuh
kemudian menuju pada komponen selanjutnya. Untuk mengkaji data dari ke-14
komponen ini, perawat membutuhkan pengetahuan dari apa yang normal dalam
kesehatan, juga pengetahuan tentang apa-apa saja yang telah menyebabkan orang
sakit.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa dirumuskan berdasarkan dari analisis data dari ke-14 komponen
kebutuhan dasar manusia / pasien.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan melibatkan pembuatan rencana agar sesuai dengan keb individu,
memperbaharui jika diperlukan, dan menjamin bahwa ini sesuai dengan yang
ditentukan dokter.sebuah rencana yang baik mengintregasikan pekerjaan dari
semua yang ada dalam tim kesehatan.
4. Implementasi
Perawat membantu pasien melaksanakan aktifitas untuk memelihara kesehatan,
untuk menyembuhkan dari sakit, atau untuk membantu dalam kematian yang
tenang.bersifat individu, tergantung pada prinsip fisiologis, umum, latar
belakang budaya, keseimbangan fisik dan intelektual.
5.Evaluasi
Menurut Henderson, perawat akan melakukan evaluasi berdasar pada tingkatan
dimana pasien dapat mandiri.
42
2.13.4 Manfaat Teori Virginia Henderson Pada Praktek Keperawatan
Teori Virginia Henderson memberikan pernyatan tentang profesi perawat yang
unik, terlepas dari profesi kedokteran, sehingga perawat dapat menentukan
rencana keperwatannya dengan mandiri tanpa menunggu instruksi dari
dokter.Melengkapi model konseptual keperawatan yang telah ada.
43
BAB 3 PEMBAHASAN
Cedera dibagi menjadi 2 yaitu cedera otak primer dan sekunder.Cedera otak primer
merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera setelah trauma.Cedera otak
keras. Pada kasus Tn. S terjadinya cedera kepala disebabkan karena kecelakaan
pada mobil yang dinaiki oleh Tn. S pada saat berangkat kerja, ada kemungkinan
juga pada saat terjadi kecelakaan kepala Tn. S membentur benda yang keras
sehingga terjadi cedera kepala. Berdasarkan dari klasifikasi cedera kepala Tn. S
termasuk cedera kepala sedang, karena nilai GCS dari Tn. S adalah 12 dan juga
44
peningkatan TIK, cedera kulit pada area kepala. Pasien Tn. B pada saat MRS di
IRD RSUD Dr. Soetomoe dating dengan keluhan pasien tidak sadar, terdapat luka
pada kepala dan juga ada beberapa luka dibagian ekstermitas yaitu tangan dan kaki.
sakit.
Setelah dilakukan pengkajian pada tanggal 5-14 september 2016 Tn. S
muncul pada Tn. S adalah deficit perawatan diri. Hal ini terjadi karena cedera kepala
perubahan sirkulasi ke otak dan terjadi peningkatan TIK, kondisi ini akan membuat
lobus temporalis tergeser sehingga terjadi herniasi dan messencefalon tertekan dan
pada Tn. S adalah nyeri akut. Nyeri akut yang terjadi karena trauma jaringan akan
menyebabkan spasme otot dan merangsang saraf nyeri sehingga pasien akan
scan kepala untuk dapat mengetahui adanya gambaran abnormal yang sering
menyertai cedera kepala. Foto CT scan akan tampak sebagai penampang melintang
dari objeknya. Dengan CT scan isi kepala secara anatomis akan tampak dengan
jelas.
keperawatan dasar gangguan pemenuhan ADL : deficit perawatan diri antara lain
45
pentingnya melakukan perawatan diri dengan tujuan untuk menjaga personal
hygiene yang baik, melakukan log roll kepada pasien dengan tujuan untuk
melakukan seka pada pasien terutama di area punggung dan bokong pasien,
pasein Tn. S karena tirah baring yang lama. Setelah dilakukan intervensi
keperawatan terkait pemenuhan ADL personal hygiene dapat dievaluasi, Tn. S dan
diri namun pasien masih belum bisa melakukannya secara mandiri sehingga harus
Intervensi pada masalah nyeri pada Tn. S yang telah diberikan kepada pasien
teknik non farmakologi napas dalam dan distraksi dengan cara memberikan edukasi
kepada Tn. S dan keluraga dan setelah itu pasien diperintahkan menirukan. 2)
lingkungan yang nyaman dan tenang hal ini bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan oleh Tn. S. Dan juga melakukan monitoring TTV. Setelah dilakukan
bahwa nyeri pada TN. S berkurang namun dapat muncul kembali sewaktu-waktu
pada saat pasien melakukan gerakan sehingga harus diatasi dengan melanjutkan
intevensi tersebut.
46
FORMAT LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN FORMAT HENDERSON
PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien Nama
: Tn.S
Umur : 50 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Sudah menikah
Pendidikan :Tamat SLTA
Pekerjaan : Petani
Suku Bangsa :Indonesia
Alamat : JL. Sumber Arum Kenek Tuban, RT 003/ RW 003
Tanggal Masuk : 25-08-2016
Tanggal Pengkajian : 05-09-2016
No. Register : 1252xxxx
Diagnosa Medis : .COS+Edema Serebri+ICH Basal Ganglion
47
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Saat MRS : Klien tidak sadar
Saat ini : Nyeri pada kepala
48
• Sebelum sakit : normal memakai baju sendiri Saat sakit : dibantu
oleh perawatn dan keluarga g. Pola rasa nyaman
• Sebelum sakit : normal nyaman
• Saat sakit : tidak nyaman Karena sakit dan nyeri h. Pola Aman
• Sebelum sakit : Aman dari resiko jatuh
• Saat sakit : kurang aman dari resiko jatuh karena pasien terbaring di
tempat tidur dan sering bergerak. i. Pola Kebersihan Diri
• Sebelum sakit : normal mandi minimal 2 kali sehari
• Saat sakit :tidak bisa sama sekali melakukan personal hygiene yaitu oral
hygiene, potong rambut, potong kuku dan mandi secara mandiri. j. Pola
Komunikasi
• Sebelum sakit : normal berkomunikasi
• Saat sakit : kurang berkomunikasi karena kesadaran menurun dengan
GCS 345
k. Pola Beribadah
• Sebelum sakit : normal dilakukan sesuai kewajiban Saat sakit :
tidak melakukan ibadah l. Pola Produktifitas
• Sebelum sakit : produktif bekerja
• Saat sakit : tidak produktif, hanya terbaring di atas tempat tidur m. Pola
Rekreasi
• Sebelum sakit : hiburan menonton tv
• Saat sakit : hanya berbaring ditempat tidur dan dihibur oleh anaknya dan
istrinya saja
4. Pengkajian Fisik a.
Keadaan umum :
Tingkat kesadaran : somnolen
GCS : verbal:……4….Psikomotor:……5….Mata :……3………..
49
b. Tanda-tanda Vital : Nadi = …67, Suhu = …35,5, TD =…110/50, RR= 16… c.
Keadaan fisik
1) Kepala dan leher : terpasang collar brass
2) Dada :
• Paru ; normal simetris, tidak ada suara tambahan
• Jantung : normal s1/s2 tunggal
5. ANALISA DATA
DATA INTERPRETASI MASALAH
(Sesuai dengan patofisiologi)
50
DS : kelurga Cedera kepela Defisit perawatan
mengatakan pasein diri
tidak mampu
melakukan perawatan Penurunan kesadaran
diri secara mandiri.
51
DS : Cedera kepala Resiko gangguan
Klien bersuara perfusi serebral
meringik kesakitan
Perdarahan otak
DO : kesadaran pasien
menurun GCS 345, Kompresi dan bendungan
perubahan TTV (TD pembuluh darah disekitarnya
meningkat, nadi kuat
dan lambat)
Adanya edema cerebral Resiko terjadinya PTIK
52
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN /MASALAH KOLABORATIF BERDASARKAN PRIORITAS
54
2. Klien mampu
melakukan
grooming
dengan
bantuan
3. Klien mampu
melakukan oral
hygiene
dengan
bantuan
55
Selasa, 06- 2. NOC : Pain level NIC : Pain Management 1. Untuk mengetahui tingkat
09-2016 Setelah dilakukan 1. Kaji secara komprehensif terhadap nyeri nyeri
tindakan keperawtan 2. Observasi ketidaknyamanan secara verbal 2. Untuk mengetahui
pasien dapat dan nonverbal ketidaknyamanan
mengontrol nyeri 3. Komunikasi terapeutik 3. Untuk mengalihkan
dengan kriteria hasil : 4. Tentukan factor yang memperburuk nyeri. perhatian pasien.
1. Ekspresi wajah 5. Control lingkungan 4. Untuk mengurangi factor
pasien tenang. 6. Hilangkan factor presipitasi yang memperburuk nyeri
2. Pasien dapat istirahat 7. Ajarkan teknik nonfarmako napas dalam 5. Untuk mengurangi
dan tidur. dan distraksi ketidaknyamanan.
3. Pasien tidak agitasi.8. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai 6. Agar nyeri pasien tidak
4. Pasien tidak merintih indikasi dan advis dokter bertambah.
dan tidak menangis 7. Agar pasein mamapu
5. Tanda-tanda vital menggunakan teknik
dalam batas normal
nonfarmako napas dalam
dan distraksi
56
Selasa, 06- 3 NOC : setelah NIC : 1. Untuk mengetahui
09-2016 dilakukan keperawatan 1. Pantau tanda dan gejala peningkatan adanya PTIK
pasien dapat TIK 2. Untuk mengetahui
mencegah 2. Kaji respon membuka mata, respon tingkat kesadaran pasien
komplikasi dari PTIK, motorik, dan verbal, (GCS) 3. Untuk mengetahui
dengan kriteria hasil : 3. Kaji perubahan tanda-tanda vital adanya perubahan TTV
1. Kesadaran stabil 4. Catat gejala dan tanda-tanda: muntah, 4. Untuk mengetahui
2. Tidak mual sakit kepala, lethargi, gelisah, nafas datangnya PTIK
3. Tidak muntah keras, gerakan tak bertujuan, perubahan 5. Agar pasien bisa lebih
mental tenang.
5. Pertahankan lingkungan yang tenang 6. Untuk mengurangi edeme
6. Jika diindikasikan, lakukan protokol atau serebral
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
57
Hari/ No Tindakan Keperawatan Evaluasi proses Ttd
Tgl/Jam Dx
Jumat 09-09- 1. 1. Memberikan edukasi kepada keluarga - Pasien dan kelurga mengerti
2016 pasien dan juga pasien terkait pentingnya mengenai pentingnya personal
personal hygiene. hygiene
2. Menganjurkan keluarga untuk ikut serta - Keluarga pasein melakukan seka
dalam memenuhi kebutuhan ADL klien kepada pasein secara mandiri
58
Jumat, 09- 2. 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif - Pasien dan keluarga mengerti
09-2016 (PQRST) cara melakukan napas dalam
2. Mengobservasi respon verbal dan - Pasien dan keluarga mengerti
nonverbal cara mengenalai tanda-tanda
3. Menggunakan komunikasi terapeutik nyeri.
4. Menanyakan factor yang memeperburuk - Pasien dan keluarga mengerti
nyeri. teknik nonfarmakologi napas
5. Membuat lingkungan yang nyaman dan dalam dan distraksi
tenang.
6. Mengajarkan teknik napas dalam dan
distraksi.
7. Memberikan obat analgetik sesuai advis
dokter .
Jum’at, 09- 3 1. Memantau tanda-tanda PTIK - Kesadaran pasien stabil, sudah
09-2016 2. Mengkaji GCS pasien mulai bisa diajak
3. Melakukan TTV berkomunikasi
4. Mencatat gejala dan tanda-tanda: - Tidak terjadi mula muntah
muntah, sakit kepala, lethargi, gelisah, pada pasien
nafas keras, gerakan tak bertujuan,
59
perubahan mental.
5. Memposisikan kepala pasien atau leher
yang netral, usahakan ada sedikit batal.
Menghindari bantal yang tinggi pada
pasien.
60
Evaluasi Keperawatan
Hari/Tgl jam
No No Dx Evaluasi TTd
61
Hipoksia Otak Kerusakan sawar darah otak
Difusi O2 terhambat