Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TRAUMA TRAUMA PADA TULANG BELAKANG

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan
Kritis

Dosen Pembimbing : Dr. Eko Priyono, MM

Disusun Oleh :

AHMAD RIZKI KURNIAWAN (108115041)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP TAHUN
PELAJARAN 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan
Judul “TRAUMA CEDERA TULANG BELAKANG” dengan baik dan tepat
waktu.Adapun pembuatan makalah ini dilakukan sebagai pemenuhan nilai tugas
dari mata kuliah “ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS”.

Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk memberikan


manfaat yang berguna bagi ilmu pengetahuan. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah terlibat dan membantu dalam pembuatan makalah
sehingga semua dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Selain itu, penulis
juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun terhadap
kekurangan dalam makalah agar selanjutnya penulis dapat memberikan karya
yang lebih baik dan sempurna. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi pengetahuan bagi para pembaca.

Cilacap, 25 November 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................... 1

Kata Pengantar .............................................................................................. 2

Daftar Isi ........................................................................................................ 3

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 4

A. Latar belakang ................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
C. Tujuan ............................................................................................... 7

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 7

A. Pengertian dari Trauma Pada Tulang Belakang.................................8


B. Etiologi dari Trauma Pada Tulang Belakang......................................8
C. WOC dari Trauma Pada Tulang Belakang..........................................9
D. Klasifikasi dari Trauma Pada Tulang Belakang.................................9
E. Manifestasi Klinis dari Trauma Pada Tulang Belakang..................10
F. Patofisiologi dari Trauma Pada Tulang Belakang............................12
G. Komplikasi dari Trauma Pada Tulang Belakang .............................13
H. Pemeriksaan Diagnostik dari Trauma Pada Tulang Belakang.......13
I. Asuhan Keperawatan Trauma Tulang Belakang..............................14

BAB III PENUTUP.........................................................................................23

A. Kesimpulan .........................................................................................23
B. Saran....................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Spinal cord injury( SCI) adalah trauma yang menyebabkan kerusakan
pada spinal cord sehingga menyebabkan menurunnya atau menghilangnya
fungsi motorik maupun sensoris. Di Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord
injury (SCI) didiagnosis setiap tahunnya, dan lebih dari 80 % adalah laki –
laki berusia sekitar 16 sampai 30 tahun. Trauma ini disebabkan oleh
kecelakaan lalulintas 36 %, karena kekerasan 28,9 %, dan jatuh dari
ketinggian 21,2 %, jumlah paraplegi lebih banyak dari pada tetraplegi dan
sekitar 450.000 penduduk di Amerika hidup dengan SCI (The National Spinal
Cord Injury, 2001).
Kemungkinan untuk bertahan dan sembuh pada kasus SCI, tergantung
pada lokasi serta derajat kerusakan akibat trauma, dan juga kecepatan
mendapat perawatan medis setelah trauma. Trauma pada cervical dapat
mengakibatkan seseorang mengalami penurunan kemampuan bernafas dan
kelemahan pada lengan, tungkai dan trunk atau yang disebut tetraplegi.
Trauma pada bagian bawah dari vertebra dapat menyebabkan hilang atau
berkurangnya fungsi motorik serta sensoris pada tungkai dan bagian bawah
dari tubuh disebut paraplegi. Pada kasus trauma yang berat, kesembuhan
tergantung pada luasnya derajat kerusakan, prognosis akan semakin baik bila
pasien mampu melakukan gerakan yang disadari atau dapat merasakan
sensasi dalam waktu yang singkat.
Cedera servikal merupakan cedera tulang belakang yang paling sering
menimbulkan kecacatan dan kematian, dari beberapa penelitian terdapat
korelasi antara tingkat cedera servikal dengan morbiditas dan mortalitas, yaitu
semakin tinggi tingkat cedera servikal semakin tinggi pula morbiditas dan
mortalitasnya (Ning GZ, 2011).

4
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik
langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis
sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan
menetap atau kematian (PERDOSSI, 2006).
Cedera medula spinalis pertama kali tercatat dalam sejarah sekitar 1700
SM pada papirus Edwin Smith. Penyebab cedera medula spinalis tersering
ialah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%), dan cedera yang berhubungan
dengan olahraga (10%); selain itu, akibat kekeras-an dan kecelakaan kerja.
Cedera medula spinalis akibat trauma diperkirakan terjadi pada 30-40 per satu
juta penduduk per tahun, dan sekitar 8.000-10.000 penderita setiap tahun;
umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda. Walaupun insidens per
tahun relatif rendah, biaya perawatan dan rehabilitasi untuk cedera medula
spinalis sangat tinggi, yaitu sekitar US$ 53.000/pasien.
Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama. Sekitar 80%
meninggal di tempat kejadian oleh karena vertebra servikalis memiliki risiko
trauma paling besar, dengan level tersering C5, diikuti C4, C6, kemudian
T12, L1, dan T10. Berdasarkan kecacatan yang terjadi, 52% kasus mengalami
paraplegia dan 47% mengalami tetraplegia.
Penyebab utama cedera medulla spinalis adalah trauma oleh karena
kecelakaan bermotor, jatuh, trauma olahraga, luka tembus sekunder seperti
luka tusuk atau luka tembak. Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke
empat, setelah penyakit jantung, kanker dan stroke. Tercatat terjadi
peningkatan ± 50 kasus per 100.000 populasi tiap tahun, dimana 3%
penyebab kematian ini karena trauma langsung pada medula spinalis, dan 2%
karena trauma ganda.
Insidensi trauma medulla spinalis pada laki-laki 5 kali lebih besar
daripada perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% cedera medulla
spinalis disebabkan kecelakaan lalulintas, 20% karena jatuh, 40% karena luka
tembak, trauma olahraga, dan kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur
dislokasi cervical paling sering pada vertebra C2 diikuti dengan C5 dan C6.

5
Sekitar 10% pasien dengan penurunan kesadaran yang dikirim ke
Instalasi Gawat Darurat akibat kecelakaan lalu lintas selalu menderita cedera
servikal, baik cedera pada tulang servikal, jaringan penunjang, maupun
cedera pada cervical spine. Trauma servikal sering terjadi pada pasien dengan
riwayat kecelakaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi, trauma
pada wajah dan kepala, terdapat defisit neurologis, nyeri pada leher, dan
trauma multiple (Grundy, 2002; Weishaupt N., 2010).
Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di
Amerika Serikat. Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5
hingga 53,4 kasus dalam 1.000.000 populasi. Umumnya terjadi pada remaja
dan dewasa muda (Evans, 1996). Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu
lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan dengan olahraga
(10%). Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-50%
trauma medulla spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering
menimbulkan gejala yang berat, dan terkadang menimbulkan kematian.
Walaupun insiden pertahun relatif rendah, tapi biaya perawatan dan
rehabilitasi untuk cedera medulla spinalis sangat besar, yaitu sekitar US$
1.000.000 / pasien. Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam
pertama, dan lebih kurang 80% meninggal di tempat kejadian (Evans, 1996).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan trauma tulang belakang?
2. Apa saja etiologi pada trauma tulang belakang?
3. Apa klasifikasi pada trauma tulang belakang?
4. Apa manifestasi klinis pada trauma tulang belakang?
5. Bagaimana patofisiologi pada trauma tulang belakang?
6. Apa saja komplikasi yang terjadi pada trauma cedera tulang
belakang?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada trauma tulang belakang?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada trauma tulang belakang?

6
C. Tujuan
1. Diketahuinya definisi trauma tulang belakang
2. Diketahuinya etiologi trauma tulang belakang
3. Diketahuinya klasifikasi trauma tulang belakang
4. Diketahuinya manifestasi klinis trauma tulang belakang
5. Diketahuinya patofisiologi trauma tulang belakang
6. Diketahuinya komplikasi trauma tulang belakang
7. Diketahuinya pemeriksaan diagnostik trauma tulang belakang
8. Diketahunya asuhan keperawatan trauma tulang belakang.

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definsi
Trauma pada tulang belakang (spinal cors injury) adalah cedera yang
mengenai servikal, vertebralis, dan lumbalis dari suatu trauma yang mengenai
tulang belakang (Arif Mutttaqin, 2008).
Trauma spinal adalah trauma yang terjadi pada spinal, meliputi spinal
collumna maupun spinal cord, dapat mengenai elemen tulang, jaringan lunak,
dan struktur saraf pada cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma
berupa jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, dan
sebagainya. Trauma spinalis menyebabkan ketidakstabilan kolumna vertebral
(fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra) atau injuri saraf yang
aktual maupun potensial (Sylvia, 2006).

B. Etiologi
Penyebab dari cedera medulla spinalis antara lain:
1. Kecelakaan di jalan raya (paling sering terjadi)
Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat
untuk merusak kord spinal serta kauda ekuina.
2. Olahraga
3. Menyelam pada air yang dangkal
4. Luka tembak atau luka tikam (Arif Mutttaqin, 2008).

8
C. WOC

Cedera pada medulla spinalis

Perdarahan secara microskopik

Respon nyeri hebat


Nyeri
Syok pada bagian spinal dan juga akut pada
bagian spinal

D. Klasifikasi
Klasifikasi derajat cedera medula spinalis menurut ASIA yaitu :
Tingkat Tipe Gangguan medulla spinalis

A Komplit Tidak ada fungsi motorik dan sensorik sampai S4-


S5

B Inkomplit Fungsi sensorik masih baik tapi motorik terganggu


sampai segmen sakral S4-S5

C Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level tapi otot-


otot motorik utama masih mempunyai kekuatan <3

D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, kekuatan


otot-otot motorik utama >3

E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal

9
Klasifikasi menurut Arif Muttaqin yaitu:
1. Cedera tulang stabil
Cedera yang komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh gerakan
normal sehingga sumsum tulang tidak rusak dan biasanya resikonya lebih
rendah.
2. Cedera tulang tidak stabil
Cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi
perubahan struktur dari oseoligamentosa posterior, komponen
pertengahan,dan kolumna anterior (Arif Muttaqin, 2008).

E. Manifestasi Klinis
1. Bila pasien dalam keadaan sadar, biasanya mengeluh nyeri akut pada
belakang leher, yang mnyebar sepanjang saraf yang terkena
2. Cedera spinal dapat menyebabkan paraplegia atau quadriplegia. Akibat
cedera bergantung pada tingkat cedera pada medulla dan tipe cedera :
a. Tingkat neurologik: berhubungan dengan tingkat fungsi sensori dan
motorik bagian bawah yang normal. Tingkat neurologic bagian bawah
mengalami paralisis sensori dan motorik total, kehilangan kontrol
kandeng kemih, penurunan keringat dan tonus vasomotor dan
penurunan tekanan darah diawali dengan resistensi vascular perifer.
b. Tipe cedera, mengacu pada luasnya cedera medulla spinalis itu
sendiri: Masalah pernapasan basanya dikaitkan dengan penurunan
fungsi peranpasan, beratnya bergantung pada tingkat cedera. Otot-otot
yang berperan dalam pernapasan adalah abdominal, interkostal (T1-
T11) dan diafragma. Pada cedera medulla spinalis servikal tinggi,
kegagalan pernapasan akut adalah penyebab utama kematian
(Smeltzer & Bare, 2002).

10
Gejala klinis cedera medulla spinalis berdasarkan letak atau lokasi adalah:
Level Gangguan motorik Gangguan sensorik Gangguan autonom

C1-C3 Quadriplegia, parese Sensoris sampai setinggi Kemampuan berkemih,


otot-otot leher, kepala, tepi rahang bagian pencernaan dan fungsi
kekakuan, kelumpuhan bawah; sakit di belakang seksual, sindrom horner
otot pernafasan kepala, leher, dan bahu
C4-C5 Quadriplegia, Sensoris setinggi Kemampuan berkemih,
diagfragma dan clavicula/bahu pencernaan dan fungsi
pernafasan seksual, sindrom horner

C6-C8 Quadriplegia, Sensoris setinggi dinding Kemampuan berkemih,


kekakuan, kelamahan dada/punggung bagian pencernaan dan fungsi
lengan, diagfragma, atas, termasuk lengan seksual, sindrom horner
pernafasan kecuali bahu
T1-T5 Paraplegia, Sensoris dari permukaan Kemampuan berkemih,
berkurangnya volume lengan bagian bawah, pencernaan dan fungsi
pernafasan dinding dada bagian atas, seksual
dan punggung bagian
bawah
T5-T10 Paraplegia, kekakuan Sensoris setinggi dinding Kemampuan berkemih,
dada dan sesuai pencernaan dan fungsi
dermatomnya seksual
T11-L3 Paraplegia Sensoris setinggi perut, Kemampuan berkemih,
pangkal paha ke bawah pencernaan dan fungsi
dan sesuai dermatomnya seksual.

L4-S2 Paraplegia di bagian Sensoris setinggi lutut, Kemampuan berkemih,


distal punggung kaki kebawah, pencernaan dan fungsi
dan sesuai dermatomnya ereksi pada laki-laki

11
F. Patofisiologi
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian,
kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga, mengakibatkan patah tulang
belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis. Fraktur dapat berupa patah
tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan sumsum
tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi
dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, blok syaraf parasimpatis
pelepasan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan respon nyeri hebat
dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi
rektum, kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman, nyeri,
oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia, gangguan eliminasi
(Sylvia, 2006).

12
G. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2002), komplikasi yang dapat timbul dari cedera medulla
spinalis yaitu:
1. Syok spinal
Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla
spinalis (areflexia) dibawah tingkat cedera. Dalam kondidi ini otot-otot
yang disarafin oleh bagian segmen medulla yang ada dibawah tingkat lesi
menjadi parlisis kolplet dan flaksid dan reflex-refleks tidak ada. Tekanan
darah menurun. Karena ada cedera servikal dan medulla spinalis torakal
atas, pernapasan pada otot aksesorius mayor pernapasan hilang dan terjadi
masalah pernapasan: penurunan kapsitas vital, retensi sekresi,
peningkatan tekanan parsial karbondioksida, penururnan PO2, Kegagalan
pernapasan dan edema pulmonal.
2. Trombosis vena profunda
Merupaka komplikasi umum dari imobilitas dan umumnya pada pasien
cedera medulla spinalis. Pasien PVT berisiko mengalami embolisme
pulmonal (EP) dengan manifestasi nyeri dada pleuritis, cemas, nafas
pendek, dan nilai gas darah abnormal (Smeltzer, 2002).

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk
kesejajaran,reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
2. Ct-scan
Menentukan tempat luka atau jejas, mengevaluasi ganggaun structural
3. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
4. Mielografi

13
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
putologisnyatidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub
anakhnoid medullaspinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah
mengalami luka penetrasi).
5. Foto ronsen torak
Memperlihatkan keadan paru contoh : perubahan padadiafragma,
atelektasis
6. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal)
Mengukur volume inspirasimaksimal khususnya pada pasien dengan
trauma servikatbagian bawah atau pada trauma torakal dengan
gangguanpada saraf frenikus atau otot interkostal (Arif Muttaqin, 2008).

I. Asuhan Keperawatan Trauma Tulang Belakang


1. Pengkajian
Primary Survey
a. Airway : adanya hambatan jalan napas /obstruksi/adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan refleks batuk
b. Breathing : suara nafas, RR,pernafasan, irama dan jenis
pernafasan
c. Circulation : tekanan darah normal/meningkat/menurun, akral,
sianosis
d. Disability : kesadaran, GCS, pupil (diameter dan ukuran-
isokor), refleks cahaya, AVPU (alert, verbal, pain, unresponsive)
e. Eksposure : suhu dan ada tidaknya jejas
f. Folicateter : Tidak perlu pemasangan kateter
g. Gastrictube : Tidak perlu pemasangan NGT
h. Heart monitor : Tidak ada hasil EKG yang bemasalah

14
Secondary Survey
a. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama, alamat,
nomor rekam medis, diagnosa Medis
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang : Adanya riwayat trauma yang
mengenai tulang belakang akibat dari kecelakaan lalu lintas,olah
raga,jatuh dari pohon atau bangunan,luka tusuk,luka tembak dan
kejatuhan benda keras. Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga
yang mengantar klien atau bila klien tidak sadar tentang
penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alkohol yang
sering terjadi pada beberapa klien yang suka kebut-kebutan.
2) Riwayat penyakit dahulu : Pengkajian yang perlu ditanyakan
meliputi adanya riwayat penyakit degeneratif pada tulang
belakang, sepertiosteoporosis, osteoartritis, spondilitis,
spondilolistesis, spinalstenosis yang memungkinkan terjadinya
kelainan pada tulang belakang.
3) Riwayat penyakit keluarga : Kaji apakah dalam keluarga px ada
yang menderita hipertensi, DM , penyakit jantung untuk
menambah komprehensifnya pengkajian.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum,TTV,status kesadaran pada klien dengan cidera
spinal stabil tidak mengalami perubahan,tetapi pada klien yang
diindikasikan cedera spinal tidak stabil dapat mengalami
perubahan.
2) Inspeksi adanya deforamitas pada leher / punggung.
3) Kaji adanya memar ( Pada fase awal cedera ) baik pada
leher,muka dan bagian belakang telinga,tanda memar pada
wajah,mata / dagu merupakan salah satu tanda adanya cedera
hiper ekstensi pada leher.
d. Pemeriksaan menggunakan pola gordon menurut Doengoes

15
1) Aktifitas dan istirahat
Kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
2) Sirkulasi:
Berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,
hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat
3) Eliminasi:
Inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut,
peristaltik usus hilang
4) Integritas ego
Menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah
dan menarik diri
5) Pola makan
Mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
6) Pola kebersihan diri
Sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
7) Neurosensori
Kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki,paralisis flasid,
hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya refleks,
perubahan reaksi pupil
8) Nyeri/kenyamanan
Nyeri tekan otot, hipertensi tepat diatas daerah trauma, dan
mengalami deformitas pada daerah trauma
9) Pernapasan
Napas pendek,ada ronkhi, pucat, sianosis
10) Keamanan
Suhu yang naik turun
11) Seksualitas
Priapismus (pada laki-laki), haid tidak teratur (pada perempuan)
(Doengoes, 1999).
e. Pemeriksaan diagnostic
1) Ct Scan

16
CT-scan cervical:
- Fraktur corpus dan lamina corpus vertebra C5
- Avulsi fraktur anterior CV C5
- Listhesis ke posterior CV C5 terhadap C6
- Distorsi spinal canal
2) Mielografi

Foto Ro cervical AP lateral:


-Fraktur CV C5
-Posterolisthesis CV C5 terhadap C6
3) MRI

17
MRI cervical:
-Posterolisthesis CV C5 terhadap C6.
-Fraktur Kompressi CV C5 yang menyebabkan ruptur parsial
medulla spinalis disertai ekstra
- vasasi LCS disekitarnya.
-Hematoma medulla spinalis pada level C4-6
-Protrusio disc level CV C5-6 yang menekan thecal sac
sentralis dan nerve root.

2. Diagnosa keperawatan
a. Resti injuri / cedera korda spinalis b/d kompresi korda sekunder dari
cedera spinal servikal tdk stabil,manipulasi berlebihan pada leher.
b. Resiko Penurunan denyut jantung & tekanan darah tanda awal
dampak dari kompresi korda.
c. Resiko Cedera pada vertebra servikal dapat mengakibatkan terjadinya
syok spinal.

18
d. Aktual / resiko tinggi pola napas tdk efektif b/d kelemahan otot-otot
pernapasan,kelumpuhan otot diafragma.
e. Nyeri b/d kompresi akar saraf,spasme otot / tekanan di dhaerah
distribusi ujung saraf.

3. Intervensi dalam kotak NIC dan NOC


a. Diagnosa : Resti injuri / cedera korda spinalis b/d kompres korda
sekunder dari cedera spinal servikal tidak stsbil.
Tujuan : Dalam waktu 2 X 24 jam resiko injury tidak terjadi.
Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal,klien sadar GCS ( 4,5,6 )
tidak ada tanda-tanda syok spinal.
Intervensi : 1.Monitor TTV
b. Resiko Penurunan denyut jantung & tekanan darah tanda awal
dampak dari kompresi korda.
Intervensi : Monitor tiap jam akan adanya syok spinal pada fase awal
cedera selama 48 jam.
c. Resiko Cedera pada vertebra servikal dapat mengakibatkan terjadinya
syok spinal.
Intervensi :
1) Lakukan Teknik Pengangkatan cara log rolling atau long back
boord pada setiap transportasi klien.
Rasional : Teknik ini mempunyai prinsip memindahkan kolumna
vertebralis sebagai satu unit dengan kepala & pelvis dengan tetap
menjaga kesejajaran tulang belakang untuk menghindari kompresi
korda.
2) Mobilisasi leher terutama pada klien yang mengalami cedera
spinal tidak stabil.
Rasional : Pemasangan fiksasi kolar servikal dapat menjaga
kestabilan dalam melakukan mobilitas leher.
3) Beri penjelasan tentang kondisi klien.

19
Rasional : Usaha untuk meningkatkan kooperatif klien terhadap
intervensi yang diberikan.
4) Kolaborasi dengan Tim medis.
5) Pemeriksaan radiologi
Rasional : Pemeriksaan utama dalam menilai sejauh mana
kerusakan yang terjadi pada cedera spinal servikal.
d. Diagnosa : Aktual / Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d
kelemahan otot-otot pernapasan,kelumpuhan otot diafragma.
Tujuan : Dalam waktu 2 X 24 jam tidak terjadi ketidak efektifan pola
nafas
Kriteria Hasil : RR dalam batas normal ( 12-20x / menit) tidak ada
tanda-tanda sianosis,analisa gas darah dalam batas
normal,pemeriksaan kapasitas paru normal.
Intervensi :
1) Observasi fungsi pernapasan,catat frekuensi pernapasan,dispnea
atau perubahan tanda-tanda vital
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital
dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dapat menunjukkan
terjadinya spinal syok.
2) Pertahankan perilaku tenang,bantu klien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi
hipoksia,yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan / ansietas.
3) Pertahankan jalan napas; posisi kepala tanpa gerak.
Rasional : Klien dengan cedera sevikalis akan membutuhkan
bantuan uuntuk mencegah aspirasi / mempertahankan jalan napas.
4) Observasi warna kulit
Rasional : Menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang
memerlukan tindakan segera.
5) Lakukan pengukuran kapasitas vital,volume tidal, dan kekuatan
pernapasan.

20
Rasional : Menentukan fungsi otot-otot pernapasan.
6) Berikan oksigen dengan cara yang tepat
Rasional : Metode dipilih sesuai dengan keadaan.insulisiensi
pernapasan.
e. Diagnosa : Nyeri b/d kompresi akar saraf,spasme otot/tekanan di
dhaerah distribusi ujung saraf.
Tujuan : Dalam waktu 1X24 jam nyeri berkurang / hilang atau
teradaptasi.
Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang / dapat
diadaptasi,skala nyeri 0-1 ( 0-4 ) dapat mengidentifikasi aktivitas yang
meningkatkan nyeri,klien tidak gelisah.
Intervensi :
1) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan non-invasif.
Rasional : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangai nyeri.
2) Lakukan manejemen nyeri keperawatan : Ajarkan tehnik relaksasi
pernapasan dalam pada saat nyeri muncul.
Rasional : Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan
nyeri sekunder dari iskemia spinal.
3) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
Rasional : Distraksi ( pengalihan perhatian ) dalam menurunkan
stimulus internal.
4) Lakukan manajemen sentuhan
Rasional : Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan
dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.
5) Pasang korset lumbosakra
Rasional : Penahan lumbal yang lembut dapat memberi
keringanan pada lumbal karena titik beratnya ditarik ke dekat
tulang belakang.

21
6) Kolaborasi dengan dokter,pemberian analgesik
Rasioanl : Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tulang belakang adalah susunan terintegrasi dari jaringan tulang,
ligamen, otot, saraf dan pembuluh darah yang terbentang mulai dari dasar
tengkorak (basis cranii), leher, dada, pinggang bawah hingga panggul dan
tulang ekor. Fungsinya adalah sebagai penopang tubuh bagian atas serta
pelindung bagi struktur saraf dan pembuluh-pembuluh darah yang
melewatinya (Smeltzer & Bare, 2002).
Trauma pada tulang belakang (spinal cors injury) adalah cedera yang
mengenai servikal, vertebralis, dan lumbalis dari suatu trauma yang mengenai
tulang belakang (Arif Mutttaqin, 2008).
Penyebab dari cedera medulla spinalis antara lain: Kecelakaan di jalan
raya (paling sering terjadi), olahraga, menyelam pada air yang dangkal, luka
tembak atau luka tikam (Arif Mutttaqin, 2008).
Klasifikasi menurut Arif Muttaqin yaitu: Cedera tulang stabil, cedera
tulang tidak stabil.

B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi
makalah ini, agar kelompok dapat membuatnya menjadi lebih baik lagi di
kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok
khususnya pembaca pada umumnya. Dan diharapkan kepada tenaga
kesehatan khususnya perawat untuk lebih maksimal dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan trauma cedera tulang belakang.

23
DAFTAR PUSTAKA

Evans R. 1996. Neurology and Trauma. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Grundy, D. & Swain, A. 2002. ABC of Spinal Cord Injury 4th ed. London: BMJ.

Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskulukeletal. Jakarta: EGC.

Ning, G.Z, Yu, T.Q, Feng, S.Q, Zhow, X.H, Ban, D.X, Liu Y et al. 2011.
Epidemiology of Traumatic Spinal Cord Injury in Tianjin, China.
Spinal Cord.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2006. Konsensus


Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta:
PERDOSSI.

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Weishaupt, N, Silasi, G, Colbourne, F, & Foud, K. 2010. Secondary Dmage in


The Spinal Cord After Motor Cortex Injury in Rats. J Neurotrauma.

Wilkinson, Judith M. 2015-2017. Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Hasil NOC.


(Edisi 10). Jakarta: EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai