BELL’S PALSY
Oleh :
Preseptor :
BAGIAN NEUROLOGI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session yang berjudul “Bell’s Palsy”.
CRS ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Restu Susanti, Sp. S, M. Biomed
sebagai preseptor yang telah membantu dalam penulisan CRS ini. Penulis menyadari bahwa
referat ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak yang membaca demi kesempurnaan CRS ini.
Penulis berharap CRS ini dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta
pemahaman mengenai Bell’s Palsy terutama bagi penulis sendiri dan rekan-rekan sejawat
lainnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................... ii
Daftar Isi..................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................ 2
1.4 Metode Penulisan....................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 3
2.1 Anatomi Nervus Fasialis............................................................ 3
2.2 Definisi....................................................................................... 5
2.3 Epidemiologi.............................................................................. 5
2.4 Etiologi....................................................................................... 6
2.5 Patofisiologi............................................................................... 6
2.6 Gejala Klinis............................................................................... 6
2.7 Diagnosis.................................................................................... 9
2.8 Diagnosis Banding..................................................................... 14
2.9 Tatalaksana................................................................................. 14
2.10 Prognosis dan Komplikasi........................................................ 18
BAB 3 ILUSTRASI KASUS...................................................................... 20
BAB 4 DISKUSI......................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 32
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Bell’s Palsy adalah kelumpuhan ipsilateral akut yang terjadi pada nervus
bertahap, biasanya selama 3 minggu. Bell’s Palsy merupakan salah satu gangguan
mempengaruhi 11-40 orang per 100.000 per tahun atau 1 dalam 5.000.1 Usia
adalah antara 15-45 tahun. Bell’s Palsy lebih jarang pada orang-orang yang berusia
namun pada beberapa diantaranya meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa dapat
(impairment) seperti asimetris wajah, rasa kaku dan tebal pada wajah sisi lesi,
penurunan kekuatan otot wajah pada sisi lesi, berpotensi untuk terjadi kontraktur
dan perlengketan jaringan, berpotensi terjadinya iritasi pada mata sisi lesi.
pada otot-otot wajah, seperti makan dan minum, berkumur, gangguan menutup
mata, gangguan bicara dan gangguan ekspresi wajah. Gangguan seperti ini dapat
1
1.2 Batasan Masalah
Palsy serta kasus Bell’s Palsy yang terdapat di RSUP DR M Djamil Padang.
Makalah ini ditulis dengan metode studi kasus yang merujuk ke berbagai
literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
terjadinya paralisis wajah. Nervus kranialis ketujuh (nervus fasialis) berasal dari
batang otak, kemudian berjalan melalui tulang temporal dan berakhir pada otot-
otot wajah. Sedikitnya ada lima cabang utama. Selain mengatur pernervusan otot
wajah, nervus fasialis juga mengatur lakrimasi, salivasi, impedansi dalam telinga
nervus intermedius. Nervus ini berada dalam saluran tulang yang sempit dan kaku,
berkelok-kelok.4
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI,
dan keluar di bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral
pons di antara nervus VII dan nervus VIII. Ketiga nervus ini bersama-sama
memasuki meatus akustikus internus. Di dalam meatus ini, nervus fasialis dan
intermediet berpisah dari nervus VIII dan terus ke lateral dalam kanalis fasialis,
ini, serat motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu,
nervus VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus.
Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, nervus VII dibagi dalam 3 segmen,
Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion
genikulatum, panjang segmen ini 2-4 milimeter.3
Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion
genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah, kemudian naik ke arah
tingkap lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar
milimeter.3 Segmen mastoid (segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan
superior kavum timpani. Perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen
mastoid, disebut segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan
bagian paling posterior dari nervus VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat
2.2 Definisi
Bell’s Palsy adalah kelumpuhan ipsilateral akut yang terjadi pada nervus
yang paling sering mempengaruhi nervus cranialis. Selain kelemahan pada otot
wajah, gejala lain seperti penurunan sekresi air mata dan gangguan pengecapan
juga dapat terjadi, hal ini berhubungan dengan fungsi nervus fasialis itu sendiri.1,6
2.3 Epidemiologi
Bell’s Palsy adalah penyakit yang paling sering terjadi pada nervus fasialis,
bell’s palsy antara wanita dan pria hampir sama dan dapat terjadi pada segala usia.
Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa bell’s palsy lebih sering pada
2.4 Etiologi
Penyebab bell’s palsy hingga sekarang masih belum diketahui dan masih
dalam penelitian. Banyak teori menyatakan bahwa infeksi virus memegang peran
besar dalam menyebabkan kondisi bell’s palsy, seperti: infeksi herpes, varisela,
Lyme, HIV, EBV,dan bahkan virus influenza. Beberapa studi mengkaji keterkaitan
antara infeksi virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dengan bell’s palsy melalui
penemuan postmortem HSV-1 pada ganglion genikulatum, salah satu jalur nervus
fasialis.9
Hipotesis lain berpendapat bahwa edema dan iskemia yang disebabkan oleh
kompresi nervus fasialis disebabkan oleh berbagai sebab. Oleh karena etiologi dari
Bell’s Palsy masih belum jelas, hingga saat ini terminologi idiopathic facial
2.5 Patofisiologi
jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus
kompresi dari nervus tersebut pada saat melalui tulang temporal. Sesuai perjalanan
nervusnya, lokasi terserangnya nervus fasialis di bell’s palsy bersifat perifer dari
nukleus nervus tersebut, dimana timbulnya lesi diduga terletak didekat ataupun di
Manifestasi klinik bell’s palsy sangat khas. Pada anamnesis riwayat penyakit
dan gejala kelumpuhan timbul mendadak. Perasaan nyeri, pegal dan rasa tidak
enak pada telinga atau sekitamya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti
1. Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat.
2. Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh
(lagophthalmus).
3. Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar
4. Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang
5. Selain gejala-gejala diatas, dapat juga ditemukan gejala lain yang menyertai
Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi . (Lihat gambar 3) 9
1. Lesi di luar foramen stilomastoideus
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makanan terkumpul di antara pipi
dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak
ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena
4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum) Gejala
dan tanda klinik poin 1, 2 dan 3 disertai dengan nyeri di belakang dan didalam
liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi
Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya
nervus akustikus.
Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda
2.7 Diagnosis
fasialis perifer yang diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain dari
a. Anamnesis
Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa bahwa
mereka menderita stroke atau tumor intrakranial. Hampir semua keluhan yang
b. Pemeriksaan Fisik
fisik yang lengkap untuk menyingkirkan kelainan sepanjang perjalanan nervus dan
kelemahan pada seluruh wajah sisi yang terkena. Kemudian, pasien diminta
menutup mata dan mata pasien pada sisi yang terkena memutar ke atas. Bila
terdapat hiperakusis, saat stetoskop diletakkan pada telinga pasien maka suara
akan terdengar lebih jelas pada sisi cabang muskulus stapedius yang paralisis.
Tanda klinis yang membedakan Bell’s Palsy dengan stroke atau kelainan yang
kranialis lain, motorik dan sensorik ekstremitas dalam batas normal, dan pasien
tidak mampu mengangkat alis dan dahi pada sisi yang lumpuh. Untuk menegakan
diagnosis Bell’s Palsy harus ditetapkan dulu adanya paralisis fasialis tipe perifer.
grading system (Y-system). Disamping itu juga dapat dilakukan tes topografi
untuk
menentukan letak lesi nervus fasialis dengan tes Schirmer, reflek stapedius dan tes
gustometri.12
1. Gustometri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dapat dipersarafi oleh n. korda
timpani, salah satu cabang nervus pasialis. 1 Kerusakan pada nervus fasialis
sebelum percabangan korda timpani dapat menyebabkan hilangnya pengecapan.4
Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan lidah,
kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah
penderita. Hali ini dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk
ditaruh, penderita tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan
tersebar melalui ludah ke sisi lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang
untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk rasa asam.4
antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua sisi
adalah patologis.3
serabut pada simpatis dari nervus fasialis yang disalurkan melalui nervus petrosus
Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata. Cara
pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm panjang 5-
10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang
menjadi basah dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan bahwa kalau
ada beda kanan dan kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.
3. Refleks Stapedius
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter,
yaitu dengan cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan
4. Pemeriksaan House-Brackmann
Gambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik dari
kelumpuhan ini sangat sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi semenjak
pertengahan 1980 sistem House-Brackmann yang selalu atau sangat dianjurkan .10
Grade Penjelasan Karakteristik
c. Pemeriksaan Penunjang
kelumpuhan nervus fasialis adalah dengan uji fungsi nervus. Terdapat beberapa uji
Elektroneuronografi (ENOG).7
1. Elektromiografi (EMG)
dapat diklasifikasikan sebagai respon normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau
suatu pola yang kacau yang mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun,
nilai suatu EMG sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum
21 hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan memperlihatkan potensial denervasi.
2. Elektroneuronografi (ENOG)
melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG pada satu titik yang
lebih distal dari nervus. Kecepatan hantaran nervus dapat diperhitungkan. Bila
terdapat reduksi 90% pada ENOG bila dibandingkan dengan sisi lainnya dalam
sepuluh hari, maka kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch
Diagnosis banding dari bell’s palsy dapat berupa lesi sistim nervus pusat,
2.9 Tatalaksana
terapi bell’s palsy. Mereka membuat review tentang bukti penanganan bell’s palsy
spesialis, dan investigasi lebih jauh pada pasien yang memiliki kelemahan wajah
yang persisten dan progresif. Mereka memberikan beberapa hal berikut sebagai
hasil review:14
- Diagnosa awal pasien bell’s palsy harus meliputi pemeriksaan fisik untuk
bell’s palsy. Antiviral mungkin bisa digunakan pada pasien dengan parese
- Pasien dengan penutupan mata yang inkomplit harus diberi proteksi mata
fasialis yang sempit. Steroid, terutama prednisolon yang dimulai dalam 72 jam
mg) adalah 1 mg per kg per hari peroral selama enam hari diikuti empat hari
tappering off. Efek toksik dan hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan
steroid jangka panjang (lebih dari 2 minggu) berupa retensi cairan, hipertensi,
Namun, hasil analisis Cochrane 2009 pada 1987 pasien dan Quant et al22
antiviral dibandingkan plasebo dalam hal angka penyembuhan inkomplit dan tidak
Dosis pemberian asiklovir untuk usia >2 tahun adalah 80 mg per kg per hari
melalui oral dibagi dalam empat kali pemberian selama 10 hari. Sementara untuk
dewasa diberikan dengan dosis oral 2000-4000 mg per hari yang dibagi dalam
lima kali pemberian selama 7-10 hari. Sedangkan dosis pemberian valasiklovir
(kadar dalam darah 3-5 kali lebih tinggi) untuk dewasa adalah 1000-3000 mg per
hari secara oral dibagi 2-3 kali selama lima hari. Efek samping jarang ditemukan
- Pemanasan
Pemanasan superfisial dengan infra red dan pemanasan profunda berupa
Shortwave Diathermy.
- Stimulasi Listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk mencegah
mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata, dan mengangkat
sudut mulut, tersenyum, bersiul atau meniup (dilakukan di depan kaca dengan
konsentrasi penuh).
Massage adalah manipulasi sistemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan
maksud untuk perbaikan atau pemulihan. Pada fase akut bell’s palsy diberi gentle
massage secara perlahan dan berirama. Hal ini memberikan efek mengurangi edema,
memberikan relaksasi otot dan mempertahankan tonus otot. Setelah lewat fase akut
diberi Deep Kneuding Massage sebelum latihan gerakan volunteer wajah. Deep
Kneuding Massage memberikan efek mekanik terhadap pembuluh darah vena dan
sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah wajah dibagi 4 yaitu dagu, mulut,
hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.
permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi penderita.
Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan,
latihan meniup lilin. Latihan menutup mata dan mengerutkan dahi didepan cermin.
social. Problem social biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas
social medic dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin
untuk sementara waktu bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan
umum.
d. Program Psikologi
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa
cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda wanita atau penderita
yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka
mulut yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu
diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan “Y” plester
dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan belum ada perubahan
e. Home Program
- Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit
- Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi
- Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit,
- Perawatan mata : beri obat tetes mata (golongan artificial tears) 3 kali sehari,
Perjalanan alamiah bell’s palsy bervariasi dari perbaikan komplit dini sampai
dengan bell’s palsy sembuh total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus
persisten, dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren.
Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalah usia datas 60 tahun, palsi
komplit (risiko sekuele berat), riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat
bell’s palsy, bukti denervasi mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan
pertama.17 Tingkat rekurensi dari penyakit ini mencapai 12%. Komplikasi jangka
panjang pada bell’s palsy meliputi kelemahan otot wajah residual, facial
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SS
Umur : 57 tahun
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Padang
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
sakit. Awalnya pasien sedang membakar sampah dan wajah sebelah kiri
merasa wajah sebelah kiri pasien kebas dan bibir terasa tebal dan sulit
diangkat.
- Mata kiri pasien sulit menutup sempurna dan air mata pada mata kiri
- Riwayat demam, nyeri kepala, nyeri tenggorokan dan muncul lesi berupa
rumah sakit
- Riwayat hipertesi sejak ± 5 tahun yang lalu, TDS tertinggi 180 mmHg,
PEMERIKSAAN FISIK
Suhu : 36,5°C
Kepala :
Thorax :
Pulmo :
Perkusi : Sonor
Cor :
- Abdomen :
Perkusi : tympani
Korpus Vertebrae
Pemeriksaan Neurologis
1. Tanda rangsang Meningen:
- Kaku kuduk :-
- Kernig :-
- Brudzinski I :-
- Brudzinski II :-
N I (Olfaktorius)
N II (Optikus)
N III (Okulomotorius)
Bebas ke segala
-gerakan bulbus arah Bebas ke segala arah
N IV (Trochlearis)
N V (Trigeminus)
-Motorik
membuka mulut Baik Baik
Menggerakkan rahang Baik Baik
Menggigit Baik Baik
Mengunyah Baik Baik
-Sensorik
Divisi Oftalmika
*reflex kornea + +
*sensibilitas + +
Divisi Maksila
*reflex Masseter Baik Baik
*sensibilitas Baik Baik
Divisi Mandibula
*sensibilitas Baik Baik
N VI (Abdusen)
N VII (Fasialis)
-menggerakkan Kerutan
dahi dahi ada Kerutan dahi menghilang
-hiperakusis - -
N VIII (Vestibularis)
N IX (Glossofaringeus)
N X (Vagus)
-Arkus faring Simetris
-uvula Di tengah
-menelan Baik
-artikulasi Baik
-suara Baik
-nadi Teratur
N XI (Asesorius)
-menoleh ke kanan +
-menoleh ke kiri +
N XII (Hipoglosus)
-tremor -
-fasikulasi -
-atropi -
4. Koordinasi: baik
Kanan Kiri
7. Sistim reflex
a.fisiologis
Kornea + + Biseps ++ ++
Berbangkis triseps ++ ++
Laring KPR ++ ++
Masseter - - APR ++ ++
Dinding + + Bulbokavernosus
perut -atas + +
-bawah + +
-tengah
Cremaster
Sfingter
b. Patologis
Hofmann- - - Babinski - -
Tromner
Chaddoks - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus paha - -
Klonos kaki - -
8. Fungsi otonom
- Miksi : baik
- Defekasi : baik
9.Fungsi luhur :
-refleks memegang -
-refleks Palmomental -
Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada
Diagnosis
DISKUSI
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien sedang membakar sampah dan wajah
sebelah kiri pasien menghadap ke arah api. Kemudian ketika bangun pagi pasien
merasa wajah sebelah kiri pasien kebas dan bibir terasa tebal dan sulit diangkat.
Mata kiri pasien sulit menutup sempurna dan air mata pada mata kiri menetes terus
menerus. Pasien juga merasakan wajah pasien tidak simetris ketika tersenyum.
fasialis tipe perifer, dimana paralisis terjadi pada sisi wajah sebelah kiri saja. Hal
ini terjadi karena kerusakan pada inti nervus fasialis atau infranuklearnya,
sehingga impuls homolateral untuk otot-otot wajah bagian atas dan kontralateral
untuk otot-otot wajah bagian bawah terganggu. Pada pasien ini tidak ditemukan
ganglion genikulatum sebagai induk sel pengecap 2/3 bagian depan lidah maupun
nyeri tenggorokan dan muncul lesi berupa bintik2 berisi cairan pada sekitar wajah
postmortem HSV-1 pada ganglion genikulatum, salah satu jalur nervus fasialis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan status internus dalam batas normal. Pada
status neurologis, didapatkan pada pemeriksaan nervus fasialis: raut wajah kiri
lebih datar, menggerakkan dahi: kiri tertinggal, menutup mata: kelopak mata kiri
lebih lemah, bersiul: tidak bisa, memperlihatkan gigi: kiri lebih lemah (asimetris).
stilomastoideum maka ia tidak lagi mengandung serabut korda timpani dan serabut
klinis Paralisis Nervus VII sinistra tipe perifer (Bell’s Palsy), dengan diagnosis
Pasien diberikan terapi neurodex 3x1 tab/hari per oral untuk membantu
proses regenerasi nervus, cendo lyter untuk perawatan mata, prednisone 3x15 mg
pada neuron, Asiklovir 5x800 mg untuk mengatasi infeksi HSV-1 sebagai etiologi,
mukosa lambung pada keadaan proteksi saluran cerna yang berkurang akibat
Tatalaksana non medikamentosa berupa fisioterapi. Hal ini dapat dilakukan dengan
melatih sisi wajah yang lumpuh untuk melakukan gerakan seperti mengerutkan
juga dilakukan massase wajah sisi yang lumpuh. Tujuan fisioterapi ini untuk
prognosis baik adalah paralisis parsial inkomplit pada fase akut, pemberian
kortikosteroid dini. Bell’s Palsy dapat pulih dalam waktu 3 minggu dan sembuh
2. Monnel, K., Zachariah, S., Khoromi, S. 2009. Bell’s Palsy. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1146903
Perifer. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Edition, Mcgraw-Hill.
10. SM. Lumbantobing. 2006. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental.
11. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat
12. Dewanto, G dkk. 2009. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Nervus. Jakarta:
13. Cormier JE. 2012. Bell’s Palsy: a common cause of facial paralysis. Texas
EMS Magazine.
14. De Almeida, JR. et al., 2014. Management Of Bell Palsy: Clinical Practice
17. Sullivan, Frank M., Iain R. C. Swan, Peter T. Donnan, Jillian M. Morrison, et
18. Angliadi LS, Sengkey L, Gessal J, dkk. Rehabilitasi Medik pada Bell’s Palsy.